BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT
PERENCANAAN KAWASAN
PERMUKIMAN
Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP”). PP ini mencabut
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik dan
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang Berdiri Sendiri. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang diterbitkan dengan
tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam
penyelenggaraan perumahaan dan kawasan permukiman.
Penyelenggaraan Perumahan
Kegiatan penyelenggaraan perumahan meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, pengendalian dan persediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahan terdapat beberapa ketentuan yang patut
diperhatikan, di antaranya:
Perencanaan Perumahan
2. cara sewa menyewa dan bukan sewa menyewa (apabila ada persetujuan dari pemilik
rumah dan berdasarkan perjanjian tertulis, paling sedikit mencantumkan ketentuan hak dan
kewajiban, jangka waktu sewa, besarnya harga sewa dan kondisi force majeure).
Namun, perlu diperhatikan bahwa rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan.
Khusus untuk rumah sewa yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, maka harga
sewanya akan ditentukan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan Permukiman
Kegiatan penyelenggaraan permukiman di dalam PP ini memiliki arahan pengembangan kawasan
permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Dalam penyelenggaran permukiman terdapat
ketentuan yang juga harus diperhatikan seperti:
Perencanaan
Perencanaan kawasan permukiman dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk pemerintah dan
pemerintah daerah dengan menghasilkan dokumen RKP. Dokumen RKP tersebut ditetapkan oleh
bupati/walikota (khusus DKI Jakarta oleh gubernur) dan menjadi acuan dalam dalam penyusunan
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan, dan harus ditinjau kembali paling sedikit
satu kali dalam 5 tahun.
Keterpaduan Prasara, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman dapat
dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta dan harus sesuai dengan rencana yang telah
disetujui oleh pemerintah. Dalam pembangunan dapat dilakukan kerjasama antara:
Pemerintah dengan pemerintah daerah;
Pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya;
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan badan hukum;
Badan hukum dengan badan hukum lainnya.
Pemeliharaan dan Perbaikan
Setiap orang wajib melakukan pemeliharaan rumah yang telah selesai dibangun. Rumah yang
belum diserahterimakan kepada pemilik masih menjadi tanggung jawab pelaku pembangunan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sejak rumah selesai dibangun, dan wajib dipelihara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perbaikan rumah dilakukan dalam bentuk rehabilitasi atau pemugaran. Perbaikan rumah dilakukan
oleh pemilik rumah sendiri sedangkan untuk sarana, prasarana dan utilitas umum dilakukan oleh
pemerintah daerah sesuai kewenangannya (apabila masih belum diserahkan kepada pemerintah
daerah maka masih merupakan tanggung jawab pelaku pembangunan).
Sanksi Administratif
PP juga mengatur secara spesifik mengenai sanksi administratif, yaitu:
1. Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah, namun tidak
memiliki keahlian di bidang perancangan rumah dapat dikenakan sanksi secara bertahap
berupa:
o peringatan tertulis;
o pembatasan kegiatan usaha untuk badan hukum paling lama 1 tahun;
o pembekuan izin usaha untuk paling lama 2 tahun;
o denda adiminstratif (i) untuk perseorangan antara Rp 50.000.000,- sampai Rp
200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
1.000.000.000,.
2. Setiap oang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah yang hasilnya tidak
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang dan ekologis dapat dikenakan sanksi
secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pencabutan izin usaha selama 6 bulan khusus untuk badan hukum;
o pencabutan insentif;
o denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, untuk (ii) badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,-.
2. Setiap orang yang melakukan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, namun tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 tahun untuk badan hukum;
o pembekuan izin usaha paling lama 2 tahun;
o denda adminstratif (i) untuk perorangan Rp 50.000.000,- sampai Rp
200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
1.000.000.000,-.
2. Badan hukum yang tidak mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang
dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
o penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksana pembangunan;
o denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
2. Badan hukum yang melakukan (i) pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu hamparan, dan (ii) pembangunan rumah umum yang tidak
dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota (khusus untuk DKI Jakarta dalam satu
provinsi) dapat dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembatasan kegiatan pembangunan;
o pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel untuk 30 hari;
o pencabutan izin mendirikan bangunan;
o pembongkaran bangunan;
o denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
2. Pembangunan rumah dan perumahan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis diberikan sebanyak dua kali dengan jangka waktu antar surat
5 hari kerja;
o pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel maksimal 30 hari;
o pencabutan izin mendirikan bangunan;
o pembongkaran bangunan;
o denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
100.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,
2. Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah dan melakukan serah
terima atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan
kepastian sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4) PP dapat dikenakan sanksi berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun;
o pencabutan insentif;
o denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
2. Setiap orang yang melakukan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan dapat dikenakan
sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 tahun;
o perintah pembongkaran;
o denda administratif (i) untuk perorangan sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, (ii) untuk badan hukum sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,-
2. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan rumah selain untuk fungsi hunian,
dan tidak memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2) dari PP dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembekuan surat bukti kepemilikan rumah;
o denda administratif untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, untuk badan hukum sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-;
o pencabutan surat bukti kepemilikan rumah.
2. Setiap orang yang melakukan pembangunan kawasan permukiman, yang tidak
mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung dapat
dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
o pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun untuk badan usaha;
o pencabutan insentif khusus untuk badan hukum;
o denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
15) Permen PU No. 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
16) Permen PU No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan
Permukiman
17) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006
18) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02
Tahun 2016
Kawasan khusus.
o Untuk mencapai nilai tambah perumahan dan kawasan permukiman yang dikehendaki
sesuai daya dukung dan karakteristik lokasi geografis di wilayah perencanakan maka
dilakukan pengaturan distribusi kepadatan.
o Untuk mengetahui intensitas pemanfaatan lahan melalui pengaturan kepadatan paling
padat unit rumah per hektar dikaitkan dengan distribusi luas lantai paling luas bangunan
terhadap persil maupun wilayah perencanaannya. Klasifikasi intensitas pemanfaatan
lahan adalah sebagai berikut :
KLB lebih besar dari 1.0 untuk rumah susun berlaku di zona perkotaan, pusat kota, dan pusat
metro. Apabila di pedesaan dan pinggiran kota dapat diizinkan namun terdapat persyaratan
khusus.
KLB lebih kecil dari 1.0 untuk rumah tidak susun berlaku di zona pedesaan dan pinggiran
kota. Sedangkan di zona perkotaan, pusat kota, dan pusat metro dapat diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
KDB per persil lebih kecil dari 30% untuk rumah taman berlaku di zona pedesaan dan
pinggiran kota. Sedangkan di zona perkotaan dan pusat kota diizinkan namun terdapat
persyaratan khusus.
KDB per persil 30% sampai dengan 50% untuk rumah renggang berlaku di zona pedesaan,
pinggiran kota, dan perkotaan. Apabila dikembangkan di zona pusat kota diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah deret berlaku di zona perkotaan, pusat
kota, dan pusat metro. Apabila dikembangkan di zona pinggiran Kota diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
KDB per persil lebih kecil dari 50% untuk rumah susun taman hanya berlaku di zona pinggiran
kota.
KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah susun berlaku di zona pusat kota dan
pusat metro, sedangkan di zona perkotaan diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.
Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keserasian perumahan dan kawasan
permukiman, perlu diatur komposisi lahan efektif dan non efektif dengan pengaturan luas efektif,
luas prasarana dan utilitas serta sarana. Lahan efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang
digunakan untuk kavling perumahan dan kawasan permukiman maupun fasilitas lingkungan yang
bersifat komersial dan dapat dijual kepada pihak swasta maupun perorangan, sedangkan lahan
non efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang digunakan untuk prasarana, sarana, dan
utilitas lingkungan perumahan, termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial yang bersifat non
komersial, dapat diserahkan ke pemerintah. Ketentuan luas lahan efektif meliputi :
Luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas lahan efektif paling
besar 70%;
Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas lahan efektif paling besar
60%;
Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas lahan efektif paling besar 55%.
Ketentuan luas prasarana dan utilitas meliputi :
Untuk luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas prasarana
dan utilitas paling besar 25%;
Untuk luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas prasarana dan utilitas
paling besar 30%;
Untuk luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas prasarana dan utilitas
paling besar 30%.
Ketentuan luas sarana meliputi:
Luas wilayah perencanaan paling kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas sarana paling
kecil 5%;
Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas sarana paling kecil 10%;
Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas sarana paling kecil 15%.
Pada zona pusat kota diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah renggang, rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun
dengan KDB tinggi.
Pada zona pusat metro diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun dengan KDB tinggi.
Pada zona preservasi dengan ketentuan khusus.
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan
menyebutkan bahwa pola penanganan keterpaduan PSU merupakan acuan di dalam
penyelenggaraan keterpaduan PSU melalui :
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara
menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pembangunan kawasan khusus, yaitu pada bagian wilayah dalam propinsi dan/ atau Kabupaten/
Kota untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan,
nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan
bencana.
Peningkatan kualitas permukiman berupa kegiatan pemugaran, perbaikan dan
peremajaan dan mitigasi bencana.
Komponen PSU dalam Kawasan perumahan dan lingkungan permukiman adalah sebagai berikut :
Tabel 2- 1 Komponen PSU Kawasan
No Komponen PSU Kawasan Skala Besar Kawasan Khusus
Prasarana
Jalan lokal sekunder dan jalan di
1 Jalan Jalan lokal sekunder
atas air
2 Drainase Primer dan sekunder Primer dan sekunder
3 Air Limbah Terpusat setempat Terpusat setempat
Tempat pengolahan Komposter dan tempat
4 Persampahan
sementara/akhir dan komposter pengolahan sementara
5 Air Bersih Minum Distribusi terminal
Sarana
Tempat
1 TK, SD, SLTP, dan SMU SD, SLTP
pendidikan
Layanan Klinik, puskesmas, RS C, B dan Klinik, posyandu, puskesmas
2
kesehatan A pembantu dan puskesmas.
Warung, restoran, pujasera,
Layanan Warung, pujasera,pasar dan
3 pasar tradisional, minimarket dan
perdagangan tempat pelelangan ikan
pertokoan
Rumah ibadah, balai pertemuan Rumah ibadah dan balai
4 Fasos dan fasum
dan kantor pertemuan
5 Tempat olahraga Gedung dan lapangan olahraga Lapangan olahraga
6 Pemakaman Pemakaman -
7 RTH Taman Taman dan tempat penjemuran
Dalam menangani keterpaduan PSU, pemerintah memiliki upaya untuk membantu memecahkan
permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan yang sudah terbangun
yang disebut sebagai upaya preventif, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan
yang sehat, dan berwawasan lingkungan. Ketentuan Penanganan preventif sebagai berikut:
Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru.
Upaya keterpaduan preventif dilaksanakan seluruh pemangku kepentingan yang akan maupun
kawasan khusus, dengan fasilitasi pemerintah kabupaten/kota untuk menghindari permasalahan
ketidakterpaduan PSU pada saat penghunian dan perkembangannya di masa yang akan datang.
Keterpaduan secara preventif ini dilakukan secara berkelanjutan mulai sejak saat penentuan
lokasi, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengendalian.
Penanganan keterpaduan PSU kawasan ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kawasan
disekitarnya.
Selain preventif, pemerintah juga menagdakan upaya penanganan kuratif yaitu upaya untuk
membantu memecahkan permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan
yang sudah terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan yang sehat, dan
berwawasan lingkungan. Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:
Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan PSU.
Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk bersama memecahkan permasalahan
adalah instansi Pemerintah Kabupaten/ Kota, pihak swasta (pengembang), pihak masyarakat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu diselesaikan ditingkat pemerintah
kabupaten/ kota, maka dapat diselesaikan ditingkat propinsi atau tingkat pusat. Bantuan
pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di kawasan perumahan, oleh pemerintah propinsi
maupun pemerintah pusat dapat berupa fasilitasi ataupun pemberian bantuan stimulan PSU.
Langkah-langkah dalam penanganan kuratif adalah sebagai berikut :
Identifikasi permasalahan atau peta masalah, dilakukan melalui diskusi keterpaduan PSU
dengan pemangku kepentingan di pemerintah kabupaten/ kota. Diskusi bisa difasilitasi oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.
Dari peta masalah, selanjutnya disusun rencana tindak (action plan), berisi : permasalahan,
peta pelaku dan pembagian tanggung jawab, skenario penataan kawasan dan jadwal
kegiatan, skema pembiayaan, perencanaan teknis, penganggaran, dan peningkatan
kapasitas kelembagaan, rencana pelaksanaan dan pengelolaan yang diproses dan
disepakati oleh pelaku.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2016
Sebelum menentukan penanganan perumahan dan kawasan permukiman dalam penyusunan
dokumen RP3KP, maka terlebih dahulu dibutuhkan sebuah penilaian terhadap kondisi perumahan dan
kawasan permukiman dari masing-masing kawasan atau wilayah sebagai bahan pendukung justifikasi
penentuan penanganan. Sehingga dari penilaian tersebut akan teridentifikasi lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang perlu dilakukan pemugaran, peremajaan atau pemukiman kembali. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh menyebutkan bahwa :
Pemugaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan
kembali perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak
huni.
Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara menyeluruh
meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.
Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi
perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang tidak mungkin dibangun kembali karena
tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana.
Dalam peraturan ini mengatur tentang kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh. Kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria
yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh. Kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi
kriteria kekumuhan dapat dilihat pada Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.
Peraturan ini juga mengatur tentang tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Tipologi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis. Tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh terdiri dari :
di atas air;
di tepi air;
di dataran rendah;
di perbukitan; dan
di daerah rawan bencana.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.
NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
jalan lingkungan
Kualitas Permukaan 76% - 100% area memiliki kualitas
5
Jalan Lingkungan permukaan jalan yang buruk
Sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi Wawancara, Format
51% - 75% area memiliki kualitas permukaan
kerusakan permukaan jalan pada lokasi perumahan 3 Isian, Peta Lokasi,
jalan yang buruk
atau permukiman Observasi
25% - 50% area memiliki kualitas permukaan
1
jalan yang buruk
76% - 100% populasi tidak dapat mengakses
5
air minum yang aman
Ketidaktersediaan Masyarakat pada lokasi perumahan dan permukiman
51% - 75% populasi tidak dapat mengakses Wawancara, Format
Akses Aman Air tidak dapat mengakses air minum yang memiliki 3
air minum yang aman Isian, Observasi
Minum kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
25% - 50% populasi tidak dapat mengakses
KONDISI 1
air minum yang aman
PENYEDIAAN AIR
76% - 100% populasi tidak terpenuhi
MINUM 5
kebutuhan air minum minimalnya
Kebutuhan air minum masyarakat padalokasi
Tidak Terpenuhinya 51% - 75% populasi tidak terpenuhi Wawancara, Format
perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal 3
Kebutuhan Air Minum kebutuhan air minum minimalnya Isian, Observasi
sebanyak 60 liter/orang/hari
25% - 50% populasi tidak terpenuhi
1
kebutuhan air minum minimalnya
76% - 100% area terjadi genangan>30cm, >
5
DRAINASE Jaringan drainase lingkungan tidak mampu 2 jam dan > 2 x setahun
Ketidakmampuan Wawancara, Format
LINGKUNGAN mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan 51% - 75% area terjadi genangan>30cm, > 2
Mengalirkan 3 Isian, Peta Lokasi,
genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih jam dan > 2 x setahun
Limpasan Air Observasi
dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun 25% - 50% area terjadi genangan>30cm, >
1
2 jam dan > 2 x setahun
Tidak tersedianya saluran drainase lingkungan pada 76% - 100% area tidak tersedia drainase Wawancara, Format
5
Ketidaktersediaan lingkungan perumahan atau permukiman, yaitu saluran lingkungan Isian, Peta RIS,
Drainase tersier dan/atau saluran lokal 51% - 75% area tidak tersedia drainase Observasi
3
lingkungan
25% - 50% area tidak tersedia drainase 1
lingkungan
NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
76% - 100% drainase lingkungan tidak
5
Ketidakterhubungan terhubung dengan hirarki di atasnya
Saluran drainase lingkungan tidak terhubung dengan Wawancara, Format
dengan Sistem 51% - 75% drainase lingkungan tidak
saluran pada hirarki di atasnya sehingga menyebabkan 3 Isian, Peta RIS,
Drainase Perkotaan terhubung dengan hirarki di atasnya
air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan Observasi
25% - 50% drainase lingkungan tidak
1
terhubung dengan hirarki di atasnya
Tidak dilaksanakannyapemeliharaan saluran drainase 76% - 100% area memiliki drainase
5
lingkungan pada lokasi perumahan atau lingkungan yang kotor dan berbau
Wawancara, Format
Tidak Terpeliharanya permukiman,baik: 51% - 75% area memiliki drainase
3 Isian, Peta RIS,
Drainase pemeliharaan rutin; dan/atau lingkungan yang kotor dan berbau
Observasi
pemeliharaan berkala 25% - 50% area memiliki drainase
1
lingkungan yang kotor dan berbau
76% - 100% area memiliki kualitas kontrsuksi
5
drainase lingkungan buruk
Kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa Wawancara, Format
Kualitas Konstruksi 51% - 75% area memiliki kualitas kontrsuksi
galian tanah tanpa material pelapis atau penutup 3 Isian, Peta RIS,
Drainase drainase lingkungan buruk
maupun karena telah terjadi kerusakan Observasi
25% - 50% area memiliki kualitas kontrsuksi
1
drainase lingkungan buruk
76% - 100% area memiliki sistem air limbah
Pengelolaan air limbah pada lokasi perumahan atau 5
a. Sistem yang tidak sesuai standar teknis
permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, Wawancara, Format
Pengelolaan Air 51% - 75% area memiliki sistem air limbah
yaitukakus/kloset yang tidak terhubung dengan tangki 3 Isian, Peta RIS,
Limbah Tidak Sesuai yang tidak sesuai standar teknis
septik baik secara individual/domestik, komunal Observasi
Standar Teknis 25% - 50% area memiliki sistem air limbah
KONDISI maupun terpusat. 1
yang tidak sesuai standar teknis
PENGELOLAAN
Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah 76% - 100% area memiliki sarpras air limbah
AIR LIMBAH Prasarana dan 5
pada lokasi perumahan atau permukiman dimana: tidak sesuai persyaratan teknis
Sarana Pengelolaan Wawancara, Format
kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki 51% - 75% area memiliki sarpras air limbah
Air Limbah Tidak 3 Isian, Peta RIS,
septik; tidak sesuai persyaratan teknis
Sesuai dengan Observasi
tidak tersedianya sistem pengolahan limbah 25% - 50% area memiliki sarpras air limbah
Persyaratan Teknis 1
setempat atau terpusat tidak sesuai persyaratan teknis.
KONDISI Prasarana dan Prasarana dan sarana persampahan pada lokasi 76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format
NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
perumahan atau permukiman tidak sesuai dengan pengelolaan persampahan yang tidak
persyaratan teknis, yaitu: memenuhi persyaratan teknis
tempat sampah dengan pemilahan sampah pada 51% - 75% area memiliki sarpras
Sarana Persampahan skala domestik atau rumah tangga; pengelolaan persampahan yang tidak 3
Tidak Sesuai dengan tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R memenuhi persyaratan teknis Isian, Peta RIS,
Persyaratan Teknis (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan; Observasi
gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala 25% - 50% area memiliki sarpras
lingkungan; dan pengelolaan persampahan yang tidak 1
tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada memenuhi persyaratan teknis
skala lingkungan.
PENGELOLAAN Pengelolaan persampahan pada lingkungan 76% - 100% area memiliki sistem
5
PERSAMPAHAN perumahan atau permukiman tidak memenuhi persampahan tidak sesuai standar
Sistem Pengelolaan
persyaratan sebagai berikut: 51% - 75% area memiliki sistem Wawancara, Format
Persampahan yang 3
1. pewadahan dan pemilahan domestik; persampahan tidak sesuai standar Isian, Peta RIS,
Tidak Sesuai Standar
2. pengumpulan lingkungan; Observasi
Teknis 25% - 50% area memiliki sistem
3. pengangkutan lingkungan; 1
persampahan tidak sesuai standar
4. pengolahan lingkungan
76% - 100% area memiliki sarpras
Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana dan 5
Tidakterpeliharanya persampahan yang tidak terpelihara
prasarana pengelolaan persampahan pada lokasi
Sarana dan 51% - 75% area memiliki sarpras Wawancara, Format
perumahan atau permukiman, baik: 3
Prasarana persampahan yang tidak terpelihara Isian, Peta RIS,
1. pemeliharaan rutin; dan/atau
Pengelolaan Observasi
2. pemeliharaan berkala 25% - 50% area memiliki sarpras
Persampahan 1
persampahan yang tidak terpelihara
KONDISI Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran pada 76% - 100% area tidak memiliki prasarana Wawancara, Format
5
PROTEKSI Ketidaktersediaan lokasi, yaitu: proteksi kebakaran Isian, Peta RIS,
KEBAKARAN Prasarana Proteksi 1. pasokan air; 51% - 75% area tidak memiliki prasarana Observasi
3
Kebakaran 2. jalan lingkungan; proteksi kebakaran
3. sarana komunikasi; 25% - 50% area tidak memiliki prasarana 1
4. data sistem proteksi kebakaran lingkungan; dan proteksi kebakaran
5. bangunan pos kebakaran
NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
Tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran pada 76% - 100% area tidak memiliki sarana
5
lokasi, yaitu: proteksi kebakaran
Ketidaktersediaan 1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR); 51% - 75% area tidak memiliki sarana Wawancara, Format
3
Sarana Proteksi 2. mobil pompa; proteksi kebakaran Isian, Peta RIS,
Kebakaran 3. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan Observasi
25% - 50% area tidak memiliki sarana
4. peralatan pendukung lainnya 1
proteksi kebakaran
B. IDENTIFIKASI LEGALITAS TANAH
Kejelasan terhadap status penguasaan tanah berupa: Keseluruhan lokasi memiliki kejelasan status
kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat penguasaan tanah, baik milik sendiri atau (+)
hak atas tanah atau bentuk dokumen keterangan milik pihak lain
Wawancara, Format
status tanah lainnya yang sah; atau
Kejelasan Status Isian, Dokumen
kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat),
Penguasaan tanah Sebagian atau keseluruhan lokasi tidak Pertanahan,
dengan bukti izin pemanfaatan tanah dari pemegang
memiliki kejelasan status penguasaan tanah, (-) Observasi
LEGALITAS hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk
baik milik sendiri atau milik pihak lain
TANAH perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah
atau pemilik tanah dengan
Keseluruhan lokasi berada pada zona
Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam rencana peruntukan perumahan/permukiman sesuai (+)
Wawancara, Format
tata ruang (RTR), dengan bukti Izin Mendirikan RTR
Kesesuaian RTR Isian, RTRW, RDTR,
Bangunan atau Surat Keterangan Rencana Sebagian atau keseluruhan lokasi berada
Observasi
Kabupaten/Kota (SKRK). bukan pada zona peruntukan (-)
perumahan/permukiman sesuai RTR
C. IDENTIFIKASI PERTIMBANGAN LAIN
PERTIMBANGAN Pertimbangan letak lokasi perumahan atau Lokasi terletak pada fungsi strategis
5 Wawancara, Format
LAIN Nilai Strategis Lokasi permukiman pada: kabupaten/kota
Isian, RTRW, RDTR,
1. fungsi strategis kabupaten/kota; atau Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis
1 Observasi
2. bukan fungsi strategis kabupaten/kota kabupaten/kota
Kependudukan Pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasi Untuk Metropolitan& Kota Besar 5 Wawancara, Format
perumahan atau permukiman dengan klasifikasi: Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar Isian, Statistik,
rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 >400 Jiwa/Ha Observasi
NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
jiwa/ha; Untuk Kota Sedang & Kota Kecil
sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151– 200 Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
jiwa/ha; >200 Jiwa/Ha
tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201–400 Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
3
jiwa/ha; 151 - 200 Jiwa/Ha
sangat padat yaitu kepadatan penduduk di atas 400 Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
1
jiwa/ha; <150 Jiwa/Ha
Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi perumahan Lokasi memiliki potensi sosial, ekonomi dan
5
atau permukiman berupa: budaya untuk dikembangkan atau dipelihara
potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat
dalam mendukung pembangunan;
Kondisi Sosial, Wawancara, Format
potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi Lokasi tidak memiliki potensi sosial, ekonomi
Ekonomi, dan Budaya Isian, Observasi
tertentu yang bersifat strategis bagi masyarakat dan budaya tinggi untuk dikembangkan atau 1
setempat; dipelihara
potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan
budaya tertentu yang dimiliki masyarakat setempat.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016
daerah rawan bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016
20. Kawasan Tanjung Sari, Silaut VI dan Sambungo (Silaut Nagari Sambungo).
Berdasarkan kriteria dan arahan kebijakan pengembangan yang telah disampaikan maka rencana
struktur pusat kegiatan di daerah ini sampai tahun 2030 terdiri dari 1 (satu) kota PKWp, 1 (satu) kota
PKL, 4 (empat) kota PPK, dan 11 (sebelas) kota PPL.
Tabel 2- 6 Sistem Perkotaan Tahun 2030
hingga tahun 2030. Untuk menuju kota besar kota painan diarahkan perkembangannya pada kawasan
salido-sago. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini
Tabel 2- 7 Perkiraan Jumlah Penduduk Setiap Pusat Permukiman Di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2030
JUMLAH PDDK
NO FUNGSI KOTA KOTA
(JIWA)
c. Menghubungkan PKN dan/atau PKW/PKWp dengan bandar udara pusat penyebaran skala
pelayanan primer/sekunder/ tersier dan pelabuhan /nasional;
d. Berupa jalan umum yang melayani angkutan utama;
e. Melayani perjalanan jarak jauh;
f. Memungkinkan untuk lalu-lintas dengan kecepatan rata-rata tinggi; dan;
g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar kota dalam provinsi, dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Menghubungkan antar-PKW/ PKWp;
b. Menghubungkan antara PKW/PKWp dengan PKL;
c. Berupa jalan umum yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi;
d. Malayani perjalanan jarak sedang;
e. Memungkinkan untuk lalu-lintas dengan kecepatan rata-rata sedang; dan;
f. Membatasi jumlah jalan masuk.
Jalan strategis nasional di Kabupaten Pesisir Selatan dikembangkan untuk menghubungkan PKN
dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional dalam pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Rencana pengembangan jaringan jalan di daerah ini akan dibedakan dalam tiga wilayah yaitu wilayah
bagian tengah, utara, dan selatan. Sistem jaringan jalan di bagian tengah diarahkan pada pola
jaringan jalan yang memperkuat keterkaitan antara kota yang bertetangga.
Sistem jaringan jalan di bagian utara diarahkan pada pola jaringan jalan yang dapat memperkuat
keterkaitan Kabupaten Pesisir Selatan dengan Kota Padang. Pola aliran barang dan jasa pada lintas
jalan kota-kota sangat dipengaruhi oleh pola aktivitas dari kota-kota di
bagian tengah terutama Kecamatan Koto XI Tarusan sebagai kekuatan penarik aliran barang dan
jasa.
Sistem jaringan jalan di bagian selatan diarahkan pada pola jaringan jalan yang memperkuat
keterkaitan Kabupaten Pesisir Selatan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu. Pola jaringan
jalan terlihat pada sketsa pada halaman berikut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rencana pengembangan jaringan jalan meliputi :
a. Rencana jalan arteri primer.
b. Rencana jalan kolektor primer.
c. Rencana jalan lingkar kabupaten.
Tabel 2- 8 Rencana Pengembangan/ Pembangunan Jaringan Jalan Dan Jembatan Sampai Tahun 2030
No Ruas Jalan Kota Yang Dihubungkan/Keterangan
A JALAN ARTERI PRIMER (JALAN NEGARA)
1 Kota Padang – Painan - Bengkulu Kota Padang - Kab. Pesisir Selatan - Bengkulu
B JALAN KOLEKTOR PRIMER (JALAN PROVINSI)
1 Pasar Baru - Alahan Panjang Kab. Pesisir Selatan - Kab. Solok
c. Delivery (penyerahan), adalah penyerahan barang dari terminal tujuan ke penerima atau
gudang tujuan.
3. Pengembangan Sistim Angkutan Umum Massal
Sistem angkutan umum massal dikembangkan pada kawasan perkotaan dan perdesaan.
Pengembangan angkutan umum masal perlu direncanakan untuk mendukung fungsi kawasan
Kota Painan, Kota Tapan dan sekitarnya. Untuk daerah terpencil di pedesaan dapat diadakan
angkutan umum masal dengan Subsidi Bus Perintis.
E. JARINGAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN PENYEBERANGAN
Daerah ini memiliki banyak sungai besar dan sungai kecil. Walaupun aliran sungai jumlahnya
cukup banyak, namun aliran sungai tersebut tidak dapat digunakan untuk angkutan/transportasi barang
dan penumpang. Hal ini disebabkan karena sifat fisik sungai yang ada tidak memungkinkan untuk
transportasi. Sifat fisik yang dimaksud terkait dengan kondisi topografi dan material batu yang ada di
sepanjang aliran sungai sehingga tidak memungkinkan untuk sarana transportasi.
Angkutan sungai untuk tujuan wisata berpotensi di kebangkan di Sungai Muaro Sakai (Kecamatan
Pancung Soal). Disamping itu juga diperlukan peningkatan dermaga sungai tersebut.
F. TRANSPORTASI LAUT
Untuk angkutan penyeberangan, saat ini terdapat Panasahan Painan akan dijadikan sebagai
pelabuhan Pengumpan Primer (Pelabuhan Regional) dari Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan
Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri,
alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan
utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyebrangan dengan jangkauan pelayanan dalam propinsi.
Selain sebagai pelabuhan pengumpan, Pelabuhan Panasahan Painan juga diharapkan bisa mewadahi
pelayanan rute perintis, seperti menghubungkan Kota Painan dengan daerah-daerah yang masih relatif
terisolir seperti Kepulauan Mentawai.
Dalam perannya melayani kegiatan pelayaran alih muat angkutan laut, Pelabuhan ini akan melayani
bongkar muat komoditas unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Pesisir Selatan dan wilayah
hinterland dalam skala menengah untuk didistribusikan ke pelabuhan utama dan tempat-tempat
lainnya.
Komoditas unggulan yang dikembangkan meliputi sektor perkebunan yaitu kelapa sawit, karet, gambir,
cengkeh, kulit manis dan lain-lain disamping juga terdapat sektor pertambangan (batubara).
Dengan fasilitas yang ada saat ini dan adanya rencana pengembangan pelabuhan di masa yang akan
datang, diharapkan Pelabuhan Panasahan mampu menyediakan jasa pelayanan kepelabuhan yang
efektif dan efisien sebagai pengembangan alternatif angkutan laut menuju Pelabuhan Teluk Bayur dan
tempat-tempat lainnya.
Peningkatan pelayanan angkutan ini ditujukan pada pengembangan lintasan baru penyeberangan serta
peningkatan sarana dan prasarana penyeberangan (dermaga) meliputi :
- Carocok Painan/ Panasahan - Mentawai
Saat ini diprioritaskan untuk angkutan barang dan penumpang. Mengingat Pelabuhan Painan cukup
potensial dikembangkan untuk penyeberangan. Disamping itu akses dari Kepulauan Mentawai ke
Bengkulu lebih cepat dicapai daripada melalui Kota Padang. Pengembangan lintasan Carocok
Painan – Mentawai ini juga harus didukung oleh pengumpan (feeder) antar pulau di Kepulauan
Mentawai.
Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan meliputi penambahan dermaga, fasilitas bongkar
muat, pergudangan dan lain-lain. Beberapa pelabuhan penyeberangan yang dikembangkan di masa
mendatang adalah pelabuhan pelabuhan Panasahan Carocok Painan Kecamatan IV Jurai, pelabuhan
Air Haji Kecamatan Linggo Sari dan pelabuhan Muaro Sakai Kecamatan Pancung Soal Baganti.
Program strategis untuk angkutan laut, dan penyeberangan yang direncanakan meliputi :
Pengembangan transportasi laut, dan penyeberangan
Peningkatan kualitas prasarana pelabuhan dan moda angkutan untuk pelabuhan
penyeberangan lintas Kota Painan - Kab. Kepulauan Mentawai
Transportasi laut dialokasikan untuk pelabuhan laut dan fasilitas pendukungnya termasuk kawasan luar
perairan dan alur pelayaran. Lokasinya meliputi perairan yang sudah dikembangkan dan kawasan yang
belum teralokasi disesuaikan dengan kriteria pelabuhan yang akan dikembangkan.
Zona pelabuhan perikanan pantai dan perhubungan laut umumnya terdapat diseluruh wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Sasaran pengelolaannya adalah untuk mewujudkan kawasan pelabuhan pantai
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi desa pesisir, peningkatan taraf hidup masyarakat dan
meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Alur pelayaran yang dialokasikan untuk instalasi dan infrastruktur publik dasar laut (pipa minyak
dan/gas dan kabel listrik/komunikasi telepon bawah laut) ditetapkan lokasinya berdasarkan pada
karakteristik alur sarana umum yang diperlukan.
Memperbolehkan akses publik secara bebas sepanjang memenuhi kondisi dan tidak melanggar
larangan-larangan yang ditetapkan guna melindungi infrastruktur alur sarana umum tersebut.
Rencana kawasan alur pelayaran wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah ini adalah zona alur
pelayaran antar pulau. Sasaran pengelolaannya adalah menetapkan alur pelayaran yang aman untuk
dilewati oleh kapal antar pulau dalam mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan
Nasional BAB IV Hirarki Peran dan Fungsi Pelabuhan pasal 9 : Hirarki Peran dan Fungsi Pelabuhan
Laut dibagi atas :
a. Pelabuhan Internasional Hub merupakan Pelabuhan Utama Primer
Adalah pelabuhan utama primer yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut
nasional dan intenasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas serta
merupakan simpul dalam jaringan transportasi laut.
b. Pelabuhan Internasional merupakan Pelabuhan Utama Sekunder
Pelabuhan utama sekunder yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional
dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang luas serta merupakan simpul
dalam jaringan transportasi laut internasional.
c. Pelabuhan Regional merupakan Pelabuhan Pengumpan Primer
Adalah pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi melayani kegiatan angkutan laut nasional
dalam jumlah yang relatif kecil serta merupakan pengumpan pada pelabuhan utama.
Di daerah ini terdapat 2 (dua) buah Pelabuhan Regional yaitu Pelabuhan Air Haji dan Pelabuhan
Panasahan – Carocok Painan.
Jaringan pelayaran regional melayani ke Bengkulu disamping itu pelabuhan di daerah ini juga melayani
pelayaran ke Kabupaten Mentawai.
Rencana pengembangan transportasi laut tidak terlepas dari rencana pengembangan transportasi
daerah dan rencana pengembangan transportasi laut Provinsi Sumatera Barat. Tujuan pengembangan
sitem transportasi laut adalah mendukung sistem produksi dan sistem pergerakan (orang dan barang)
dengan kegiatan sistem perekonomian antar kawasan, kabupaten dengan provinsi.
Pelayanan angkutan laut dimasa yang akan datang direncanakan melalui pengembangan dan/atau
pembangunan pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal. Untuk pengembangannya diantaranya melalui
peningkatan sistem peti kemas sedangkan pengembangan pelabuhan lainnya ditujukan untuk angkutan
wisata, barang/jasa, dan penumpang.
Rencana pengembangan pelabuhan secara umum mengikuti kriteria pengembangan sebagai berikut :
A. Pelabuhan Regional
Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut nasional dan regional, pelayaran
rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah menengah;
Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dan PKW/PKWp dalam
sistem transportasi antar provinsi;
Berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar regional;
Memberi akses bagi pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan
pulau-pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal;
Berada di luar kawasan lindung; dan
Berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 4 (empat) meter.
B. Pelabuhan Lokal
Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat,
angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil;
Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW/PKWp atau PKL dalam
sistem transportasi antar kabupaten/kota dalam satu provinsi;
Berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan budidaya di sekitarnya ke
pasar lokal;
Berada di luar kawasan lindung;
Berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 1,5 (satu setengah) meter; dan
Dapat melayani pelayaran rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, rencana pengembangan transportasi laut di Kabupaten Pesisir Selatan,
meliputi :
a) Peningkatan dan perluasan fasilitas Pelabuhan Regional Corocok Painan (Kecamatan IV Jurai) dan
Pelabuhan regional Air Haji (Kecamatan Linggo Sari Baganti)
b) Peningkatan sarana dan prasarana serta fasilitas Pelabuhan Lokal :
Muaro Sakai (Kecamatan Pancung Soal)
c) Penetapan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKp) dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan (DLKp) untuk setiap Pelabuhan Laut yang ada :
Pelabuhan Panasahan Carocok Painan Kecamatan IV Jurai
Pelabuhan Air Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti
Pelabuhan Muaro Sakai Kecamatan Pancung Soal
d) Pemanfaatan Kawasan Muara Khusus untuk Pelabuhan Wisata Marina, yaitu :
Pelabuhan Marina di Carocok Painan
Table of Contents
Type chapter title (level 1) 1
2.1 Kebijakan Nasional Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman...........................................1
2.1.1 Undang-undang, PP dan PePres (UMUM)......................................................................1
2.1.2 Peraturan Menteri (DETAIL)...........................................................................................9
Tabel 2- 1 Komponen PSU Kawasan........................................................................................16
Tabel 2- 2 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh..................19
Tabel 2- 3 Tipologi Perumahan dan Permukiman Kumuh........................................................24
2.2 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman Provinsi Sumatera Barat....25
2.2.1 RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2030.......................................................25
Tabel 2- 4 Fungsi Kota di Provinsi Sumatera Barat...................................................................25
2.2.2 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP) 26
2.3 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman Kabupaten Pesisir Selatan. 27
2.3.1 RTRW Kabupaten Pesisir Selatan.................................................................................27
Tabel 2- 5 Kriteria Fungsi Kota Kabupaten...............................................................................27
Tabel 2- 6 Sistem Perkotaan Tahun 2030.................................................................................28
Tabel 2- 7 Perkiraan Jumlah Penduduk Setiap Pusat Permukiman Di Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun 2030.................................................................................................................29
D. RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI DARAT......................................................................29
Tabel 2- 8 Rencana Pengembangan/ Pembangunan Jaringan Jalan Dan Jembatan Sampai
Tahun 2030..............................................................................................................................30
Tabel 2- 9 Arahan Pengembangan Sistim Terminal.................................................................31
E. JARINGAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN PENYEBERANGAN................................................33
F. TRANSPORTASI LAUT...........................................................................................................33