Anda di halaman 1dari 47

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TENTANG PERUMAHAN DAN

PERMUKIMAN

DISUSUN OLEH :

WIFA UFAIRAH (2104104010059)

ULIYA RIZKI FAJAR (2104104010060)

RANA ZAHIRA (2104104010061)

NAJWA SYIFA (2104104010068)

LIDYA NASRATUL ULFA (2104104010110)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2023
PERATURAN SEPUTAR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29 Tahun 2006

Pedoman persyaratan teknis banguna Gedung

- UU No. 1 Tahun 2011

Tentang perumahan dan Kawasan permukiman

- PP No.14 Tahun 2016

Tentang enyelenggaraan perumahandan permukiman.

- Keputusan Mentri Permukiman dan Prasarana Wilayah

Tentang pedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat

- Peraturan mentri pekerjaan umum dan perumahan rakyat republic Indonesia no.29
tahun 2008

Tentang standar teknis standar pelayanan minimal pekerjaan umum dan perumahan
rakyat.

- Tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana tidak bersususn di daerah


perkotaan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 2016

TENTANG

PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

DAN PERUBAHANNYA PADA PP NOMOR 12 TAHUN 2021

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu

Pengertian

- Pasal 1 (2021)

Ayat 1,2,3,4,5,6,7,8,9

Pengertian perumahan, Kawasan permukiman, rumah, dan lingkungan hunian

Ayat 10,11

Perjanjian pendahuluan jual beli bangunan (kesepakatan pelaku dan setiap orang yang
bersangkutan)

Ayat 12

Kegiatan pemasaran yang direncanakan untuk memperkenalkan produk

Ayat 13,14,15

Pembahasan mengenai sarana, prasarana dan utilitas sebagai pendukung dan kelengkapan
penunjang perumahan dan permukiman

Ayat 16,17

Dokumen rencana, rencana kerja pemerintah (RKP) & rencana pembangunan dan
pengembangan perumahan (RP3) sebagai pedoman dalam memenuhi kelengkapan
lingkungan hunian

Ayat 18,19,20

Pembahasan mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW) & rencana detail tata ruang
(RDTR) (rencana terperinci) dan zonasi

Ayat 21,22
Perumahan dan permukiman kumuh akibat penurunan kualitas fungsi dan kualitas bangunan
serta sarana prasarana

Ayat 23,24,25

Kawasan siap bangun (kasiba), lingkungan siap bangun (lisiba) adalah Kawasan yang sarana
dan prasarananya sudah disiapkan, dan konsolidasi tanah (pendataan Kembali kepemilikan
tanah)

Ayat 26

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai susunan fungsi sebagai permukiman,
perkotaan, perkantoran dan lain-lain

Ayat 27

Kawasan perdesaan adalah wilayah dengan kegiatan utama pertanian

Ayat 28,29,30,31

Perencanaan, Pembangunan, Pemanfaatan, dan pengendalian perumahan dan Kawasan


permukiman

Ayat 32,33

Perizinan berusaha dan persetujuan pembangunan Gedung

Ayat 34,35,36

Masyarakat berkegiatan di bidang perumahan dan permukiman, badan hukum yang didirikan
masyarakat berkegiatan di bidang penyelenggaraan Kawasan permukiman

Ayat 37

Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan keterbatasan daya beli perlu mendapatkan
dukungan pemerintah untuk rumah

Ayat 38-40

 Pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan


 Pemerintah daerah memimpin kewenangan daerah otonom
 Menteri memimpin urusan pemerintahan di bidang perumahan dan Kawasan
permukiman

Bagian Kedua
Tujuan

- Pasal 2 (2016)

mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman

memberikan kepastian hukum bagi seluruh penduduk


mewujudkan keadilan bagi seluruh penduduk terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman.

Bagian Ketiga

Lingkup

- Pasal 3 (2016)

Lingkup Peraturan pemerintah ini meliputi:

a. penyelenggaraan perumahan

b. penyelenggaraan kawasan permukiman

c. keterpaduan prasarana, Sarana, Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman

d. pemeliharaan dan perbaikan

e. pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan Kumuh dan permukiman kumuh

f. Konsolidasi Tanah

g. Sanksi administrasi.

- Pasal 4 (2016)

Ayat 1-3

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan secara terkoordinasi terpadu


dan berkelanjutan. Pembangunan perumahan di Kawasan permukiman mengutamakan
sarana prasarana dan utilitas merujuk ke peraturan rencana tata ruang

- Pasal 5 (2016)

Ayat 1

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman dilaksanakan berdasarkan


kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan Kawasan Permukiman.

Ayat 2

Kebijakan dan strategi nasional mencakup:

a. Kemudahan masyarakat memperoleh hunian yang layak

b. Peningkatan koordinasi dan sinkronasi kebijakan dalam penyelenggaraan


perumahan dan Kawasan permukiman

Ayat 3
Strategi kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak meliputi:

a. Penyediaan kebutuhan pemenuhan perumahan dan Kawasan permukiman

b. Keterjangkauan pembiayaan dan pendayagunaan teknologi

Ayat 4

Strategi peningkatan koordinasi dan sinkronisasi meliputi:

a. Pelaksanaan keterpaduan kebijakan penggunaan perumahan dan Kawasan


permukiman

b. Peningkatan kapasitas kelembagaan bidang perumahan dan Kawasan permukiman

Ayat 5

Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi nasional yang di maksud pada ayat
1 diatur dengan peraturan presiden

BAB II

PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

Bagian Kesatu

Umum

- Pasal 6 (2016)

Ayat 1

Penyelenggaraan Perumahan meliputi:

a. Perencanaan Perumahan

b. Pembangunan Perumahan

c. pemanfaatan Perumahan

d. pengendalian Perumahan.

Ayat 2

Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Rumah atau Perumahan
beserta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum.

Ayat 3

Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menurut jenis dan bentuknya.
Ayat 4

Jenis Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku
pembangunan dari penghunian meliputi Rumah komersial, Rumah umum, Rumah
swadaya, Rumah khusus, dan Rumah negara

Ayat 5

Bentuk Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan hubungan atau
keterikatan antarbangunan meliputi Rumah tunggal, Rumah deret, dan Rumah susun.

Ayat 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
Rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri.

- Pasal 7 (2016)

Ayat 1-3

Penyelenggaraan perumahan bagi MBR pemerintah memberikan fasilitas terhadap


perencanaan, hal tersebut dilaksanakan oleh lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah.
Penugasan Lembaga dilaksanakan sesuai aturan perundang-undangan

Bagian Kedua

Perencanaan Perumahan

Paragraf I

Umum

- Pasal 8 (2016)

Ayat 1

Perencanaan perumahan menghasilkan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan


perumahan yang mengacu pada dokumen rencana kerja pemerintah (RKP)

Ayat 2-5

Mengacu pada ayat 1, dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan disusun
untuk memenuhi kebutuhan rumah dan keterpaduan sarana prasarana dan utilitas

Dokumen ditinjau Kembali paling sedikit sekali dalam lima tahun

- Pasal 9 (2016)

Ayat 1
Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan mencakup:

a. kebijakan pembangunan dan pengembangan

b. rencana kebutuhan penyediaan Rumah

c. rencana keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

d. program pembangunan dan pemanfaatan.

Ayat 2

Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dilakukan dalam bentuk rencana:

a. pembangunan dan pengembangan

b. pembangunan baru

c. atau pembangunan Kembali

- Pasal 10 (2016)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dokumen rencana pembangunan dan
pengembangan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9 diatur dengan
Peraturan Menteri.

- Pasal 11 (2016)

Ayat 1

Perencanaan perumahan terdiri atas:

a. perencanaan dan perancangan Rumah

b. perencanaan prasarana, sarana, dan Utilitas umum Perumahan.

Ayat 2

Perencanaan Perumahan merupakan bagian dari perencanaan Permukiman yang terintegrasi


dengan sistem Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Kawasan Perkotaan atau Kawasan
perdesaan.

Ayat 3

Perencanaan Perumahan mencakup Rumah sederhana, Rumah menegah, dan/atau Rumah


mewah.

Paragraf 2

Perencanaan dan Perancangan Rumah


- Pasal 12 (2016)

Ayat 1

Perencanaa dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) huruf a
dilakukan untuk:

a. menciptakan Rumah yang layak huni

b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh masyarakat dan pemerintah

c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur

Ayat 2,3,4

perencanaan dan perancangan rumah untuk mengwujudkan rumah layak huni, mendukung
upaya pemenuhan kebutuhan rumah, meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang
terstruktur

- Pasal 13 (2016)

Ayat 1,2,3,4

Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan oleh orang yang ahli dan memiliki sertifikat
yang dikeluarkan oleh Lembaga sertifikasi yang sudah dikualifikasi oleh peraturan
perundang-undangan

- Pasal 14 (2021)

Ayat 1

Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi standar.

Ayat 2

Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan standar Rumah meliputi:

a. ketentuan umum

b. standar teknis

Ayat 3

Ketentuan umum sebagai mana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit memenuhi

a. aspek keselamatan bangunan

b. kebutuhan minimum ruang

c. aspek kesehatan bangunan.

Ayat 4
Standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. pemilihan lokasi Rumah

b. ketentuan luas dan dimensi kaveling

c. perancangan Rumah.

Ayat 5

Perancangan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan pelaksanaan arsitektur, struktur, mekanikal, dan elektrikal, beserta perpipaan
(plumbing) bangunan Rumah.

- Pasal 15 (2021)

Ayat 1-2

Perencanaan dan perancangan rumah dilaksanakan melalui penyusunan dokumen rencana


teknis, dokumen rencana teknis dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Paragraf 3

Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

- Pasal 16 (2016)

Ayat 1

Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 ayat (1) huruf b mengacu pada rencana keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum.

Ayat 2

Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan meliputi:

a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk Perumahan sebagai bagian dari


permukiman; dan

b. rencana kelengkapan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum perumahan.

Ayat 3

Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a digunakan
untuk:

a. landasan perencanaan prasarana, Sarana dan Utilitas Umum; dan

b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah sesuai dengan rencana tapak (site -
plan) atau rencana tata bangunan dan lingkungan
Ayat 4

Rencana kelengkapan prasarana, Sarana, dan Utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b digunakan untuk:

a. mewujudkan lingkungan perumahan yang layak huni dan

b. membangun Rumah.

- Pasal 17 (2021)

Ayat 1

Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf b harus memenuhi standar.

Ayat 2

Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. ketentuan umum; dan

b. standar teknis.

Ayat 3

Ketentuan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit memenuhi:

a. kebutuhan daya tampung Perumahan

b. kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat

c. mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan; dan

d. terhubung dengan jaringan perkotaan existing.

Ayat 4

Standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. standar Prasarana

b. standar Sarana; dan

c. standar Utilitas Umum.

Ayat 5

Standar Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit meliputi:

a. jaringan jalan

b. saluran pembuangan air hujan atau drainase


c. penyediaan air minum

d. saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan

e. tempat pembuangan sampah

Ayat 6

Standar Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling sedikit meliputi:

a. ruang terbuka hijau

b. sarana umum

Ayat 7

Standar Utilitas Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c paling sedikit tersedianya
jaringan listrik.

- Pasal 18 (2021)

Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pengawasan standar Prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum sesuai kewenangannya.

- Pasal 19 (2016)

Ayat 1,2,3,4

Perencanaan prasarana sarana dan utilitas dilakukan oleh orang yang ahli dan memiliki
sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga sertifikasi yang sudah dikualifikasi oleh
peraturan perundang-undangan

Bagian Ketiga

Pembangunan Perumahan

Paragraf 1

Umum

- Pasal 20 (2016)

Ayat 1

Pembangunan perumahan meliputi:

a. pembangunan rumah dan prasarana, sarana, utilitas umum; dan/atau

b. peningkatan kualitas perumahan.

Ayat 2,3,4,5
Pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangan teknologi, juga dilaksanakan
melalui upaya penataan pola dan struktur dan pembangunan rumah serta sarana
prasarana dan utilitas. Untuk peningkatan kualitas perumahan dilaksanakan melalui
penangganan dan pencegahan terhadap perumahan kumuh. Pembangunan perumahan
dilakukan sesuai dengan status penguasaan atau kepemilikan tanah

- Pasal 21 (2021)

Ayat 1,2,3

Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wajib mewujudkan Perumahan


dengan Hunian Berimbang. sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai akses
menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.

- Pasal 21 A (2021)

Ayat 1,2,3

Tentang badan hukum yang melakukan pembangunan hunian berimbang

- Pasal 21 B (2021)

Ayat 1

Perumahan dengan Hunian Berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat (1)
meliputi:

a. Perumahan skala besar; dan

b. Perumahan selain skala besar.

Ayat 2-3

Perumahan skala besar terdiri dari setidaknya 100 sampai 3.000 rumah

- Pasal 21 C (2021)

Pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l


ayat (1) harus memenuhi kriteria:

a. Lokasi

b. klasifikasi Rumah; dan

c. komposisi.

- Pasal 21 D (2021)

Ayat 1

Lokasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21C huruf a merupakan tempat Rumah umum
dibangun.
Ayat 2

Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada:

a. pembangunan Perumahan skala besar dengan Hunian Berimbang harus dilakukan


dalam 1 (satu) hamparan; atau

b. pembangunan Perumahan selain skala besar dengan Hunian Berimbang dilakukan


dalam 1 (satu) hamparan atau tidak dalam 1 (satu) hamparan

Ayat 3

Pembangunan Perumahan selain skala besar dengan Hunian Berimbang tidak dalam 1
(satu) hamparan sebagaimana dimaksud pada ayat (21) huruf b harus dilaksanakan
dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.

Ayat 4

Permohonan pengesahan rencana tapak tiap hamparan pada pembangunan Perumahan


dengan Hunian Berimbang tidak dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan secara bersamaan.

- Pasal 21 E (2021)

Ayat 1

Klasifikasi Rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21C huruf b terdiri atas:

a. Rumah mewah

b. Rumah menengah dan/atau

c. Rumah sederhana.

Ayat 2-4

Rumah mewah 15 kali harga rumah pada umumnya

Rumah menenganh paling sedikit 3 kali sampai dengan 15 kali harga rumah umumnya

Rumah sederhana adalah yang luas lantainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

- Pasal 21 F (2021)

Ayat 1

Komposisi adalah perbandingan jumlah rumah mewah, menengah, dan sederhana

Ayat 2

Sebagaimana di maksud pada ayat satu, 1 rumah mewah : 2 rumah menengah : 3 rumah
sederhana
Ayat 3

Perbandingan persentase rumah berimbang dalam lingkunga permukiman

- Pasal 21 G (2021)

Ayat 1

Rumah sederhana tidak bisa dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau deret, tapi dapat
dikonversi dalam:

a. Bentuk rumah susun

b. Bentuk dana untuk pembangunan rumah umum

Ayat 2

Perhitungan konversi rumah hukum dapat dilakukan dengan:

a. Perbandingan persentase rumah sederhana subsidi dengan rumah sederhana non-


subsidi

b. Jumlah kewajiban rumah sederhana

c. Harga jual rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan pemerintah pusat

d. Persentase harga pokok produksi terhadap harga jual

Ayat 3

Perhitungan konversi dana merupakan dana Kelola atau hibah dihitung dengan
mempertimbangkan

a. jumlah kewajiban Rumah sederhana

b. harga jual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat

c. persentase harga pokok produksi terhadap harga jual

d. faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of
money); dan

e. dana imbal jasa pengelolaan.

Ayat 4-6

Perhitungan konversi dilakukan berdasarkan rumus yang ditetapkan oleh Menteri, besaran
jumlah faktor penggali dan dana imbal jasa pengelolaan ditetapkan oleh Menteri

- Pasal 21 H (2021)

Ayat 1
Perhitungan konversi wajib diajukan oleh pelaku pembangunan kepada badan
penyelenggaraan

Ayat 2-3

Dana yang diperoleh dari perhitungan konversi wajib diserahkan kepada badan
penyelenggaraan

Ayat 4-5

Penyerahan dana paling lambat dilakukan sejak diterbitkan sampai diterbitkan sertifikat fungsi,
pengembalian dana konversi berbentuk dana Kelola dilaksanakan paling lama 5 tahun sejak
pemenuhan kewajiban diberikan kepada badan penyelenggaraan

- Pasal 21 I (2021)

Ayat 1

Dana hasil konversi yang telah di serahkan dikelola oleh badan penyelenggara

Ayat 2

Badan penyelenggara perumahan bertugas:

a. melakukan upaya percepatan pembangunan Perumahan

b. melaksanakan pengelolaan dana konversi dan pembangunan rumah sederhana serta


rumah susun umum

c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan pemastian kelayakan hunian

d. melaksanakan penyediaan tanah bagi Perumahan

e. melaksanakan pengelolaan rumah susun umum dan rumah susun khusus serta
memfasilitasi penghunian, pengalihan, dan pemanfaatan

f. melaksanakan pengalihan kepemilikan rumah umum dengan kemudahan yang


diberikan oleh pemerintah

g. menyelenggarakan koordinasi operasional lintas sektor, termasuk dalam


penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan

h. melakukan pengembangan hubungan kerja sama di bidang Rurrrah susun dengan


berbagai instansi di dalam dan di luar negeri.

Ayat 3

Tugas yang dimaksud pada ayat 2 dilakukan secara bertahap

Ayat 4-5

Pengelolaan dana digunakan untuk pembangunan rumah umum dan dilaksanakan dengan
memperhatikan:
a. Kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)

b. Program penyediaan perumahan

Ayat 6-7

Untuk mendukung percepatan pembangunan peemerintah memperikan penjaminan kredit


pemilikan rumah dan jaminan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a. Mekanisme penyerahan dana hasil konversi kepada badan penyelenggara

b. Pelaksanaan pengelolaan dana

c. Tahapan pelaksaan tugas

Diatur dalam peraturan presiden

- Pasal 21 J (2021)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2lI ayat (2) huruf c. badan
percepatan penyelenggaraan perumahan dapat berkoordinasi dengan unit organisasi yang
menyelenggarakan sistem informasi manajemen bangunan gedung untuk mendapatkan
notifikasi pada saat Badan Hukum mengajukan permohonan kewajiban Hunian Berimbang.

Paragraf 2

Pembangunan Rumah

- Pasal 22 (2021)

Ayat 1-3

Pembangunan rumah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, rumah yang masih dalam tahap
pembangunan dapat melakukan pemasaran melalui sistem perjanjian pengikatan jual beli
(PPJB)

Ayat 4-5

Sistem pengikatan perjanjian jual beli (PPJB) berlaku untuk rumah umum, perjanjian
pengikatan jual beli (PPBJ) dilakukan setelah memenuhi syarat:

a. status kepemilikan tanah

b. hal yang diperjanjikan

c. Persetujuan bangunan Gedung (PBG)

d. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum


e. dan keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Ayat 6

Pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas orang perseorangan
dan/atau Badan Hukum.

- Pasal 22 A (2021)

Sistem perjanjian pengikat jual beli (PPJB) sebagaimana dimaksud dalam pasdl 22 ayat (3)
terdiri atas:

a. Pemasaran; dan

b. Perjanjian pengikat jual beli (PPJB).

- Pasal 22 B (2021)

Ayat 1-2

Tahap proses pemasaran dengan memuat informasi yang benar

- Pasal 22 C (2021)

Ayat 1

Pelaku pembangunan yang melakukan Pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22B
ayat (1) harus memiliki paling sedikit:

a. kepastian peruntukan rurang

b. kepastian hak atas tanah

c. kepastian status penguasaan Rumah

d. perizinan pembangunan Perumahan atau Rumah susun dan

e. jaminan atas pembangunan Perumahan atau Rumah susun dari lembaga penjamin.

Ayat 2-8

Kepastian peruntukan ruang dan hak dibuktikan dengan surat keterangan atau sertifikat hak
atas nama pemilik

- Pasal 22 D (2021)

Ayat 1

Tentang informasi pemasaran memuat data bangunan secara lengkap

Ayat 2-5
Dalam hal sertifikat hak harus mencantumkan nomor perjanjian antara pemegang hak,
penyampaian informasi pemasaran dapat di lakukan di media cetak atau elektronik

- Pasal 22 E (2021)

Ayat 1-2

Pelaku pembangunan menjelaskan kepada calon pembeli mengenai materi muatan perjanjian
pengikat jual beli (PPJB) pada saat pemasaran

- Pasal 22 F (2021)

Ayat 1-2

Pelaku pembangunan yang menerima bayaran pada saat pemasaran harus menyampaikan
informasi mengenai jadwal pembangunan, jadwal tandatangan perjanjian pengikat jual beli
(PPJB) dan jadwal akta jual beli dan serah terima rumah

- Pasal 22 G (2021)

Ayat 1-2

Pelaku pembangunan dapat bekerja sama dengan agen pemasaran dan dapat bertanggung jawab
atas informasi pemasaran

- Pasal 22 H (2021)

Ayat 1-7

Jika pelaku pembangunan lalai dalam melaksanakan jadwal, pembeli boleh membatalkan.
Seluruh pembayaran yang diterima pelaku harus dikembalikan sepennuhnya kepada
pembeli, akan tetapi ada kondisi dimana pelaku pembangunan tidak mengembalikan
pembayaran sepenuhnya pada pembeli

- Pasal 22 I (2021)

Ayat 1

Perjanjian pengikat Jual beli (PPJB) dilakukan setelah pelaku pembangunan memenuhi
persyaratan kepastian atas:

a. status kepemilikan tanah

b. hal yang diperjanjikan

c. Persetujuan bangunan gedung (PBG)

d. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan

e. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Ayat 2
Status kepemilikan tanah harus dibuktikan dengan sertifikat

Ayat 3

Hal yang dijanjikan pada ayat 1 adalah:

a. kondisi rumah

b. prasarana, sarana, dan utilitas umum

c. penjelasan kepada calon pembeli

d. status tanah atau bangunan seperti pada pasal 22E ayat 2

Ayat 4-5

Disampaikan Salinan asli kepada calon pembelipada saat tandatangan perjanjian pengikat jual
beli (PPJB).

Ketersediaan sarana, prasarana, utilitas dan lokasi bangunan sesuai peruntukan

Ayat 6-8

Tersedianya sarana, prasarana dan utilitas umum, keterbangunan paling sedikit 20 % dari
seluruh jumlah unit rumah

- Pasal 22 L (2021)

Ayat 1-4

Prlaku tidak boleh menarik dana lebih dari 80 % dari pembeli sebelum melakukan persyatratan
PPJB, pembeli hanya membayar 10 % jika terjadi pembatalan transaksi makan dana 10%
akan menjadi hak pelaku pembangunan

- Pasal 22 M (2021)

Ayat 1-2

Rumah umum yang mendapatkan subsidi pembangunan dari pemerintah pusat, proses
perjanjian pengikat jual beli (PPJB) dilakukan oleh pelaku yang memenuhi syarat.
Persyaratan termasuk dalam ayat 1 sesuai kriteria yang ditetapkan Menteri

Paragraf 2 A

Tanggung Jawab Pembangunan Rumah

- Pasal 22 N (2021)

Ayat 1

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam pembangunan:


a. Rumah umum;
b. Rumah khusus; dan
c. Rumah negara.

Ayat 2-4

Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan rumah pada ayat 1

- Pasal 22 O (2021)

Ayat 1-2

Dalam melaksanakan tanggung jawab pada pasal 22N ayat 2, pemerintah membentuk Lembaga
yang menanggani pembangunan, Lembaga tersebut bertanggung jawab pada:

a. menyediakan tanah bagi perumahan

b. melakukan koordinasi dalam proses perizinan

- Pasal 22 P (2021)

Dalam melaksanakan tanggung jawab pembangunan Rumah umum sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 22N ayat (1) huruf a:

a. Pemerintah Pusat dapat menugasi badan percepatan penyelenggaraan perumahan;


dan

b. Pemerintah Daerah dapat membentuk badan.

Paragraf 3

Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum

- Pasal 23 (2016)

Ayat 1

Pembangunan sarana prasaranan dan utilitas umum dilakukan oleh pemerintah dan wajib
dilakukan sesuai rencana, rancangan dan perizinan

Ayat 2

Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah

b. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan Lingkungan Hunian;
dan

c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum.

Ayat 3-6
Prasarana, sarana dan utilitas yang telah selesai deserahkan kepada pemerintah kota sesuai
dengan peraturan UU. Penyerahan dilakukan setelah berakhir masa pemeliharaan dan
perawatan

Paragraf 4

Peningkatan Kualitas Perumahan

- Pasal 24 (2016)

Ayat 1-3

Peningkatan kualitas perumahan dilakukan oleh pemerintah daerah seperti gubernur atau
walikota, peningkatan kualitas dilakukan pada penurunan kualitas rumah serta sarana dan
prasarana

Bagian Keempat

Pemanfaatan Perumahan

- Pasal 25 (2016)

Pemanfaatan Perumahan meliputi:

a. pemanfaatan Rumah

b. pemanfaatan Prasarana, dan Sarana perumahan; dan

c. pelestarian Rumah, perumahan, serta prasarana dan Sarana Perumahan sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Pasal 26 (2016)

Ayat 1-3

Pemanfaatan rumah, kegiatan usahan secara terbatas tanpa mengganggu fungsi hunian.
Memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian

- Pasal 27 (2016)

Pemanfaatan Prasarana dan Sarana perumahan dimaksud dalam pasal 25 huruf b dilakukan :

a. berdasarkan jenis prasarana dan Sarana sesuai dengan ketentuan peraturan


undangan; dan

b. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan. sebagaimana Perumahan perundang

- Pasal 28 (2016)

Ayat 1

Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal


Ayat 2

Penghunian Rumah dapat berupa:

a. hak milik sesuai dengan ketentuan peraturarn perundang-undangan

b. cara sewa menyewa; atau

c. cara bukan sewa menyewa.

Ayat 3-6

Penghunian rumah dengan cara sewa atau tidak sewa sebagaimana pada ayat 1, hanya sah
apabila ada persetujuan dari pemilik rumah, perjanjian antara pemilik dan penyewa dilakukan
secara tertulis. Perjanjian sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan
kewajiban.

- Pasal 29

harga sewa bag rumah sewa memperoleh kemudahan dari pemerintah dan ditetapkan oleh
kepala daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan oleh
Menteri.

Kepala daerah harus tetap memperhatikan spesifikasi rumah dan lokasi rumah yang disewakan
serta kelangsungan usaha atau kegiatan sewa menyewa rumah tersebut.

- Pasal 30

Mengenai tata cara penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau bukan sewa menyewa
diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri

- Pasal 31

Pengendalian perumah dilakukan pada tahap:

a. Perencanaan

b. Pembangunan

c. Pemanfaatan

Pengendalian perumahan yang dimaksud dilaksanakan oleh pemerintah atau


pemerintah daerah dalam :

a. Perizinan

b. Penertiban

c. Penataan

- Pasal 32
Pengendalian perumahan oleh pemerintah dilakukan dengan norma-norma, standar, prosedur,
dan kriteria.

- Pasal 33

Perda dapat membentuk atau menunjuk satuan kerja perangkat daerah untuk melaksanakan
pengendalian perumahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

- Pasal 34

Pengendalian perumahan tahap perencanaan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui izin
yang efektif

Dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan perumahan


dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan peraturan perundang-undangan

Dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan perumahan dengan
tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.

- Pasal 35

Tahap pembangunan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui kesesuaian pembangunan


dengan perizinan

Dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan dengan rencana
tata ruang wilayah, perencanaan perumahaan, izin mendirikan bangunan, dan syarat lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan

Dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin pembangunan tersebut layak huni sehat,
aman, serasi, dan teratur, mencegah terjadinya penurunan kualitas perumahan.

- Pasal 36

Pada tahap pemanfaatan dalam bentuk perizinan dilakukan dengan pemberian arahan
penerbitan sertifikat layak fungsi, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan rumah dengan
fungsinya

Dalam bentuk penertiban untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan perumahan dengan


sertifikat laik fungsi

Dalam bentuk penataan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan perumahan dengan fungsi
hunian

- Pasal 37, 38, 39, 40, dan 41

Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR dan memberikan


kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan
pembangunan perumahan serta bertahap dan berkelanjutan. Yang dimaksud dapat
berupa :

a. Subsidi perolehan rumah => dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau
pembiayaan
b. Stimulan rumah swadaya => berupa perbaikan dan pembangunan baru rumah dan
prasarana, sarana, dan utilitas umum.

c. Insentif perpajakan sesuai peraturan perundang-undangan => diberikan sesuai


ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Perizinan => diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

e. Asuransi dan penjaminan => diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-


undangan

f. Penyediaan tanah => dilakukan melalui :

· Pemberian hak atas tanah yang langsung dikuasai negara

· Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah

· Peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah

· Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik negara/daerah

· Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar

· Pengadaan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan umum

g. Sertifikasi tanah => dilakukan melalui fasilitasi sertifikasi hak atas tanah

h. Sarana, prasarana, dan utilitas umum => dapat diberikan oleh pemerintah atau perda

Bantuan pembangunan rumah bagi MBR dapat diberikan dalam bentuk :

a. Dana

b. Bahan bangunan rumah

c. Sarana, prasarana, dan utilitas umum

Dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, diperoleh dari


badan hukum melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diatur dengan
peraturan Menteri

- Pasal 42, 43, 44, 45, dan 46

Orang yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah/perda
hanya dapat menyewa/mengalihkan kepemilikan atas rumah kepada pihak lain dalam hal :

a. Pewarisan => dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Penghunian setelah jangka waktu paling lama 5 tahun => dilakukan berdasarkan
bukti pembayaran rumah umum dan surat pernyataan kepemilikan rumah umum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan

c. Pindah tempat tinggal => dilakukan karena :


· Pindah kota tempat tugas

· Memiliki rumah baru

Wajib melapor kepada Lembaga yang ditunjuk dengan melampirkan surat pindah dari
pimpinan yang berwenang dan surat pernyataan mengembalikan rumah umum.

Dalam pasal 44 dan 45, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh Lembaga yang ditunjuk oleh
pemerintah/perda dalam bidang perumahan dan permukiman.

- Pasal 47,48, 49, 50, 51, 52, 53, dan 54

Arahan pengembangan Kawasan permukiman meliputi :

a. Hubungan antar Kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup diluar


Kawasan lindung

Hubungan antar Kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup diluar Kawasan
lindung Dilakukan untuk mewujudkan keterpaduan dan sinergi fungsi antar Kawasan
yang saling mendukung budidaya, yang bertujuan untuk mengendalikan lingkungan
hunian, mengembangkan Kawasan permukiman dan mengoptimalkan hasil budidaya
secara terpadu dan berkelanjutan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup yang merupakan Kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah, dilakukan melalui :

· Pemanfaatan Kawasan permukiman

· Pemenuhan standar pelayanan

· Keterpaduan akses prasarana antar Kawasan permukiman dengan


Kawasan lainnya

· Penyediaan prasarana untuk lingkungan hunian dengan kapasitas


pelayanan berdasarkan hubungan fungsional yang terbentuk.

b. Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan

Dilakukan untuk mewujudkan keserasian dan keseimbangan antara lingkungan


hunian perkotaan dan perdesaan yang saling mendukung. Bertujuan untuk menjaga:

· Hubungan fungsional antara peran perkotaan dengan perdesaan

· Keserasian dan keseimbangan kualitas pembangunan

· Fungsi Kawasan perdesaan dan perkotaan dengan arahan rencana tata


ruang wilayah

Lingkungan hunian perkotaan yang dimaksud yaitu lingkungan hunian dalam kawasan
perkotaan yang mendukung kegiatan utama yang bukan pertanian. Lingkungan hunian
perdesaan merupakan lingkungan Kawasan perdesaan yang mendukung kegiatan utama
pertanian. Keterkaitannya ialah, fisik, fungsional, dan ekonomi.
c. Keterkaitan pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan
Kawasan perkotaan

Dilakukan untuk mewujudkan pengembangan lingkungan hunian perkotaan sesuai


dengan rencana, kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan perkotaan yang telah
ditetapkan. Bertujuan untuk :

· Mengendalikan lingkungan hunian dalam Kawasan perkotaan sesuai


dengan peraturan zonasi

· Pendukung pemanfaatan sumber daya pada Kawasan budidaya lain


secara efektif dan efisien.

upaya mengembangkan Lingkungan Hunian sebagai bagian-dari Kawasan Perkotaan


yang mendukung kegiatan utama bukan pertanian. mengembangkan Kawasan
perkotaan yang menjadi bagian wilayah kabupaten atau mencakup 2 (dua)
kabupaten/kota pada provinsi.

Keterkaitanpengembangan Lingkungan Hunian perkotaan dengan pengembangan


Kawasan perkotaan dilakukan dengan cara :

1. tujuan, kebijakan dan strategi dari rencana tata ruang Kawasan-perkotaan

2. mendukung sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan Prasarana Kawasan


perkotaan

3. perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan yang sesuai dengan pola ruang


kawasan budidaya di Kawasan perkotaan

4. dengan arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan berupa indikasi program


utama yang bersifat interdepen antar wilayah administratif

5. sesuai ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan perkotaan

d. Keterkaitan antara pengembngan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan


Kawasan perdesaan

untuk mewujudkan pengembangan Lingkungan Hunian pedesaan yang sesuai dengan


rencana, kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan Perdesaan yang telah
ditetapkan. bertujuan untuk:

· mengendalikan Lingkungan Hunian dalam Kawasan Perdesaan sesuai


dengan peraturan zonasi

· mengembangkan Lingkungan Hunian dalam Kawasan perdesaan

diatas merupakan upaya mengembangkan Lingkungan Hunian sebagai bagian dari


Kawasan Perdesaan yang mendukung kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam yang menjadi bagian wilayah kabupaten atau mencakup 2 atau lebih
wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. Dilakukan dengan :
· perencanaan Lingkungan , Hunian pedesaan yang sesuai dengan tujuan,
kebijakan dan strategi rencana tata ruang Kawasan Perdesaan

· perencanaan Lingkungan Hunian pedesaan yang mendukung sistem


pusat kegiatan dan sistem jaringan Prasarana Kawasan perdesaan

· perencanaan Lingkungan Hunian pedesaan yang sesuai dengan pola


ruang kawasan budidaya di Kawasan Perdesaan

· pengembangan Lingkungan Hunian pedesaan yang sesuai dengan


arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perdesaan berupa indikasi program
utama yang bersifat interdependen antar desa

· pengendalian pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan sesuai


ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perdesaan.

e. Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup

dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan manusia yang serasi dengan


lingkungan hidup. Dan bertujuan untuk menjaga berbagai kegiatan manusia dalam
rangka mencapai keberlanjutan kehidupan manusia

f. Keseimbangan kepentingan public dan setiap orang

dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan antara pemenuhan


kepentingan publik dengan kepentingan setiap orang. sasaran Penyelenggaraan
perumahan dan Kawasan Permukiman yang dilakukan melalui:

1. pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan


pengendalian

2. pemberian informasi rencana kawasan permukiman secara terbuka kepada


masyarakat

3. pemberian hak ganti rugi bagi setiap orang yang terkena dampak
Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman.

4. pemberian insentif kepada setiap orang yang dengan sukarela memberikan


haknya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum.

g. Lembaga yang mengkoordinasikan pengembangan Kawasan permukiman

merupakan kelompok kerja pengembangan Perumahan dan Kawasan permukiman.


Yang dibentuk berjenjang di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang diatur
oleh peraturan Menteri.

Diatas tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan hubungan antar pengembangan


perumahan dari Kawasan permukiman dan kemudahaan penyediaan pembangunan
perumahan sebagai bagian dari Kawasan permukiman.
- Pasal 55 dan 56

Penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan


pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Dilaksanakan melalui
tahapan :

a. Perencanaan

b. Pembangunan

c. Pemanfaatan

d. Pengendalian

Dilakukan dalam :

a. Pengembangan yang telah ada

b. Pembangunan baru

c. Pembangunan Kembali.

- Pasal 57

Penyelenggaraan permukiman mencakup lingkungan hunian, dan tempat kegiatan pendukung


kehidupan.

- Pasal 58 & 65

Dan pengembangan lain seperti hubungan antar kawasan, hunian di lingkungan desa dan
perkotaan, keserasian manusia dengan lingkungan dan keseimbangan antara kepentingan
publik dan pribadi.

- Pasal 59 , 61, 66-67, 78

Penyelenggaraan lingkungan perkotaan pada pasal 57 dilakukan melalui: Pengembangan,


pembangunan dan membangun kembali lingkungan hunian perkotaan. Dimana didalamnya
mencakup efisiensi potensi lingkungan,

a. pelayanan

b. peningkatan prasarana dan sarana dan utilitas umum

c. pencegahan terjadinya perumahan dan permukiman kumuh.

- Pasal 60, 70, 81

Pemerintah dan Pemda memiliki tanggung jawab dalam penyelenggara pengembangan


lingkungan seperti ayat 57

- Pasal 62-68 dan 73


Pembangunan dan perencanaan kembali hunian perkotaan dan pedesaan dilakukan dengan
rekonstruksi, rehabilitasi, dan peremajaan.

- Pasal 63 dan 82

Penyelenggaraan kawasan permukiman pada pengendalian

Bagian kedua ( Perencanaan Kawasan Permukiman)

- Pasal 64,75,80

Perencanaan kawasan permukiman dilakukan dengan rencana tata ruang


wilayah. Perencanaan ini dilakukan oleh pemerintah, pemda, dan setiap orang,. Dan
didalamnya harus mencakup:

a.peningkatan sumber daya

b. mitigasi bencana

c. penyediaan sarana dan prasarana dan utilitas umum.

- Pasal 68, 74,79

Perencanaan tempat kegiatan penduduk perkotaan dan pedesaan meliputi perencanaan

a. jasa pemerintah

b. pelayanan sosial

c. kegiatan ekonomi,

d. sarana prasarana dan utilitas umum

Bagian ketiga (Pembangunan kawasan Permukiman)

- Pasal 71

Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencana dan izin pembangunan

- Pasal 72

Pembangunan kawasan permukiman terdiri dari lingkungan pemukiman dan perkotaan serta
kegiatan pendukung

- Pasal 73.

pengembangan atau pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan pedesaan baru.

Bagian keempat (Pemanfaatan kawasan permukiman)

- Pasal 76-79
.pemanfaatan kawasan ini dilakukan untuk menjamin kawasan loyal sesuai fungsinya dan
mewujudkan struktur ruang sesuai dengan perencanaan

Bagian kelima (pengendalian kawasan permukiman)

- Pasal 83

Pengendalian pada tahap perencanaan dilakukan dengan mengawasi atau memberikan batas
zonasi lingkungan hunian.

- Pasal 84

Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas kawasan permukiman, dengan melalui


pantauan, evaluasi, dan pelaporan.

- Pasal 85

Pengendalian pada tahap pemanfaatan ini dilakukan dengan:

a. Memberi insentif

b. Pengenaan disinsentif

c. Pengenaan sanksi

BAB VII

pemeliharaan dan perbaikan

- Pasal 86
Rekomendasi tentang evaluasi terhadap pemantauan pelaksanaan pembangunan disusun
dalam bentuk pelaporan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah Kabupaten/ Kota, Provinsi,
dan Pemerintah secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya.
- Pasal 87
Pengendalian pada tahap pemanfaatan dilakukan dengan:
a. Pemberian insentif untuk mendorong pengembangan
b. Pengenaan disinsentif untuk membatasi pengembangan
c. Pengenaan sanksi terhadap setiap pelanggaran

- Pasal 88
Pemberian insentif berupa:
a. insentif perpajakan
b. pemberian kompensasi
c. subsidi silang
d. pembangunan serta pengadaan Prasarana, sarana, dan utilitas umum
e. kemudahan prosedur perizinan

- Pasal 89
Pengenaan disinsentif berupa:
a. pengenaan retribusi daerah
b. pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
c. pengenaan kompensasi pengenaan sanksi

BAB IV
KETERPADUAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN
DAN KAWASAN PERMUKIMAN
- Pasal 90
Keterpaduan tersebut dilakukan sebagai pengikat satu kesatuan sistem sesuai dengan
hierarkinya berdasarkan RTRW yang dilakukan sesuai dengan rencana penyediaan tanah,
memperhitungkan kebutuhan pelayanan, dan sesuai hierarki perumahan dan kawasan
permukiman diatur dalam peraturan Menteri
- Pasal 91
Pembangunan wajib dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disahkan dan izin yang
telah diterbitkan oleh Pemerintah daerah. Dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan setiap orang yang juga dapat dilakukan dengan kerja sama.

BAB V
PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN
- Pasal 92
Pemeliharaan dan perbaikan untuk menjaga fungsi Perumahan dan Kawasan Permukiman
agar berfungsi secara baik dan berkelanjutan demi kepentingan kualitas hidup setiap orang
dilakukan pada Rumah, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Pemeliharaan tersebut
dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang.
- Pasal 93
Pemerintah melakukan penyusunan pedoman pemeliharaan Rumah serta Prasarana, Sarana,
dan Utilitas Umum yang dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala.
- Pasal 94
Pemeliharaan Rumah wajib dilakukan oleh setiap orang terhadap rumah yang telah selesai
dibangun. Jika belum terjadi serah terima rumah kepada pemilik, pemeliharaan menjadi
tanggung jawab pembangun minimal selama 3 bulan.
- Pasal 95
Pemeliharaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk:
1. Perumahan dan Permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan setiap
orang
2. Lingkungan hidup dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Badan Hukum, dan setiap orang
- Pasal 96
Perbaikan Rumah serta Prasarana, sarana, dan Utilitas Umum dilakukan melalui rehabilitasi/
pemugaran
- Pasal 97
Perbaikan Rumah wajib dilakukan oleh setiap orang terhadap Rumahnya sendiri.
- Pasal 98
Perbaikan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan dan Permukiman wajib
dilakukan oleh Pemerintah daerah yang telah diserahkan kepadanya. Jika belum diserahkan,
maka perbaikan kewajiban penyelenggara pembangunan.
- Pasal 99
Perbaikan Prasarana untuk Lingkungan Hidup dan kawasan Permukiman wajib dilakukan
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat dilakukan melalui penunjukan atau
kerjasama dengan Badan Hukum.
- Pasal 100
Ketentuan mengenai tata cara perbaikan Rumah dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
diatur dengan Peraturan Menteri.
- Pasal 101
Perbaikan yang mengakibatkan beban tambahan terhadap konstruksi bangunan wajib
memperoleh pertimbangan penilai ahli bidang konstruksi yang diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB VI
PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN
KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
- Pasal 102
Dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya Perumahan dan Permukiman
Kumuh serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi Perumahan dan
Permukiman.
- Pasal 103
Pencegahan tersebut dilaksanakan melalui:
a. Pengawasan dan pengendalian
b. Pemberdayaan masyarakat
- Pasal 104
Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap:
a. perizinan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
a. standar teknis, dari bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, dan
lain-lain
b. kelaikan fungsi, dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan administratif dan teknis

- Pasal 105
Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Pemerintah daerah melalui:
a. pendampingan, kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyuluhan,
pembimbingan, dan bantuan teknis
b. pelayanan informasi, untuk membuka akses informasi bagi masyarakat mengenai
rencana tata ruang, penataan bangunan dan lingkungan, perizinan, dan standar teknis
- Pasal 106
Peningkatan kualitas terhadap Perumahan dan Permukiman kumuh didahului dengan
penetapan lokasi melalui proses pendataan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
- Pasal 107,109
Proses pendataan meliputi:
a. identifikasi lokasi terhadap kondisi kekumuhan, legalitas tanah, dan pertimbangan
lain
b. penilaian lokasi, mengklasifikasikan kondisi kekumuhan ringan, sedang, berat.
- Pasal 108
Kondisi kekumuhan dilakukan berdasarkan kriteria yang ditinjau dari:
a. bangunan Gedung
b. jalan lingkungan
c. penyediaan air minum
d. drainase lingkungan
e. pengelolaan air limbah
f. pengelolaan persampahan
g. proteksi kebakaran
- Pasal 110
Identifikasi legalitas tanah untuk menentukan status legalitas pada setiap lokasi Perumahan
dan Permukiman Kumuh sebagai dasar penentuan bentuk penanganan, meliputi kejelasan
status penguasaan tanah dan kesesuaian dengan rencana tata ruang yang menghasilkan status
tanah legal dan tidak legal.
- Pasal 111
Pertimbangan lain terhadap beberapa aspek yang bersifat non fisik untuk menentukan skala
prioritas penanganan Perumahan dan Permukiman Kumuh, meliputi nilai strategis lokasi,
kependudukan, serta kondisi sosial ekonomi, dan budaya yang menghasilkan pertimbangan
lain kategori rendah, sedang, dan tinggi.
- Pasal 112
Peningkatan kualitas dilakukan dengan pola-pola penanganan:
a. pemugaran, untuk perbaikan/pembangunan kembali Perumahan dan Permukiman
Kumuh menjadi layak huni
b. peremajaan
c. pemukiman kembali, untuk mewujudkan kondisi rumah, Perumahan, dan
Permukiman yang lebih baik demi keselamatan dan keamanan penghuni dan
masyarakat sekitar melalui pembongkaran dan penataan dengan lebih dulu
menyediakan tempat tinggal sementara bagi masyarakat terdampak.
Dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
- Pasal 113
Pola-pola penanganan diatur dengan ketentuan:
a. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dan sedang dengan status
tanah legal, maka pola penanganannya peremajaan. Jika status tanah ilegal, maka pola
penanganannya pemukiman Kembali
b. dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan dengan status tanah legal,
maka pola penanganannya pemugaran. Jika status tanah ilegal, maka pola
penanganannya pemukiman Kembali
- Pasal 114
1. Pemugaran dilakukan dengan tahap, identifikasi masalah, sosialisasi, pendataan
masyarakat terdampak, penyusunan rencana, musyawarah, proses pelaksanaan
konstruksi, pemantauan dan evaluasi, pemanfaatan, pemeliharaan dan perbaikan.
2. Peremajaan dilakukan dengan tahap sama seperti pemugaran dan tambahan,
penghunian sementara untuk masyarakat terdampak, proses ganti rugi, dan proses
penghunian kembali.
3. Pemukiman Kembali dilakukan dengan tahap sama dengan peremajaan dan tambahan,
kajian pemanfaatan ruang/legalitas tanah, proses legalisasi tanah, proses
pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting

- Pasal 115 - 121

Masyarakat melakukan pengelolaan berkelanjutan untuk perumahan dan permukiman pasca


peningkatan kualitas berupa pembentukan kelompok swadaya masyarakat dan pemeliharaan
dan perbaikan. Pengelolaan dapat difasilitasi oleh pemerintah.

Masyarakat memiliki peran aktif dalam pelestarian dan pemanfaatannya. Pemerintah daerah
mendukung pelestarian tersebut. Dilakukan untuk menjaga kondisi perumahan dan
permukiman sesuai perundang undangan yang berlaku.

Bab 7

KONSOLIDASI TANAH.

- Pasal 122 - 126

Konsolidasi Tanah dilakukan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal


melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas penggunaan tanah. Dilakukan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah perkotaan dan pedesaan, agar penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan RTRW
kabupaten/kota. Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan bagi pembangunan Rumah tunggal,
Rumah deret, atau Rumah susun. Lokasi ditetapkan oleh bupati/walikota pada skala
kabupaten/kota.

Konsolidasi Tanah bagi Pembangunan perumahan dan Kawasan Permukiman diutamakan


bagi :

a. Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;

b. Permukiman yang tumbuh pesat secara alami;

c. Permukiman yang mulai tumbuh;

d.kawasan yang direncanakan menjadi Permukiman baru;

e. kawasan yang relatif kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan akan berkembang
sebagai daerah Permukiman; dan/ atau

f. pembangunan kembali Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkena bencana alam,
kebakaran, atau kerusuhan sosial.
Bab 8

SANKSI ADMINISTRATIF

- Pasal 128

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perencanaan dan
perancangan Rumah tidak memiliki sertifikat keahlian di bidang perencanaan dan perancangan
Rumah dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis

b. pembatasan kegiatan usaha

c. pembekuan Perizinan Berusaha;

d. denda administratif.

Denda administratif bagi perseorangan berkisar 50 juta sampai 200 juta rupiah, sedangkan bagi
badan hukum berkisar 100 juta sampai 1 miliar rupiah.

apabila mengabaikan peraturan tertulis paling banyak dua kali dalam jangka waktu paling lama
lima hari kerja, maka mendapat sanksi pembekuan perizinan 6 bulan. Yang melanggar
pembekuan perizinan mendapat pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 tahun. Pelanggar
pembatasan kegiatan usaha mendapat pembekuan perizinan berusaha palng lama 2 tahun.
Pelanggar pembatasan kegiatan berusaha mendapat denda administratif berkisar 100 juta
sampai 500 juta.

- Pasal 129

Setiap orang perseorangan atau Badan Hukum yang melakukan perencanaan dan perancangan
Rumah yang hasilnya tidak memenuhi standar dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis.

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja.

b. pembatasan kegiatan usaha.

Badan hukum yang melanggar peringatan tertulis dikenai sanksi berupa pembatasan kegiatan
usaha

c. pembekuan Perizinan Berusaha;

Badan Hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan usaha mendapat sanksi pembekuan
perizinan berusaha paling lama 6 bulan

d. denda administratif.

Perseorangan yang melanggar dikenai denda administratif berkisar 10 juta sampai 50 juta
rupiah.
Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan Perizinan Berusaha mendapat sanksi
denda administratif berkisar 100 juta sampai 500 juta.

- Pasal 130

Setiap orang perseorangan atau Badan Hukum yang melakukan perencanaan Prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang tidak memenuhi standar dikenai sanksi
administratif berupa:

a. peringatan tertulis.

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja.

b. pembatasan kegiatan usaha.

Badan hukum yang melanggar peringatan tertulis dikenai sanksi berupa pembatasan kegiatan
usaha paling lama 1 tahun.

c. pembekuan Perizinan Berusaha;

Badan Hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan usaha mendapat sanksi pembekuan
perizinan berusaha paling lama 2 tahun.

d. denda administratif.

Perseorangan yang melanggar peringatan tertulis dikenai denda administratif berkisar 10 juta
sampai 50 juta rupiah.

Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan Perizinan Berusaha mendapat sanksi denda
administratif berkisar 100 juta sampai 500 juta.

- Pasal 131

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan perencanaan prasarana, Sarana,
dan Utilitas Umum tidak memiliki sertifikat keahlian di bidang perencanaan prasarana, Sarana,
dan Utilitas Umum dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis.

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja.

b. pembatasan kegiatan usaha.

Badan hukum yang melanggar peringatan tertulis dikenai sanksi berupa pembatasan kegiatan
usaha

c. pembekuan Perizinan Berusaha;

Badan Hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan usaha mendapat sanksi pembekuan
perizinan berusaha paling lama 2 tahun.

d. denda administratif.
Denda administratif bagi perorangan berkisar 50 juta sampai 200 juta rupiah, sedangkan bagi
badan hukum berkisar 100 juta sampai 1 miliar rupiah.

- Pasal 132 dan 133

Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan yang tidak mewujudkan perumahan
dengan Hunian Berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Badan Hukum
yang melakukan pembangunan Perumahan skala besar tidak mewujudkan Hunian Berimbang
dalam 1 (satu) hamparan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2lD ayat 21 huruf a.

Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak
dalam 1 (satu) hamparan, pembangunan Rumah umum tidak dilaksanakan dalam 1 (satu)
daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat (3) atau tidak menyediakan
akses dari Rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2ID ayat(3).

dikenai sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja.

b. pembatasan kegiatan pembangunan

Badan hukum yang melanggar peringatan tertulis dikenai sanksi berupa pembatasan kegiatan
pembangunan

c. pembekuan PBG

Badan Hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan dikenai sanksi


administratif berupa pembekuan PBG oleh pemerintah Daerah dengan cara disegel paling lama
30 hari kerja. Apabila diabaikan, maka aka nada pencabutan PBG.

d. pembekuan Perizinan Berusaha

Badan Hukum yang mengabaikan pencabutan PBG dikenai sanksi administratif berupa
pembekuan perizinan Berusaha paling lama 2 tahun

e. pencabutan Perizinan Berusaha.

Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan Perizinan Berusaha dikenai sanksi administratif
berupa pencabutan Perizinan Berusaha dan denda administratif 1 miliar sampai 10 miliar
rupiah .

- Pasal 134

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan pembangunan Rumah dan perumahan tidak
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2)
dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis
yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja.

b. pembekuan PBG

paling lama 30 hari kerja

c. pencabutan PBG

d. pembongkaran bangunan

- Pasal 134A

Badan Hukum yang tidak melaksanakan penghitungan konversi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2lH ayat (l) dan tidak melaksanakan penyerahan dana hasil konversi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2IH ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja

b. pembatasan kegiatan pembangunan

c. pembekuan PBG. Disegel paling lama 30 hari

d. pencabutan Perizinan Berusaha dan denda sejumlah 1,5 kali dari jumlah kewajiban dana
konversi.

- Pasal 135

Badan Hukum yang melakukan pembangunan Rumah tunggal dan/atau Rumah deret yang
melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 8O persen (delapan puluh persen)
dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22L ayat (i)
dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja

b. pembekuan Perizinan Berusaha paling lama 1 tahun

c. pencabutan insentif

d. denda administrative berkisar 100 juta sampai 1 miliar

- pasal 136

Setiap orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan pembangunan prasarana,
Sarana, dan Utilitas Umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan, dan perizinan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23 ayat (21 atau tidak menyerahkan prasarana, Sarana, dan Utilitas
Umum yang telah selesai dibangun kepada pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja

b. penghentian sementara pelaksanaan pembangunan

1 tahun bagi badan hukum

c. pencabutan insentif

badan hukum yang mengabaikan pencabutan insentif mendapat denda administratif sebanyak
100 juta sampai 500 juta rupiah.

d. perintah pembongkaran.

- Pasal 137

Setiap orang perseorangan atau Badan Hukum yang melakukan pemanfaatan Rumah selain
digunakan untuk fungsi hunian yang tidak memastikan terpeliharanya Perumahan dan
Lingkungan Hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa:

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja

b. pembekuan surat bukti kepemilikan Rumah

bagi perseorangan dan badan hukum paling lama 1 tahun.

c. denda administratif

bagi perseorangan berkisar 10 juta sampai 50 juta rupiah, sedangkan denda mencapai 10 juta
sampai 100 juta bagi badan hukum.

d. pencabutan surat bukti kepemilikan Rumah.

- Pasal 138 dan 138A

Badan Hukum yang melakukan penyelenggaraan Kawasan Permukiman yang tidak melalui
tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1).

Badan Hukum yang melakukan penyelenggaraan Lingkungan Hunian atau Kasiba yang tidak
memisahkan Lingkungan Hunian atau Kasiba menjadi satuan lingkungan Perumahan atau
Lisiba.

Keduanya dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja
b. pembekuan Perizinan Berusaha

paling lama 1 tahun

c. pencabutan insentif

d. denda administratif

mencapai 100 juta hingga 1 miliar rupiah.

- Pasal 139

Badan Hukum yang melakukan pembangunan Kawasan Permukiman tidak mematuhi rencana
dan izin pembangunan Lingkungan Hunian dan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa :

a. peringatan tertulis

yaitu paling banyak 2 kali dengan jangka waktu setiap peringatan paling lama 5 hari kerja

b. pembekuan Perizinan Berusaha

paling lama 1 tahun

c. pencabutan insentif

d. denda administratif

mencapai 100 juta hingga 1 miliar rupiah

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO. 29 TAHUN 2006 TENTANG


PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG

Peraturan ini ditetapkan sebagai acuan dalam pemenuhan persyaratan teknis


bangunan gedung untuk mewujudkan bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan
fungsinya, andal, serasi, selaras dengan lingkungannya. Dengan adanya peraturan ini, proses
perizinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelaikan fungsi
bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Peraturan ini mengatur tentang:
1. Peruntukan Lokasi dan Intensitas Bangunan Gedung
2. Arsitektur Bangunan Gedung:
3. Pengendalian Dampak Lingkungan
4. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
5. Pembangunan Bangunan Gedung di Atas dan/atau di Bawah Tanah, Air dan/atau
Prasarana/Sarana Umum
6. Persyaratan Keselamatan Bangunan Gedung
7. Persyaratan Kesehatan Bangunan Gedung
8. Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung
9. Persyaratan Kemudahan Banguan Gedung
Peraturan ini berisi :
1. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
2. Persyaratan teknis :
- Persyaratan tata bangunan dan lingkungan:
persyaratan peruntukan, intensitas, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian
dampak lingkungan.
- Persyaratan keandalan bangunan Gedung:
persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011


TENTANG
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap
keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang
tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam
menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat.

Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional
dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya yang mampu menjamin
kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

1. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang
sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara
berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang
berkepribadian Indonesia ketersediaan dana murah jangka panjang
2. Yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman,
serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan;
3. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang serta tata
guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna;
4. memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara; dan mendorong
iklim investasi asing.

Jadi dari yang kita ketahui bahwa UU 1 tahun 2011


Menjelaskan Perumahan dan Kawasan Permukiman Perumahan adalah kumpulan rumah
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Sementara permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN


PRASARANA WILAYAHTENTANG PENETAPAN PEDOMAN TEKNIS
PEMBANGUNAN RUMAHSEDERHANA SEHAT
Saat ini dalam hal pedoman teknis pembangunan rumah sederhana masih menggunakan
keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Peraturan tersebut merupakan
peraturan yang masih berlaku dan wajib dipatuhi oleh pelaku pembangunan rumah sederhana
sehat.
Seiring berjalannya waktu, rumah sederhana sehat kemudian diartikan rumah bagi
MBR, jadi pedoman teknis mengenai standar bangunan rumah bagi MBR harus mematuhi
Kepmen tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002


TENTANG BANGUNAN GEDUNG

Peraturan ini berisi:


1. Ketentuan Umum
2. Asaa, Tujuan, dan Lingkup bangunan Gedung
3. Fungsi bangunan Gedung
4. Persyaratan bangunan Gedung, meliputi:
a. Persyaratan administratif,
b. Persyaaratan tata bangunan, yaitu peruntukan dan intensitas, arsitektur,
pengendalian dampak lingkungan,
c. Persyaratan keandalan, yaitu keselamatan, Kesehatan, kenyamanan, kemudahan
bangunan Gedung, dan bangunan Gedung fungsi khusus
5. Penyelenggaraan bangunan Gedung, meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian, pembongkaran, hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan
gedung
6. Peran masyarakat dalam pembangunan gedung
7. Pembinaan bangunan Gedung
8. Sanksi dalam pembangunan gedung
9. Ketentuan peralihan
10. Ketentuan penutup

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36


TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG
UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

Peraturan ini berisi:


1. Ketentuan umum
2. Fungsi bangunan Gedung, meliputi penetapan dan perubahannya
3. Persyaratan bangunan Gedung, meliputi
a. Persyaratan administratif, yaitu status hak atas tanah, status kepemilikan, izin
mendirikan.
b. Persyaratan tata bangunan, yaitu peruntukan dan intensitas, arsitektur,
pengendalian dampak lingkungan, rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL),
pembangunan bangunan Gedung di atas/bawah tanah, air, dan prasarana/sarana
umum
c. Persyaratan keandalan, yaitu keselamatan, Kesehatan, kenyamanan.
4. Penyelenggaraan bangunan Gedung
a. Pembangunan, yaitu Perencanaan Teknis, Tim ahli bangunan Gedung,
Pelaksanaan konstruksi, Pengawasan konstruksi, dan Sertifikat laik fungsi
bangunan gedung
b. Pemanfaatan, yaitu pemeliharaan, perawatan, pemeriksaan secara
berkala,perpanjangan sertifikat laik, dan pengawasan pemanfaatan.
c. Pelestarian, yaitu penetapan, pemanfaatn bangunan Gedung yang dilindungi dan
dilestarikan,
d. Pembongkaran, yaitu penetapan pembongkaran, pelaksanaan pembongkaran,
pengawasan pembongkaran.
5. Peran masyarakat
a. Pemantauan dan penjagaan ketertiban
b. Pemberian masukin terhadap penyusunan/penyemornaan peraturan, pedoman, dan
sektor teknis
c. Penyampaian pendapat dan pertimbangan
d. Pelaksanaan gugatan perwakilan
6. Pembinaan
a. Pembinaan oleh pemerintah
b. Pembinaan oleh pemerintah daerah
7. Sanksi administratif
a. Pada tahap pembangunan
b. Pada tahap pemanfaatan
8. Ketentuan peralihan
9. Ketentuan penutup

Anda mungkin juga menyukai