Agung eko sutrisno, seniman media baru yang memanfaatkan performance art dalam prakteknya
yang tinggal dan berkarya di kota Bandung, menempuh program studi seni patung di ISBI
Bandung. mendirikan prfrmnc.rar yang berkonsentrasi pada laboratorium, wacana performance art
di Bandung, Anggota Forum Seni Pertunjukan Bandung (BPAF) sebagai Scenographer, Anggota
Kapital Space. Sebagai seniman, Agung Eko Sutrisno tertarik pada nilai-nilai kearsipan dan
pelestarian memori kolektif sebagai impuls kreatifnya.
Dalam mengeksplorasi kreasi karyanya, Eko mengikuti workshop performance art bersama Seiji
Shimoda di ASBESTOS Art Space Bandung tahun 2015 (2015), bersama Melati Suryodharmo di
Jakarta Biennale (2017), Workshop Video Art bersama Krisna Murti di pekan seni media di
Bandung (2016). Pada 2019 Eko masuk dalam Semifinalist Bandung Contemporary Art Awards
(BACAA 6).
Beberapa proyek seni terbaru Agung Eko Sutrisno, beberapa performance art work: KURR
CLUB "sedimentum" Bandung 2017, residensi "welcome to Jakarta" di Micro GalleriesJakarta
2017, "Landscape painting (Orbital dago Bandung 2018)," open call for artist "( Kedai Kebun
Forum Yogyakarta 2019), "Simpati Paradiso" (residensi Jatiwangi Art Factory 2019), "Counter
monument" (residensi di teater garasi Yogyakarta 2019), "pada suatu ketika di Karesidenan
Gunsei hasuiro" (residensi Arcolabs dan HONF Yogyakarta 2019). harimau yang menatap
matahari tenggelam” five passages of the future (Galeri Nasional Indonesia (2019)," corporeal
material "ISA Art And Design (2020)," agenwisataingatan.com "Karya normal baru Jakarta
Biennale (2020)," angkot dan sejarah jawa "Bauhaus Dessau (2020).
2014
Performance Art
1. Performance Art, Annual jeprut bersama Rahmat Jabaril dan Gerbong bawah tanah
2015
Performance Art
2016
Performance Art
2017
Pembicara
Pameran
2018
Residensi seni
2019
Kompetisi seni
Residensi seni
Pameran
2020
2. Karya normal baru Jakarta Biennale , “agen wisata ingatan.com” Biennale performance 3. Art
Power play Singapore, “ Ghost monument” harimau yang menatap matahari tenggelam”
(Corporal/material exhibition performance art, ISA Art and Design 2020)
2022
riset singkat ini adalah upaya saya untuk menyingkap situasi bahwa ruang tak sebatas
dimensi fisik, bioskop 'simpati’ yang didirikan oleh Kwa Tjin Yang di tahun 1960
kemudian menyisakan peta kekerabatan antara warga keturunan Tiong-Hoa, dan
masyarakat lainnya, dansekian aktivitas pertemuan lain - tak hanya bertemu dalam
situasi toko (ekonomi-dagang) semata, bahwa bioskop turut mengkoreografi ritme
sosial, mencairkan sekat etnis/ras maupun kelas ekonomi.
Situs hiburan yang dalam istilah Kwa Peng Tjiang (anak dari Kwa Tjin Yang),
menyumbang ‘Masa Damai’. Batas wilayah antar rumah : dibuka selama 24 jam,
pintu berbentuk seng tersebut, kami sisipkan diantara pancaran cahaya dari tiga arsip,
yaitu : ruang bioskop simpatihari ini ( yang sudah punah ), migrasi berbagai ragam
etnis ke majalengka, dan topografi perubahan Majalengka dari wilayah agraria
menuju industri.
https://www.youtube.com/watch?v=Kr3CjsWNCwk
Counter-Monument
action sculpture,
projek Counter monument, berawal dari riset mengenai bagaimana kota membangun
citranya. Projek ini saya mencoba menelusuri citra kota Bandung sebagai kota kreatif
dan pariwisata, dimana pemerintah membangun beberapa monumen (patung, taman
tematik), yang mencitrakan kota sebagai kota wisata. Pemabangunan kota sebagai
kota wisata tidak dibarengi dengan tata kelola kota yang baik akhirnya pembangunan
tersebut mengakibatkan penggusuranwarga. Di beberapa kawasan kota Bandung,
pengalihan lahan kampong kota menjadi hotel, taman, menunjang citra kota sebagai
kota wisata.
Projek ini mencoba melihat kota dari narasi kewargaanya, dimana warga yang digusur
adalah efek dari kota wisata. Dalam karya ini saya mengumpulkan benda-benda yang
tertinggal akibat penggusuran di beberapa titik penggusuran di Bandung dan video
sisa-sisa reruntuhan yang tertinggal.
Benda dan video tersebut saya buat menjadi sebuah monument sementara dengan
menggabungkan benda tersebut dengan performance art. Projek ini mencoba melawan
narasi ingatan yang coba dibuat pemerintah tentang kota kewarganya dengan
menghadirkan membandingkan dengan narasi ingatan organik warga tentang kota.
Agenwisataingatan.com (Karya Normal Baru Jakarta Biennale)
Agen wisata ingatan adalah sebuah projek seni performans yang bermain-
main dengan gagasan 'dokumenter', projek ini berawal dari
ketertarikan kami mengenai monumen dan ingatan yang dibangun oleh kota. riset
projek ini berawal dari riset kami terhadap pembangunan infrastruktur yang terjadi di
kota Bandung yang sedang membangun citra kotadan ingatan kotanya. Pembangunan
yang terjadi mengakibatkan beberapa tempat harus berubah fungsi, salah satunya
adalah kampung kota yang harus digusur dan direlokasi menjadi taman, dan mall dll.
Projek ini berupaya menyandingkan dua ingatan tentang citra kota. Nilai mengenai
ingatan kota yang dibangun masyarakat kampung kota seperti Ingatan tentang keluarga,
ingatan sebuah gang dan peristiwa di sebuah gang, ingatan bertetangga dsb.
Disandingkan dengan ingatan kota yang sedang dibangun pemerintah kota. Projek ini
mencoba melihat bagaimana kota juga dibangun dari kisah hidup warga kampung kota
yang tinggal dan mendokumentasikan ingatan dari yang hancur. dengan merekontruksi
ruang kampung yang diingat warga dan mengabadikan untuk masa depan.
https://www.youtube.com/watch?v=AflZ7Vxj9lk&t=31s
Konsep Karya merespon puisi Sanento Yuliman
Dalam tradisi perpuisian Indonesia periode akhir tahun 1960 dan 1970-an, laut banyak muncul dalam karya sejumlah para
penyair. Salah seorang yang memakai laut dalam karyanya adalah Sanento Yuliman lewat sajak “Laut”. Sajak panjang ini
terdiri dari 5 bagian yang secara kuat menghadirkan laut sebagai sebuah strategi estetika perlambangan untuk menuliskan
gagasan kesadaran tentang realitas kemanusiaan di Indonesia pada sekitar tahun 1967. Tahun ketika Indonesia penuh dengan
ketegangan sosial-politik menjelang runtuhnya rezim Orde Lama.
Dalam projek Gelombang Laut Musik Rock, mencoba menelusuri birunya lautan sosial politik dalam perspektif skena musik
metal di Bandung. Pasalnya salah satu penanda runtuhnya rezim Orde Lama, adalah keluarnya pencabutan larangan musik
Rock yang dikeluarkan Orde Baru 1967. Projek ini mencoba menelusuri ulang laut politik dan sosial perpindahan kuasa
puisi Sanento Yuliman dalam konteks skena musik underground di Bandung melalui praktik Performance Art dan Instalasi.