Anda di halaman 1dari 7

HIKMAH

Menjauhi Su’uzon dan Meningkatkan Husnuzon

Penyakit hati berupa prasangka buruk (su’uzon) ini bukan perkara ringan dan remeh. Ia adalah
penyakit berbahaya yang dapat membunuh iman, dan orang yang dihinggapi penyakit ini
merupakan orang yang jauh dari ketakwaan. Sehingga ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai hal
ini ditutup dengan perintah untuk bertakwa dan bertaubat. Allah SWT berfirman:

ِ ‫بعض الظنِّ ْإث ٌم وال ت َج َّسسُوا وال يَ ْغتَبْ بعضُكم بعضًا* أي ُِحبُّ احدُكم أن يأ ُك َل لحْ َم‬
  ‫أخيه‬ َ ‫يا ايّها الذين أمنوااجْ تَنِبُوا َكثي ًرا من الظَّنِّ * إن‬
ّ َ‫ َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموه* واتّقواهللا‬ 
‫إن هللاَ ت ّوابٌ رحيم‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di
antara kamu sekalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada
Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).

Prasangka yang banyak mengandung dosa dan dilarang dalam ayat di atas adalah prasangka buruk.
Prasangka buruk memang bukan sebuah tindakan dan aksi nyata, tetapi ia adalah penyakit hati yang
bisa menggerakkan manusia berbuat sesuatu yang tercela.   Oleh karena itu, meskipun su’uzon
merupakan prasangka di dalam hati, ia tetap dilarang karena banyak mengandung dosa. Bahkan
dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyebut prasangka (buruk) sebagai “ucapan” yang paling
dusta. Beliau bersabda:
‫الظن اَ ْك َذبُ ال َح ِديث‬
َّ َّ
‫والظن فاِن‬ ‫اِيّا ُكم‬
"Jauhilah prasangka buruk, karena  prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta.” (HR. Al-
Bukhari) .

Hadits di atas sangat penting untuk direnungkan dan dipahami karena penyakit hati berupa
prasangka buruk merupakan maksiat yang samar dan terkadang diremehkan oleh manusia. Padahal
Rasulullah SAW menyamakan prasangka buruk yang hanya berupa pikiran dan belum diucapkan itu
dengan ucapan, bahkan ia disamakan dengan perkataan yang paling dusta.  

Pernyataan Rasulullah SAW yang menyejajarkan prasangka buruk sebagai ucapan atau perkataan
yang paling dusta itu merupakan pelajaran penting dan penggambaran lugas serta mendalam. Nabi
Muhammad menunjukkan betapa keji dan jahatnya prasangka buruk. Di zaman canggih saat ini,
mudahnya komunikasi menggunakan perangkat elektronik dan maraknya penggunaan media sosial,
prasangka buruk menjadi kekejian yang mengerikan. Hati dan jiwa yang dipenuhi kebencian dan
mengedepankan prasangka buruk kepada orang-orang yang tidak disukai mendapatkan tempat dan
rumah bersama lalu melahirkan caci maki, fitnah, dan hasutan bahkan sampai pada titik yang sangat
mengkhawatirkan.

Kalau prasangka buruk saja merupakan dosa serius dan disamakan dengan ucapan yang paling
dusta, begitu juga dengan caci maki, fitnah, hasutan, dan ujaran kebencian yang dihasilkan oleh
prasangka buruk itu.  Barangkali, masyarakat yang kini gandrung dengan gadget (gawai) sudah
seharusnya sering merenung. Yaitu fitnah, tuduhan-tuduhan keji, hasutan, dan caci maki yang
barangkali pernah diucapkan atau ditulis dan disebarkan di media-media sosial, maupun grup
WhatsApp dan lain sebagainya. Kira-kira berapa persen yang didasari oleh kebenaran pasti? Buruk
sangka bukanlah ciri orang beriman. Orang beriman itu lebih mendahulukan prasangka baik, kepada
siapa pun, termasuk kepada Allah. Bahkan Imam Syafi’i, berwasiat kepada umat Islam, agar siapa
pun yang ingin meninggal dunia dalam keadaan husnul khotimah maka hendaknya ia selalu
berprasangka baik kepada manusia.  

Berbaik sangka ini bukan hanya diperintahkan kepada sesama manusia, tetapi juga kepada Allah
SWT. Artinya kita diperintahkan untuk berprasangka baik bahwa Allah akan memperlakukan kita
dengan baik, akan memberikan kita kebahagiaan, akan menyelamatkan kita di akhirat. Dan jika kita
berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan memperlakukan kita sebagaimana prasangka baik
kita itu.

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah ta’ala berfirman:


‫انَا ِع ْن َد ظَنِّ َع ْب ِدي بِي فَ ْليَظُ َّن بِي َما شَاء‬
“Aku ‘mengikuti’ prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka silakan berprasangka apa saja terhadap-
Ku.” (HR. Ahmad).

Kalau Allah memperlakukan manusia sesuai dengan prasangka manusia itu sendiri terhadap Allah
akan lebih bagus jika manusia berprasangka yang baik-baik saja. Akal yang sehat dan jiwa yang lurus
tentu akan memilih untuk berprasangka baik kepada Allah.

Penulis: Fathoni Ahmad Editor: Muchlishon

KHUTBAH Khutbah Jumat:

Pertalian Iman, Takwa, dan Puasa Muhammad

Jumat menjadi momen penting untuk meninjau kembali kualitas iman dan takwa kita. BAGIKAN:
Unsur iman dan takwa amat erat kaitannya dengan kewajiban puasa. Naskah khutbah Jumat ini
mengingatkan umat Islam untuk menjadikan dua unsur itu sebagai tonggak pelaksanaan puasa.
Dampaknya, membentuk pribadi-pribadi yang semakin peka terhadap penderitaan orang lain dan
tidak tamak dengan gemerlap dunia.   Baca: Kumpulan Khutbah Bulan Ramadhan ADVERTISEMENT
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Pertalian Iman, Takwa, dan Puasa". Untuk
mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah
artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi) 

Khutbah I
َّ‫هَ ِإال‬H َ‫هَ ُد َأ ْن اَل ِإل‬H ‫ َأ ْش‬H.‫ا َعفًا‬H ‫ض‬ َ ‫اب ْال َع َم ِل فِ ْي ِه ُم‬
َ ‫ َوثَ َو‬،‫اجبًا‬ ِ ‫ه َو‬Hِ ‫ار‬ِ َ‫صيَا َم نَه‬ ِ ‫ َو‬،‫ َوقِيَا َم لَيَالِ ْي ِه تَطَوُّ عًا‬H،‫ضانَ َش ْهرًا ُمبَا َر ًكا‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ َج َع َل َر َم‬
‫ ِد‬H ْ‫حْ بِ ِه َذ ِويْ ْال َمج‬H ‫ص‬ ٰ
َ ‫يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو‬H ‫يِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى َأ ِل َس‬H ‫لَّ ْم َعلَى َس‬H ‫لِّ َو َس‬H ‫ص‬ َ ‫ اَللّهُ َّم‬.‫ ْدنَان‬H‫ ِد َع‬H َ‫يِّ ُد َول‬H ‫وْ ُل هللاِ َس‬H ‫هَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا َر ُس‬H ‫هللاُ َوَأ ْش‬
‫َّحي ِْم‬
ِ ‫ر‬H‫من ال‬ ِ ْ‫رَّح‬H‫ ِم هللاِ ال‬H‫ري ِْم بِ ْس‬H ْ
ِ H‫آن ال َك‬ ْ ْ
ِ ْ‫ر‬HHُ‫ قَا َل هللاُ تَ َعال َى فِ ْي الق‬. َ‫ي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ال ُمتَّقُوْ ن‬ ِ ْ‫ َأ َّما بَ ْع ُد فَـيَا َأيُّهَا النَّاسُ ُأو‬.‫َو ْال ِعرْ فَان‬
َ ‫ص ْي ُك ْم وَِإيَّا‬
َ‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكت‬
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Menjadi keharusan bagi kita selaku umat Islam untuk
senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Allah subhanahu wata’ala yang telah
memberi anugerah kenikmatan khususnya umur panjang sehingga kita pada tahun ini masih bisa
bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan. Mari maksimalkan kesempatan ini untuk
menggapai berkah dan ridha Allah dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya.  Terlebih pada bulan Ramadhan, status keimanan dan ketakwaan menandai perintah
Allah terkait dengan ibadah puasa yang termaktub dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183:

َ‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ۙن‬ َ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kita perlu perhatikan bahwa ayat ini diawali dengan keimanan dan diakhiri dengan ketakwaan. Di
awal ayat, Allah subhanahu wata'ala memerintahkan secara langsung berpuasa di bulan Ramadhan
kepada orang-orang yang beriman dan mengakhiri ayat ini dengan tujuan dari berpuasa yakni agar
menjadi insan yang bertakwa. Orang yang beriman akan senantiasa menjaga diri untuk senantiasa
tidak melanggar perintah Allah dan melakukan hal yang dilarang oleh Allah. Sementara orang yang
bertakwa akan menjalankan segala perintah dan meninggalkan larangan Allah didasari dengan
keimanan dari hati tanpa ada keterpaksaan. Jika kita termasuk orang-orang yang beriman, maka
tidak akan ada rasa keberatan sedikit pun dalam jiwa kita untuk melaksanakan perintah berpuasa
ini dengan keikhlasan. Akan berbeda dengan seseorang yang tidak ada keimanan dalam dirinya.
Pastilah ia akan merasakan berat untuk menjalankan puasa karena harus menahan diri dari segala
yang membatalkan seperti makan dan minum serta perbuatan lain yang bisa menggugurkan pahala
puasa. Bisa jadi ia akan berpuasa bukan karena Allah subhanahu wata’ala, namun karena ingin
terlihat atau takut dan malu pada manusia sehingga sering melakukan kebohongan dengan
mengatakan berpuasa kepada orang lain, padahal ia tidak berpuasa.  Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah, Di dalam Al-Qur’an kata iman dan takwa banyak yang disandingkan untuk
mengingatkan kita semua bahwa ada pertalian yang kuat antara iman dan takwa. Di antaranya yang
sering disampaikan oleh para khatib Jumat dalam wasiat takwanya dengan mengutip ayat Al-Qur’an
َّ ‫ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َح‬H‫ ٰيٓاَيُّهَا‬ 
surat Al-Imran ayat 102 yakni: ADVERTISEMENT َ‫ق تُ ٰقىتِ ٖه َواَل تَ ُموْ تُ َّن اِاَّل َواَ ْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” Dalam Tafsir Al-Qur’an
Kementerian Agama RI disebutkan bahwa agar umat Islam memperoleh keimanan yang kuat dan
tidak goyah ketika mendapat cobaan, maka ia harus bertakwa dengan sebenar-benar takwa kepada
Allah subhanahu wata’ala, sesuai kebesaran, keagungan, dan kasih sayang-Nya kepada manusia.
Bukti ketakwaan ini adalah menaati Allah dengan tidak sekali pun durhaka, mengingat-Nya dengan
tidak sesaat pun melupakan-Nya, mensyukuri nikmat-Nya dengan tanpa sekali pun dan sekecil apa
pun mengingkarinya sampai batas akhir kemampuan manusia. Dari hal ini kita menyadari bahwa
hubungan antara ketakwaan dengan keimanan harus bersumber dari dalam hati. Jika tidak didasari
dari hati, maka bisa jadi keimanan tidak membawa kapada ketakwaan dan sebaliknya ketakwaan
tidak akan maksimal dan tidak akan menguatkan keimanan. Maka keimanan dan ketakwaan inilah
yang diolah kualitasnya melalui ibadah puasa agar keduanya bisa tertancap dengan baik pada diri
seorang Muslim. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Perintah berpuasa diturunkan pada bulan
Sya'ban tahun kedua Hijriah, ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mulai membangun
pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru. Maka dapat dirasakan, bahwa
puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan
melaksanakan tugas-tugas besar dan suci. Oleh karena itu para ulama banyak memberikan uraian
tentang hikmah berpuasa di antaranya untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran
dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya.  Orang
yang beriman dan bertakwa dalam puasanya, harus peka dan mampu merasakan penderitaan orang
lain dengan berbagi di bulan Ramadhan. Bukan malah mendorongnya untuk mencari dan
mempersiapkan bermacam-macam makanan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan
dahaganya di kala berbuka pada malam harinya. Jika ini yang terjadi, maka puasa yang dilakukan
hanya dimaknai sebagai sebuah ritual ibadah dan tidak memberi dampak kebatinan dan sosial.
Predikat takwa yang memang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, dan merupakan
pencapaian akhir dari prosesi puasa, seharusnya bukan hanya membekas secara individu dan hanya
bentuk melaksanakan perintah Allah subhanahu wata'ala. Derajat ketaqwaan yang didapat harus
memiliki dimensi yang lebih luas yakni untuk kemanusiaan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat Al-Imran ayat 133-134: َ‫وْ ن‬HHُ‫ت لِ ْل ُمتَّقِي َْۙن الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِق‬ ْ ‫ض اُ ِع َّد‬
ُۙ ْ‫ت َوااْل َر‬ ُ ْ‫ارع ُْٓوا اِ ٰلى َم ْغفِ َر ٍة ِّم ْن َّربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ُ ‫ضهَا السَّمٰ ٰو‬ ِ ‫َو َس‬
‫هّٰللا‬
َۚ‫نِ ْين‬HH‫اس َو ُ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِس‬ ِۗ َّ‫افِ ْينَ ع َِن الن‬HH‫ظَ َو ْال َع‬HHْ‫ْن ْال َغي‬Hَ ‫اظ ِمي‬HH ْ ۤ ۤ
ِ ‫ َّرا ِء َوال َك‬HH‫الض‬
َّ ‫ َّرا ِء َو‬HH‫الس‬
َّ ‫ فِى‬  Artinya: Dan bersegeralah kamu
mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang
lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, Melalui ayat ini kita bisa mengetahui bahwa
ciri orang yang bertakwa adalah memiliki kepekaan sosial dengan menafkahkan hartanya untuk
membantu orang lain dikala lapang maupun sempit. Orang bertakwa juga memiliki tenggang rasa
pada orang lain dalam bentuk menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain. Semua ciri
takwan ini benar-benar dilatih dalam ibadah puasa dan ini membuktikan adanya pertalian antara
iman, takwa, dan puasa. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Oleh karena itu, mari kita
menguatkan tekad untuk menjadikan momentum Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terbaik
dalam sejarah hidup kita. Kita tidak bisa menggaransi jika kita masih bisa bertemu dengan
Ramadhan-Ramadhan di tahun yang akan datang. Mari maksimalkan kualitas dan kuantitas puasa
dan ibadah kita lainnya di bulan suci ini untuk mewujudkan keimanan kita agar mencapai predikat
takwa. Semoga Allah subhanahu wata'ala menjadikan puasa kita sebagai wasilah terhindarnya kita
dari siksa api neraka sebagai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari Abu Hurairah RA yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim: ‫ضانَ ِإي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫صا َم َر َم‬ َ ‫ َم ْن‬Artinya:
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya akan
diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”  Semoga Allah mengabulkan harapan kita semua. Amin

،‫َأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‬. ‫ َوأ ْد َخلَنَا وِإيَّاكم ِفي ُز ْم َر ِة ِعبَا ِد ِه ال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ْال ُمتَّقِي ْۙن‬،‫ اآل ِمنِين‬H‫َج َعلَنا هللاُ َوإيَّاكم ِمنَ الفَاِئ ِزين‬
ِ ‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر الر‬،ُ‫فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬
‫َّح ْي ُم‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫ُأ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َو َكفَى‪َ ،‬وُأ َ‬


‫ك لَهُ‪،‬‬ ‫َر ْي َ‬ ‫صلِّ ْي َو َسلِّ ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ْال ُمصْ طَفَى‪َ ،‬و َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأ ْه ِل ْال َوفَا‪َ .‬أ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش ِ‬
‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي ْال َع ِظي ِْم َوا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بَِأ ْم ٍر‬ ‫َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ َأ َّما بَ ْعدُ‪ ،‬فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ‪ُ ،‬أوْ ِ‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا‬ ‫َأ‬
‫صلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا يُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َ‬ ‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه ْال َك ِري ِْم فَقَا َل‪ِ :‬إ َّن هللاَ َو َماَل ِئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫َظي ٍْم‪َ ،‬أ َم َر ُك ْم بِال َّ‬ ‫ع ِ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ّ‬ ‫ٰ‬ ‫َ‬
‫ارك َعلى َسيِّ ِدنَا‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوبَ ِ‬ ‫صليْتَ َعلى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلى ِ‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫صلِّ َعلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلى ِ‬ ‫تَ ْسلِي ًما‪ ،‬اللهُ َّم َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪  .‬اَ ٰللّهُ َّم ا ْغفِرْ‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬فِ ْي ْال َعالَ ِم ْينَ ِإنَّ َ‬ ‫ِ‬ ‫ى‬‫َ‬ ‫ل‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ْ‬
‫ي‬ ‫ه‬ ‫ا‬
‫ِ ِإ ِ َ َ‬ ‫ر‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ب‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫د‬‫ِّ‬ ‫ي‬‫س‬‫َ‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫تَ‬ ‫ْ‬
‫ك‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫م‬ ‫َ‬
‫آل ِ ُ َّ َ‬
‫ك‬ ‫د‬
‫ٍ‬ ‫م‬‫ح‬‫َ‬ ‫م‬ ‫َا‬ ‫ن‬‫د‬ ‫ِّ‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬
‫ُ‬
‫صيَا َمنَا َو ُركوْ َعنَا َو ُسجُوْ َدنَا‬ ‫صالَتَنَا َو ِ‬ ‫َّ‬
‫ت‪ ،‬اللهُ َّم َربَّنَا تَـقَـبَّلْ ِمنا َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َأْل‬ ‫ْ‬
‫ت ا حْ يَا ِء ِمنهُ ْم َوا ْم َوا ِ‬ ‫َأْل‬ ‫ْ‬
‫ت وال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َوال ُمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫ْ‬ ‫لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َ‪ْH‬ن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ك ِمنَ ْال َعجْ ِز َو ْال َك َس ِل َو ْال ُجب ِْن َو ْالهَ َر ِم‬ ‫ص ْي َر نَا يَا هللَا يَا َربَّ ْال َعا لَ ِم ْينَ ‪ .‬اَللَّهُ َّم ِإنّا نَعُوْ ُذ بِ َ‬ ‫ضرُّ َعنَا َوتَ َخ ُّشوْ َعنَا َوتَ َعبُّ َدنَا َوتَ ِّم ْم تَ ْق ِ‬ ‫َوقُعُوْ َدنَا َوتَ َ‬
‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ت‪ .‬اللهم ا ْدفَ ْع َعنَّا البَاَل َء َوالغَاَل َء َوال َوبَا َء َوالفَحْ شَا َء َوال ُم ْن َك َر َوالبَ ْغ َي‬ ‫ْ‬
‫ت ال َمحْ يَا َوال َم َما ِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫ك ِم ْن َع َذابِا القَب ِْر َو ِم ْن فِ ْتنَ ِ‬ ‫َو ْالب ٌْخ ِل َو نَعُوْ ذ بِ َ‬
‫ُ‬
‫َي ٍء‬‫ك َعلَى ُكلِّ ش ْ‬ ‫َان ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عَا َّمةً‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫صةً َو ِم ْن ب ُْلد ِ‬ ‫َوال ُّسيُوْ فَ ْال ُم ْختَلِفَةَ َوال َّشدَاِئ َد َو ْال ِم َحنَ ‪َ ،‬ما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ‪ِ ،‬م ْن بَلَ ِدنَا هَ َذا خَا َّ‬
‫ان وَِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى ويَ ْنهَى ع َِن الفَحْ شَا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَاذ ُكرُوا‬ ‫إن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ‬ ‫قَ ِد ْي ٌر‪ِ  ‬عبَا َد هللاِ‪َّ ،‬‬
‫هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َول ِذك ُر هللاِ كبَ ُر‬
‫ْ‬ ‫َأ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬

‫‪KHUTBAH‬‬

‫‪MENAPAKI KEUTAMAAN RAMADHAN‬‬

‫‪Khutbah I‬‬

‫ك لَهُ‪َ ،‬وَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمدًا ‪ ‬‬ ‫ٰ‬ ‫هّٰلل‬


‫َر ْي َ‬‫ض َعلَ ْينَا الصِّ يَا َم َأِلجْ ِل التَّ ْق ٰوى‪َ .‬أ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش ِ‬ ‫ان َش ْهرًا ُمبَا َر ًكا‪َ ،‬وفَ َر َ‬ ‫ض َ‪H‬‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد ِ ِ َج َع َل َر َم َ‬
‫ٰ‬
‫صحْ بِ ِه َأ ْه ِل التُّ ٰقى َو ْال َو ٰفى‪َ .‬أ َّما بَ ْعدُ‪ ،‬فَيَاَأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ! ُأوْ ِ‬
‫ص ْي ُك ْم‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم ع َٰلى َسيِّ ِدنَا َم َح َّم ٍد ْال ُمجْ تَ ٰبى‪َ ،‬وع َٰلى آلِ ِه َو َ‬ ‫َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ‪ .‬اَللّهُ َّم َ‬
‫َّجي ِْم‪ ،‬بِس ِْم هللاِ الرَّحْ مٰ ِن الر ِ‬
‫َّحي ِْم‪.‬‬ ‫ان الر ِ‬ ‫َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ َوطَا َعتِ ِه فَقَ ْد فَا َز َم ِن اتَّقَى‪ .‬فَقَا َل هللاُ تَ َع ٰالى فِ ْي ِكتَابِ ِه ْال َك ِري ِْم‪َ :‬أ ُعوْ ُذ بِاهللِ ِمنَ ال َّش ْيطَ ِ‬
‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ نَ‬
‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكتِ َ‬ ‫يَ ۤاَأيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ءٰ َمنُوا ُكتِ َ‬
‫‪Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,‬‬

‫‪Tak terasa saat ini kita telah berada pada Jumat pertama dari syahrillah, syahrin mubarak, yaitu‬‬
‫‪bulan Ramadhan. Bulan mulia ini adalah satu-satunya bulan dalam sistem penanggalan Hijriah yang‬‬
‫‪ menjelaskan kemuliaan Ramadhan, maka‬ﷺ ‪disebut dalam Al-Qur’an. Ketika Nabi Muhammad‬‬
‫‪beliau bersabda:‬‬
‫ان َش ْه ُر هللاِ َوفَضْ لُهُ َعلَى َساِئ ِر ال ُشهُوْ ِر َكفَضْ ِل هللاِ َعلَى خ َْلقِ ِه‬
‫ض ُ‪H‬‬
‫َر َم َ‬
‫‪Artinya: “Ramadhan adalah bulan Allah. Keutamaannya dibanding bulan-bulan lain adalah bagaikan‬‬
‫‪keutamaan Allah dibanding dengan makhluk-Nya” (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi,‬‬
‫‪Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin, Daru-l Kutubi-l Ilmiyyah, h. 186) Dalam‬‬
‫‪satu kesempatan ketika ketika Ramadhan tiba, beliau menyampaikan kepada para sahabat‬‬
ً‫ت اُ َّمتِي اَ ْن يَ ُكوْ نَ َسنَة‬ َ ‫ضانَ لَوْ يَ ْعلَ ُم ْال ِعبَا ُد َما فِ ْي َر َم‬
ْ َّ‫ضانَ لَتَ َمن‬ َ ‫َوقَ ْد َدنَا َش ْه ُر َر َم‬
Artinya: “Ramadhan telah tiba. Seandainya para hamba Allah mengetahui terhadap apa-apa yang
ada dalam Ramadhan, maka umatku pasti berharap agar bulan ini tetap ada selama setahun penuh”

(Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi Sayyidi-l Anbiyai wal
Mursalin, h. 186).

Membahas Ramadhan maka tak bisa lepas dari membahas salah satu rukun Islam, yaitu puasa, yang
diwajibkan pada seluruh orang beriman yang telah memenuhi syarat wajibnya. Puasa merupakan
ibadah yang sangat mulia sebab pahala yang diperoleh langsung diberikan oleh Allah tanpa perlu
ditanyakan jumlah lipat-gandanya. Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Setiap kebaikan yang
dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat kecuali puasa,
sebab puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya kepada orang-orang yang
telah menahan syahwat, makan, dan minum karena-Ku. Puasa adalah perisai. Ada dua kebahagiaan
bagi orang yang berpuasa: bahagia ketika berbuka dan bahagia ketika berjumpa dengan Rabb-nya
pada hari kiamat” (Syekh Nashr ibn Muhammad as-Samarqandi, Tanbihu-l Ghafilin fi Ahaditsi
Sayyidi-l Anbiyai wal Mursalin, h. 185). Dalam lain waktu, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬menjelaskan
keutamaan puasa Ramadhan
‫ان اِ ْي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬
Hَ ‫ض‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬
Artinya: “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dalam keadaan iman dan ihtisab, maka diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu” (Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, Khashaisu Ummati-l
Muhammadiyyah, Hai’atu-sh Shofwati-l Malikiyyah, h. 192)

Berkaca pada hadits tersebut, agar kita bisa memperoleh keutamaan-keutamaan yang telah
dijelaskan, maka setidaknya ada dua syarat yang harus dilakukan:   Puasa dalam keadaan iman.
Iman yang dimaksud adalah membenarkan semua balasan dan pahala yang telah dijanjikan oleh
Allah.   Puasa dalam keadaan ihtisab, yaitu mengharap ridha Allah. Bukan puasa karena takut
menjadi bahan penggunjingan orang lain. Oleh karena itu, seyogianya kita dalam menjalani puasa
Ramadhan mengetahui kemuliaan ibadah ini, menjaga lisan dari bohong, ghibah, fitnah, menjaga
anggota badan dari perbuatan maksiat, menjaga hati dari sifat hasad, dan tidak memusuhi sesama.
Jika kita tidak menjauhi sifat-sifat tercela tersebut, maka dikhawatirkan kita masuk dalam golongan
orang yang disabdakan oleh Rasulullah
ُ‫ع َو ْال َعطَش‬
ُ ْ‫صيَا ِم ِه اِاَّل ْالجُو‬
ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
َ ‫صاِئ ٍم لَي‬
َ ‫ َك ْم ِم ْن‬,‫ﷺ‬
Artinya: "Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apapun dari puasanya
kecuali hanya lapar dan haus" (Imam al-Ghazali, Bidayatu-l Hidayah, bab Adabu-sh Shiyam) Yakni,
tidak ada pahala sama sekali yang didapat.

Hadirin rahimakumullah, 

Ramadhan tidak melulu tentang kemuliaan, tapi ada juga ancaman yang ditujukan bagi segelintir
orang. Dikisahkan ketika Nabi menaiki mimbar, pada tangga pertama beliau berucap âmîn. Pada
tangga kedua dan ketiga beliau juga berucap âmîn. Para sahabat akhirnya bertanya, “Wahai
Rasulullah, kami mendengar engkau mengucapkan âmîn tiga kali.” Nabi menjelaskan, “Pada tangga
pertama tadi, Jibril mendatangiku dan mengatakan,
ُ‫ فَا ْن َسلَ َخ ِم ْنهُ َولَ ْم يُ ْغفَرْ لَه‬، َ‫ضان‬ َ ‫َشقِ َي َع ْب ٌد َأ ْد َر‬
َ ‫ك َر َم‬
Artinya: “Celaka orang yang menjumpai Ramadhan dan melewatinya tapi dosa-dosanya tidak
diampuni.” Maka aku mengucapkan ‘âmîn’. Pada tangga kedua Jibril berkata,
َ‫ك َوالِ َد ْي ِه َأوْ َأ َح َدهُ َما فَلَ ْم يُ ْد ِخاَل هُ ْال َجنَّة‬
َ ‫َشقِ َي َع ْب ٌد َأ ْد َر‬
Artinya: “Celaka orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya tapi hal
itu tidak bisa memasukkannya ke surga.” Maka aku mengucapkan ‘âmîn’. Pada tangga ketiga Jibril
berkata,

َ ُ‫َشقِ َي َع ْب ٌد ُذ ِكرْ تَ ِع ْن َدهُ َولَ ْم ي‬


َ ‫صلِّ َعلَ ْي‬
‫ك‬
Artinya: “Celaka orang yang ketika namamu disebut di dekatnya, tapi ia tidak bershalawat padamu.”
Maka aku mengucapkan ‘âmîn’. (Imam al-Bukhari, al-Adabu-l Mufrad, bab Man Dzukira ‘Indahu an-
Nabiyyu Falam Yushalli ‘Alaihi). Doa tersebut disampaikan oleh malaikat terbaik dan diaminkan oleh
manusia sekaligus makhluk terbaik. Maka sungguh rugi orang beriman yang dosanya tidak diampuni
oleh Allah setelah berlalunya Ramadhan. Nau’udzubillahi min dzalik. Berdasarkan keterangan-
keterangan tersebut, para Hadirin, mari kita bersama-sama menyambut Ramadhan dengan penuh
kekhusyukan. Mari bersama-sama memaksimalkan ibadah di dalamnya. Semoga kita semua bisa
memperoleh ridha Allah dan fadhilah atau keutamaan Ramadhan serta dijauhkan dari akhlak
tercela yang bisa membatalkan pahala puasa. Âmîn yâ rabbal ‘âlamîn.

ُ‫ك هللا‬َ ‫ت لِ َغ ٍد ۖ َواتَّقُوا هَّللا َ ۚ ِإ َّن هَّللا َ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُونَ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ با َ َر‬
ْ ‫ َو ْلتَنظُرْ نَ ْفسٌ َّما قَ َّد َم‬   ‫َّج ِيم‬ ِ َ‫َأعُو ُذ بِاهَّلل ِ ِمنَ ال َّش ْيط‬
ِ ‫ان الر‬
‫ف َر ِح ْي ٌم‬ ٌ ْ‫ك بَرٌّ َرُؤ و‬ ٌ ِ‫ إنّهُ تَعاَلَى َجوّا ٌد َك ِر ْي ٌم َمل‬.‫ت وال ِّذ ْك ِر ال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي وَِإيّا ُك ْم بِاآليا‬،‫آن ال َع ِظي ِْم‬ ِ ْ‫لِ ْي َولك ْم فِي القُر‬
Khutbah II
‫ُأ‬ َ ‫ َوُأ‬،‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َو َكفَى‬
 ‫ك‬ َ ‫َر ْي‬ ِ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬.‫ َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأ ْه ِل ْال َوفَا‬،‫صلِّ ْي َو َسلِّ ُم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ْال ُمصْ طَفَى‬
‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي ْال َع ِظي ِْم َوا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ و‬، َ‫ فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ ن‬،ُ‫ َأ َّما بَ ْعد‬.ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬،ُ‫لَه‬
ِّ
‫صلوا َعلَ ْي ِه َو َسل ُموا‬ ُّ َّ ‫َأ‬
َ ‫ يَا يُّهَا ال ِذينَ آ َمنُوا‬،‫صلونَ َعلَى النَّبِ ِّي‬ ُّ َ ُ‫ ي‬Hُ‫ ِإ َّن هَّللا َ َو َماَل ِئ َكتَه‬:‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه ْال َك ِري ِْم فَقَا َل‬َّ ‫ َأ َم َر ُك ْم بِال‬،‫َظي ٍْم‬ ِ ‫بَِأ ْم ٍر ع‬
ٰ
‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا‬ ِ َ‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوب‬ ِ ‫صلَّيْتَ َعلَى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى‬ َ ‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما‬ ِ ‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫ اَللّهُ َّم‬،‫تَ ْسلِي ًما‬
ْ ّ ٰ ْ
َ‫ اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِل ُم ْسلِ ِم ْين‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َّ‫ فِ ْي ال َعالَ ِم ْينَ ِإن‬،‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬ ِ ‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى‬ ِ ‫ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
ْ ْ َ ْ ْ َ ْ ْ ‫َاَل‬
َ‫ اللهم ادف ْع َعنا البَ َء َوالغ َء َوال َوبَا َء َوالفحْ شَا َء َوال ُمنك َر َوالبَغ َي َوال ُّسيُوْ ف‬،‫ت‬ ْ ‫اَل‬ ْ َّ َ ْ ‫َأْل‬ ْ
ِ ‫ت ا حْ يَا ِء ِمنهُ ْم َوا ْم َوا‬ ‫َأْل‬ ‫ْؤ‬ ْ
ِ ‫وال ُم ِمنِ ْينَ َوال ُم ِمنَا‬ ‫ْؤ‬ ْ ‫ت‬ ِ ‫َو ْال ُم ْسلِ َما‬
،ِ‫َي ٍء قَ ِد ْي ٌر ِعبَا َد هللا‬ ْ ‫ك َعلَى ُكلِّ ش‬ َ َّ‫ ِإن‬،ً‫َان ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عَا َّمة‬ ِ ‫صةً َو ِم ْن ب ُْلد‬ َّ ‫ ِم ْن بَلَ ِدنَا هَ َذا خَا‬، َ‫ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَن‬، َ‫ْال ُم ْختَلِفَةَ َوال َّشدَاِئ َد َو ْال ِم َحن‬
‫ فاذكرُوا هللاَ ال َع ِظ ْي َم‬. َ‫ يَ ِعظك ْم ل َعلك ْم تَذكرُوْ ن‬،‫ان وَِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى ويَ ْنهَى ع َِن الفَحْ شَا ِء َوال ُمن َك ِر َوالبَغ ِي‬
ْ ُ َ َّ َ ُ َّ َ ُ ُ ْ ْ ْ ِ ‫إن هللاَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس‬ َّ
‫يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬

Anda mungkin juga menyukai