Anda di halaman 1dari 41

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN

KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN TERKAIT
PERENCANAAN KAWASAN
PERMUKIMAN

2.1 Kebijakan Nasional Terkait Perencanaan Kawasan


Permukiman
2.1.1 Undang-undang, PP dan PePres (UMUM)
1) Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman mengatur
perumahan dan kawasan permukiman.
2) Undang-Undang No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
3) Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
4) Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
5) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
6) Undang-undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025.
7) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
8) Undang-undang No. 4 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
9) Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
10) Peraturan Presiden No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015 -2019.
11) Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan
Infrastruktur Publik.
12) Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
13) Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
14) Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
15) PP No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang
Berdiri Sendiri
16) PP No. 103 Tahun 2015 tentang Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Orang
Asing yang Berkedudukan di Indonesia
17) PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik

LAPORAN PENDAHULUAN II-1


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011


Penataan perumahan dan pemukiman menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman mengatur perumahan dan kawasan permukiman
berdasarkan pada asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan, kenasionalan, koefisienan dan
kemanfaatan, keterjangkauan dan kemudahan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan,
keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan, serta keselamatan, keamanan, ketertiban,
dan keteraturan. Penataan perumahan dan kawasan permukiman memiliki tujuan sebagai berikut:
 Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggraan perumahan dan kawasan permukiman guna
memenuhi kebutuhan rumah;
 Mendukung penataan dan penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan
lingkungan hunian;
 Meningkatkan hasil sumber daya guna alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan;
 Memberdayakan pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman;
 Menunjang pembangunan bidang ekonomi, sosial, dan budaya;
 Menjamin terwujudnya rumah layak huni dan terjangkau dengan lingkungan yang sehat, aman,
serasi, teratur, terencana, terpadu, dan keberlanjutan.

Menurut peraturan perundang-undangan, perumahan merupakan kumpulan rumah sebagai bagian


dari permukiman dengan dilengkapi prasarana, sarana, dan utilitas umum. Untuk kawasan
permukiman merupakan bagian dari lingkungan di luar kawasan lindung sebagai lingkungan
hunian.
Dalam penyelenggaran perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah wajib melakukan
pembinaan yang meliputi menetapkan kebijakan tentang pemanfaatan hasil teknologi bidang
perumahan dan kawasan permukiman, pengelolaan Kasiba dan Lisba, memfasilitasi penyediaan
perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, menyelenggarakan fungsi
operasionalisasi dan koordinasi, mendorong penelitian pengembangan penyelenggraan
perumahan dan kawasan permukiman, melakukan sertifikasi dan administrasi lainnya terhadap
badan penyelenggaran perumahan, dan menyelenggarakan pelatihan bidang perumahan dan
kawasan permukiman. Penyelenggaran perumahan meliputi:
 Perencanaan perumahan, yang terdiri dari :
o Perencanaan dan perancangan rumah, baik rumah komersial, umum, swadaya,
khusus, dan rumah negara guna menciptakan rumah yang layak huni, mendukung
uoaya pemebuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pememrintah, dan
meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.

LAPORAN PENDAHULUAN II-2


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

o Perencanaan prasarana, sarana, sarana, utilitas umum yang meliputi rencana


penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman dan
rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Penyediaan
kavling tanah untuk meningkatkan hasil guna tanah bagi kavling siap bangun.
 Pembangunan perumahan. Pembanguan perumahan skala besar terdiri dari hunian
berimbang seperti rumah sederhana, menengah, dan mewah. Tannggung jawab
pemerintah diberikan kepada pembangunan rumah umum, khusus, dan negara melalui
lembaga yang ditugaskan. Pembangunan perumahan meliputi :
o Pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
o Peningkatan kualitas perumahan.
o Pengembangan teknologi dan rancang bangunan yang ramah lingkungan.
 Pemanfaatan perumahan yang meliputi pemanfaatan rumah, pemanfaatan dan
pelestarian prasarana dan sarana perumahan, dan pelestarian perumahan.
 Pengendalian perumahan
Untuk penyelenggara kawasan permukiman berfungsi untuk memenuhi hak orang atas
tinggal dan mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian sesuai rencana tata
ruang. Penyelenggara kawasan permukiman di perkotaan maupun pedesaan dapat melalui:
 Pengembangan yang telah ada dengan meningkatkan potensi lingkungan hunian melalui
fungsi kota, meningkatkan pelayanan lingkungan hunian, keberadaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum, tanpa menambah tumbuhnya lingkungan hunian yang tidak terencana
atau permukiman kumuh.
 Pembangunan lingkungan hunian baru melalui penyediaan lokasi permukiman,
prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pembangunan kembali berfungsi untuk
memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan pedesaan sesuai rencana tata ruang
dengan persyaratan sebagai berikut :
o Kesesuaian dnegan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah
provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota.
o Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
o Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi
persyaratan dan tidak membahayakan penghuni.
o Tingkat kepadatan bangunan.
o Kualitas bangunan.
o Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

LAPORAN PENDAHULUAN II-3


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Pembangunan kembali dapat dilakukan dengan rehabilitasi, rekonstruksi, dan


peremajaan.

Untuk melakukan penanganan terhadap perumahan dan kawasan permukiman kumuh


dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas dan pencegahan. Pencegahan yang dilakukan
berfungsi untuk mengendalikan kepadatan bangunan, penurunan kualitas perumahan,
permukiman, sarana, dan prasarana serta pembangunan rumah yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang. Pencegahan dapat dilakukan melalui pengawasan dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk peningkatan kualitas terhadap perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat
dilakukan melalui:
 Pemugaran menjadi permukiman yang layak huni,
 Peremajaan untuk mewujudkan kondisi perumahan dan kualitas permukiman yang lebih
baik atau meningkatkan kualitas rumah dengan terlebih dahulu menyediakan tempat
tinggal bagi masyarakat yang terdampak.
 Permukiman kembali yang dilakukan untuk memindahkan masyarakat yang terdampak
dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dengan lokasi yang telah ditetapkan pemerintah.

 Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman (“PP”). PP ini mencabut
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik dan
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap
Bangun yang Berdiri Sendiri. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang diterbitkan dengan
tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam
penyelenggaraan perumahaan dan kawasan permukiman.
Penyelenggaraan Perumahan
Kegiatan penyelenggaraan perumahan meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan,
pemanfaatan, pengendalian dan persediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahan terdapat beberapa ketentuan yang patut
diperhatikan, di antaranya:
Perencanaan Perumahan

LAPORAN PENDAHULUAN II-4


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Dalam melaksanakan perencanaan perumahan, diperlukan dokumen rencana pembangunan dan


pengembangan yang mengacu pada dokumen rencana kawasan permukiman (“RKP”). RKP
ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka
menengah dan rencana tahunan.
Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan ditetapkan oleh bupati/walikota, dan khusus
untuk Ibukota Jakarta ditetapkan oleh gubernur dengan peninjauan kembali paling sedikit satu kali
dalam 5 tahun.
Kewajiban Hunian Berimbang
Pembangunan perumahan dengan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib
menerapkan hunian berimbang, kecuali pembangunan perumahan tersebut ditujukan untuk
pemenuhan rumah umum.
Kewajiban hunian berimbang harus dilakukan dalam satu hamparan atau dilakukan dalam satu
daerah kabupaten/kota, (khusus untuk DKI Jakarta harus dalam satu provinsi). Selain itu, apabila
pelaksanaan hunian beimbang tidak dalam satu hamparan, maka badan hukum tersebut wajib
menyediakan akses dari rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.
Pemasaran
Apabila rumah tunggal atau rumah deret masih dalam proses pembangunan, maka rumah tersebut
tetap dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli (“PPJB”) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah memenuhi persyaratan kepastian sebagai
berikut:
 hal yang diperjanjikan;
 kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
 ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum;
 keterbangunan perumahan paling sedikit 20%.
Badan Hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal dan/atau rumah deret, tidak boleh
melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum terpenuhinya
persyaratan kepastian sebagaimana diuraikan di atas.
Pemanfaatan Perumahan
Rumah dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak
menggangu fungsi hunian serta memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian.
Pengunian Rumah
Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah dengan cara:
1. hak milik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

LAPORAN PENDAHULUAN II-5


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

2. cara sewa menyewa dan bukan sewa menyewa (apabila ada persetujuan dari pemilik
rumah dan berdasarkan perjanjian tertulis, paling sedikit mencantumkan ketentuan hak dan
kewajiban, jangka waktu sewa, besarnya harga sewa dan kondisi force majeure).
Namun, perlu diperhatikan bahwa rumah yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan.
Khusus untuk rumah sewa yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, maka harga
sewanya akan ditentukan oleh pemerintah.
Penyelenggaraan Permukiman
Kegiatan penyelenggaraan permukiman di dalam PP ini memiliki arahan pengembangan kawasan
permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Dalam penyelenggaran permukiman terdapat
ketentuan yang juga harus diperhatikan seperti:
Perencanaan
Perencanaan kawasan permukiman dapat dilakukan oleh setiap orang termasuk pemerintah dan
pemerintah daerah dengan menghasilkan dokumen RKP. Dokumen RKP tersebut ditetapkan oleh
bupati/walikota (khusus DKI Jakarta oleh gubernur) dan menjadi acuan dalam dalam penyusunan
rencana pembangunan dan pengembangan perumahan, dan harus ditinjau kembali paling sedikit
satu kali dalam 5 tahun.
Keterpaduan Prasara, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pembangunan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman dapat
dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta dan harus sesuai dengan rencana yang telah
disetujui oleh pemerintah. Dalam pembangunan dapat dilakukan kerjasama antara:
 Pemerintah dengan pemerintah daerah;
 Pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya;
 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan badan hukum;
 Badan hukum dengan badan hukum lainnya.
Pemeliharaan dan Perbaikan
Setiap orang wajib melakukan pemeliharaan rumah yang telah selesai dibangun. Rumah yang
belum diserahterimakan kepada pemilik masih menjadi tanggung jawab pelaku pembangunan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sejak rumah selesai dibangun, dan wajib dipelihara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perbaikan rumah dilakukan dalam bentuk rehabilitasi atau pemugaran. Perbaikan rumah dilakukan
oleh pemilik rumah sendiri sedangkan untuk sarana, prasarana dan utilitas umum dilakukan oleh
pemerintah daerah sesuai kewenangannya (apabila masih belum diserahkan kepada pemerintah
daerah maka masih merupakan tanggung jawab pelaku pembangunan).
Sanksi Administratif
PP juga mengatur secara spesifik mengenai sanksi administratif, yaitu:

LAPORAN PENDAHULUAN II-6


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

1. Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah, namun tidak
memiliki keahlian di bidang perancangan rumah dapat dikenakan sanksi secara bertahap
berupa:
o peringatan tertulis;
o pembatasan kegiatan usaha untuk badan hukum paling lama 1 tahun;
o pembekuan izin usaha untuk paling lama 2 tahun;
o denda adiminstratif (i) untuk perseorangan antara Rp 50.000.000,- sampai Rp
200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
1.000.000.000,.
2. Setiap oang yang melakukan perencanaan dan perancangan rumah yang hasilnya tidak
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang dan ekologis dapat dikenakan sanksi
secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pencabutan izin usaha selama 6 bulan khusus untuk badan hukum;
o pencabutan insentif;
o denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, untuk (ii) badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,-.
2. Setiap orang yang melakukan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum, namun tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 tahun untuk badan hukum;
o pembekuan izin usaha paling lama 2 tahun;
o denda adminstratif (i) untuk perorangan Rp 50.000.000,- sampai Rp
200.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
1.000.000.000,-.
2. Badan hukum yang tidak mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang
dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
o penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksana pembangunan;
o denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
2. Badan hukum yang melakukan (i) pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu hamparan, dan (ii) pembangunan rumah umum yang tidak

LAPORAN PENDAHULUAN II-7


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota (khusus untuk DKI Jakarta dalam satu
provinsi) dapat dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembatasan kegiatan pembangunan;
o pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel untuk 30 hari;
o pencabutan izin mendirikan bangunan;
o pembongkaran bangunan;
o denda administratif sebanyak Rp 1.000.000.000,- sampai Rp 10.000.000.000,-.
2. Pembangunan rumah dan perumahan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis diberikan sebanyak dua kali dengan jangka waktu antar surat
5 hari kerja;
o pembekuan izin mendirikan bangunan dengan cara disegel maksimal 30 hari;
o pencabutan izin mendirikan bangunan;
o pembongkaran bangunan;
o denda administratif (i) untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
100.000.000,-, (ii) untuk badan hukum antara Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,
2. Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah dan melakukan serah
terima atau menarik dana lebih dari 80% dari pembeli sebelum memenuhi persyaratan
kepastian sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (4) PP dapat dikenakan sanksi berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun;
o pencabutan insentif;
o denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.
2. Setiap orang yang melakukan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan tidak sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan dapat dikenakan
sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 tahun;
o perintah pembongkaran;
o denda administratif (i) untuk perorangan sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, (ii) untuk badan hukum sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp
500.000.000,-

LAPORAN PENDAHULUAN II-8


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

2. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan rumah selain untuk fungsi hunian,
dan tidak memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 26 ayat (2) dari PP dapat dikenakan sanksi secara bertahap berupa:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali;
o pembekuan surat bukti kepemilikan rumah;
o denda administratif untuk perorangan antara Rp 10.000.000,- sampai Rp
50.000.000,-, untuk badan hukum sebanyak Rp 10.000.000,- sampai Rp 100.000.000,-;
o pencabutan surat bukti kepemilikan rumah.
2. Setiap orang yang melakukan pembangunan kawasan permukiman, yang tidak
mematuhi rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung dapat
dikenakan sanksi secara bertahap yaitu:
o peringatan tertulis, yang diberikan sebanyak dua kali ;
o pembekuan izin usaha paling lama 1 tahun untuk badan usaha;
o pencabutan insentif khusus untuk badan hukum;
o denda administratif sebanyak Rp 100.000.000,- sampai Rp 1.000.000.000,-.

2.1.2 Peraturan Menteri (DETAIL)


1) Permen PU No. 60/PRTM/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun
2) Permen PU No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan
Nasional Pengembangan Sistem Air Minum
3) Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Persampahan
4) Permen PU No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyartan Teknis Bangunan Gedung
5) Permen PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesbilitas Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan
6) Permen PU No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Rusina Bertingkat Tinggi
7) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
8) Permen PU No. 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
9) Permen PU No. 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung
10) Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara
11) Permen PU No. 12/PRT/M/2010 tentang Pedoman Tata Cara Kerja Sama Antara Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Pengembangan SPAM
12) Permen PU No. 16/PRT/M/2010 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan
Gedung
13) Permen PU No. 17/PRT/M/2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan Gedung
14) Permen PU No. 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitaliasasi Kawasan

LAPORAN PENDAHULUAN II-9


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

15) Permen PU No. 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
16) Permen PU No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan
Permukiman
17) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006
18) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02
Tahun 2016

 Permen PU No. 14/PRT/M/2018.


Permen PU No. 14/PRT/M/2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap
Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh menyebutkan bahwa lingkup pengaturan dalam peraturan
menteri ini meliputi :
 Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru
 Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh
 Kerja sama, peran masyarakat, dan kearifan lokal
Pada pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru terdapat standar teknis dan kelaikan fungsi dilakukan terhadap
pemenuhan standar teknis :
- Bangunan gedung
- Jalan lingkungan
o Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau
permukiman dimana jaringan jalan tidak terhubung antar dan/atau dalam suatu
lingkungan perumahan atau permukiman.
o Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk yang dimana kondisi sebagian atau
seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan yang meliputi retak
dan perubahan bentuk.
- Penyediaan air minum
o Akses aman air minum tidak tersedia merupakan kondisi dimana masyarakat
tidak dapat mengakses air minum yang memenuhi syarat kualitas sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o Kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak terpenuhi yang dimana
kondisi kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau
permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 (enam puluh) liter/orang/hari
- Drainase lingkungan
o Drainase lingkungan tidak tersedia, kondisi dimana saluran tersier dan/atau
saluran lokal tidak tersedia, dan/atau tidak terhubung dengan saluran pada

LAPORAN PENDAHULUAN II-10


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

hierarki di atasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir dan


menimbulkan genangan.
o Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga
menimbulkan genangan, kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak
mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan dengan
tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali
setahun.
o Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk, kondisi dimana kualitas
konstruksi drainase buruk karena berupa galian tanah tanpa material pelapis
atau penutup atau telah terjadi kerusakan.
- Pengelolaan air limbah
o Sistem pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis, kondisi
dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau permukiman
tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri atas kakus/kloset yang
terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal
maupun terpusat.
o Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan
teknis, kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan
atau permukiman dimana kakus/kloset tidak terhubung dengan tangki septik
atau tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.
- Pengelolaan persampahan
o Prasarana dan sarana persampahan tidak memnuhi persyaratan teknis, kondisi
dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau
permukiman tidak memadai seperti :
 Tempat sampah dengan pemilihan sampah pada skala domestik atau
rumah tanggan,
 Tempat pengumpulan sampah (tps) atau tps 3r (reduce, reuse, recycle)
pada skala lingkungan,
 Sarana pengangkut sampah pada skala lingkungan, dan tempat
pengolahan sampah terpadu (tpst) pada skala lingkungan.
o Sistem pengelolaan persampahan tidak memnuhi persyaratan teknis, kondisi
dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau
permukiman tidak memenuhi persyaratn sebagai berikut :
 Pewadahan dan pemilihan domestik
 Pengumpulan sampah lingkungan
 Pengangkutan sampah lingkungan
 Pengolahan sampah lingkungan
- Proteksi kebakaran

LAPORAN PENDAHULUAN II-11


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

o Prasarana proteksi kebakaran tidak tersedia, kondisi dimana tidak tersedianya :


 Pasokan air yang diperoleh dari sumber alam maupun buatan
 Jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan
pemadam kebakaran
 Sarana komunikasi untuk pemberitahuan terjadinya kebakaran
 Data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah di
akses.
o Sarana proteksi kebakaran tidak tersedia, terdiri atas :
 Alat pemadam api ringan (APAR)
 Kendaraan pemadam kebakaran
 Mobil tangga sesuai dengan kebutuhan
Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk
menentukan kondisi kekumuhan pada Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Kriteria kekumuhan
ditinjau dari bangunan gedung yang mencakup:
a. Ketidak teraturan bangunan,
b. Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana
tata ruang,
c. Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung pada Perumahan dan
Permukiman:
a. Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), paling sedikit pengaturan bentuk, besaran,
perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona; dan/atau
b. Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL, paling
sedikit pengaturan blok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep
identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata
ruang merupakan kondisi bangunan gedung pada Perumahan dan Permukiman dengan:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL; dan/atau
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL.
Kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat merupakan kondisi bangunan gedung pada
Perumahan dan Permukiman yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis.
Persyaratan teknis bangunan gedung terdiri atas:
a. Persyaratan tata bangunan; dan
b. Persyaratan keandalan bangunan gedung.
Persyaratan tata bangunan terdiri atas:
a. Peruntukan lokasi dan intensitas bangunan gedung;
b. Arsitektur bangunan gedung;

LAPORAN PENDAHULUAN II-12


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

c. Pengendalian dampak lingkungan;


d. Rencana tata bangunan dan lingkungan (rtbl); dan
e. Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana
umum.
Persyaratan keandalan bangunan gedung terdiri atas:
a. Persyaratan keselamatan bangunan gedung;
b. Persyaratan kesehatan bangunan gedung;
c. Persyaratan kenyamanan bangunan gedung; dan
d. Persyaratan kemudahan bangunan gedung.

 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2008.


Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pedoman
Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman menyebutkan bahwa dalam mengembangkan
perumahan dan kawasan permukiman, agar tercipta keserasian antara perumahan dan kawasan
permukiman yang dapat menunjang peningkatan kualitas ekologis, sosial budaya, dan
pertumbuhan ekonomi maka terdapat ketentuan yang harus diperhatikan meliputi :
a. Klasifikasi lingkungan perumahan dan kawasan permukiman terbagi atas :
 Intensitas/kepadatan hunian yang terdiri dari rumah bersusun dan tidak bersusun. Bangunan
yang dibangun vertical memiliki KLB >1, antara lain meliputi rumah susun, apartemen, dan
kondonium. Sedangkan rumah tidak bersusun memiliki KLB<1 antara lain meliputi rumah
sederhana, menengah, dan mewah.
 Intensitas lahan tutupan yang terdiri atas:
o Rumah taman, dengan KDB lebih kecil dari 30%;
o Rumah renggang, dengan KDB 30% sampai dengan 50%;
o Rumah deret, dengan KDB 50% sampai dengan 70%;
o Rumah susun, dengan KDB 50% sampai dengan 70%; dan
o Rumah susun taman, dengan KDB lebih kecil dari 50%.
 Lingkungan hunian berimbang yang terdiri atas rumah sederhana, menengah, dan mewah.
 Fungsi usaha pengguna bangunan yang terdiri atas:
o Rumah tinggal yang berorientasi pada kegiatan hunian saja.
o Rumah toko/kantor merupakan unit yang sekaligus berorientasi pada kegiatan hunian
dan perdagangan atau kegiatan hunian dan perkantoran.
o Rumah produktif merupakan unit yang sekaligus berorientasi pada kegiatan hunian dan
tempat memproduksi barang dan kerajinan.
o Bangunan campuran merupakan unit yang berorientasi pada kegiatankegiatan komersial
campuran.

LAPORAN PENDAHULUAN II-13


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Kawasan khusus.
o Untuk mencapai nilai tambah perumahan dan kawasan permukiman yang dikehendaki
sesuai daya dukung dan karakteristik lokasi geografis di wilayah perencanakan maka
dilakukan pengaturan distribusi kepadatan.
o Untuk mengetahui intensitas pemanfaatan lahan melalui pengaturan kepadatan paling
padat unit rumah per hektar dikaitkan dengan distribusi luas lantai paling luas bangunan
terhadap persil maupun wilayah perencanaannya. Klasifikasi intensitas pemanfaatan
lahan adalah sebagai berikut :
 KLB lebih besar dari 1.0 untuk rumah susun berlaku di zona perkotaan, pusat kota, dan pusat
metro. Apabila di pedesaan dan pinggiran kota dapat diizinkan namun terdapat persyaratan
khusus.
 KLB lebih kecil dari 1.0 untuk rumah tidak susun berlaku di zona pedesaan dan pinggiran
kota. Sedangkan di zona perkotaan, pusat kota, dan pusat metro dapat diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
 KDB per persil lebih kecil dari 30% untuk rumah taman berlaku di zona pedesaan dan
pinggiran kota. Sedangkan di zona perkotaan dan pusat kota diizinkan namun terdapat
persyaratan khusus.
 KDB per persil 30% sampai dengan 50% untuk rumah renggang berlaku di zona pedesaan,
pinggiran kota, dan perkotaan. Apabila dikembangkan di zona pusat kota diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
 KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah deret berlaku di zona perkotaan, pusat
kota, dan pusat metro. Apabila dikembangkan di zona pinggiran Kota diizinkan namun
terdapat persyaratan khusus.
 KDB per persil lebih kecil dari 50% untuk rumah susun taman hanya berlaku di zona pinggiran
kota.
 KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah susun berlaku di zona pusat kota dan
pusat metro, sedangkan di zona perkotaan diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.
Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keserasian perumahan dan kawasan
permukiman, perlu diatur komposisi lahan efektif dan non efektif dengan pengaturan luas efektif,
luas prasarana dan utilitas serta sarana. Lahan efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang
digunakan untuk kavling perumahan dan kawasan permukiman maupun fasilitas lingkungan yang
bersifat komersial dan dapat dijual kepada pihak swasta maupun perorangan, sedangkan lahan
non efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang digunakan untuk prasarana, sarana, dan
utilitas lingkungan perumahan, termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial yang bersifat non
komersial, dapat diserahkan ke pemerintah. Ketentuan luas lahan efektif meliputi :
 Luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas lahan efektif paling
besar 70%;

LAPORAN PENDAHULUAN II-14


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas lahan efektif paling besar
60%;
 Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas lahan efektif paling besar 55%.
Ketentuan luas prasarana dan utilitas meliputi :
 Untuk luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas prasarana
dan utilitas paling besar 25%;
 Untuk luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas prasarana dan utilitas
paling besar 30%;
 Untuk luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas prasarana dan utilitas
paling besar 30%.
 Ketentuan luas sarana meliputi:
 Luas wilayah perencanaan paling kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas sarana paling
kecil 5%;
 Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas sarana paling kecil 10%;
 Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas sarana paling kecil 15%.

Dalam rangkan pengadaan perumahan pemerintah menyediakan sistem subsidi silang,


dimana kelompok rumah mewah dan menengah memberikan subsidi kepada kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) guna mendapatkan tempat tinggal yang layak huni.
Sistem ini juga berlaku di kawasan perumahan susun agar terbentuk lingkungan hunian berimbang
di perumahan dan kawasan permukiman dari segala kelompok. Selain penyediaan sistem,
pemerintah juga melakukan pengaturan peruntukan meliputi :
 Pada zona lindung tidak diizinkan untuk rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana.
 Pada zona perdesaan, zona pinggiran kota, zona perkotaan, zona pusat kota, dan zona pusat
metro diizinkan untuk rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana.
 Pada zona perdesaan diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, dan rumah susun taman, tetapi tidak
diizinkan membangun rumah deret dan rumah susun dengan KDB tinggi.
 Pada zona pinggiran kota diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, dan rumah susun taman, serta tidak
diizinkan membangun rumah susun dengan KDB tinggi, namun untuk rumah deret diizinkan
dengan persyaratan khusus.
 Pada zona perkotaan diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, rumah deret, rumah susun taman, dan
rumah susun dengan KDB tinggi.

LAPORAN PENDAHULUAN II-15


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Pada zona pusat kota diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah renggang, rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun
dengan KDB tinggi.
 Pada zona pusat metro diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah
sederhana meliputi rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun dengan KDB tinggi.
 Pada zona preservasi dengan ketentuan khusus.
 Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan
menyebutkan bahwa pola penanganan keterpaduan PSU merupakan acuan di dalam
penyelenggaraan keterpaduan PSU melalui :
 Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara
menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang dapat dilaksanakan secara bertahap.
 Pembangunan kawasan khusus, yaitu pada bagian wilayah dalam propinsi dan/ atau Kabupaten/
Kota untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan,
nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan
bencana.
 Peningkatan kualitas permukiman berupa kegiatan pemugaran, perbaikan dan
peremajaan dan mitigasi bencana.
Komponen PSU dalam Kawasan perumahan dan lingkungan permukiman adalah sebagai berikut :
Tabel 2- 1 Komponen PSU Kawasan
No Komponen PSU Kawasan Skala Besar Kawasan Khusus
Prasarana
Jalan lokal sekunder dan jalan di
1 Jalan Jalan lokal sekunder
atas air
2 Drainase Primer dan sekunder Primer dan sekunder
3 Air Limbah Terpusat setempat Terpusat setempat
Tempat pengolahan Komposter dan tempat
4 Persampahan
sementara/akhir dan komposter pengolahan sementara
5 Air Bersih Minum Distribusi terminal
Sarana
Tempat
1 TK, SD, SLTP, dan SMU SD, SLTP
pendidikan
Layanan Klinik, puskesmas, RS C, B dan Klinik, posyandu, puskesmas
2
kesehatan A pembantu dan puskesmas.
Warung, restoran, pujasera,
Layanan Warung, pujasera,pasar dan
3 pasar tradisional, minimarket dan
perdagangan tempat pelelangan ikan
pertokoan
Rumah ibadah, balai pertemuan Rumah ibadah dan balai
4 Fasos dan fasum
dan kantor pertemuan
5 Tempat olahraga Gedung dan lapangan olahraga Lapangan olahraga
6 Pemakaman Pemakaman -
7 RTH Taman Taman dan tempat penjemuran

LAPORAN PENDAHULUAN II-16


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

No Komponen PSU Kawasan Skala Besar Kawasan Khusus


ikan
8 Terminal Halte Dermaga
Utilitas umum
Gardu dan jaringan (PLN) serta Gardu dan jaringan (PLN) serta
1 Jaringan listrik
genset genset
2 Jaringan telepon Jaringan (Telkom) Jaringan (Telkom)
3 Jaringan gas Jaringan (migas) Jaringan (migas)
4 Transportasi Angkutan umum Angkutan umum
Pemadam Perlengkapan pemadam Perlengkapan pemadam
5
kebakaran kebakaran kebakaran.
Sumber : Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006

Dalam menangani keterpaduan PSU, pemerintah memiliki upaya untuk membantu memecahkan
permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan yang sudah terbangun
yang disebut sebagai upaya preventif, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan
yang sehat, dan berwawasan lingkungan. Ketentuan Penanganan preventif sebagai berikut:
 Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru.
 Upaya keterpaduan preventif dilaksanakan seluruh pemangku kepentingan yang akan maupun
kawasan khusus, dengan fasilitasi pemerintah kabupaten/kota untuk menghindari permasalahan
ketidakterpaduan PSU pada saat penghunian dan perkembangannya di masa yang akan datang.
 Keterpaduan secara preventif ini dilakukan secara berkelanjutan mulai sejak saat penentuan
lokasi, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengendalian.
 Penanganan keterpaduan PSU kawasan ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan kawasan
disekitarnya.
Selain preventif, pemerintah juga menagdakan upaya penanganan kuratif yaitu upaya untuk
membantu memecahkan permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan
yang sudah terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan yang sehat, dan
berwawasan lingkungan. Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:
 Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan PSU.
 Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk bersama memecahkan permasalahan
adalah instansi Pemerintah Kabupaten/ Kota, pihak swasta (pengembang), pihak masyarakat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu diselesaikan ditingkat pemerintah
kabupaten/ kota, maka dapat diselesaikan ditingkat propinsi atau tingkat pusat. Bantuan
pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di kawasan perumahan, oleh pemerintah propinsi
maupun pemerintah pusat dapat berupa fasilitasi ataupun pemberian bantuan stimulan PSU.
Langkah-langkah dalam penanganan kuratif adalah sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN II-17


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Identifikasi permasalahan atau peta masalah, dilakukan melalui diskusi keterpaduan PSU
dengan pemangku kepentingan di pemerintah kabupaten/ kota. Diskusi bisa difasilitasi oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.
 Dari peta masalah, selanjutnya disusun rencana tindak (action plan), berisi : permasalahan,
peta pelaku dan pembagian tanggung jawab, skenario penataan kawasan dan jadwal
kegiatan, skema pembiayaan, perencanaan teknis, penganggaran, dan peningkatan
kapasitas kelembagaan, rencana pelaksanaan dan pengelolaan yang diproses dan
disepakati oleh pelaku.
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun
2016
Sebelum menentukan penanganan perumahan dan kawasan permukiman dalam penyusunan
dokumen RP3KP, maka terlebih dahulu dibutuhkan sebuah penilaian terhadap kondisi perumahan dan
kawasan permukiman dari masing-masing kawasan atau wilayah sebagai bahan pendukung justifikasi
penentuan penanganan. Sehingga dari penilaian tersebut akan teridentifikasi lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh yang perlu dilakukan pemugaran, peremajaan atau pemukiman kembali. Berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016
tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh menyebutkan bahwa :
 Pemugaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan
kembali perumahan dan permukiman menjadi perumahan dan permukiman yang layak
huni.
 Peremajaan adalah kegiatan perombakan dan penataan mendasar secara menyeluruh
meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.
 Pemukiman Kembali adalah kegiatan memindahkan masyarakat terdampak dari lokasi
perumahan kumuh atau permukiman kumuh yang tidak mungkin dibangun kembali karena
tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan/atau rawan bencana.
Dalam peraturan ini mengatur tentang kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh. Kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria
yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada lokasi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh. Kriteria penilaian lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi
kriteria kekumuhan dapat dilihat pada Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.
Peraturan ini juga mengatur tentang tipologi perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Tipologi
perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan pengelompokan perumahan kumuh dan
permukiman kumuh berdasarkan letak lokasi secara geografis. Tipologi perumahan kumuh dan
permukiman kumuh terdiri dari :
 di atas air;

LAPORAN PENDAHULUAN II-18


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 di tepi air;
 di dataran rendah;
 di perbukitan; dan
 di daerah rawan bencana.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan
Permukiman Kumuh.

LAPORAN PENDAHULUAN II-19


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Tabel 2- 2 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh


NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
A. IDENTIFIKASI KONDISI KEKUMUHAN
 Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak 5
dalam RDTR, meliputi pengaturan bentuk, memiliki keteraturan
besaran, perletakan, dan tampilan bangunan 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
3
pada suatu zona; dan/atau memiliki keteraturan Dokumen RDTR &
Ketidakteraturan  Tidak memenuhi ketentuan tata bangunan RTBL, Format Isian,
Bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam RTBL, Observasi
meliputi pengaturan blok lingkungan, 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak
1
kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi memiliki keteraturan
lantai, konsep identitas lingkungan, konsep
orientasi lingkungan, dan wajah jalan.
KONDISI  KDB melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL; 76% - 100% bangunan memiliki lepadatan
5
BANGUNAN  KLB melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau tidak sesuai ketentuan Dokumen RDTR &
GEDUNG Tingkat Kepadatan RTBL; dan/atau 51% - 75% bangunan memiliki lepadatan RTBL, Dokumen IMB,
3
Bangunan  Kepadatan bangunan yang tinggi pada lokasi, yaitu: tidak sesuai ketentuan Format Isian, Peta
 untuk kota metropolitan dan kota besar>250 unit/Ha 25% - 50% bangunan memiliki lepadatan Lokasi
tidak sesuai ketentuan 1
 untuk kota sedang dan kota kecil >200 unit/Ha
Kualitas bangunan yang tidak memenuhi persyaratan: 76% - 100% bangunan pada lokasi tidak
5
 pengendalian dampak lingkungan memenuhi persyaratan teknis
 pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di 51% - 75% bangunan pada lokasi tidak
Kualitas Bangunan 3 Wawancara, Format
bawah tanah, air dan/atau prasarana/sarana umum memenuhi persyaratan teknis
yang Tidak Memenuhi Isian, Dokumen IMB,
 keselamatan bangunan gedung
Syarat Observasi
 kesehatan bangunan gedung 25% - 50% bangunan pada lokasi tidak
1
 kenyamanan bangunan gedung memenuhi persyaratan teknis
 kemudahan bangunan gedung
Cakupan Pelayanan Sebagian lokasi perumahan atau permukiman tidak 76% - 100% area tidak terlayani oleh jaringan Wawancara, Format
5
KONDISI JALAN Jalan Lingkungan terlayani dengan jalan lingkungan yang sesuai dengan jalan lingkungan Isian, Peta Lokasi,
LINGKUNGAN ketentuan teknis 51% - 75% area tidak terlayani oleh jaringan Observasi
3
jalan lingkungan
25% - 50% area tidak terlayani oleh jaringan 1

LAPORAN PENDAHULUAN II-20


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
jalan lingkungan
Kualitas Permukaan 76% - 100% area memiliki kualitas
5
Jalan Lingkungan permukaan jalan yang buruk
Sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi Wawancara, Format
51% - 75% area memiliki kualitas permukaan
kerusakan permukaan jalan pada lokasi perumahan 3 Isian, Peta Lokasi,
jalan yang buruk
atau permukiman Observasi
25% - 50% area memiliki kualitas permukaan
1
jalan yang buruk
76% - 100% populasi tidak dapat mengakses
5
air minum yang aman
Ketidaktersediaan Masyarakat pada lokasi perumahan dan permukiman
51% - 75% populasi tidak dapat mengakses Wawancara, Format
Akses Aman Air tidak dapat mengakses air minum yang memiliki 3
air minum yang aman Isian, Observasi
Minum kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
25% - 50% populasi tidak dapat mengakses
KONDISI 1
air minum yang aman
PENYEDIAAN AIR
76% - 100% populasi tidak terpenuhi
MINUM 5
kebutuhan air minum minimalnya
Kebutuhan air minum masyarakat padalokasi
Tidak Terpenuhinya 51% - 75% populasi tidak terpenuhi Wawancara, Format
perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal 3
Kebutuhan Air Minum kebutuhan air minum minimalnya Isian, Observasi
sebanyak 60 liter/orang/hari
25% - 50% populasi tidak terpenuhi
1
kebutuhan air minum minimalnya
76% - 100% area terjadi genangan>30cm, >
5
DRAINASE Jaringan drainase lingkungan tidak mampu 2 jam dan > 2 x setahun
Ketidakmampuan Wawancara, Format
LINGKUNGAN mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan 51% - 75% area terjadi genangan>30cm, > 2
Mengalirkan 3 Isian, Peta Lokasi,
genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih jam dan > 2 x setahun
Limpasan Air Observasi
dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun  25% - 50% area terjadi genangan>30cm, >
1
2 jam dan > 2 x setahun
Tidak tersedianya saluran drainase lingkungan pada 76% - 100% area tidak tersedia drainase Wawancara, Format
5
Ketidaktersediaan lingkungan perumahan atau permukiman, yaitu saluran lingkungan Isian, Peta RIS,
Drainase tersier dan/atau saluran lokal 51% - 75% area tidak tersedia drainase Observasi
3
lingkungan
 25% - 50% area tidak tersedia drainase 1
lingkungan

LAPORAN PENDAHULUAN II-21


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
76% - 100% drainase lingkungan tidak
5
Ketidakterhubungan terhubung dengan hirarki di atasnya
Saluran drainase lingkungan tidak terhubung dengan Wawancara, Format
dengan Sistem 51% - 75% drainase lingkungan tidak
saluran pada hirarki di atasnya sehingga menyebabkan 3 Isian, Peta RIS,
Drainase Perkotaan terhubung dengan hirarki di atasnya
air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan Observasi
25% - 50% drainase lingkungan tidak
1
terhubung dengan hirarki di atasnya
Tidak dilaksanakannyapemeliharaan saluran drainase 76% - 100% area memiliki drainase
5
lingkungan pada lokasi perumahan atau lingkungan yang kotor dan berbau
Wawancara, Format
Tidak Terpeliharanya permukiman,baik: 51% - 75% area memiliki drainase
3 Isian, Peta RIS,
Drainase  pemeliharaan rutin; dan/atau lingkungan yang kotor dan berbau
Observasi
 pemeliharaan berkala 25% - 50% area memiliki drainase
1
lingkungan yang kotor dan berbau
76% - 100% area memiliki kualitas kontrsuksi
5
drainase lingkungan buruk
Kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa Wawancara, Format
Kualitas Konstruksi 51% - 75% area memiliki kualitas kontrsuksi
galian tanah tanpa material pelapis atau penutup 3 Isian, Peta RIS,
Drainase drainase lingkungan buruk
maupun karena telah terjadi kerusakan Observasi
25% - 50% area memiliki kualitas kontrsuksi
1
drainase lingkungan buruk
76% - 100% area memiliki sistem air limbah
Pengelolaan air limbah pada lokasi perumahan atau 5
a. Sistem yang tidak sesuai standar teknis
permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, Wawancara, Format
Pengelolaan Air 51% - 75% area memiliki sistem air limbah
yaitukakus/kloset yang tidak terhubung dengan tangki 3 Isian, Peta RIS,
Limbah Tidak Sesuai yang tidak sesuai standar teknis
septik baik secara individual/domestik, komunal Observasi
Standar Teknis 25% - 50% area memiliki sistem air limbah
KONDISI maupun terpusat. 1
yang tidak sesuai standar teknis
PENGELOLAAN
Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah 76% - 100% area memiliki sarpras air limbah
AIR LIMBAH Prasarana dan 5
pada lokasi perumahan atau permukiman dimana: tidak sesuai persyaratan teknis
Sarana Pengelolaan Wawancara, Format
 kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki 51% - 75% area memiliki sarpras air limbah
Air Limbah Tidak 3 Isian, Peta RIS,
septik; tidak sesuai persyaratan teknis
Sesuai dengan Observasi
 tidak tersedianya sistem pengolahan limbah  25% - 50% area memiliki sarpras air limbah
Persyaratan Teknis 1
setempat atau terpusat tidak sesuai persyaratan teknis.
KONDISI Prasarana dan Prasarana dan sarana persampahan pada lokasi 76% - 100% area memiliki sarpras 5 Wawancara, Format

LAPORAN PENDAHULUAN II-22


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
perumahan atau permukiman tidak sesuai dengan pengelolaan persampahan yang tidak
persyaratan teknis, yaitu: memenuhi persyaratan teknis
 tempat sampah dengan pemilahan sampah pada 51% - 75% area memiliki sarpras
Sarana Persampahan skala domestik atau rumah tangga; pengelolaan persampahan yang tidak 3
Tidak Sesuai dengan  tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R memenuhi persyaratan teknis Isian, Peta RIS,
Persyaratan Teknis (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan; Observasi
 gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala 25% - 50% area memiliki sarpras
lingkungan; dan pengelolaan persampahan yang tidak 1
 tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada memenuhi persyaratan teknis
skala lingkungan.
PENGELOLAAN Pengelolaan persampahan pada lingkungan 76% - 100% area memiliki sistem
5
PERSAMPAHAN perumahan atau permukiman tidak memenuhi persampahan tidak sesuai standar
Sistem Pengelolaan
persyaratan sebagai berikut: 51% - 75% area memiliki sistem Wawancara, Format
Persampahan yang 3
1. pewadahan dan pemilahan domestik; persampahan tidak sesuai standar Isian, Peta RIS,
Tidak Sesuai Standar
2. pengumpulan lingkungan; Observasi
Teknis 25% - 50% area memiliki sistem
3. pengangkutan lingkungan; 1
persampahan tidak sesuai standar
4. pengolahan lingkungan
76% - 100% area memiliki sarpras
Tidak dilakukannya pemeliharaan sarana dan 5
Tidakterpeliharanya persampahan yang tidak terpelihara
prasarana pengelolaan persampahan pada lokasi
Sarana dan 51% - 75% area memiliki sarpras Wawancara, Format
perumahan atau permukiman, baik: 3
Prasarana persampahan yang tidak terpelihara Isian, Peta RIS,
1. pemeliharaan rutin; dan/atau
Pengelolaan Observasi
2. pemeliharaan berkala 25% - 50% area memiliki sarpras
Persampahan 1
persampahan yang tidak terpelihara
KONDISI Tidak tersedianya prasarana proteksi kebakaran pada 76% - 100% area tidak memiliki prasarana Wawancara, Format
5
PROTEKSI Ketidaktersediaan lokasi, yaitu: proteksi kebakaran Isian, Peta RIS,
KEBAKARAN Prasarana Proteksi 1. pasokan air; 51% - 75% area tidak memiliki prasarana Observasi
3
Kebakaran 2. jalan lingkungan; proteksi kebakaran
3. sarana komunikasi; 25% - 50% area tidak memiliki prasarana 1
4. data sistem proteksi kebakaran lingkungan; dan proteksi kebakaran
5. bangunan pos kebakaran

LAPORAN PENDAHULUAN II-23


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
Tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran pada 76% - 100% area tidak memiliki sarana
5
lokasi, yaitu: proteksi kebakaran
Ketidaktersediaan 1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR); 51% - 75% area tidak memiliki sarana Wawancara, Format
3
Sarana Proteksi 2. mobil pompa; proteksi kebakaran Isian, Peta RIS,
Kebakaran 3. mobil tangga sesuai kebutuhan; dan Observasi
25% - 50% area tidak memiliki sarana
4. peralatan pendukung lainnya 1
proteksi kebakaran
B. IDENTIFIKASI LEGALITAS TANAH
Kejelasan terhadap status penguasaan tanah berupa: Keseluruhan lokasi memiliki kejelasan status
 kepemilikan sendiri, dengan bukti dokumen sertifikat penguasaan tanah, baik milik sendiri atau (+)
hak atas tanah atau bentuk dokumen keterangan milik pihak lain
Wawancara, Format
status tanah lainnya yang sah; atau
Kejelasan Status Isian, Dokumen
 kepemilikan pihak lain (termasuk milik adat/ulayat),
Penguasaan tanah Sebagian atau keseluruhan lokasi tidak Pertanahan,
dengan bukti izin pemanfaatan tanah dari pemegang
memiliki kejelasan status penguasaan tanah, (-) Observasi
LEGALITAS hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk
baik milik sendiri atau milik pihak lain
TANAH perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah
atau pemilik tanah dengan
Keseluruhan lokasi berada pada zona
Kesesuaian terhadap peruntukan lahan dalam rencana peruntukan perumahan/permukiman sesuai (+)
Wawancara, Format
tata ruang (RTR), dengan bukti Izin Mendirikan RTR
Kesesuaian RTR Isian, RTRW, RDTR,
Bangunan atau Surat Keterangan Rencana Sebagian atau keseluruhan lokasi berada
Observasi
Kabupaten/Kota (SKRK). bukan pada zona peruntukan (-)
perumahan/permukiman sesuai RTR
C. IDENTIFIKASI PERTIMBANGAN LAIN
PERTIMBANGAN Pertimbangan letak lokasi perumahan atau Lokasi terletak pada fungsi strategis
5 Wawancara, Format
LAIN Nilai Strategis Lokasi permukiman pada: kabupaten/kota
Isian, RTRW, RDTR,
1. fungsi strategis kabupaten/kota; atau Lokasi tidak terletak pada fungsi strategis
1 Observasi
2. bukan fungsi strategis kabupaten/kota kabupaten/kota
Kependudukan Pertimbangan kepadatan penduduk pada lokasi Untuk Metropolitan& Kota Besar 5 Wawancara, Format
perumahan atau permukiman dengan klasifikasi:  Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar Isian, Statistik,
 rendah yaitu kepadatan penduduk di bawah 150 >400 Jiwa/Ha Observasi

LAPORAN PENDAHULUAN II-24


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

NIL
ASPEK KRITERIA INDIKATOR PARAMETER SUMBER DATA
AI
jiwa/ha; Untuk Kota Sedang & Kota Kecil
 sedang yaitu kepadatan penduduk antara 151– 200  Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
jiwa/ha; >200 Jiwa/Ha
 tinggi yaitu kepadatan penduduk antara 201–400 Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
3
jiwa/ha; 151 - 200 Jiwa/Ha
 sangat padat yaitu kepadatan penduduk di atas 400 Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar
1
jiwa/ha; <150 Jiwa/Ha
Pertimbangan potensi yang dimiliki lokasi perumahan Lokasi memiliki potensi sosial, ekonomi dan
5
atau permukiman berupa: budaya untuk dikembangkan atau dipelihara
 potensi sosial yaitu tingkat partisipasi masyarakat
dalam mendukung pembangunan;
Kondisi Sosial, Wawancara, Format
 potensi ekonomi yaitu adanya kegiatan ekonomi Lokasi tidak memiliki potensi sosial, ekonomi
Ekonomi, dan Budaya Isian, Observasi
tertentu yang bersifat strategis bagi masyarakat dan budaya tinggi untuk dikembangkan atau 1
setempat; dipelihara
 potensi budaya yaitu adanya kegiatan atau warisan
budaya tertentu yang dimiliki masyarakat setempat.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016

Tabel 2- 3 Tipologi Perumahan dan Permukiman Kumuh


N
TIPOLOGI LOKASI
O
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di atas air, baik daerah pasang surut, rawa, sungai
1
atas air ataupun laut.
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada tepi badan air (sungai, pantai, danau, waduk dan
2
tepi air sebagainya), namun berada di luar Garis Sempadan Badan Air.
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran rendah dengan kemiringan lereng <
3
dataran rendah 10%.
perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang berada di daerah dataran tinggi dengan kemiringan lereng > 10
4
perbukitan % dan < 40%
5 perumahan kumuh dan permukiman kumuh di perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang terletak di daerah rawan bencana alam, khususnya bencana

LAPORAN PENDAHULUAN II-25


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

daerah rawan bencana alam tanah longsor, gempa bumi dan banjir.
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2016

LAPORAN PENDAHULUAN II-26


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

2.2 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan


Permukiman Provinsi Sumatera Barat
2.2.1 RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2030
Sesuai pengertian dalam PP Nomor 26 tahun 2008 bahwa kawasan metropolitan adalah kawasan
perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem
jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya
1.000.000 (satu juta) jiwa.
Dengan demikian dalam penetapan kawasan metropolitan dapat disampaikan kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 (satu juta) jiwa;
b. Terdiri atas satu kawasan perkotaan inti dan beberapa kawasan perkotaan disekitarnya yang
membentuk satu kesatuan pusat perkotaan; dan
c. Terdapat keterkaitan fungsi antar kawasan perkotaan dalam satu sistem metropolitan.
Berdasarkan pengertian dan kriteria tersebut di atas, secarah wilayah administrasi pemerintahan saat ini maka
Kota Padang dan sekitarnya yang meliputi wilayah Lubuk Alung (Kabupaten Padang Pariaman), Kota Pariaman,
Aro Suka (Kabupaten Solok), Kota Solok dan Painan (Kabupaten Pesisir Selatan) dapat dikembangkan sebagai
Kota Metropolitan dengan peran masing-masing sebagai berikut :
a. Kota Padang sebagai kawasan perkotaan inti,
b. Lubuk Alung, Kota Pariaman, Kota Solok, Aro Suka dan Painan sebagai kawasan perkotaan
satelit,
Kota-kota kecamatan selain yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten berfungsi sebagai kota kecil.
Tabel 2- 4 Fungsi Kota di Provinsi Sumatera Barat
No. Fungsi Kota Pusat Permukiman
1 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) 1. Kota Padang
2 A. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) 1. Kota Bukittinggi
2. Kota Pariaman
3. Kota Sawahlunto
4. Kota Solok
5. Muara Siberut
F. Pusat Kegiatan Wilayah 1. Kota Payakumbuh
promosi (PKWp) 2. Pulau Punjung
3. Tapan
4. Simpang Empat
3 Pusat Kegiatan Lokal (PKL) 1. Painan
2. Kota Padang Panjang
3. Lubuk Sikaping
4. Sari Lamak
5. Batusangkar
6. Padang Aro
7. Lubuk Basung
8. Muaro Sijunjung
9. Lubuk Alung
10. Aro Suka
11. Tuapejat

LAPORAN PENDAHULUAN II-27


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

No. Fungsi Kota Pusat Permukiman


12. Parik Malintang
Sumber : RTRW Provinsi Sumatera Barat 2010-2030

2.2.2 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan


Kawasan Permukiman (RP3KP)
Pada Dokumen RP3KP Kabupaten Pesisir Selatan termasuk pada Program Arahan Pencegahan
Tumbuh dan Berkembangnya Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. Kawasan yang termasuk pada
program tersebut di Kabupaten Pesisir Selatan adalah :
1. Kawasan Kampung Koto dan Pasa (Nagari Sungai Pinang, Kecanatan Koto XI Tarusan).
2. Kawasan Taratak, Tangah dan Baru (Nagari Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan).
3. Kawasan Muara Api-api, Pasar Api-Api, Kenanga Api-api (Nagari Api-api Pasar Baru, Kecamatan
Bayang).
4. Kawasan Pasar Baru, Lubuk Kumpai dan Luhung (Bayang Nagari Pasar Baru). Limau-limau dan ngalau
Gadang (Nagari Limau Gdang Pancung Taba, IV Nagari Bayang Utara).
5. Kawasan Laban Salido, Balai Lamo Salido, Kampung Luar, Koto Salido dan Pasar Salido, Salido
Kecamatan IV Jurai (Nagari Salido, IV Jurai).
6. Kawasan Painan Selatan, carocok Painan, Sungai Nipah (Nagari Painan Selatan Painan, IV Jurai).
7. Kawasan Karang Sago, Baru Sago dan Sianik Sago (Nagari Sago Salido, IV Jurai),
8. Kawasan Sapan, Anakan, Teluk Kasai dan Sungai Bungin (Batang Kapas Nagari Koto Nan Duo IV Koto
Hilie),
9. Kawasan Pasar Surantih dan Sungai Sirah (Sutera Nagari Surantih),
10. Kawasan Lubuk Sarik, Kampung Akad, Kampung Baru, Pasia Laweh, Ganting Kubang, Padang
Panjang I, Padang Panjang II dan Kambang Harapan (Lengayang Nagari Kambang Utara),
11. Kawasan Koto Baru, Sumbaru, Medan Baik, Kayu Kalek, Limau Manih Kulam, Nyiur Gading, Talang
Tan Saidi dan Padang Limau Manih (Lengayang Nagari Kambang), Kawasan Pasa Lakitan, Gurun
Panjang, Daratan Marantih dan Tarok (Lengayang Nagari Lakitan),
12. Kawasan Air Tambang dan Sumedang (Ranah Pesisir Nagari Nyiur Melambai Pelangai),
13. Kawasan Muara Gadang Timur dan Barat (Linggo Sari Baganti Nagari Muara Gadang Air Haji),
14. Kawasan Bukit Kaciak, Koto Langang, Danau, Sikabu dan Luar Parit (Linggo Sari Baganti Nagari
Punggasan Utara),
15. Kawasan Bukit Putus Luar tandikat dan Air Jambu (Linggo Sari Baganti Nagari Punggasan Utara),
16. Kawasan Air Batu dan Tanah Bakali (Air Pura Nagari Tanah Bakali Inderapura),
17. Kawasan Lubuk Gedang Lamo, Tanjung Medan, Muaro Sakai dan Muaro Gedang (Pancung Soal
Nagari Muaro Sakai Inderapura),
18. Kawasan Sako dan Jangki Ayam (Ranah Ampek Hulu Tapan Nagari Sungai Gambir Sako Tapan),
19. Kawasan Kumbung Gedang Bukit dan Tapus (Lunang Nagari Pondok Parian Lunang),

LAPORAN PENDAHULUAN II-28


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

20. Kawasan Tanjung Sari, Silaut VI dan Sambungo (Silaut Nagari Sambungo).

2.3 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan


Permukiman Kabupaten Pesisir Selatan
2.3.1 RTRW Kabupaten Pesisir Selatan
Rencana pengembangan sistem perkotaan dimaksudkan untuk menggambarkan peran dan fungsi
setiap kota dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan dalam lingkup Kabupaten Pesisir Selatan.
Pengembangannya dilakukan melalui pembentukan pusat-pusat kegiatan yang ditetapkan secara hirarkhi sesuai
potensi yang dimiliki setiap pusat kegiatan atau didasarkan pada arah kebijakan pengembangan. Artinya,
penetapan sesuai potensi didasarkan pada kondisi saat ini (eksisting), baik yang menyangkut sumberdaya
manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya buatan; sedang arah kebijakan pengembangan didasarkan pada
tujuan yang akan dicapai melalui pengembangan suatu pusat kegiatan yang rencana pengembangan kedepan
dalam kurun waktu perencanaan yaitu 20 (dua puluh) tahun mendatang.
A. Rencana Pusat Kegiatan
Rencana pengembangan pusat kegiatan juga mengacu pada kriteria sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) yang meliputi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL). Untuk Pusat Kegiatan Wilayah yang dipromosikan oleh provinsi di sebut PKWp.
Sedangkan untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) ditentukan
oleh Kabupaten.
Tabel 2- 5 Kriteria Fungsi Kota Kabupaten
NO FUNGSI KOTA KRETERIA
 Kawasan perkotaan yang berpotensi sebagai simpul Wilayah Promosi
(PKWp) kedua kegiatan ekspor-impor
1. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi
 Kawasan perkotaan yang sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
(PKWp)
melayani skala propinsi atau beberapa kabupaten/ kota
 Kawasan perkotaan yang berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala propinsi atau beberapa kabupaten/kota
 Dipromosikan oleh pemerintah propinsi
 Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan;dan/atau
2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul
transportasi yang melayani skala kabupaten/kota atau beberapa
   
kecamatan
 Diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota
 Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
melayani skala kecamatan atau beberapa desa;dan/atau
 Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul
3. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
transportasi yang melayani skala kecamatan atau beberapa
desa;dan/atau
 Diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota
 Berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang
4. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) melayani skala kecamatan atau beberapa desa;dan/atau
 Diusulkan oleh pemerintah kecamatan
Sumber : RTRW Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030

LAPORAN PENDAHULUAN II-29


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Berdasarkan kriteria dan arahan kebijakan pengembangan yang telah disampaikan maka rencana
struktur pusat kegiatan di daerah ini sampai tahun 2030 terdiri dari 1 (satu) kota PKWp, 1 (satu) kota
PKL, 4 (empat) kota PPK, dan 11 (sebelas) kota PPL.
Tabel 2- 6 Sistem Perkotaan Tahun 2030

PKWp PKL PPK PPL

 Tapan  Painan  Tarusan  Barung-Barung Belantai


 KAMBANG  Asam Kumbang
 INDRAPURA  Pasar Baru
 SILAUT  Lumpo
 Pasar Kuok
 Surantih
 Koto Baru Lengayang
 Balai Salasa
 Air Haji
 Muaro Sakai
 Sindang
 Lunang
Sumber : RTRW Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030
Ketrangan :
PKWp dan PKL : Ditetapkan atas usulan sesuai potensi dan arah kebijakan
Provinsi Sumatera Barat.
PPK dan PPL : Ditetapkan atas usulan sesuai potensi dan arah Kebijakan

B. Rencana Pengembangan Kawasan Painan


Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat Kota Painan di tepapkan sebagai
kota satelit untuk mendukung Kota Metropolitan padang dimana kota padang berfungsi sebagai ibukota
provinsi sumatera barat.
Secara wilayah administrasi pemerintahaan saat ini maka Kota Painan sebagai pusat kegiatan lokal
(PKL) dan dengan fungsi sebagai Ibukota Kabupaten Pesisir Selatan untuk pengembangannya
didukung oleh kota nagari Salido dan Sago.
Sedangkan Kota Tapan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi di dukung oleh kota Balai salasa, Air
haji, Muaro sakai dan Lunang dengan peran masing-masing sebagai berikut :
c. Kota Painan dan Tapan sebagai kawasan perkotaan inti.
d. Kota-kota kecamatan berfungsi sebagai kota pendukung.
Pada Lampiran - disampaikan Peta Rencana Pengembangan Kawasan Kota Painan bahwa pada lima
tahun pertama, pemanfaatan ruang akan dilakukan peningkatan fungsi Kota Painan (Kecamatan IV
Jurai), yang disikapi berdasarkan jumlah penduduk Kota Painan yang saat ini telah mencapai lebih
dari 43.891 jiwa, dipandang perlu mempersiapkan menuju Kota Besar untuk meningkatkan pelayanan
kawasan perkotaan secara terpadu dan akan membawa pertumbuhan bagi kawasan lain di sekitarnya

LAPORAN PENDAHULUAN II-30


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

hingga tahun 2030. Untuk menuju kota besar kota painan diarahkan perkembangannya pada kawasan
salido-sago. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini
Tabel 2- 7 Perkiraan Jumlah Penduduk Setiap Pusat Permukiman Di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2030
JUMLAH PDDK
NO FUNGSI KOTA KOTA
(JIWA)

1 Pusat Kegiatan Wilayah promosi(PKWp) 1. Tapan 31.585

2 Pusat Kegiatan Lokal ( PKL ) 1. Painan 56.249


Sumber : RTRW Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030

C. RENCANA SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI


Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi dimaksudkan untuk meningkatkan
keterkaitan kebutuhan dan peningkatan transportasi antar wilayah dan antar kawasan permukiman
yang dikembangkan dalam ruang wilayah Kabupaten, serta keterkaitannya dengan sistem jaringan
transportasi Provinsi. Selain itu, pengembangannya juga untuk mewujudkan keselarasan dan
keterpaduan antar pusat permukiman dengan sektor kegiatan ekonomi daerah.
Pengembangan sistem transportasi dilakukan secara terintegrasi yang meliputi rencana
pengembangan transportasi darat dan transportasi laut.
D. RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI DARAT
Pengembangan sistim jaringan transportasi darat hingga tahun 2030 meliputi jaringan jalan.
1. JARINGAN JALAN
Pengembangan jaringan jalan ditujukan untuk penyediaan prasarana transportasi jalan yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan sebagaimana telah ditetapkan dalam rencana sistem perkotaan
di Kabupaten Pesisir Selatan hingga tahun 2030. Rencana pengembangan jaringan jalan meliputi
peningkatan fungsi, dan/ atau pembangunan jaringan jalan baru sesuai dengan kebutuhan
pengembangan untuk menunjang perwujudan struktur ruang. Jaringan jalan yang dikembangkan
meliputi jalan arteri, kolektor dan strategis nasional.
Upaya penanganan jaringan jalan meliputi peningkatan jalan, pelebaran jalan dan pembangunan jalan
baru. Pembangunan jalan baru didasarkan pada kebutuhan perjalanan berdasarkan asal dan tujuan
perjalanan dan hasil pembebanan yang teridentifikasi sebagai koridor kritis. Untuk skenario peningkatan
jalan didasarkan pada pembebanan angkutan barang dan jaringan jalan yang diidentifikasi sebagai
jaringan lintas angkutan barang, sedangkan pelebaran jalan didasarkan pada kinerja jaringan jalan
antara lain kecepatan perjalanan dan rasio volume dengan kapasitas jalan (v/c ratio).
Jalan arteri primer diarahkan untuk melayani pergerakan antar kota antar provinsi, dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Menghubungkan antar-PKN
b. Menghubungkan antara PKN dan PKW;

LAPORAN PENDAHULUAN II-31


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

c. Menghubungkan PKN dan/atau PKW/PKWp dengan bandar udara pusat penyebaran skala
pelayanan primer/sekunder/ tersier dan pelabuhan /nasional;
d. Berupa jalan umum yang melayani angkutan utama;
e. Melayani perjalanan jarak jauh;
f. Memungkinkan untuk lalu-lintas dengan kecepatan rata-rata tinggi; dan;
g. Jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan kolektor primer dikembangkan untuk menghubungkan antar kota dalam provinsi, dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Menghubungkan antar-PKW/ PKWp;
b. Menghubungkan antara PKW/PKWp dengan PKL;
c. Berupa jalan umum yang melayani angkutan pengumpul atau pembagi;
d. Malayani perjalanan jarak sedang;
e. Memungkinkan untuk lalu-lintas dengan kecepatan rata-rata sedang; dan;
f. Membatasi jumlah jalan masuk.
Jalan strategis nasional di Kabupaten Pesisir Selatan dikembangkan untuk menghubungkan PKN
dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional dalam pelayanan distribusi barang dan jasa guna
menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Rencana pengembangan jaringan jalan di daerah ini akan dibedakan dalam tiga wilayah yaitu wilayah
bagian tengah, utara, dan selatan. Sistem jaringan jalan di bagian tengah diarahkan pada pola
jaringan jalan yang memperkuat keterkaitan antara kota yang bertetangga.
Sistem jaringan jalan di bagian utara diarahkan pada pola jaringan jalan yang dapat memperkuat
keterkaitan Kabupaten Pesisir Selatan dengan Kota Padang. Pola aliran barang dan jasa pada lintas
jalan kota-kota sangat dipengaruhi oleh pola aktivitas dari kota-kota di
bagian tengah terutama Kecamatan Koto XI Tarusan sebagai kekuatan penarik aliran barang dan
jasa.
Sistem jaringan jalan di bagian selatan diarahkan pada pola jaringan jalan yang memperkuat
keterkaitan Kabupaten Pesisir Selatan dengan Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu. Pola jaringan
jalan terlihat pada sketsa pada halaman berikut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rencana pengembangan jaringan jalan meliputi :
a. Rencana jalan arteri primer.
b. Rencana jalan kolektor primer.
c. Rencana jalan lingkar kabupaten.
Tabel 2- 8 Rencana Pengembangan/ Pembangunan Jaringan Jalan Dan Jembatan Sampai Tahun 2030
No Ruas Jalan Kota Yang Dihubungkan/Keterangan
A JALAN ARTERI PRIMER (JALAN NEGARA)
1 Kota Padang – Painan - Bengkulu Kota Padang - Kab. Pesisir Selatan - Bengkulu
B JALAN KOLEKTOR PRIMER (JALAN PROVINSI)
1 Pasar Baru - Alahan Panjang Kab. Pesisir Selatan - Kab. Solok

LAPORAN PENDAHULUAN II-32


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

No Ruas Jalan Kota Yang Dihubungkan/Keterangan


2 Mandeh - Sei Pinang - Sei Pisang Kota Padang - Kab. Pesisir Selatan
3 Tapan – Sungai Penuh Kab.Pesisir Selatan – Provinsi Jambi
Kota Padang – Solok - Kab. Pesisir Selatan – Solok
4 Jalan Lingkar Timur
Selatan (SOSOK PAPA)
C JALAN KOLEKTOR (JALAN KABUPATEN)
JALAN LINGKAR TIMUR
Jalan Lingkar Barung Balantai (Tarusan) - Asam
1 Jalan Lingkar Timur Zona Utara
Kumbang (Bayang) – Lumpo - Painan IV Jurai.
NO RUAS JALAN KOTA YANG DIHUBUNGKAN/KETERANGAN
Koto Gunung (Batang Kapas) -Langgai (Sutera)
2 Jalan Lingkar Timur Zona Tengah Koto Baru (Lengayang) – Sungai Liku (Balai
Salasa).
Lagan (Air Haji) Batung Transat (Inderapura) - Sako
3 Jalan Lingkar Timur Zona Selatan
Tapan (Tapan) - Sindang (Lunang Silaut).
JALAN LINGKAR BARAT
Batu Kalang (Koto XI Tarusan) - Pasar Baru
1 Jalan Lingkar Barat Zona Utara (Bayang) - Salido (IV Jurai) - Carocok Painan (IV
Jurai)
Taluk kasai (Batang Kapas) - Amping Parak
2 Jalan Lingkar Barat Zona Tengah
(Sutera) - Pasir Putih (Lengayang)
Sumedang (Ranah Pesisir) - Sungai Tunu
3 Jalan Lingkar Barat Zona Selatan (Linggosaribaganti) - Muaro Sakai (Inderapura) -
Tanjung Beringin (Lunang Silaut)
Sumber : RTRW Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030

2. Pengembangan Sistim Terminal


Arahan pengembangan sistim terminal hingga tahun 2030 meliputi :
 Fungsionalisasi terminal yang belum difungsikan dengan baik
 Optimalisasi pemanfaatan/penggunaan terminal sesuai dengan fungsinya.
 Pengembangan terminal untuk peningkatan kapasitas dan fungsi sesuai dengan
pertumbuhan angkutan umum dan barang.
 Relokasi terminal yang menimbulkan dampak kemacetan/hambatan sistim jaringan
lalu lintas atau untuk peningkatan kapasitas sesuai dengan pertumbuhan angkutan.
 Pembangunan baru terminal dengan adanya kebutuhan
Tabel 2- 9 Arahan Pengembangan Sistim Terminal
No Tipe Lokasi Terminal Arahan
1 A Tapan (Kecamatan Basa IV Balai Tapan) Pembangunan
2 B Sago Painan (Kecamatan IV Jurai) Optimalisasi
3 C Tarusan (Kecamatan Koto XI Tarusan) Pembangunan
    Asam Kumbang (Kecamatan Bayang Utara)  
    Kambang (Kecamatan Lengayang)  
    Air Haji (Kecamatan Linggo Sari Baganti)  
    Sindang (Kecamatan Lunang Silaut)  
Sumber : RTRW Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030

LAPORAN PENDAHULUAN II-33


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Pengembangan terminal regional tipe A, dengan kriteria sebagai berikut :


 Lokasi terletak di PKN dan/atau di PKW/ PKWp dalam jaringan trayek antar kota, antar
provinsi (AKAP);
 Terletak di jalan arteri primer dengan kelas jalan minimum IIIA;
 Jarak antara terminal regional tipe A sekurang-kurangnya 20 km;
 Luas minimum 5 ha;
 Mempunyai akses masuk atau keluar jalan dari terminal minimum 100 m; dan
 Berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan AKAP, AKDP, Angkutan Perkotaan,
serta Angkutan Pedesaan.
Sedangkan untuk pengembangan terminal regional tipe B, dengan mengacu kepada kriteria
sebagai berikut :
 Lokasi terletak di PKW/ PKWp dan/atau di PKL dalam jaringan trayek antar kota, antar
provinsi (AKAP);
 Terletak di jalan arteri atau kolektor primer dengan kelas jalan minimum IIIB;
 Jarak antara terminal regional tipe B dan/atau antara terminal regional tipe B dengan
terminal regional tipe A sekurang-kurangnya 15 km;
 Luas minimum 3 ha;
 Mempunyai akses masuk atau keluar jalan dari terminal minimum 50 m; dan
 Berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan AKDP, Angkutan Perkotaan, serta
Angkutan Pedesaan.
Sedangkan untuk pengembangan terminal regional tipe C, dengan mengacu kepada kriteria
sebagai berikut :
 Lokasi terletak di PPL dalam jaringan trayek antar kota, antar provinsi (AKAP);
 Terletak di jalan arteri atau kolektor primer dengan kelas jalan minimum III C;
 Jarak antara terminal regional tipe B dan/atau antara terminal regional tipe B dengan
terminal regional tipe A sekurang-kurangnya 15 km;
 Luas minimum 1 ha;
 Mempunyai akses masuk atau keluar jalan dari terminal minimum 50 m; dan
 Berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan AKDP, Angkutan Perkotaan, serta
Angkutan Pedesaan.
Disamping itu juga dikembangkan terminal barang pada pusat-pusat kegiatan (PKN, PKW,
PKWp, dan PKL). Pergerakan angkutan barang pada dasarnya terdiri dari tiga kegiatan
yakni :
a. Pick Up (pengambilan), yaitu pengambilan barang dari gudang pengiriman asal keterminal.
b. line haul (perjalanan utama), yaitu pengiriman barang dari terminal asal ke terminal tujuan.

LAPORAN PENDAHULUAN II-34


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

c. Delivery (penyerahan), adalah penyerahan barang dari terminal tujuan ke penerima atau
gudang tujuan.
3. Pengembangan Sistim Angkutan Umum Massal
Sistem angkutan umum massal dikembangkan pada kawasan perkotaan dan perdesaan.
Pengembangan angkutan umum masal perlu direncanakan untuk mendukung fungsi kawasan
Kota Painan, Kota Tapan dan sekitarnya. Untuk daerah terpencil di pedesaan dapat diadakan
angkutan umum masal dengan Subsidi Bus Perintis.
E. JARINGAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN PENYEBERANGAN
Daerah ini memiliki banyak sungai besar dan sungai kecil. Walaupun aliran sungai jumlahnya
cukup banyak, namun aliran sungai tersebut tidak dapat digunakan untuk angkutan/transportasi barang
dan penumpang. Hal ini disebabkan karena sifat fisik sungai yang ada tidak memungkinkan untuk
transportasi. Sifat fisik yang dimaksud terkait dengan kondisi topografi dan material batu yang ada di
sepanjang aliran sungai sehingga tidak memungkinkan untuk sarana transportasi.
Angkutan sungai untuk tujuan wisata berpotensi di kebangkan di Sungai Muaro Sakai (Kecamatan
Pancung Soal). Disamping itu juga diperlukan peningkatan dermaga sungai tersebut.
F. TRANSPORTASI LAUT
Untuk angkutan penyeberangan, saat ini terdapat Panasahan Painan akan dijadikan sebagai
pelabuhan Pengumpan Primer (Pelabuhan Regional) dari Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan
Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri,
alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan
utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyebrangan dengan jangkauan pelayanan dalam propinsi.
Selain sebagai pelabuhan pengumpan, Pelabuhan Panasahan Painan juga diharapkan bisa mewadahi
pelayanan rute perintis, seperti menghubungkan Kota Painan dengan daerah-daerah yang masih relatif
terisolir seperti Kepulauan Mentawai.
Dalam perannya melayani kegiatan pelayaran alih muat angkutan laut, Pelabuhan ini akan melayani
bongkar muat komoditas unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Pesisir Selatan dan wilayah
hinterland dalam skala menengah untuk didistribusikan ke pelabuhan utama dan tempat-tempat
lainnya.
Komoditas unggulan yang dikembangkan meliputi sektor perkebunan yaitu kelapa sawit, karet, gambir,
cengkeh, kulit manis dan lain-lain disamping juga terdapat sektor pertambangan (batubara).
Dengan fasilitas yang ada saat ini dan adanya rencana pengembangan pelabuhan di masa yang akan
datang, diharapkan Pelabuhan Panasahan mampu menyediakan jasa pelayanan kepelabuhan yang
efektif dan efisien sebagai pengembangan alternatif angkutan laut menuju Pelabuhan Teluk Bayur dan
tempat-tempat lainnya.

LAPORAN PENDAHULUAN II-35


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Peningkatan pelayanan angkutan ini ditujukan pada pengembangan lintasan baru penyeberangan serta
peningkatan sarana dan prasarana penyeberangan (dermaga) meliputi :
- Carocok Painan/ Panasahan - Mentawai
Saat ini diprioritaskan untuk angkutan barang dan penumpang. Mengingat Pelabuhan Painan cukup
potensial dikembangkan untuk penyeberangan. Disamping itu akses dari Kepulauan Mentawai ke
Bengkulu lebih cepat dicapai daripada melalui Kota Padang. Pengembangan lintasan Carocok
Painan – Mentawai ini juga harus didukung oleh pengumpan (feeder) antar pulau di Kepulauan
Mentawai.
Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan meliputi penambahan dermaga, fasilitas bongkar
muat, pergudangan dan lain-lain. Beberapa pelabuhan penyeberangan yang dikembangkan di masa
mendatang adalah pelabuhan pelabuhan Panasahan Carocok Painan Kecamatan IV Jurai, pelabuhan
Air Haji Kecamatan Linggo Sari dan pelabuhan Muaro Sakai Kecamatan Pancung Soal Baganti.
Program strategis untuk angkutan laut, dan penyeberangan yang direncanakan meliputi :
 Pengembangan transportasi laut, dan penyeberangan
 Peningkatan kualitas prasarana pelabuhan dan moda angkutan untuk pelabuhan
penyeberangan lintas Kota Painan - Kab. Kepulauan Mentawai
Transportasi laut dialokasikan untuk pelabuhan laut dan fasilitas pendukungnya termasuk kawasan luar
perairan dan alur pelayaran. Lokasinya meliputi perairan yang sudah dikembangkan dan kawasan yang
belum teralokasi disesuaikan dengan kriteria pelabuhan yang akan dikembangkan.
Zona pelabuhan perikanan pantai dan perhubungan laut umumnya terdapat diseluruh wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil. Sasaran pengelolaannya adalah untuk mewujudkan kawasan pelabuhan pantai
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi desa pesisir, peningkatan taraf hidup masyarakat dan
meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Alur pelayaran yang dialokasikan untuk instalasi dan infrastruktur publik dasar laut (pipa minyak
dan/gas dan kabel listrik/komunikasi telepon bawah laut) ditetapkan lokasinya berdasarkan pada
karakteristik alur sarana umum yang diperlukan.
Memperbolehkan akses publik secara bebas sepanjang memenuhi kondisi dan tidak melanggar
larangan-larangan yang ditetapkan guna melindungi infrastruktur alur sarana umum tersebut.
Rencana kawasan alur pelayaran wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah ini adalah zona alur
pelayaran antar pulau. Sasaran pengelolaannya adalah menetapkan alur pelayaran yang aman untuk
dilewati oleh kapal antar pulau dalam mendukung pertumbuhan ekonomi rakyat.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan
Nasional BAB IV Hirarki Peran dan Fungsi Pelabuhan pasal 9 : Hirarki Peran dan Fungsi Pelabuhan
Laut dibagi atas :
a. Pelabuhan Internasional Hub merupakan Pelabuhan Utama Primer

LAPORAN PENDAHULUAN II-36


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Adalah pelabuhan utama primer yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut
nasional dan intenasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang sangat luas serta
merupakan simpul dalam jaringan transportasi laut.
b. Pelabuhan Internasional merupakan Pelabuhan Utama Sekunder
Pelabuhan utama sekunder yang berfungsi melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional
dan internasional dalam jumlah besar dan jangkauan pelayanan yang luas serta merupakan simpul
dalam jaringan transportasi laut internasional.
c. Pelabuhan Regional merupakan Pelabuhan Pengumpan Primer
Adalah pelabuhan pengumpan primer yang berfungsi melayani kegiatan angkutan laut nasional
dalam jumlah yang relatif kecil serta merupakan pengumpan pada pelabuhan utama.
Di daerah ini terdapat 2 (dua) buah Pelabuhan Regional yaitu Pelabuhan Air Haji dan Pelabuhan
Panasahan – Carocok Painan.
Jaringan pelayaran regional melayani ke Bengkulu disamping itu pelabuhan di daerah ini juga melayani
pelayaran ke Kabupaten Mentawai.
Rencana pengembangan transportasi laut tidak terlepas dari rencana pengembangan transportasi
daerah dan rencana pengembangan transportasi laut Provinsi Sumatera Barat. Tujuan pengembangan
sitem transportasi laut adalah mendukung sistem produksi dan sistem pergerakan (orang dan barang)
dengan kegiatan sistem perekonomian antar kawasan, kabupaten dengan provinsi.
Pelayanan angkutan laut dimasa yang akan datang direncanakan melalui pengembangan dan/atau
pembangunan pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal. Untuk pengembangannya diantaranya melalui
peningkatan sistem peti kemas sedangkan pengembangan pelabuhan lainnya ditujukan untuk angkutan
wisata, barang/jasa, dan penumpang.
Rencana pengembangan pelabuhan secara umum mengikuti kriteria pengembangan sebagai berikut :
A. Pelabuhan Regional
 Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut nasional dan regional, pelayaran
rakyat, angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah menengah;
 Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN dan PKW/PKWp dalam
sistem transportasi antar provinsi;
 Berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar regional;
 Memberi akses bagi pengembangan kawasan andalan laut, kawasan pedalaman sungai, dan
pulau-pulau kecil, termasuk pengembangan kawasan tertinggal;
 Berada di luar kawasan lindung; dan
 Berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 4 (empat) meter.
B. Pelabuhan Lokal
 Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut lokal dan regional, pelayaran rakyat,
angkutan sungai, dan angkutan perintis dalam jumlah kecil;

LAPORAN PENDAHULUAN II-37


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

 Merupakan bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKW/PKWp atau PKL dalam
sistem transportasi antar kabupaten/kota dalam satu provinsi;
 Berfungsi sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan budidaya di sekitarnya ke
pasar lokal;
 Berada di luar kawasan lindung;
 Berada pada perairan yang memiliki kedalaman paling sedikit 1,5 (satu setengah) meter; dan
 Dapat melayani pelayaran rakyat.
Berdasarkan uraian di atas, rencana pengembangan transportasi laut di Kabupaten Pesisir Selatan,
meliputi :
a) Peningkatan dan perluasan fasilitas Pelabuhan Regional Corocok Painan (Kecamatan IV Jurai) dan
Pelabuhan regional Air Haji (Kecamatan Linggo Sari Baganti)
b) Peningkatan sarana dan prasarana serta fasilitas Pelabuhan Lokal :
 Muaro Sakai (Kecamatan Pancung Soal)
c) Penetapan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKp) dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan (DLKp) untuk setiap Pelabuhan Laut yang ada :
 Pelabuhan Panasahan Carocok Painan Kecamatan IV Jurai
 Pelabuhan Air Haji Kecamatan Linggo Sari Baganti
 Pelabuhan Muaro Sakai Kecamatan Pancung Soal
d) Pemanfaatan Kawasan Muara Khusus untuk Pelabuhan Wisata Marina, yaitu :
 Pelabuhan Marina di Carocok Painan

LAPORAN PENDAHULUAN II-38


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Gambar 3- 1 Peta Struktur Ruang Kabupaten Pesisir Selatan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Gambar 3- 2 Peta Pola Ruang Kabupaten Pesisir Selatan


PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA KAWASAN PERMUKIMAN
KABUPATEN PESISIR SELATAN

Table of Contents
Type chapter title (level 1) 1
2.1 Kebijakan Nasional Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman...........................................1
2.1.1 Undang-undang, PP dan PePres (UMUM)......................................................................1
2.1.2 Peraturan Menteri (DETAIL)...........................................................................................9
Tabel 2- 1 Komponen PSU Kawasan........................................................................................16
Tabel 2- 2 Kriteria Penilaian Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh..................19
Tabel 2- 3 Tipologi Perumahan dan Permukiman Kumuh........................................................24
2.2 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman Provinsi Sumatera Barat....25
2.2.1 RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010-2030.......................................................25
Tabel 2- 4 Fungsi Kota di Provinsi Sumatera Barat...................................................................25
2.2.2 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
(RP3KP) 26
2.3 Kebijakan Daerah Terkait Perencanaan Kawasan Permukiman Kabupaten Pesisir Selatan. 27
2.3.1 RTRW Kabupaten Pesisir Selatan.................................................................................27
Tabel 2- 5 Kriteria Fungsi Kota Kabupaten...............................................................................27
Tabel 2- 6 Sistem Perkotaan Tahun 2030.................................................................................28
Tabel 2- 7 Perkiraan Jumlah Penduduk Setiap Pusat Permukiman Di Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun 2030.................................................................................................................29
D. RENCANA JARINGAN TRANSPORTASI DARAT......................................................................29
Tabel 2- 8 Rencana Pengembangan/ Pembangunan Jaringan Jalan Dan Jembatan Sampai
Tahun 2030..............................................................................................................................30
Tabel 2- 9 Arahan Pengembangan Sistim Terminal.................................................................31
E. JARINGAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN PENYEBERANGAN................................................33
F. TRANSPORTASI LAUT...........................................................................................................33

Anda mungkin juga menyukai