Anda di halaman 1dari 19

‫‪Landasan Kajian‬‬

‫‪ Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu‬‬ ‫‪‘anhuma,‬‬


‫‪ia berkata bahwa ia mendengar‬‬
‫‪Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‬‬
‫ات الَ يَ ْعلَ ُم ُه َّن َكثِ ٌ‬
‫ير‬ ‫ام بَ ِيِّ ٌن َوبَ ْينَ ُه َما ُم ْشت َ ِب َه ٌ‬
‫َ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ح‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫َّ‬
‫ن‬ ‫إ‬
‫ِ‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ٌ‬
‫ِّن‬ ‫ي‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ب‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ال‬‫ح‬‫َ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫‪ِ ‬إ َّن‬
‫ض ِه َو َم ْن َوقَ َع فِى‬ ‫ت ا ْست َب َْرأ َ ِل ِدينِ ِه َو ِع ْر ِ‬ ‫شبُ َها ِ‬‫اس فَ َم ِن اتَّقَى ال ُّ‬ ‫ِم َن النَّ ِ‬
‫عى َح ْو َل ْال ِح َمى يُو ِش ُك أ َ ْن‬ ‫الرا ِعى يَ ْر َ‬ ‫ت َوقَ َع ِفى ْال َح َر ِام َك َّ‬ ‫شبُ َها ِ‬ ‫ال ُّ‬
‫ار ُمهُ‬ ‫يَ ْرت َ َع فِي ِه أَالَ َو ِإ َّن ِل ُك ِِّل َم ِل ٍك ِح ًمى أَالَ َو ِإ َّن ِح َمى َّ ِ‬
‫اَّلل َم َح ِ‬
Landasan Kajian
 “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di
antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak
diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari
perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.
Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh
pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan
ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.
Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di
bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.”
 (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Ada Tiga Pembagian Hukum

 (1) HALAL
ada dalil tegas yang menunjukkan adanya perintah dan pembolehan suatu perkara

(2) HARAM
terdapat dalil untuk meninggalkan dan terdapat ancaman jika dilakukan.

(3) SYUBHAT
tidak ada dalil tegas apakah halal atau haram.
Masalah (problema) dibagi menjadi 4 macam :

1. Yang memiliki dalil bolehnya, maka boleh diamalkan dalil bolehnya.


2. Yang memiliki dalil pengharaman, maka dijauhi demi mengamalkan dalil
larangan.
3. Yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus. Maka inilah masalah
mutasyabih (yang masih samar). Menurut mayoritas ulama, yang dimenangkan
adalah pengharamannya.
4. Yang tidak terdapat dalil boleh, juga tidak terdapat dalil larangan, maka ini
kembali ke kaedah hukum asal. Hukum asal ibadah adalah haram. Sedangkan
dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.
Perkara Syubhat,
Ada yang Tahu dan Ada yang Tidak Tahu
 Perkara tersebut masih samar (syubhat) menurut sebagian orang, karena
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ‘kebanyakan orang tidak
mengetahui perkara tersebut’. Perkara syubhat ini sering ditemukan oleh
para ulama dalam bab jual beli karena perkara tersebut dalam jual beli
amatlah banyak. Perkara ini juga ada sangkut pautnya dengan nikah,
buruan, penyembelihan, makanan, minuman dan selain itu. Sebagian ulama
sampai-sampai melarang penggunaan kata halal dan haram secara mutlak
kecuali pada perkara yang benar-benar ada dalil tegas yang tidak butuh
penafsiran lagi. Jika dikatakan kebanyakan orang tidak mengetahuinya,
maka ini menunjukkan bahwa sebagian dari mereka ada yang tahu.
(Fathul Baari)
Jenis-jenis Syubhat

 Pertama, sesuatu yang haram bercampur dengan yang halal.


Misalnya, buah hasil curian termasuk makanan haram. Lalu,
buah ini tercampur dengan sekeranjang buah halal lainnya

Dalam hal ini, makanan haram yang bercampur dengan


makanan halal, serta tidak bisa dibedakan, buah mana yang
hasil curian [haram] dan buah yang halal, maka ia tergolong
perkara syubhat.
Jenis-jenis Syubhat

 Kedua, perkara halal, lalu muncul keraguan. Misalnya,


seseorang sudah berwudu untuk salat, lalu ia ragu
apakah sudah batal atau belum. Dalam kasus ini,
perkara syubhatnya tidak berpengaruh apa-apa karena
keraguan itu muncul atas hal yang pasti (sudah
berwudu). Karenanya, ia dapat tetap salat dan ibadahnya
tergolong sah.
Jenis-jenis Syubhat

 Ketiga, perkara yang belum jelas status halal atau haramnya.


Misalnya, ketika seseorang bepergian ke negara atau wilayah
non-muslim, kemudian ia makan di restoran atau warung
makan milik penduduk asli sana. Jika ia tidak bertanya, maka ia
tidak tahu status makanan tersebut. Jika makanan itu daging,
belum tentu hewan tersebut disembelih sesuai syariat Islam,
atau bisa jadi juga daging yang haram.
Do’a

َ ‫اج ِز ِه َخي ًْرا َو ِإ ْن َك‬


‫ان‬ ْ ‫اح ِب ِه َو‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ع‬
ْ ‫س‬
ِّ ِ ‫و‬
َ َ ‫ف‬ ً
‫ال‬ َ
‫ال‬ ‫ح‬
َ ‫م‬ ‫ا‬
ُ َ ‫ع‬ َّ
‫الط‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ه‬َ ‫ان‬
َ َ
‫ك‬ ْ
‫ن‬ ‫إ‬ َّ
ِ َّ ‫الل‬
‫م‬ ‫ه‬
ُ
‫ت يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬
ِ ‫اب الت َّ ِبعَا‬
َ ‫ص َح‬ ْ َ ‫عنِِّ ْي أ‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ش ْب َهةً فَا ْغ ِف ْر ِل ْي َولَهُ َوأ َ ْر‬ ُ ‫َح َرا ًما أ َ ْو‬
‫اح ِمي َْن‬ َّ ‫أر َح َم‬
ِ ‫الر‬ ْ ‫ِب َر ْح َمتِ َك يَا‬
 Artinya: “Ya Allah, jika makanan yang saya makan ini halal, maka
luaskanlah rezekinya [orang yang memberi makan] dan balaslah
dengan kebaikan. Dan jika makanan ini adalah haram atau syubhat
maka ampunilah aku dan dia, dan jauhkanlah para penerima
konsekuensi [atas dosanya sendiri] dariku kelak di hari kiamat dengan
kasih sayang-Mu, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para
penyayang.”
Sikap terhadap Syubhat

 Sikap seorang muslim terhadap syubhat bisa


dipengaruhi dari empat hal, yaitu :
1. ilmunya,
2. pemahamannya,
3. kesungguhan dalam mentadabburi makna ayat atau
hadits,
4. serta niat atau tujuan
Sikap terhadap Syubhat

 Seseorang yang kurang dalam empat hal tersebut


cenderung lebih mudah terjebak dalam sesuatu
yang syubhat. Karena itu, cara untuk terhindar dari
yang syubhat adalah dengan memperdalam
pemahaman agama serta meluruskan niat agar
senantiasa sesuai dengan aturan Allah.
Sikap orang Awam

 Jikaseorang muslim tidak mengetahui dengan jelas


status suatu perkara, apakah boleh atau tidak dalam
Islam, maka sebaiknya ia bersikap wara’ yaitu
meninggalkan perkara syubhat tersebut
 Menjaga diri dari perkara yang samar status halal
atau haramnya adalah bagian dari kesempurnaan
takwa di sisi Allah subhanahu wata’ala
Sikap orang Awam
 “Kesamaran (perkara syubhat) bisa saja terjadi pada perselisihan ulama.
Hal ini ditinjau dari keadaan orang awam. Namun kaedah syar’iyah yang
wajib bagi orang awam untuk mengamalkannya ketika menghadapi
perselisihan para ulama setelah ia meneliti dan mengkaji adalah ia kuatkan
pendapat-pendapat yang ada sesuai dengan ilmu dan kewara’an, juga ia
bisa memilih pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Karena pendapat
kebanyakan ulama itu lebih dekat karena seperti syari’at. Dan perkataan
orang yang lebih berilmu itu lebih dekat pada kebenaran karena bisa dinilai
sebagai syari’at. Begitu pula perkataan ulama yang lebih wara’ (mempunyai
sikap kehati-hatian), itu lebih baik diikuti karena serupa dengan syari’at.
Sikap orang Awam

 “Jika terdapat suatu masalah yang terdapat perselisihan ulama. Sebagian


menfatwakan boleh, sebagian lagi mengharamkannya. Kedua fatwa
tersebut sama-sama membawakan dalil, maka perkara ini dianggap
sebagai syubhat karena tidak diketahui sisi halal dan haramnya. Perkara
tersebut ditinggalkan sebagai bentuk kehati-hatian dan wara’ sampai jelas
akan hukum masalah tersebut. Jika akhirnya diketahui perkara tersebut
adalah haram, maka ia segera tinggalkan. Jika diketahui halal, maka ia
silakan ambil (manfaatkan). Adapun perkara yang tidak jelas, masih
syubhat, maka sikap hati-hati dan wara’ adalah meninggalkannya.”
Faedah Meninggalkan Syubhat

1. Dapat mensucikan (menjaga) agama kita,


2. Menjaga kehormatan kita.

Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan,


“Dari sini menunjukkan bahwa janganlah kita tergesa-gesa
sampai jelas suatu perkara “
Syubhat Bisa Menjerumuskan dalam Keharaman

1. Barangsiapa yang tidak bertakwa pada Allah lalu ia mudah-


mudahkan memilih suatu yang masih syubhat (samar), itu bisa
mengantarkannya pada yang haram,
2. Kebanyakan orang yang terjatuh dalam syubhat, gelaplah hatinya
karena hilang dari dirinya cahaya ilmu dan cahaya sifat wara’,
jadinya ia terjatuh dalam keharaman dalam keadaan ia tidak tahu.
Bisa jadi ia berdosa karena sikapnya yang selalu meremehkan.
(Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied)

Anda mungkin juga menyukai