PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
IRINEFINKA PRAMUDITA
NIM 19010684028
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah melimpahkan berkat
dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang
berjudul “Pengaruh Menggambar Bebas Terhadap Kemampuan Bercerita Anak di
TK Cempaka Surabaya”. Dalam Penulisan Skripsi ini peneliti tidak terlepas dari
adanya kendala yang dihadapi, namun kasih karunia-Nya begitu melimpah
sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Selain itu,
penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari bimbingan, arahan, seta dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Mochamad Nursalim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Surabaya
2. Kartika Rinakit Adhe, S.pd, M.pd., selaku Ketua Jurusan PG-PAUD
Universitas Negeri Surabaya
3. Dr. Sri Setyowati, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen
Pembimbing Akademik yang selalu membimbing dan mengarahkan
penulis baik selama kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Nurhenti Dorlina Simatupang, M.Sn. dan Sri Widayati, S.Pd., M.Pd.,
selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran
membangun agar proposal ini lebih baik lagi.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan PG-PAUD yang telah
memberikan bekal ilmu dan pengetatahuan.
6. Kedua orang tua yang selalui memberikan dukungan dan doa, Bapak
Subur Saputra dan Ibu Kristina Yuswanti
i
7. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini
8. Serta semua pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyusunan
proposal penelitian ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih terdapat
banyak kekurangan dan keterbatasan peneliti. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan
proposal penelitian ini.
Surabaya, 12 Maret 2023
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
D. Penelitian Relevan .................................................................................................... 23
E. Kerangka Konseptual................................................................................................ 26
F. Hipotesis Penelitian ................................................................................................... 27
BAB III ................................................................................................................................. 28
METODE PENELITIAN ................................................................................................... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................................. 28
B. Lokasi Penelitian ........................................................................................................ 30
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................ 30
1. Populasi ................................................................................................................... 30
2. Sampel ..................................................................................................................... 31
D. Variabel dan Definisi Operasinal ........................................................................... 31
1. Variabel .................................................................................................................... 31
2. Definisi Operasional Variabel .............................................................................. 33
E. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 33
1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ........................................................................... 34
2. Ketentuan Penilaian............................................................................................ 35
3. Kriteria Penilaian ................................................................................................ 36
4. Format Observasi ................................................................................................ 38
F.Teknik Pengumpulan Data ....................................................................................... 38
1. Observasi .............................................................................................................. 38
2. Wawancara .......................................................................................................... 39
3. Dokumentasi ........................................................................................................ 39
G. Validasi dan Reliabilitas........................................................................................... 40
1. Validitas ................................................................................................................... 40
2. Reliabilitas ............................................................................................................... 40
H. Teknik Analisis Data ................................................................................................ 45
iv
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 48
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya yang
dilakukan sejak anak lahir sampai dengan usia enam tahun dengan
memberikan rangsangan serta stimulus yang bertujuan agar anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan dengan baik sehingga anak siap dalam
memasuki jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan anak usia dini untuk
membimbing pertumbuhan serta perkembangan anak sehingga memiliki
kesiapan dengan terbentuknya kemampuan untuk mengembangkan diri ke
arah pendidikan yang lebih tinggi.
Proses pendidikan adalah bagian dari perkembangan individu dalam
bersikap dan bermasyarakat dipengaruhi oleh lingkungan yang terorganisir
seperti lingkungan rumah dan sekolah (Ifadloh & Widayati, 2021)Pada usia
ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan sangat pesat
(Golden Age) tidak heran jika banyak orang tua yang memanfaatkan masa ini
agar anak memiliki perkembangan yang optimal.
Masa awal perkembangan anak dikenal dengan masa keemasan
(golden age) dimana terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan memiliki
keberagaman potensi yang dapat ditingkatkan (Dwi Handini, 2020). Pada
masa golden age kinerja otak anak terbentuk sekitar 80% dengan rentan usia
0-6 tahun (Setyowati & Ningrum, 2020). Selaras dengan hal itu Simatupang
dkk. mengemukakan bahwa proses perkembangan otak dan syaraf dimulai
sejak janin berkembang di dalam rahim dan terus berlanjut setelah lahir
1
karena itu, pemberian stimulus pada masa ini sangat perkembangan anak
usia dini yang mencakup berbagai aspek perkembangan. Mulyasa
mendefinisikan pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang
mengembangan aspek perkembangan anak baik kognitif, fisik motorik, seni,
bahasa, sosial emosional, nilai agama dan moral.(dalam Maghfiroh & Shofia
Suryana, 2021).
Bahasa merupakan salah satu aspek perkembangan anak usia dini
yang sangat penting karena bahasa merupakan alat komunikasi jika anak
memiliki gangguan dalam berbahasa maka anak akan sulit berinteraksi
dengan lingkungan sekitar hal itu disebabkan karena sulitnya anak
memahami bahasa dan memproduksi bahasa.
Menurut Hurlock (dalam Anggraini et al., 2019) memaparkan bahwa
bahasa merupakan perasaan, pikiran ucapan yang secara sistematis menjadi
satu secara teratur yang digunakan sebagai bentuk komunikasi satu orang
dengan lainnya yang terdiri dari menyimak, berbicara membaca dan
menulis. Dalam kehidupan sehari-hari anak berinteraksi dengan lingkungan
sekitar dan tentunya bahasa merupakan media yang digunakan untuk
berinteraksi satu dengan lainnya. Oleh karena itu perkembangan bahasa
perlu dilatih sejak anak usia dini agar anak dapat memiliki kemampuan
berbahasa yang baik agar anak dapat mengekspresikan diri dan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar melalui bahasa.
Menurut Jean Piaget bahasa merupakan kemampuan yang berasal
dari pekembangan kognitif dan bukanlah ciri alamiah yang terpisah.
Menurut B.F. Skinner (dalam Mahmud & Idham, 2019) perilaku terjadi
melalui dua proses yaitu stimulus dan respon, kemampuan bahasa pada
anak tidak bergantung pada penguasaan kaidah melainkan dipengaruhi oleh
2
faktor dari luar diri anak itu sendiri. Navitis juga memiliki pandangan bahwa
Bahasa merupakan bawaan sejak anak lahir yang merupakan faktor biologis
dan tidak dipengaruhi oleh pengalaman yang merupakan proses dari
kehidupan anak (Isna, 2019).
Kegiatan yang dapat mengembangkan kemampuan berbahasa anak
usia dini salah satunya adalah bercerita. Bercerita merupakan bentuk dari
kemampuan berbahasa anak yang melibatkan kemampuan berfikir yang
mengembangkan fantasi dan imajinasi anak sehingga pembelajaran menjadi
lebih menarik dan menyenangkan.
Kemampuan berbicara dikembangkan menjadi beberapa jenis yaitu
bercerita, tanya jawab, peran micro dan bercakap-cakap. Melalui bercerita
kemampuan berbicara anak akan terus terlatih sehingga Ketika anak sudah
biasa terlatih maka kemampuan bicara dalam bercerita akan semakin
optimal. Bercerita meerupakan sebuah alat agar anak dapat
mengekspresikan diri,ide,gagasan yang ada dipikiran mereka dan apa yang
mereka inginkan didepan orang lain.
Berdasarkan observasi awal pada tanggal 13 februari 2021 sampai
dengan 14 februari 2021 yang dilakukan di TK Cempaka Surabaya pada anak
kelompok B yang berjumlah 16 anak dimana kemampuan bahasa dalam
bercerita masih perlu dikembangkan. Anak masih belum bisa bercerita
didepan guru dan teman-temannya dikarenakan di TK Cempaka Surabaya
belum pernah melakukan kegiatan yang melatih anak untuk bercerita
didepan guru dan teman-temannya. Anak lebih banyak pemalu dan kurang
percaya diri. Anak bercerita sebatas dengan dengan teman terdekatnya. Di
TK Cempaka Surabaya masih kurang stimulus agar anak berlatih dalam
becerita
3
Kurang optimalnya anak dalam perkembangan bahasa terkhusus
dalam aspek bercerita kurang hal ini disebabkan kurangnya pembelajaran
yang melibatkan anak lebih banyak dalam bercerita sesuai dengan pemikiran
anak. Pembelajaran yang dilakukan masih bersifat abstrak dan kurang
terarah. Karena kurangnya stimulasi yang melibatkan anak untuk lebih
banyak bercerita sehingga aspek perkembangan bahasa pada anak belum
berkembang secara optimal. Anak juga kurang antusias dalam kegiatan
pembelajaran hal ini dikarenakan anak kurang tertarik pada berlangsung,
yang lebih banyak meminta anak untuk mendengar dibandingkan untuk
bercerita sehingga membuat anak bosan dan mengantuk.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan aspek
perkembangan bahasa khususnya bercerita yaitu dengan kegiatan
menggambar bebas yang membebaskan anak untuk menuangkan pemikiran
dan mengembangkannya menjadi imajinasi disisi lain anak juga dibebaskan
dalam berkreasi sesuai dengan apa yang anak mau. Kemudian setelah anak
menuangkan pikiran yang disertai dengan imajinasi anak, anak akan diminta
untuk menceritakan gambarnya didepan guru dan teman-temannya hal ini
merupakan bentuk stimulus agar anak terus berlatih dalam bercerita. Cerita
dari masing-masing anak tentunya berbeda dan memiliki kesan tersendiri
sehingga anak akan lebih antusias dalam melakukannya.
Alasan menggunakan kegiatan menggambar bebas karena penelitian
ini belum pernah dilakukan di TK Cempaka Surabaya. Kegiatan yang
dilakukan menggunakan media kertas gambar dan pensil warna, krayon
maupun cat warna sesuai dengan kemauan dan kreasi yang anak mau. Media
yang digunakan anak dalam menggambar merupakan bahan yang aman dan
tidak asing bagi anak sehingga akan mengurangi kesulitan anak dalam
4
melakukan kegiatan menggambar bebas. Selain itu kegiatan menggambar
bebas tidak membatasi anak dalam berkreasi. Setelah selai menggambar anak
akan lebih antusias karena suasana belajar akan lebih menyenangkan dimana
anak akan mendemonstrasikan karyanya sambil bercerita didepan guru dan
teman-temannya.
B. Rumusan Masalah
Adakah Pengaruh kegiatan menggambar bebas terhadap kemampuan
bercerita pada anak Kelompok B di TK Cempaka Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
disampaikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada atau tidak pengaruh menggambar bebas terhadap kemampuan bercerita
pada anak Kelompok B di TK Cempaka Surabaya ?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dari Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
dijadikan sebagai bahan kajian pembaca khususnya untuk
mengembangkan kemampuan bercerita melalui kegiatan menggambar
bebas
2. Secara Praktis
Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat kepada :
5
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk
terjun di dunia pendidikan dan sebagai referensi lanjutan untuk
penelitian yang sejenis.
b. Bagi Guru
Penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi guru sebagai salah satu cara
dalam pembelajaran di Taman Kanak-Kanak
c. Bagi Anak
Melalui kegiatan menggambar bebas dapat membantu anak untuk
mengembangkan kemampuan bercerita.
E. Batasan Penelitian
Agar penelitian ini tidak meluas terlalu jauh dan menghindari kesalah
pahaman maka peneliti membatasi penelitian sebagai berikut :
1. Subjek penelitian ini terbatas pada anak usia dini kelompok di TK
Cempaka Surabaya yang berjumlah 16 anak
2. Penelitian ini mengukur kemampuan bahasa anak yang terbatas pada
kemampuan bercerita
3. Penelitian ini terbatas hanya menggunakan kertas dan alat mewarnai
4. Penelitian ini tidak digeneralisasikan
F. Asumsi Penelitian
Asumsi merupakan suatu anggapan yang tidak perlu dibuktikan
kebenarannya. Berdasarkan dari pengertian asumsi diatas, maka dapat
dikemukakan asumsi dalam penelitian ini adalah :
1. Kegiatan menggambar akan sangat menyenangkan jika anak
melakukannya secara bebas atau sesuai dengan kehendak anak.
2. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam bercerita.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Bercerita
1. Pekembangan Bahasa
Menurut Hurlock (dalam Robingatin & Zakiyah, 2019) Perkembangan
merupakan akibat dari suatu pengalaman dan kematangan seseorang yang
membuahkan hasil kemajuan yang nyata.Kematangan seorang anak akan
menjadi matang dengan adanya suatu proses yang dibagi menjadi beberapa
tahapan yang dimulai dari manusia itu lahir,masa neonatus atau periode
awal setelah anak lahir,masa bayi,masa kanak-kanak awal atau balita,masa
kanak-kanak, dan yang terakhir adalah tahap puber. Perkembangan anak
pada masa usia dini memerlukan stimulasi dari lingkungan sekitarnya yang
dilakukan secara maksimal (Istim et al., 2022)
Bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan anak usia
dini karena menjadi dasar dalam berkomunikasi dengan masyarakat, oleh
karena itu lingkungan harus memperhatikan aspek bahasa baik di sekolah,
keluarga, ataupun masyarakat (I. A. Sari & Simatupang, 2019) .
Tahapan Perkembangan bahasa anak perlu sesuai dengan usianya jika
orang tua mengharapkan serta menuntut anak agar anak dapat berkembang
tidak sesuai dengan usianya maka hal tersebut hanya akan membahayakan
anak.Maka dapat disimpulkan Perkembangan anak usia dini merupakan
suatu proses kematangan dari seorang anak yang diukur berdasarkan usia
dan tahapan yang sesuai dan melalui proses yang terintegrasi,terstruktur dan
kompleks dan bukannlah proses penambahan kuantitas dari berat dan tinggi
seseorang.
7
Perkembangan bahasa dimulai sejak anak lahir dengan menggunakan
bahasa awal anak yang paling sederhana yaitu “menangis dan seiring
berjalannya waktu tangisan berkembang menjadi ocehan yang diperlengkapi
dengan gerakan tubuh yang dinilai sebagai salah satu syarat dalam
berbahasa. Aspek bahasa perlu diperkenalkan sejak anak lahir dan sebelum
anak memasuki usia dua tahun karena Menurut Arumsari et al. anak usia
dua sampai tujuhtahun merupakan usia anak memasuki periode sensitif
(2017). Pada usia ini merupakan kesempatan terbaik agar anak memiliki
perkembangan bahasa yang optimal.
Permendiknas memaparkan bahwa perkembangan bahasa terdiri dari
dua aspek yaitu menerima bahasa dan mengungkapkan bahasa. Aspek
menerima bahasa terdiri dari tiga tingkat perkembangan bahasa, yaitu:
1) mampu memahami beberapa perintah dalam kurun waktu
bersamaan.
2) mampu mengulangi kalimat yang lebih kompleks
3) mampu memahami aturan dalam sebuah permainan.
Sementara itu, aspek mengungkapkan bahasa terdiri dari enam
tingkat perkembangan bahasa, yaitu:
1) mampu menjawab pertanyaan yang lebih kompleks
2) mampu menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang
sama
3) mampu berkomuikasi secara lisan dengan perbendaharaan kata-
kata
4) mampu menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap
ketika menceritakan suatu pengalaman maupun peristiwa
8
5) mampu mengunakanlebih banyak kata-kata untuk
mengekspresikan ide kepada orang lain
6) mampu melanjutkan sebagian cerita dongeng yang telah
diperdengarkan. (Rita, 2019)
9
2. Bahasa Anak Usia Dini
Bahasa merupakan salah satu aspek perkembangan yang berfungsi
agar anak dapat mengekspresikan pikiran,ide serta gagasan kepada orang
lain. Bahasa merupakan alat yang digunakan dalam berkomunikasi memalui
mencurahkan pengalaman dalam bentuk simbol-simbol yang digunakan
sebagai sarana mengungkapkan pikirannya.Selaras dengan pendapat
tersebut bahasa diperoleh melalui proses pengalaman yang telah
berkembang dan didukung dengan rangsangan yang dilakukan dengan
kehendak anak sendiri. Jadi,bahasa merupakan alat yang digunakan sebagai
sarana menyampaikan gagasan dan pikiran dalam bentuk sistem simbol
yang diperopleh melalui proses kematangan.
Kemampuan anak dalam berbahasa merupakan hasil dari pengolahan
dan perkembangan dari lingkungan. Proses perkembangan bahasa
melibatkan beberapa tahapan yang harus dilalui dengan latihan dan
pengalaman yang cukup. Dukungan dan Stimulasi yang tepat dari
lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak dapat
berkembang secara maksimal. Sebaliknya, jika anak tidak mendapatkan
dukungan dan stimulasi yang tepat maka anak akan memiliki hambatan
dalam berbahasa. Ketika perkembangan bahasa tidak berjalan secara optimal
pada periode ini maka akan mempengaruhi perkembangan bahasa anak
seumur hidupnya.
Menurut Piaget (dalam Arumsari et al., 2017) mengemukakan bahwa
anak-anak menggunakan skema untuk memahami dunia sekitar mereka, dan
skema tersebuh telah mengalami perkembangan melaui empat periode
utama yang saling memiliki keterkaitan dan semakin canggih seriring
bertambahnya usia. Empat periode utama tersebut adalah: sensorimotorik,
10
praoperasional, operasi konkret, dan operasi formal. Piaget percaya bahwa
setiap anak pasti melewati empat periode utama tersebut secara berurutan
dan tidak mungkin anak dapat melompati satu tahap dalam empat tahap
tersebut, meskipun setiap anak memiliki kemampuan dan kecepatan yang
berbeda dalam melalui empat tahap utama.
Berbeda dengan pendapat Piaget, Vygotsky (dalam Agustyaningrum
et al., 2022) berpendapat bahwa bahasa yang diperoleh anak dihasilkan dari
hasil belajar anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka, interaksi
sosial dan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan
sekitar bertujuan untuk memperoleh nilai-nilai budaya. Budaya tempat
tinggal anak memiliki kontribusi pada apa yang dipelajari anak.
Bahasa merupakan sarana komunikasi utama bagi anak-anak untuk
mengekspresikan keinginan dan kebutuhan mereka(Faizah & Simatupang,
2016). Bahasa dapat membantu anak memiliki jangkauan terhadap
pengetahuan serta memperluas pemahaman akan dunia sekitar dan
pengetahuan mereka dengan bantuan interaksi dengan lingkungan sekitar
anak. Keterlibatan orang dewasa dalam membantu perkembangan bahasa
anak berlangsung secara optimal sangat diperlukan dan sangat berpengaruh
dengan pencapaian bahasa pada anak. Orang dewasa merupakan mediator
dalam proses belajar anak yang erat kaitannya dalam perkembangan bahasa.
Pembelajaran bahasa anak terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Bahasa
reseptif menurut Myklebust (dalam Widayati & Saputri, 2016) adalah
kemampuan anak untuk mendengarkan dan membaca, serta
membandingkan bentuk tulisan dengan bunyi perkataan, (2) Bahasa
ekspresif merupakan kemampuan anak untuk mengekspresikan perasaan,
mengubah intonasi suara, menggunakan gerakan tubuh, dan
11
mengungkapkan keinginannya kepada orang lain dengan cara yang mudah
dipahami namun bermakna (Widayati & Saputri, 2016).
Pemerolehan bahasa pada anak diperoleh oleh lingkungan sekitar
melalui stimulus yang terus menerus dan dengan bantuan dari orang
dewasa. Perkembangan bahasa yaitu keterampilan menyimak, membaca,
menulis, dan berbicara. Tetapi pada usia dini biasanya masih belum
sempurna untuk menguasai keterampilan tersebut, Oleh karena itu orang
dewasa disekitar anak perlu menjadi mediator sebagai sarana yang
mendukung perkembangan bahasa anak usia dini melaui komunikasi yang
aktif dan menggunakan bahasa yang baik dan benar (Simatupang et al.,
2022). Menurut Bachir (dalam Widayati & Dorlina Simatupang, 2019)
meningkatkan kemampuan bahasa pada anak usia 4-6 tahun terutama dalam
aspek menyimak, berbicara, dan membaca dapat dilakukan dengan berbagai
cara salah satunya adalah dengan bercerita.
Masa usia dini merupakan masa yang paling tepat dalam pemberian
stimulasi perkembangan bahasa karena pada masa ini anak sangat sensitif
dan peka terhadap lingkungan sekitar, apa yang lingkungan sekitar lakukan
maka anak akan melakukan proses imitasi. Oleh karena itu, agar
perkembangan bahasa anak berjalan secara optimal lingkungan sekitar anak
atau orang dewasa perlu memberikan fasilitas yang mendukung tumbuh
kembang anak. Menurut Musfaroh Salah satu cara memberikan rangsangan
tersebut yaitu dengan kegiatan bercerita (Widayati & Dorlina Simatupang,
2019).
12
3. Bercerita
Menurut Suyanto dalam (Robingatin & Zakiyah, 2019) Bercerita
adalah salah satu cara untuk melatih kemampuan berbahasa anak, baik
dengan baik dengan mendengarkan cerita yang diceritakan anak atau
meminta anak untuk bercerita. Selaras dengan pendapat tersebut Dhine
(dalam Adhimah & Simatupang, 2014) mengemukakan bahwa bercerita
adalah metode pengembangan bahasa yang dapat dilakukan oleh berbagai
pihak seperti guru, orang tua, dan anak didik untuk mengembangkan
bahasa. Bercerita juga merupakan salah satu bentuk dari kemampuan
berbahasa yang memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan bahasa,
kemampuan berfikir, dan dapat berinteraksi dengan orang lain.
Kemampuan bercerita yang anak miliki akan menggambarkan sejauh
mana kemampuan berbahasa mereka. Dalam Bercerita tidak semua anak
memiliki kemampuan ini jika kemampuan berbahasanya belum
berkembang, oleh karena itu agar anak dapat memiliki kemampuan bercerita
yang baik perlu adanya rangsangan atau stimulasi yang memicu agar anak
dapat bercerita. Sedangkan pengertian metode bercerita adalah suatu teknik
yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran secara lisan
dalam bentuk cerita kepada anak-anak (Rasmani et al., 2020). Menurut
Hariati & Setyowati pembelajaran pada anak usia dini dapat menggunakan
beberapa metode seperti metode karyawisata, metode pemberian tugas,
metode demonstrasi dan metode bercerita (2014). Namun, peneliti
memfokuskan pada keterampilan bercerita anak.
Bercerita menurut Sukatin dkk. (2022) merupakan penyampaian
suatu peristiwa atau kejadian dalam bentuk berbicara sebagai cara
penyampaiannya sebagai upaya tujuan membagikan suatu pengetahuan
13
maupun pengalaman yang dialami kepada orang lain yang bertujuan agar
perkembangan bahasa dapat berkembang secara optimal. Sedangkan
bercerita menurut Zein & Puspita bercerita merupakan kegiatan yang
melibatkan aktivitas mengembangkan imajinasi serta menambah kosa kata
yang dimiliki anak (2021). Bercerita juga merupakan hasil dari kreativitas
dalam bentuk sastra yang memiliki keunikan dalam perancangan kata-kata
yang melibatkan imajinasi anak-anak maupun orang dewasa (Zein &
Puspita, 2021). Tarigan (dalam Kurniawati & Widayati, 2015) berpendapat
bahwa kemampuan bercerita meliputi kemampuan mengeluarkan suara
atau kata-kata dengan cara yang tepat untuk mengungkapkan pikiran, ide,
atau perasaan.
Dari beberapa pengertian bercerita diatas maka dapat disimpulkan
bahwa bercerita erat kaitannya dengan proses pengucapan kata-kata yang
didukung dengan perkembangan imajinasi yang jelas yang berguna untuk
memperjelas komunikasi maupun menyampaikan pengalaman atau
peristiwa kepada orang lain.
4. Manfaat bercerita
Manfaat bercerita untuk anak menurut (Izzati, L., & Yulsyofriend,
2020), yaitu:
1) Bercerita dapat menmpengaruhi perkembangan intelektual padaanak
2) Bercerita dapat merangsang imajinasi anak dalam berfikir dan berbicara
3) Bercerita memberikan ruang pada anak untuk memiliki kebebasan dalam
berekspresi
4) Bercerita dapat mengembangkan kemampuan kognitif pada anak
14
5) Bercerita dapat membantu anak mengembangkan aspek sosial-emosional,
6) Menanamkan nilai-nilai kehidupan yang selaras dengan nilai agama dan
moral.
Sedangkan Sukatin memaparkan manfaat bercerita, yaitu:
1) Sebagai ruang gerak agar anak memiliki kebebbasan dalam menuangkan
ekspresi dalam kegiatan yang disukai anak
2) Mendorong anak memiliki kepekaan atau inisiatif dan kreativitas anak
dalam berbagian dalam kegiatan bercerita
3) Bercerita juga dapat membantu anak untuk menghilangkan rasa tidak
percaya diri, malu, rendah diri, untuk tampil didepan teman-
temannya.(Sukatin et al., n.d.)
Bercerita memiliki manfaat yang besar bagi perkembangan otak
anak(Y. Kurniawati & Setyowati, 2014). Namun manfaat bercerita secara
umum menurut (Nurjanah, Ayu Putri., Anggraini, 2013)memiliki beberapa
manfaat, yaitu:
1) Bercerita dianggap sebagagai alat pendidikan budi pekerti yang mudah
untuk dipahami oleh anak, selain juga sebagai contoh yang dapat dilihat oleh
anak sehari-hari
2) Bercerita dapat menjadi materi dan metode yang dapat dibaurkan dengan
keterampilan bicara, membaca, menulis, dan menyimak terutama untuk
anak usia dini
3) Bercerita memberikan peluang agar anak dapat mengembangkan
kemampuan bersimpati dan berempati kepada orang lain sehingga
membantu anak memiliki kepekaan dalam bersosial
15
4) Bercerita memberikan contoh pada anak bagaimana cara menghadapi
masalah dengan baik, melakukan pembicaraan yang baik, serta
mengendalikan keinginan yang dinilai negatif oleh masyarakat
5) Bercerita memberikan nilai-nilai sosial seperti menghormati orang tua,
berbagi, dan selalu bersikap jujur sehingga menjadi tolak ukur sosial bagi
anak
6) Bercerita memfasilitasi agar anak lebih mudah mencerna serta mengingat
pembelajaran budi pekerti
7) Bercerita memberikan kesempatan pada anak untuk menerapkan nilai-
nilai yang telah dipelajari
8) Bercerita juga memberikan efek psikologis pada guru dan anak seperti
kedekatan emosional guru dan anak
9) Bercerita meningkatkan pemahaman anak tentang peristiwa yang
didengarkannya termasuk alur, plot, serta hubungan sebab-akibat yang
terjadi yang dapat membantu anak agar dapat menganalisis suatu kejadian
10) Bercerita memikat anak untuk melakukan kegiatan belajar yang
menyenangkan melalui kegiatan bercerita yang imajinatif dan menghibur
sehingga anak akan tertarik dan senang dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran
11) Bercerita juga memberikan makna dalam proses belajar terutama pada
empati sehingga anak memiliki cara pandang yang luas mengenai perspektif
orang lain.
16
5.Tujuan Bercerita
Menurut Permendiknas (Rita, 2019) bercerita memiliki beberapa
manfaat yaitu :
1) Salah satu cara agar anak dapat berekspresi dalam suatu kegiatan
yang anak sukai
2) Sebagai pendukung inisiatif,kreativitas,aktivitas pada anak agar
berbagian dalam kegiatan
3) agar anak memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dalam bercerita
secara tidak langsung anak akan dilatih untuk berbicara secara jelas
agar orang lain yang mendengar dapat mengerti apa yang dimaksud
anak kemudian anak juga akan berlatih memilih intonasi yang
sesuai,memilih pemilihan kata yang tepat dan sistematis
17
lantang didepan teman-teman, sehingga hal ini dapat membantu proses
kegiatan pembelajaran anak lebih efektif dan interaktif (Nurjanah, Ayu
Putri., Anggraini, 2013).
18
secara bebas dan tanpa syarat dalam sebuah karya seni, (2) Menggambar
bebas memberikan manfaat pada aspek sosial emosional khusnya pada
peningkatan konsentrasi anak, ketelitian, kesabaran, daya ingat dalam
menghasilkan gambar, (3) Menggambar bebas membantu anak
mengekspresikan dan menyalurkan emosi melaui gambar yang mereka buat,
(4) Menggambar bebas juga memiliki manfaat melatih keterampilan dan
kemampuan motorik halus pada anak dengan menggerakan tangannya dan
menghasilkan gambar yang dikehendaki ana
Manfaat menggambar bebas secara umum menurut Eka dalam
(Annuar & Febrianti, 2020), yaitu:
1) Menggambar bebas dapat dijadikan sebagai alat bercerita sebagai
alat bercerita melalui bahasa visual atau dalam bentuk gambar. Anak
dapat mengungkapkan ide atau cerita yang muncul dalam pikirannya
melalui gambar yang ia buat
2) Menggambar bebas juga dapat menjadi media untuk mencurahkan
perasaan. Dengan menggambar, anak dapat mengekspresikan emosi
dan perasaannya dengan cara yang lebih aman dan nyaman
3) Selain itu, mengambar bebas juga dapat dijadikan sebagai alat
bermain yang menyenangkan bagi anak. Dalam menggambar, anak
dapat mengeksplorasi imajinasinya dengan cara yang lebih kreatif dan
tidak terbatas
4) Menggambar bebas juga dapat melatih ingatan anak. Dalam
menggambar, anak perlu mengingat detail-detail yang akan digambar
dan mempertimbangkan urutan cerita atau ide yang akan digambar
dan mempertimbangkan urutan cerita atau ide yang akan dituangkan
dalam gambar.
19
5) Selain itu, menggambar bebas juga dapat meliputi berfikir
komperhensif atau menyeluruh. Anak perlu mempertimbangkan
berbagai aspek dalam membuat gambar, seperti warna,, bentuk, dan
detail-detail lainnya
6) Menggambar bebas juga dapat menjadi media sublimasi perasaan,
dimana anak dapat mengekspresikan perasaannya secara tidak
langsung melalui gambar yang ia buat
7) Selain itu,menggambar bebas juga dapat melatih kreativitas anak.
Dalam menggambar, anak dapat mengembangkan imajinasi dan
kemampuan berfikir kreatif
8) Terakhir menggambar bebas juga dapat melatih ketelitian anak
melalui pengamatan langsung terhadap objek atau detail yang akan
digambar. Anak perlu memeperhatikan detail-detail kecil yang
mungkin terlewatkan dalam gambar.
20
4.Tahap Menggambar bebas
Dalam menggambar dibagi menjadi beberrapa tahap, Menurut Reni Sri
Wahyuni (2018) pada anak usia dini menggambar dibagi menjadi dua tahap,
yaitu:
a. Tahap coreng mencoreng
Tahap coreng mencoreng merupakan tahap awal dalam
menggambar yang dimulai dari usia 2 tahun hingga usia 4 tahun. Pada
tahap ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu tahap tak beraturan, tahap
corengan tekendali, dan tahap corengan terbentuk nama. Pada tahap
tak beraturan anak belum dapt mengendalikan gerakan tangan dan
masih menggambar secara acak. Pada tahap Corengan terkendali,
anak mulai dapat mengendalikan gerakan tangannya dan mampu
menghasilkan gambar dengan lebih terarah. Sedangkan pada tahap
corengan berbentuk nama, anak mulai mampu menggambar bentuk-
bentuk sederhana seperti lingkaran atau segitiga dan dapat
memberikan nama pada gambar tersebut.
b. Tahap Prabagan
Tahap Prabagan dimulai dari usia 4 tahun hingga 7 tahun. Pada
tahap ini motorik anak sudah lebih berkembang sehingga ia dapat
lebih baik dalam mengendalikan gerakan tangan dan menuangkan
imajinasinya ke dalam gambar. Anak cenderung menekankan pada
bagian-bagian yang aktif dalam gambar dan sering kali melupakan
beberapa bagian yang kurang penting. Pada tahap ini, anak mulai
dapat menggambar bentuk-bentuk yang lebih kompleks dan
mendetail dengan lebih baik dibandingkan pada tahap sebelumnya.
21
C. Analisis Teori tentang Pengaruh Kegiatan Menggambar Bebas terhadap
Kemampuan Bercerita Anak di TK Cempaka Surabaya
Menurut Cahyono pengaruh adalah sebuah kondisi dmana teerdapat
hubungan timbal balik atau sebab akibat antara suatu hal yang
mempengaruhi dengan hal yang dipengaruhi (2020). Dalam hal ini, dua hal
yang berbeda tersebut dihubungkan dan dicari apakah ada faktor yang
menghubungkannya. Di sisi lain, pengaruh juga dapat didefinisikan sebagai
suatu daya yang mampu memicu perubahan pada sesuatu, dan apabila salah
dari faktor tersebut mengalami perubahan maka akan menimbulkan akibat
atau dampak pada hal yang dipengaruhi. Sedangkan Abdul Latief
mengatakan bahwa pengaruh merupakan suatu hal yang berhubungan dan
saling mempengaruhi yang melibatkan interaksi satu dengan lainnya ( 2016).
Mengarah pada pemikiran para ahli, dapat diambil satu kesimpulan
bahwa pengaruh adalah dua hal berbeda yang saling dihubungkan melalui
sebuah interaksi dan dicari apakah ada faktor yang mempengaruhi dua hal
tersebut. Maka pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengaruh kegiatan menggambar bebas terhadap kemampuan bercerita anak
di TK Cempaka Surabaya, selanjutnya peneliti menganalisis menggunakan
Uji Wilcoxon. Alasan menggunakan Uji Wilcoxon adalah untuk mencari
perbedaan kemampuan bercerita anak di TK Cempaka Surabaya sebeelum
dan sesudah diberi perlakuan menggunakan kegiatan menggambar bebas.
Jadi setelah menerapkan kegiatan menggambar bebas, akan diketahui ada
pengaruhnya atau tidak terhadap kemampuan bercerita anak di TK
Cempaka Surabaya.
22
D. Penelitian Relevan
23
3. Sukatin dkk. (2022) a. Variabel Xnya sama Sukatin dkk. (2022)
dengan judul yaitu menggambar menggunakan uji
pengaruh bebas ANOVA sedangkan
menggambar bebas b. Variabel Xnya sama penelitian ini
terhadap yaitu Kemampuan menggunakan uji
kemampuan bercerita wilcoxon match pair test
bercerita anak
4. Mayar et al. (2019) Variabel X sama yaitu a. Penelitian Mayar et al.
dengan judul menggambar bebas (2019) menggunakan
peningkatan penelitian PTK (
kreatifitas anak penelitian tindakan
melalui kegiatan kelas) sedangkan
menggambar bebas penelitian ini
setiap hari di Taman menggunakan
Kanak-Kanak penelitian eksperimen
Darussalam Gadut b. Variabel Ynya
Kreativitas anak
sedangkan penelitian ini
variabel Ynya
kemampuan bercerita
5. Anita (2019) dengan a. Variabel X sama a.Anita (2019)
judul pengaruh yaitu menggambar menggunakan metode
kegiatan bebas penelitian kualitatif
menggambar bebas b. Jumlah sample sama sedangkan penelitian ini
terhadap kreativitas yaitu berjumlah 16 anak menggunakan metode
anak di kelompok B kuantitatif
24
TK Permataku Desa b.Variabel Ynya
Lenju Kecamatan Kreativitas anak
Sojol Utara sedangkan penelitian ini
Kabupaten Donggala kemampuan bercerita
25
E. Kerangka Konseptual
Berdasarkan kajian teori diatas maka dapat disimpulkan kerangka pemikiran
yang dapat digunakan dalam penelitian sebagai berikut
Bagan 2.1 Kerangka Konseptual
26
F. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis nihil (HO) : Tidak ada pengaruh dari kegiatan menggambar bebas
terhadap kemampuan bercerita anak di TK Cempaka Surabaya.
2. Hipotesis alternatif (Ha) : Ada pengaruh dari kegiatan menggambar bebas
terhadap kemampuan bercerita anak di TK Cempaka Surabaya
27
BAB III
METODE PENELITIAN
O1 X O2
Keterangan :
O1 : Sebelum melakukan perlakuan (pre-test)
O2 : Sesudah melakukan perlakuan (post-test)
X : Perlakuan yang diberikan (treatment)
28
posttest design tanpa adanya kelompok kontrol dengan alasan peneliti hanya
menggunakan satu kelas yaitu kelompok B di TK Cempaka Surabaya dengan
jumlah siswa 16 anak. Maka prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pre-test (O1) selama 1 kali yang merupakan tahap awal
penilaian untuk mengetahui kemampuan bercerita anak kelompok B di
TK Cempaka Surabaya dengan cara mendongeng.
2. Memberikan treatment (X) selama 4 kali menggunakan kegiatan
menggambar bebas untuk mengetahui pengaruh dari kegiatan
menggambar bebas.
3. Melakukan post-test (O2) selama 1 kali dengan cara mendongeng untuk
mengetahui pengaruh setelah diberikan treatment.
4. Membandingkan pre-test (O1) dan post-test (O2) untuk mengetahui ada
atau tidak pengaruh dari kegiatan menggambar bebas terhadap
kemampuan bercerita anak kelompok B di TK Cempaka Surabaya.
Pada penelian ini pre-test (O1) akan dilaksanakan selama satu kali pada
minggu pertama, treatment (X) akan dilaksanakan selama empat kali pada minggu
kedua dan ketiga dan post-test (O2) juga akan dilaksanakan selama satu kali pada
minggu ke empat, jadi total keseluruhan penelitian ini dilakukan selama selama
enam kali dalam waktu satu bulan. Saat pelaksanaan pre-test (O1) peneliti akan
mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan mendongeng dengan tema.
Selanjutnya setelah melakukan pre-test maka peneliti akan melakukan treatment (X)
dengan mengajak anak anak melakukan kegiatan menggaambar bebas dilakukan
selama empat kali selama dua minggu. Selanjutnya peneliti akan melakukan post-
test (O2) yang diawali dengan kegiatan mendongeng untuk mengetahui apakah
29
kegiatan menggambar bebas berpengaruh terhadap kemampuan bercerita anak
kelompok B di TK Cempaka Surabaya.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelompok B TK Cempaka Surabaya. Peneliti
memilih melakukan penelitian di lembaga tersebut karena pada lembaga sesuai
dengan permasalahan yang akan diteliti. Kemudian, setelah peneliti melakukan
observasi awal dan wawancara, pada lembaga tersebut belum pernah melakukan
kegiatan menggambar bebas yang memberikan kesempatan pada anak untuk
menceritakan hasil karya didepan teman-teman, selain itu perkembangan bahasa
khususnya pada aspek bercerita pada lembaga tersebut masih rendah. Pada
lembaga tersebut juga belum pernah ada penelitian tentang pengaruh kegiatan
menggambar bebas terhadap kemampuan bercerita anak.
1. Populasi
Menurut Sugiono dalam (Hindun, 2021) mengemukakan bahwa
populasi adalah sebuah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek dan
subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian dari hasil penelitian tersebut,
peneliti dapat menarik kesimpulan. Dengan kata lain, populasi adalah
kelompok obyek atau subyek yang menjadi fokus penelitian dengan
karakteristik yang telah ditentukan oleh peneliti. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh anak kelompok B yang berjumlah 16 anak.
30
2. Sampel
Dalam buku Riyanto dan Oktariyanda (2016) sampel merupakan
bagian dari populasi dan yang mewakili populasi. Pada penelitian ini sampel
yang digunakan adalah kelompok B di TK Cempaka Surabaya. Peneliti
menggunakan kelompok B sebagai sampel penelitian dikarenakan
kemampuan bercerita pada anak kelompok B di TK Cempaka Surabaya
masih rendah dan perlu dikembangkan lagi.
1. Variabel
Menurut Sugiono dalam (Rafika, 2019) Variabel merupakan suatu hal
atau konsep yang telah ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dalam suatu
penelitian. Sedangkan Kerlinger menyatakan bahwa variabel adalah suatu
susunan atau sifat yang akan diteliti, yang merupakan gambaran nyata dari
konsep abstrak. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
variabel merupakan suatu susunan atau konsep yang merupakan suatu
gambaran abstrak yang akan digali dalam suatu penelitian.
a. Variabel Bebas (Independent)
Menurut Tritjahjo Danny Soesilo dalam (Rafika, 2019) variabel bebas
merupakan variabel yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
atau menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
atau variabel terikat. Sehingga, dapat diambil kesimpulan variabel bebas
dalam penelitian ini adalah kegiatan menggambar bebas karena kegiatan
menggambar bebas dapat mempengaruhi kemampuan bercerita.
b. Variabel terikat (Dependent)
31
Rafika Ulfa (2019) mengemukakan bahwa variabel terikat merupakan
variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya variabel
independen atau variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah kemampuan bercerita.
(x) (y)
32
2. Definisi Operasional Variabel
a. Menggambar bebas
Menggambar bebas meupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan
cara menuangkan ide, imajinasi, kreativitas, maupun ekspresi yang
diingin kedalam bentuk gambar dan memiliki suatu arti yang
bermakna bagi sesesorang yang menggambarnya.
b. Kemampuan Bercerita
Kemampuan Bercerita adalah salah satu jenis kemampuan
bahasa anak yang berfungsi untuk menyampaikan suatu peristiwa
atau informasi kepada orang lain yang telah melalui
pemikiran,ekspresi dan imajinasi anak yang disampaikan melalui
lisan atau berbicara.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mengukur sebuah fenomena atau variabel yang akan diteliti.(Sugiyono, 2013)
Sedangkan pengertian instrumen penelitian menurut Riduwan dalam (M,
2021) merupakan alat bantu peneliti dalam mengumpulkan data, dan
kualitas instrumen akan mempengaruhi kualitas data yang dikumpulkan,
sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara instrumen dan data
merupakan inti dari penelitian yang saling memiliki keterkaitan. Berikut
adalah kisi-kisi instrumen :
33
1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Berikut adalah tabel kisi-kisi instrument Penelitian :
Tabel 3.1
Variabel Kompetensi Kemampuan Indikator
Dasar yang dicapai
Menggambar 3.3 Mengetahui Anak mampu Mampu
Bebas cara memecahkan memciptakan melakukan
masalah sehari- hasil karya dari kegiatan
hari dan kegiatan menggambar
berperilaku kreatif menggambar bebas
bebas
4.3 Menyelesaikan
masalah sehari-
hari dengan kreatif
Kemampuan 3.11 Memahami Anak mampu Mampu
Bercerita bahasa ekspresif menceritakan melakukan
(mengungkapkan hasil karya dari aktivitas bercerita
bahasa secara kegiatan
verbal dan non menggambar
verbal) bebas
4.11 Menunjukan
kemampuan
bahasa ekspresif
(mengungkapkan
bahasa secara
34
verbal dan non
verbal)
2. Ketentuan Penilaian
Peneliti memunggunakan pengukuran rating scale dalam penelitian
ini yang digunakan untuk mengukur data. Intrumen penelitian ini
menggunakan kriteria penilaian yang disesuaikan dengan kisi-kisi
instrumen. Oleh karena itu, ketentuan penilaian instrumen adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Ketentuan Penilaian Instrumen
Skor Keterangan
1 BB (Belum Berkembang)
2 MB (Masih Berkembang)
3 BSH (Berkembang Sesuai Harapan)
4 BSB (Berkembang Sangat Baik)
35
3. Kriteria Penilaian
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang berupa observasi, makan
kriteria penilaian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3
Rubrik Kriteria Penilaian Kemampuan Bercerita
No. Kemampuan indikator Skor Kriteria
yang dicapai
1. Anak mampu Anak mampu 4 (BSB) Anak mampu
melakukan menciptakan hasil menyelesaikan
kegiatan karya dari kegiatan
menggambar kegiatan menggambar bebas
bebas menggambar secara mandiri
bebas 3 (BSH) Anak mempu
menyelesaikan
kegiatan
menggambar bebas
tetapi masih perlu
sedikit bantuan
2 (MB) Anak hanya
mampu
menyelesaikan
sebagian kegiatan
menggambar bebas
dan masih perlu
bantuan
36
1 (BB) Anak belum
mampu
menyelesaikan
kegiatan
menggambar bebas
2. Anak mampu Anak mampu 4 (BSB) Anak mampu
menceritakan menceritakan menceritakan hasil
hasil karya yang hasil karya dari karyanya dengan
diperoleh kegiatan mandiri
melalui kegiatan menggambar 3 (BSH) Anak mampu
menggambar bebas menceritakan hasil
bebas karyanya dengan
sedikit bantuan
2 (MB) Anak hanya
mampu
menceritakan
sebagian hasil
karyanya dan masih
perlu bantuan guru
1 (BB) Anak belum
mampu
menceritakan hasil
karyanya dan masih
perlu bantuan guru
37
4. Format Observasi
Peneliti menggunakan format untuk menilai kemampuan bercerita
sesuai dengan kisi-kisi serta rubrik kriterianya, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.4
Tabel Format Observasi
No. Kemampuan yang Dicapai
Nama Anak mampu Anak mampu Total
melakukan melakukan kegiatan
aktivitas bercerita menggambar bebas
BB MB BSH BSB BB MB BSH BB
1 2 3 4 1 2 3 4
1.
2.
Dst
1. Observasi
Menurut Sugiyono observasi teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, peneliti berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu
besar. (2013) Peneliti melakukan observasi nonpartisipan dikarenakan hanya
mengamati proses belajar mengajar yang berlangsung dan peneliti hanya
38
mengambil garis besar dalam observasi ini dan fokus terhadap variabel
penelitian yang diperlukan.
2. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan studi pendahuluan yang
bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang perlu diteliti dengan
jumlah responden yang terbatas maka wawancara dapat digunakan sebagai
teknik pengumpulan data. Peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur
yang merupakan jenis wawancara tidak terikat pada suatu pedoman
wawancara yang telah disusun secara sistematis dan terperinci untuk
mengumpulkan data. (Sugiyono, 2013)
Peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur yang berpedoman pada
garis besar permasalahan yang diajukan sebagai pertanyaan untuk
memenuhi kebutuhan pengumpulan data. Wawancara berlangsung face to
face dengan responden yang adalah kepala sekolah di TK Cempaaka
Surabaya..
3. Dokumentasi
Dalam teknik pengumpulan data dokumentasi juga diperlukan untuk
memperkuat bahwa peneliti benar-benar melakukan kegiatan tersebut, yang
dilengkapi dengan lembar kisi-kisi instrumen, lembar observasi penilaian,
kriteria penilaian, Rencana Program Pembelajaran Harian (RPPH), seta
dikuatkan dengan gambar proses belajar mengajar kelompok B di TK
Cempaka Surabaya. Dokumen tersebut digunakan sebagai bukti nyata
kegiatan dalam lembaga yang terkait.
39
G. Validasi dan Reliabilitas
1. Validitas
Dalam suatu penelitian instrumen merupakan syarat utama
mendapatkan kevalidan. Sugiyono mengatakan bahwa validitas merupakan
derjad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya
yang dapat dilaporkan oleh peneliti (2013). Instrumen memegang peranan
yang penting dalam validitas, oleh karena itu perlu adanya uji instrumen
agar penelitian yang terkumpul memiliki konsistensi dan sesuai dengan data
yang ada di lapangan. Uji instrumen dilakukan agar penelitian yang
dilakukan mempunyai pertanggungjawaban melalui kebenaran yang
diperoleh, data yang dilaporkan oleh peneliti dan data yang ada
sesungguhnya memiliki kesamaan.
Penelitian ini menggunakan lembar observasi dengan menggunakan
validitas isi (content validity). Validitas penelitian ini dikonsultasikan dengan
validator ahli yang berupa lembar pengujian kisi-kisi instrumen yang sesuai
dengan variabel penelitian ini. Instrumen dalam penelitian divalidasi oleh
dosen ahli sebagai validator yang sesuai dengan pembahasan dalam
penelitian ini.
2. Reliabilitas
Dalam suatu penelitian syarat validitas instrumen adalah reliabilitas.
Menurut Susan Stainback dalam (Sugiyono, 2013) menyatakan bahwa
penelitian kuantitatif lebih menekankan pada aspek reliabilitas, sedangkan
penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas. Dalam penelitian akan
dikatakan reliabel jika pengukuran dalam penelitian memiliki konsistensi
dan stabilitas data walaupun dilakukan secara berulang.
40
Pada penelitian ini uji reliabilitas instrumen menggunakan jenis
internal consistency dikarenakan dalam penelitian ini hanya pengujian
reliabilitas hanya dilakukan satu kali saja dengan cara mencoba instrumen
yang dilakukan dengan cara pengamatan (observasi) dan menggunakan
rumus yang dikemukakan oleh H.J.X Fernandes
Peneliti mengamati proses kemampuan bercerita anak kelompok B
yang dilakukan di TK Cempaka Surabaya yang telah dikonsultasikan oleh
ahli bidang kemampuan bahasa. Peneliti memilih TK Cempaka Surabaya
dengan alasan bahwa lembaga tersebut sesuai dengan karakteristik
penelitian yang akan dilakukan. Teknik reliabilitas dalam kemampuan
bercerita dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Pengamat I dan II melakukan pengamatan kemampuan bercerita
anak dalam waktu yang bersamaan dan dengan format
pengamatan yang diisi secara bersamaan. Format penilai tersebut
adalah observasi yang disertai dengan penilaian untuk pedoman
dalam pemberian nilai dari hasil pengamatan
b. Pengamat I dan II melihat penilaian masing-masing secara
bersama. Untuk menentukan perbedaan hasil pengamatan
kemampuan bercerita anak menggunakan teknik pengujian
reliabilitas dengan rumus H. J. X. Fernandes.
c. Pengamat I dan II mengisi lembar pengamatan (observasi) yang
telah ada, kemudian menjumlahkan hasil ke dalam tabel
kontigensi kesepakatan. Setelah itu memasukan kedalam rumus H.
J. X. Fernandes, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
41
KK = 2S
N1 + N2
Keterangan:
KK = Koefisien Korelasi
S = Sepakat,jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
N1 = Jumlah kode yang dibuat pengamat I
N2 = Jumlah kode yang dibuat pengamat II
Tabel 3.5
Format Pengamatan Uji Reliabilitas
42
2. Anak mempu
meceritakan
hasil karya dari
kegiatan
menggambar
bebas
43
Tabel 3.6
Tabel Kontingensi Kesepakatan
Pengamat 1
Skor Jumlah
1 2 3 4
Skor
Pengamat II
1
2
3
4
Jumlah
KK = 2S
N1 + N2
44
H. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2013) teknik analisis data merupakan suatu proses
yang dilakukan secara sistematis untuk mencari dan mengatur data yang
diperoleh baik melalui wawancara,catatan lapangan mauoun dokumentasi.
Proses tersebut melibatkan pengorganisasian data menjadi kategori-kategori,
menjelaskan unit-unit tertentu, melakukan sintetis, menentukan pola-pola
yang ada, memilih informasi penting, dan membuat kesimpulan yang
mudah dimengerti. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
analisis kuantitatif. Data yang diperoleh berupa angka dan data yang
diperoleh merupakan data ordinal yang dinyatakan dalam bentuk tingkatan.
Tingkatan dalam data ordinal penelitian ini adalah dari anak yang belum
berkembang hingga berkembang sangat baik .
Penelitian ini merupakan statistik non parametris dengan jumlah
subyek 16 anak. Design penelitian ini menggunakan penelitian Eksperimental
dengan jenis One Group Pre-test Post-test Design yang dilakukan adalah
membandingkan sebelum (pre-test), pemberian perakuan (treatment),
sesudah diberikan perlakuan (post-test). Uji statistik yang diigunakan adalah
uji wilcoxon match pairs test. Peneliti menggunakan SPSS 25.0 untuk
menganalisis penelitian ini.
Pemerolehan data dalam penerapan skor sebelum diberi perlakuan
(pre-test), perlakuan (treatment), dan sesudah pemberian perlakuan (post test)
dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
45
Rata-rata = Jumlah skor total
Keterangan :
N = jumlah subjek penelitian
Jumlah skor total = jumlah seluruh subjek penelitian
Tabel 3.7
Tabel Penolong Uji Wilcoxon
No. XA1 XB1 Beda Tanda jenjang
XA1-Xb1 Jenjang + -
Jumlah T T
46
Keterangan :
XA1 = nilai sebelum diberi perlakuan (treatment)
XB1 = nilai sesudah diberi perlakuan (treatment)
XA1 - XB1 = perbedaan sebelum diberi perlakuan (treatment) dan sesudah
diberikan perlakuan (treatment)
47
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, K., Ahmad, M. K., & Taofan, A. A. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif. Deep
Publish.
Agustyaningrum, N., Pradanti, P., & Yuliana. (2022). Teori Perkembangan Piaget
dan Vygotsky : Bagaimana Implikasinya dalam Pembelajaran Matematika
Sekolah Dasar? Jurnal Absis: Jurnal Pendidikan Matematika Dan Matematika,
5(1), 568–582. https://doi.org/10.30606/absis.v5i1.1440
Anggraini, V., Yulsyofriend, Y., & Yeni, I. (2019). Stimulasi Perkembangan Bahasa
Anak Usia Dini melalui Lagu Kreasi Minangkabau Pada Anak Usia Dini.
Pedagogi : Jurnal Anak Usia Dini Dan Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 73.
https://doi.org/10.30651/pedagogi.v5i2.3377
48
terhadap Kreativitas Anak Kelompok B Tk Najadi Topande Kelurahan
Kamonji Kecamatan Palu Barat. Jurnal Bungamputi, 6(1), 101–112.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Bungamputi/article/downloa
d/17756/12334
49
teratai/article/view/8583/3938
Ifadloh, L., & Widayati, S. (2021). Pengaruh Youtube Konten Musik Anak
Terhadap Kecerdasan Musikal Pada Anak Usia Dini. JP2KG AUD (Jurnal
Pendidikan, Pengasuhan, Kesehatan Dan Gizi Anak Usia Dini), 2(2), 107–116.
Isna, A. (2019). Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Al-Athfal, 2(2), 62–69.
Istim, N., Hendratno, H., & Setyowati, S. (2022). Pengaruh Penggunaan Media
Pembelajaran Loose Part Bahan Plastik terhadap Perkembangan Bahasa dan
Fisik Motorik pada Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Basicedu, 6(5), 8572–8584.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i5.3793
Izzati, L., & Yulsyofriend, Y. (2020). Pengaruh Metode Bercerita dengan Boneka
Tangan terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan
Tambusai, 4(1), 472–481.
Karomah, S., Masitoh, S., & Setyowati, S. (2022). Pengaruh Metode Bercerita dengan
Media Loose Parts terhadap Perkembangan Bahasa Dan Emosi Anak Usia 5-6
Tahun Di GUgus II Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung. 4, 1349–1358.
Kurniawati, E., & Widayati, S. (2015). Penggunaan Media Word Card Dalam
50
Pengenalan Keaksaraan (Studi Kasus Pada Anak Kelompok B). PAUD
Teratai, 4(2).
Mahmud, S., & Idham, M. (2019). teori belajar bahasa. Syiah Kuala Unversity Press.
Mayar, F., Husin, S. H., & Sari, K. (2019). Peningkatan Kemampuan Kreatifitas
Anak melalui Kegiatan Menggambar Bebas Setiap Hari di Taman Kanak-
Kanak Darussalam Gadut. Jurnal Filsafat Indonesia, 2(2), 75.
51
Rafika, U. (2019). Variabel Dalam Penelitian Pendidikan. Jurnal Teknodik, 6115, 196–
215. https://doi.org/10.32550/teknodik.v0i0.554
Riyanto, Y., & Trenda, O. A. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif.
Unipress Ikip Surabaya.
Robingatin, & Zakiyah, U. (2019). Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini (Analisis
Kemampuan Bercerita Anak). Ar-Ruzz Media.
Sari, A. H. (2020). Studi Kasus Strategi Guru dalam Kegiatan Menggambar untuk
Pengembangan Seni Rupa Anak Usia Dini. Jurnal Pelita PAUD, 4(2), 150–
155. https://doi.org/10.33222/pelitapaud.v4i2.905
52
Nasionalisme Bagi Anak Usia Dini. JP2KG AUD (Jurnal Pendidikan,
Pengasuhan, Kesehatan Dan Gizi Anak Usia Dini), 1(2), 97–106.
https://doi.org/10.26740/jp2kgaud.2020.1.2.97-106
Sukatin, Wiwin, F., Amrizal, & Pahmi. (n.d.). Pengaruh Menggambar Bebas terhadap
Kemampuan Bercerita Anak The Effect of Free Drawing on Children ’ s
Storytelling Ability Institut Agama Islam Nusantara Kabupaten Batanghari ,
Jambi berkualitas . Menurut UU Sisdiknas , “ Pengajaran adalah kesadaran untu.
2(2), 99–110.
Sukatin, Wiwin, F., Amrizal, & Pahmi. (2022). Pengaruh Menggambar Bebas terhadap
Kemampuan Bercerita Anak The Effect of Free Drawing on Children ’ s
Storytelling Ability Institut Agama Islam Nusantara Kabupaten Batanghari ,
Jambi berkualitas . Menurut UU Sisdiknas , “ Pengajaran adalah kesadaran untu.
2(2), 99–110.
53
Widayati, S., & Dorlina Simatupang, N. (2019). Kegiatan Bercerita Dengan
Menggunakan Buku Cerita Sederhana Untuk Meningkatkan Kemampuan
Menyimak Anak. PRESCHOOLJurnal Perkembangan Dan Pendidikan Anak
Usia Dini, 1(1), 53–59.
Zein, R., & Puspita, V. (2021). Efektivitas Pengembangan Model Bercerita terpadu
terhadap Kemampuan Berbahasa Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Obsesi : Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2), 2168–2178.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i2.1123
Zusanty, M., Masitoh, S., & Setyowati, S. (2022). Pengaruh Media Puzzle Education
Game terhadap Perkembangan Kognitif dan Bahasa Anak TK. Journal of
Education and Instruction (JOEAI), 5(1), 52–64.
https://doi.org/10.31539/joeai.v5i1.3307
54