Gedung Sunda Puspa Iptek merupaka gedung jam matahari terbesar di Asia pasifik yang memiliki 2
bidang dial horusontal dan vertical. Gedung ini meruapakam gerbang dari landmark, sekaligus bagian dari
konselasi astronomi ( Bumi , bulan dan Matahari ), yang mereflesikan semangat pendidikan dalam
pengembangan proyek kota baru parahyangan. Sebagai scrence center, gedung ini banyak dikunjungi
siswa sekolah secara nasional untuk belajar dan mencoba alat interaktif.
Sundial ( jam matahari ) merupakan seperangkat alat yang digunakan sebagai petunjuk waktu semu local
(Local Apparent Time) dengan memanfaatkan matahari yang menghasilkan baying – baying sebuag
gnomon ( batang atau lempengan yang bayangan – banyangan digunakan sebagai petunjuk waktu ).
Gnomon tersebut dipasang sedemikian rupa sehingga sejajar dengan sumbu bumi, menujuk ke kutub –
kutub langit. Pada saat Sundial terkena sinar matahari, bayangan – bayangan Gnomon jatuh di atas sebuah
bidang bertahda ( Bidang Dial ). Waktu semu local dapat diketahui dengan membaca bagian mana
jatuhnya bayangan – bayangan Gnomon tersebut pada bidang dial.
Gedung Sundial Puspa Iptek ini diresmikan pada 11 mei 2002, sekaligus mencatatkan rekor Muri karena
jam matahari yang mendapat penghargaan kategori jam matahari terbesar di Indonesia dan jam matari
vertical horizontal pertama di Indonesia. Diluar pembelian alat peraga, gedung ini menghabiskan biaya
pembangunan sekitar 3.5 milyar rupiah.
Apakah anda tahu, sebelum jam modern diciptakan dahulu, orang-orang menentukan waktu dengan cara
menandai bayangan suatu benda atau lubang jendela pada dinding di mana bayangan tersebut jatuh.
Sumber Cahaya yang dipakai saat itu berasal dari matahari maupun dan bulan purnama. Dari sinilah
ditentukan pola-pola pergerakan matahari yang akan menunjukan waktu sebagai acuan kegiatan dalam
menentukan waktu oleh manusia saat itu. Pola pergerakan matahari inilah sebagai acuan waktu yang
dikenal sampai saat ini sebagai jam matahari (Sundial).
Puspa IPTEK Sundial Kota Baru Parahyangan menyediakan beberapa peragaan yang menarik antara
lain :
3. Pusingan
4. Hulahoop
5. Mesin Uap
6. Wajah Menengok
7. Bola Dunia
8. Giroskop Sepeda
9. Penggabung Wajah
11. Kaleidoskop
Puspa IPTEK Kota Baru Parahyangan menyajikan beberapa peragaan ilmiah dengan gaya yang sangat
teramat menarik baik untuk anak anak maupun dewasa. Tidak akan membosankan berwisata disini,
apalagi di tempat ini menjadi gambaran belajar ilmu eksakta, seperti fisika, kimia, dan biologi.
Berdirinya Museum Barli juga memperlihatkan perkembangan gaya seni lukis seorang Barli, sebagai
anggota
“Kelompok Lima Bandung” (bersama Affandi, Hendra Gunawan, Wahdi, dan Sudarso) dari masa ke
masa, mulai dari aliran realisme, dari masa awal langkah Barli sebagai pelukis, impersionisme dan
ekspresionisme.
Museum yang berperan sebagai sarana apreasi ini mengumpulkan banyak karya seni rupa pilihan dengan
nilai-nilai estetik yang patut menjadi tonggak sejatah perjalanan seni rupa Bandung.
Dalam perkembangannya, museum ini telah banyak pula memberi andil besar serta meningkatkan rasa
cinta tanah air dan perkembangan seni budaya. Aneka ragam kegiatan yang diselenggarakan dalam ruang-
ruang khusus, seperti: pameran karya seni rupa (dalam ruang pameran), penjualan karya pameran, diskusi,
saresehan kesenirupaan dengan tema-tema beragam: sosial, budaya, ekonomi, dan IPTEK (ruang diskusi),
penjualan kriya, souvenir, merchandise galeri, workshop dan pelatihan studio keramik dan lukis (ruang
pelatihan), penerbitan berita-berita acara dan pendokumentasian.
Barli Sasmitawinata adalah seorang maestro seni lukis realistik. Pria yang lahir di Bandung 18 Maret
1921 itu menjadi pelukis berawal atas permintaan kakak iparnya, tahun 1935, Sasmitawinata, agar Barli
memulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, seorang pelukis asal Belgia yang tinggal di
Bandung.
Barli lalu banyak belajar melukis alam benda dan dia adalah satu-satunya murid pribumi di studio
tersebut. Di studio itu Barli banyak belajar mengenal persyaratan melukis.
Barli dilatih secara intensif melihat objek karena realistik masih sangat populer ketika itu. Pluimentz sang
guru, pun selalu berkata, cara melihat seniman dan orang biasa harus berbed.Orang biasa tidak mampu
melihat aspek artistik sesuatu benda sebagaimana seniman.