Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seni merupakan sebuah hasil karya yang diciptakan oleh manusia untuk
mengkomunikasikan atau megekspresikan pengalaman indah dan menarik yang
melibatkan perasaan hati, sehingga manusia yang melihat dan merasakannya timbul
pengalaman tersendiri bagi dirinya (Mulyana, 1999). Berdasarkan uraian di atas
dapat dikatakan bahwa seni merupakan suatu hal yang tercipta dari imajinasi
manusia yang dikomunikasikan melalu hasil karya melalui pengalamannya baik
secara langsung maupun tersirat. Beragam cara untuk menikmati sebuah karya seni,
salah satunya adalah mengunjungi sebuah museum atau galeri.
Museum menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1995 tentang
Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum Pasal 1, berisi
tentang museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan,
dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan
lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan
budaya bangsa (Pemerintah Republik Indonesia, 1995). Berdasarkan penjelasan
diatas dapat diketahui bahwa museum merupakan sebuah tempat penyimpanan,
pengamanan, melestarikan, merawat, dan mendokumentasi benda-benda bersejarah
maupun karya seseorang yang memiliki nilai seni kepada masyarakat umum.
Menurut (Salim, Polniwati, 2019) museum sendiri memiliki tujuan untuk
pelestarian, yakni agar masyarakat tidak melupakan dan tetap mengenal tentang
budaya mereka sendiri. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah memberikan
pembelajaran melalui museum kepada generasi muda.
Salah satu contohnya adalah Museum Radya Pustaka yang berada di Jalan
Slamet Riyadi No.275, kompleks Taman Wisata Budaya Sriwedari, Surakarta.
Museum Radya Pustaka ini merupakan museum tertua di Indonesia yang dibangun
pada tahun 1890 oleh KRA Sosrodiningrat, museum ini menyimpan koleksi-
koleksi benda bersejarah yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti
seperti arca, tosan aji, keramik, uang kuno, buku kuno, alat musik tradisional Jawa,
topeng, wayang kulit, dan banyak benda lainnya yang merupakan peninggalan

1
bersejarah (Vista Anindya Kusuma, 2020). Berdasarkan penjelasan di atas maka
Museum Radya Pustaka yang ada di Surakarta merupakan bangunan yang berfungsi
sebagai tempat menyimpan koleksi benda-benda bersejarah yang berasal dari
berbagai daerah di Indonesia. Museum ini juga memberikan gambaran dan edukasi
kepada masyarakat tentang benda-benda bersejarah yang ada di Indonesia.
Minat masyarakat untuk berkunjung ke museum masih terbilang minim
karena sebagian masyarakat memiliki persepsi bahwa museum merupakan tempat
yang angker dan membosankan (Hadi Dahruddin S.Si, 2016). Persepsi mengenai
museum merupakan sebuah tempat yang angker dan membosankan dapat diatasi
dengan merancang ruang pamer agar tidak membosankan. Bagian terpenting dalam
sebuah museum atau galeri adalah ruang pamernya, dimana ruang tersebut harus
dapat menarik perhatian dan pengalaman ruang bagi para pengunjungnya. Dalam
ruang pamer agar pengunjung dapat menikmati dan melihat sebuah karya seni
biasanya ruang pamer harus memperhatikan beberapa hal seperti penataan,
sirkulasi, penghawaan ruang pamer, dan yang terpenting adalah pencahayaannya
karena karya seni yang dipamerkan akan dapat dilihat dan nikmati secara visual
oleh indera penglihatan jika adanya cahaya.
Dalam buku Handbook of Lighting Design yang di tulis oleh Hofmann,
sumber cahaya terbagi menjadi dua macam, yaitu pencahayaan alami dan buatan
(Hofmann, Handbook of Lighting Design, 1992). Pada penelitian ini yang akan di
bahas adalah pencahayaan buatan, dimana ketika memamerkan sebuah karya seni
pada museum atau galeri pastinya membutuhkan pencahayaan buatan yang tepat
untuk mengoptimalkan fungsi dari museum atau galeri tersebut dan menjadi suatu
daya pikat bagi pengunjung untuk dapat menikmati karya seni yang dipamerkan.
Pencahayaan buatan tidak hanya berperan untuk menerangi sebuah karya
seni pada museum atau galeri, pencahayaan buatan juga dapat mempengaruhi
suasana dan penampilan pada sebuah ruang pamer di museum atau galeri tersebut.
Cahaya dapat menghantarkan perasaan antara karya seni dengan pengunjungnya.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1995 Tentang Pemeliharaan
dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum Pasal 9 berisi, dalam
persyaratan teknis penyimpanan, cahaya berperan untuk melindungi dari kerusakan
(Pemerintah Republik Indonesia, 1995). Selain itu dalam Pasal 11 berisi,

2
pengaturan terhadap pencahayaan juga termasuk ke dalam pencegahan kerusakan
objek museum (Pemerintah Republik Indonesia, 1995). Berdasarkan penjelasan
diatas museum atau galeri mempunyai fungsi dan tujuan yang sama yaitu untuk
memamerkan suatu objek untuk diinformasikan dan di nikmati oleh masyarakat,
diperlukan pengaturan pencahayaan buatan yang baik atau tepat untuk melindungi
dan mencegah kerusakan pada karya seni yang dipamerkan. Selain untuk
melindungi dan mencegah kerusakan pada karya seni pemberian pencahayaan
buatan yang tepat juga dapat memenuhi kebutuhan pengunjung agar dapat melihat
karya seni yang dipamerkan dengan jelas baik dari segi tekstur, warna, visual,
tulisan deskripsi mengenai karya seni tersebut. Dengan demikian maka seharusnya
pencahayaan mendapatkan perhatian dalam merancang ruang pamer agar produk
yang dipamerkan dapat terkomunikasikan dengan tepat.
Dari segi implementasi, masih sering dijumpai pencahayaan buatan dalam
museum atau galeri yang kurang mendukung tampilan objek koleksi dan kesan
ruang, seperti penggunaan cahaya yang minim ataupun sistem pencahayaannya
hanya berfokus sebagai sumber penerangan saja. Kurang tepatnya pencahayaan
buatan yang digunakan dapat membuat koleksi museum terkesan kurang menarik.
Dalam skripsi ini, peneliti berupaya untuk mengamati dan menganalisis
pencahayaan buatan pada ruang pamer Museum Radya Pustaka Surakarta dengan
menggunakan rujukan literatur berupa jurnal dan standar pencahayaan dalam
museum. Museum Radya Pustaka Surakarta ini dipilih peneliti berdasarkan
beberapa faktor, yaitu diantaranya Museum Radya Pustaka Surakarta ini
merupakan museum pertama dan tertua di Indonesia yang masih berdiri hingga saat
ini dan menyimpan koleksi benda- benda kuno atau bersejarah dari berbagai daerah
yang ada di Indonesia sehingga museum ini menjadi museum cagar budaya.
Koleksi benda pada museum ini bermacam-macam mulai dari dua dimensi, tiga
dimensi, berbagai usia koleksi, dan material. Sehingga memerlukan rancangan
pencahayaan buatan yang bervariasi untuk diterapkan pada masing-masing benda
koleksi berbeda-beda. Selain itu, saat pandemic covid-19 museum ini tetap buka
seperti biasa.

3
Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang ditetapkan untuk penelitian ini yaitu:
“Bagaimana penerapan desain pencahayaan buatan pada ruang pamer museum
terhadap beragam benda koleksinya?"

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan
diatas adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kondisi eksisting pencahayaan buatan di ruang pamer pada


Museum Radya Pustaka Surakarta.
2. Menganalisis kinerja pencahayaan buatan pada ruang pamer di Museum Radya
Pustaka Surakarta.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan utama penelitian yaitu mempelajari dan mencari tahu
mengenai Bagaimana strategi pencahayaan buatan pada ruang pameran di Museum
Radya Pustaka Surakarta, maka diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain
sebagai berikut:
1. Menambah wawasan bagi peneliti maupun pembaca tentang pencahayaan
sebagai salah satu hal yang penting dalam menarik minat pengunjung untuk
mengunjungi museum dan melihat objek pameran
2. Menambah wawasan bagi peneliti maupun pembaca mengenai pencahayaan
buatan yang diterapkan pada Museum Radya Pustaka.
3. Menambah referensi tentang pembahasan pencahayaan buatan pada ruang
pamer museum.

Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, peneliti akan menjabarkan secara singkat mengenai
sistematika penulisan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran

4
terhadap setiap pembahasan yang dijabarkan pada setiap babnya. Susunan dalam
sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab I ini peneliti akan menjabarkan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
yang digunakan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini peneliti akan menjabarkan mengenai kajian tinjauan buku dan
jurnal yang digunakan sebagai literatur dalam penulisan penelitian ini. Pada
penelitian ini peneliti menggunakan beberapa buku diantaranya: “Handbook of
lighting design” karya Rudiger Gendlandt dan Harald Hofmann, “Museum
Lighting: A Guide for Conservators and Curators” karya David Saunders, “Good
Lighting for Museum, Galleries, and Exhibition” karya FG Licht, “Radya Pustaka
Museum As The Preservation Of Surakarta Cultural Heritage From 2008-2018”
karya Vista Anindya Kusuma, Marjono, dan Sumarjono, dan beberapa buku/jurnal
lainnya.

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab III ini, peneliti akan menjabarkan mengenai bagaimana


mengidentifikasi topik penelitian yang dipilih, metode pendekatan penelitian yang
peneliti gunakan, teknik pengumpulan data penelitian, lokasi dan waktu studi kasus,
dan sintesis data.

BAB IV: PEMBAHASAN

Pada bab IV peneliti akan menjabarkan mengenai hasil pengolahan data yang
telah diperoleh, menganalisis data, dan pembahasan jawaban pertanyaan –
pertanyaan penelitian dengan menggunakan teori yang telah dijelaskan pada bab II
sebagai tolak ukur dan acuan.

5
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab V peneliti akan menjabarkan mengenai kesimpulan terkait dengan


penelitian yang dilakukan. Pada bab ini juga akan dijabarkan dan menguraikan
kembali topik dan pembahasan penelitian ini dengan menjawab dan menjabarkan
tujuan penelitian yang sudah tertulis pada sub-sub 1.3.

DAFTAR PUSTAKA

Pada bab ini peneliti akan menjabarkan mengenai sumber-sumber atau


referensi yang digunakan dalam penulisan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai