Anda di halaman 1dari 1

Ekstrak 1

"Saya telah panggil agus-agus, periksalah mereka, Mas Nganten." "Apa?" Pekiknya tak terkendali. Dan waktu ia
menyadari dirinya, suaranya diturunkan jadi bisikan ketakutan.
"Mana mungkin? Mana mungkin? Mereka kerabat Bendoro." "Periksalah mereka. Tanyailah mereka," desak wanita
tua itu sambil memimpinnya ke luar kamar.
5 Wanita tua itu merasai tangan Gadis Pantai menggigil waktu menghadapi para kerabat Bendoro yang pada berdiri di
depan pintunya. Tanpa diduga sebelumnya dengan gagah berani ia mulai angkat bicara. Ia telah bertindak sebagai
jaksa:
"Gus, jangan susahkan Mas Nganten, siapa merasa ambil uang Mas Nganten? Itu uang belanja. Kalau tak
dikembalikan besok semua terpaksa tak makan. Bendoro sendiri juga tak makan. Kembalikan uang itu."
10 Dengan mata berapi-api pemuda kerabat-kerabat Bendoro itu menentang mata Gadis Pantai. Dan wanita tua itu
merasai tangannya menggigil, wajahnya lesu. Dikencangkan pegangannya untuk memberanikan wanita utama itu.
Dengan mata berapi-api karena merasa dihina, seorang pemuda angkat bicara:
"Kau pikir apa kami ini? Orang kampung? Orang dusun? Orang pantai yang tidak pernah lihat duit?"
15 "Apa ini semua maksudnya menghina kami?" yang lain lagi menyerang. "Kami bukan bermaksud menghina agus-
agus. Bukan. Ada kesulitan bersama, agus-agus. Siapa yang tahu uang itu dipindahkan? Siapa tidak bakal kena
murka besok kalau Bendoro mengetahui? Semua kena!" "Persetan!" seorang lain lagi mendesis. "Dikiranya kami ini
maling kelaparan dari kampung nelayan?"
20 Gadis Pantai tersedan-sedan.
"Kami ini anak sekolahan, tahu pengajaran." "Dituduh bandit?"
"Kalau air mata bisa tebus hinaan ini, betapa murahnya itu!"
Gadis Pantai terserang demam saraf dan memekik, "Akulah anak kampung nelayan. Akulah pencurinya. Aku!" dan
kemudian meraung, "Aku! cuma aku yang yang mungkin mencuri: Aku! Aku!" dan dipeluknya pelayan tua itu.
25 Mendengar pekik dan raung pemuda-pemuda itu berpan-dang-pandangan ketakutan. Bujang-bujang dapur pada
berdiri di depan pintu dapur mengawasi adegan itu. Dan wanita itu menepuk-nepuk Gadis Pantai,
"Baik, tidak ada yang mengaku. Sahaya cuma orang kampung. Cuma Sahaya. Tapi sahaya tahu apa mesti sahaya
30 perbuat, agus-agus." Nampak pemuda-pemuda itu menjadi pucat dan berpan-dang-padangan satu sama lain.
"Ayoh, kembalikan itu uang!" Tak ada yang menjawab.
"Baik, tunggu agus-agus di sini. Sahaya akan urus. Sahaya akan tunjukan orang kampung juga mengerti bagaimana
berbuat. Tunggu di sini bendoro-bendoro kecil, dan ia bimbing Gadis Pantai menuju pintu ke ruang dalam.
35 "Tunggu!" seorang di antara para pemuda itu menengahi. "Bagaimana kalau kita rundingkan baik-baik dahulu?"
Gadis Pantai dan pelayan tua itu kini terhenti memunggungi pintu, menghadapi pemuda-pemuda itu. Gadis Pantai
tetap menunduk ketakutan, sedang pelayan tua itu meradang menantang. Dengan suara perlahan, sopan dan hati-
40 hati pelayan tua mengacarai, "Apakah yang masih bisa dirundingkan?"
Gadis Pantai – Pramoedya Ananta Toer

Anda mungkin juga menyukai