Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI RUANG KOLABORASI PADA DESAIN PUSAT SENI

PERTUNJUKAN
Sudi Kasus: Pusat Seni Pertunjukan di Kawasan Sriwedari, Surakarta

Ahmad Ghozali 1), Agus S. Ekomadyo2)


Prodi Arsitektur 1,2)
Institut Teknologi Bandung,2)
E-mail: aghozali329@gmail.com1) ; aekomadyo00@gmail.com 2)

Abstrak: Kota Surakarta dikenal sebagai kota budaya yang memiliki keanekaragaman budaya yang
harus dikembangkan dan dilestarikan berbasis sumber daya manusia yang terbina pada komunitas-
komunitas seni. Desain Pusat Seni Pertunjukan di Kawasan Sriwedari ini dimaksudkan mengujicobakan
untuk memberikan sarana untuk berkreasi, berinteraksi, dan berkolaborasi antar komunitas seni di
Surakarta. Tulisan ini disusun sebagai narasi terhadap desain arsitektur yang sudah dilakukanm dimulai
dengan kajian literatur, perumusan strategi desain, dan implementasinya dalam desain arsitektur.
Terdapat beberapa konsep yang ditawarkan, yaitu 1) implementasi arsitektur tradisional Jawa dalam
penggunaan geometri bangunan dan pengaturan zonasi yang didasarkan pada zonasi dalam rumah
Joglo, 2) penciptaan ruang-ruang interaksi antar seniman dengan pengaturan ruang, sirkulasi, dan juga
selubung bangunan, 3) perancangan ruang-ruang dengan konsep semi terbuka, open layout dan mampu
memberikan kesan menerima, 4) sistem sirkulasi dengan konsep sirkulasi bebas-mengalir, dan 5)
selubung bangunan dengan konsep semi-terbuka tanpa pembatas yang jelas antara ruang dalam dengan
ruang luar. Melalui desain, asrsitektur tradisional Jawa dihadirkan kembali pada masa kini untuk
merespon kebutuhan ruang interaksi dan kolaborasi para seniman.

Kata kunci: Surakarta, Seni Pertunjukan, Kolaborasi, Interaksi, Komunitas

Title: Implementation of Collaboration Space in the Design of the Performing Arts Center
Case Study: Performing Arts Center in Sriwedari Area, Surakarta
Abstract: Surakarta is known as a cultural city that has cultural diversity that must be developed
and preserved based on the human resources that are fostered in the arts community. The design of
the Performing Arts Center in the Sriwedari area is intended to provide a means of creation,
interaction and collaboration between art communities in Surakarta. This paper is structured as a
narrative about architectural design that has been carried out, starting with a literature review,
formulating design strategies, and implementing them in architectural design. There are several
concepts offered, which are 1) the application of traditional Javanese architecture in the use of
building geometry and zoning arrangements based on zoning in the Joglo house, 2) the creation of
interaction spaces between artists with spatial planning, circulation, and also buildings. envelopes,
3) designing spaces with semi-open concepts, open layout and being able to give the openness
impression, 4) circulation systems with the concept of free circulation, and 5) building envelopes
with semi-open concepts without clearly dividing between inside and outside spaces. Through
design, traditional Javanese architecture can be revived to answer the needs of an artist's
interaction and collaboration space.
Keywords: Surakarta, Performing Arts, Interaction, Collaboration, Community

PENDAHULUAN yang tururt berperan penting dalam upaya


pelestarian budaya melalui pementasan kesenian.
Kota Surakarta dikenal sebagai kota yang Melalui komunitas-komunitas seni dan
memiliki keanekaragaman budaya, sehingga kebudayaan tradisional terutama seni pertunjukan
disebut Kota Budaya. Sebagai Kota Budaya,
tradisional dikembangkan. Budaya lokal yang
beragam pagelaran seni pertunjukan sudah ada menjadi sumber daya saing suatu masyarakat
melekat dalam keseharian warga Kota Surakarta. dalam konteks globalisasi (Ekomadyo, 2014).
Mulai event berskala kelurahan, kota hingga Seni dan budaya lokal yang dikembangkan
pentas kesenian bertaraf internasional dengan baik berpotensi mendorong berbagai
diselenggarakan setiap tahun. Terdapat berbagai kegiatan di sektor pariwisata, ekonomi, dan
komunitas seni pertunjukan di Kota Surakarta
sosial, pada akhirnya berdampak positif bagi
Ahmad Ghozali & Agus S. Ekomadyo:
Implementasi Ruang Kolaborasi pada Desain Pusat Seni Pertunjukan

masyarakat setempat serta masyarakat luas pentas yang menghibur khalayak sekaligus
(Pramono, 1993). upaya nguri-uri kebudayaan adiluhung.
Keberhasilan pengembangan kesenian dan Tinjauan Pusat Seni Pertunjukan
kebudayaan tradisonal Surakarta bergantung
Kata seni berasal dari Bahasa Sansekerta
pada sumber daya manusia yang ada, yaitu
“sani” yang artinya adalah persembahan,
komunitas-komunitas seni. Dukungan peran aktif
pelayanan, atau pemberian. Dalam Bahasa Jawa
partisipasi masyarakat dalam komunitas seniman
Kuno juga dikenal dengan kata “sanindya” yang
menentukan kelangsungan di dalam destinasi
memiliki arti pemusatan pikiran. Maka dari itu
wisata budaya (Inskeep, 1993). Namun, pada
dalam penciptaan karya seni tentu memerlukan
realitasnya komunitas seni yang ada di Surakarta
pemusatan pikiran (Bastomi, 1990).
cenderung terfragmentasi dan bergerak masing-
masing. Dengan demikian pergerakan komunitas- Berdasar Peraturan Menteri Pariwisata RI
komunitas seni cenderung terbatas dan dengan No.17 tahun 2015 tentang Standar usaha gedung
skala yang terbatas, yang secara tidak langsung pertunjukan seni, menjelaskan mengenai definisi
berdampak pada kurang optimalnya upaya Pusat Seni Budaya dan berbagai aspek aktivitas
pengembangan kesenian dan kebudayaan yang harus ditampung. Diuraikan bahwa Pusat
setempat. Seni Budaya merupakan sebuah wadah yang
menghimpun kebudayaan suatu daerah, kota
Sebagai upaya untuk memunculkan gerakan
maupun dalam skala kecil di tingkat kabupaten,
kebersamaan antar komunitas seni, diperlukan
serta mengakomodasi berbagai kegiatan
wadah terpadu sebagai sarana berkreasi dan
kesenian, mulai dari seni musik, seni rupa, seni
berkolaborasi antar komunitas. Dengan
pertunjukan, seni budaya tradisional serta seni
membangun kolaborasi antar komunitas
kerajinan. Pusat seni juga dapat difungsikan
diharapkan tercipta kekuatan yang berpotensi
sebagai tempat latihan, diskusi antar pelaku seni
lebih besar dalam upaya pengembangan dan
dan budaya, pertunjukan dan pameran budaya
pelestarian kesenian dan kebudayaan tradisional.
serta sumber informasi tentang seni dan budaya
Jaringan dan kreativias pada hakikatnya setempat.
saling menguntungkan satu sama lain, karena
Fasilitas Seni Pertunjukan
semakin banyak jumlah simpul semakin besar
kapasitas untuk berinovasi (Landry, 2008). Guna mendukung kegiatan pementasan
Selanjutnya, diharapkan dengan keberadaan diperlukan ruang yang mampu mewadahi
komunitas yang memiliki berbagai latar belakang kegiatan pementasan yang meiliputi kegiatan
kesenian berbeda-beda menciptakan iklim pemain dan penonton pementasan, serta fasilitas
kolaborasi yang mampu menjadi wadah saling penunjang yang berkaitan dengan seni
bertukar ide antar komunitas, yang pada akhirnya pertunjukan. Fasilitas yang diperlukan dalam
mampu menciptakan karya-karya kreatif dan sebuat gedung seni pertunjukan adalah sebagai
inovatif sebagai upaya untuk mengembangan berikut.
kesenian tradisional. a. Area publik, merupakan fasilitas yang
Upaya penciptaan iklim kolaborasi antar dirancang untuk pengunjung gedung. Area
komunitas kesenian diemplementasikan dengan public terdiri atas area parkir, loket, ruang
penyediaan pusat seni pertunjukan yang mampu tunggu, kafe, restoran, dan ruang serba guna
memberikan ruang bagi seniman maupun (Ham, 1971).
komunitas seni untuk saling berinteraksi. Dalam b. Auditorium, merupakan bagian dari sebuah
sebuah komunitas masyarakat yang berada dalam gedung pertunjukan atau teater yang diatur
lingkungan tertentu, ruang interaksi menjadi sedemikian rupa untuk kegiatan melihat dan
tempat berlangsungnya hubungan sosial antar mendengar (Ham, 1971).
warga. Ruang interaksi mendorong terciptakan
kebersamaan dalam komunitas (Putra, 2014). c. Panggung, merupakan tempat bagi pemain
Dengan adanya ruang untuk berinteraksi antar untuk menampilkan pementasan. Penataan
penggiat seni diharapkan mampu menjadi katalis panggung dalam sebuah auditorium sangat
untuk mendorong terciptanya kolaborasi lebih oleh letak panggung terhadap tempat duduk
jauh bagi seniman. Penyediaan ruang seni penonton, yaitu semakin besar pengelilingan
pertunjukan tersebut lebih dari sekadar sarana maka semakin besar pula keterlibatan emosi

42
Jurnal Arsitektur Komposisi Volume 14, Nomor 1 Tahun 2020

dan interaksi antara penonton dan penampil Konfigurasi ruang atau bagian-bagian rumah
(Ham, 1971). orang Jawa Joglo membentuk tatanan tiga bagian
linier belakang (gambar 2). Bagian depan
d. Area persiapan pertunjukan, merupakan
Pendhapa, di tengah Pringgitan dan yang paling
fasilitas untuk mendukung proses kegiatan
belakang dan terdalam adalah Omah Dalem.
pementasan. Ruang-ruang pendukung
Konfigurasi linier ini memungkinkan membuat
tersebut antara lain adalah ruang tata rias,
rumah secara bertahap dengan tahapan Omah
tata busana, lavatory, ruang crew panggung,
Dalem dibangun terlebih dahulu. Luas Pendhapa
dan manajer control panggung (Ham, 1971).
pada Rumah Joglo biasanya luas dengan maksud
Tinjauan Arsitektur Tradisional Jawa agar mampu menampung seluruh sanak saudara
Arsitektur memiliki peran penting sebagai untuk berkumpul saat hari raya. Selain itu,
penanda kekuatan, status, dan privasi Pendhapa mempunyai fungsi untuk pengeringan
sehubungan dengan keyakinan kosmologis. padi (Kartono, 2005).
Kosmologi Jawa juga mencakup makna
dikotomi, misalnya, sakral dan profan, pria dan
wanita, depan dan belakang, dan privat dan
publik (Ronald, 1988).

Gambar 2. Skema Denah Rumah Joglo Orang Biasa


(Sumber: Kartono, 2005)

Rumah tinggal di daerah Yogyakarta dan


Surakarta pada umumnya memiliki orientasi arah
bangunan yang menghadapt ke arah Selatan.
Orientasi ini erat kaitannya dengan kepercayaan
terhadap Nyi Roro Kidul yang dianggap sebagai
penghuni Laut Selatan (Wondoamiseno &
Basuki, 1986). Akan tetapi pada kenyataannya
makin jauh dari pusat keraton kebiasaan ini
semakin ditinggalkan oleh masyarakat, seperti
Gambar 1. Konsep Besar Rancangan
yang terjadi di daerah Somoroto, Ponorogo
(Sumber: Kartono, 2005) (Setiawan A. J., 1991). Selain itu, dalam primbon
Betaljemur Adammakna dipaparkan juga cara
penentuan arah orientasi rumah tinggal yang
Tipologi arsitektur dalam budaya Jawa dapat diperhitungkan berdasarkan hari pasaran
dikategorikan terutama dalam karakter atap dan kelahiran pemilik rumah berkaitan dengan arak
pembagian ruang . Bentuk atap bangunan terbagi empat mata angin (Kartono, 2005).
dalam beberapa tingkatan, yaitu tajug (masjid), Dalam ruang publik, masyarakat Jawa untuk
joglo (golongan bangsawan), limasan (golongan melakukan hungan antara manusia dengan
menengah), kampung (rakyat biasa), dan manusia menggunakan prinsip moral yang
panggang pe (rakyat biasa) (gambar 1). Atap-atap menekankan kebaikan, keutamaan, keadilan, dan
tersebut berfungsi sebagai penunjuk kedudukan kejujuan demi terwujudnya kesejahteraan
dan strata sosial pemilik ruma dalam masyarakat bersama. Manusia diharapkan untuk dapat
(Cahyandari, 2012). mengukur perasaan orang lain dengan perasaan
dirinya sendiri atau biasa disebut dengan istilah

43
Ahmad Ghozali & Agus S. Ekomadyo:
Implementasi Ruang Kolaborasi pada Desain Pusat Seni Pertunjukan

empati. Dengan demikian nilai sosial pada Sebagai wadah aktivitas interaksi sosial bagi
masyarakat Jawa terletak pada upaya untuk dapat komunitas, ruang di sini dipahami dalam
hidup selaras dan mengutamakan kepentingan pengertian fisik dan non-fisik. Dalam dunia
bersama di atas kepentingan individu. arsitektur, dikenal istilah “ruang-ruang
Masyarakat Jawa sendiri cenderung lebih temporal”, yaitu ruang-ruang informal yang lebih
menyukai hidup bersama dalam suatu komunitas dibentuk oleh elemen-elemen non-fisik. Sebagai
alih-alih hidup secara soliter (Soesilo, 2005). contoh pasar tradisional kaya akan ruang-ruang
informal yang membentuk spatio temporal
Orientasi sosial yang mengutamakan
(Ekomadyo, 2012). Konstruksi sosial dalam
kebersamaan akan melahirkan konsep ruang
penciptaan tempat terjadi karena ruang para
publik yang memiliki fungsi sosial yang tinggi.
pelaku memberikan perhatian khusus dalam
Ruang publik yang mampu mewadahi berbagai
ruang yang tercipta (Ekomadyo & Riyadi, 2020).
kegiatan bagi masyarakat menjadi suatu
Terdapat lima prinsip dalam menciptakan
keharusan sesuai nilai sosial yang ada. Di era
interaksi dalam sebuah ruang publik dalam hal
modern yang masyarakatnya cenderung
ini mengkhususkan prinsip dalam membuat
berorientasi ekonomi, terdapat kecenderungan
ruang yang mendorong untuk berinteraksi, yaitu
orang berorientasi pada kebutuhan hidup
menghindari ruang bersifat territorial,
sehingga suatu ruang publik yang dilengkapi
meminimalisir aturan dalam suatu area,
dengan fungsi ekomoni akan menjadi hal yang
visibilitas, aktivitas yang sama, dan suasana yang
ideal (Hariyono, 2010).
familiar.
Tinjauan Ruang Interaksi
Terbentuknya interaksi yang mendorong
Interaksi sosial merupakan hubungan terjadinya kolaborasi pada berbagai aktor yang
yang dinamis menyangkut hubungan antar orang, terlibat diaharapkan mendorong untuk
antar kelompok, maupun antar individu dengan terciptanya berbagai karya hasil inovasi bersama.
kelompok (Waluyo, Suwardi, Feryanto, & Etzkowitz berpendapat dalam penciptaan suatu
Haryanto, 2008). Tidak selalu interaksi sosial inovasi diperlukan sebuah neutral space yang
berupa tindakan yang bersifat kerjasama, mana di dalamnya berbagai pihak dengan latar
contohnya adalah pertengkaran yang merupakan belakang berbeda-beda dapat berpartisipasi
salah satu contoh interaksi sosial. Hal tersebut dalam pengembangan ide-ide baru. Selanjutnya
termasuk interaksi sosial karena keduanya neutral space ini biasa disebut dengan Consensus
melakukan hubungan timbal balik meskipun Space. Terdapat berbagai faktor yang
dalam bentuk pertengkaran. Interaksi dibedakan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan
menjadi dua macam, yaitu asosiatif (menguatkan consensus space ini, tetapi semuanya bermuara
ikatan sosial) dan disosiatif (merusak ikatan kepada satu alasan utama, yaitu kekuatan
sosial) (Soekanto, 2006). hubungan antar pihak dalam proses inovasi
Ruang publik sebagai ruang interaksi (Ekomadyo, Santri, & Riyadi, 2018).
sosial merupakan ruang bersama suatu komunitas METODE PENELITIAN
yang di dalamnya terdapat aktivitas sosial secara
rutin maupun terdapat aktivitas tertentu (Carr, Penelitian ini merupakan hasil penulisan kembali
Francis, Leanne G. Rivlin, & Stone, 1992). dari desain arsitektur yang telah dilakukan.
Ruang publik dapat berbentuk cluster maupun Terdapat beberapa tahap desain yang dilakukan
linear dalam ruang terbuka maupun ruang untuk menghasilkan konsep perancangan sebagai
tertutup. Tipologi kontemporer dari suatu ruang temuan penelitian, yaitu:
public perkotaan yaitu taman-taman public, jalan, a. Studi pustaka, dilakukan untuk memperoleh
lapangan bermain, ruang terbuka, jalur hijau, data yang didapat dengan cara studi
atrium, dan ruang di lingkungan bertetangga pustaka/studi literature, data dari instansi
(Carr et al., 1992). terkait, dan browsing internet.
Di dalam sebuah ruang tercakup banyak b. Observasi lapangan, dilakukan sebagai
unsur dan elemen pembentuknya, arsitektur dan pengamatan langsung terhadap objek.
desain hanyalah menjadi salah satu bagain
penyusunnya. Elemen lain yang utama adalah c. Pengembangan konsep dasar perancangan.
komunitas (Tamariska & Komadyo, 2017).

44
Jurnal Arsitektur Komposisi Volume 14, Nomor 1 Tahun 2020

d. Pengembangan strategi desain dan diharapkan dapat menjadi penghubung antara


implementasinya ke dalam arsitektur kawasan permukiman dengan kawasan
perkantoran dan komersial sehingga mobilitas
e. Penyusunan kesimpulan.
masyarakat dapat lebih efektif dan efisien dengan
jarak tempuh yang lebih pendek. Selain itu,
TEMUAN DAN PEMBAHASAN dengan permeabilitas ini juga diharapkan dapat
Konsep Dasar Rancangan meningkatkan pemanfaatan ruang secara
informal di dalam pusat seni pertunjukan guna
menciptakan suasana ruang kesenian yang hidup.

Gambar 3. Konsep Besar Rancangan Gambar 4. Akses Jalur Permeabilitas


Rancangan pusat seni pertunjukan ini Upaya lain guna merespon konteks urban
dimaksudkan mengangkat kearifan nilai budaya adalah dengan penyediaan ruang-ruang komunal
lokal yang dipadukan dengan perkembangan dalam perancangan sebagai upaya meningkatkan
arsitektur kontemporer guna mendukung interaksi sosial pada masyarakat urban.
interaksi antar seniman dan penggiat seni. Penyediaan ruang komunal dalam rancangan
Gambar 3 menunjukkan konsep utama yang dilakukan dengan penyediaan taman di area
kemudian diturunkan menjadi 3 aspek dalam segaran (danau buatan) dan beberapa plaza
perancangannya, yaitu desain bangunan modern- terbuka, seperti plaza area entrance, plaza
tradisional, interaksi social, dan kolaborasi. boulevard, dan plaza utama area depan.
Aspek tradisional-modern diwujudkan dengan
penggunaan filosofi maupun elemen-elemen
arsitektur tradisional Jawa yang dipadukan
dengan perkembangan teknologi masa kini.
Aspek interaksi sosial diwujudkan dengan
penyediaan ruang-ruang yang diharapkan mampu
mewadahi berbagai kegiatan masyarakat dalam
upaya peningkatan interaksi antar masyarakat.
Aspek kolaborasi diimplementasikan dengan
pengaturan ruang-ruang, terutama ruang kegiatan Gambar 5. Plaza Utama Rancangan
seni yang terbuka dan open layout.
Gambar 5 menampilkan ilustrasi suasana
Strategi Respon Konteks Urban plaza sebagai sarana bagi berbagai komunitas
Upaya yang dilakukan untuk merespon untuk berkegiatan. Dengan kualitas ruang luar
konteks tapak yang berada di kawasan urban yang baik diharapkan dapat menarik masyarakat
salah satunya adalah dengan penciptaan jalur untuk berkunjung hingga pada akhirnya
permeabilitas yang menghubungkan kawasan terciptalah interaksi sosial. Selain itu, keberadaan
yang berada di utara tapak dengan kawasan di ruang komunal yang ada juga dimaksudkan
selatan tapak. Penciptaan jalur permeabilitas ini sebagai ruang penghubung yang menghubungkan
berdasarkan pada pertimbangan keberadaan berbagai kawasan di sekitarnya. Ruang
kawasan permukiman di selatan tapak penghubung tersebut diharapkan mampu menjadi
perancangan dan juga keberadaan kawasan ruang positif yang dapat mendukung terjadinya
perkantoran dan komersial di utara tapak, yaitu di interaksi sosial di kawasan tersebut.
Jalan Slamet Riyadi. Gambar 4 menunjukkan
akses jalur permeabilitas kawasan yang

45
Ahmad Ghozali & Agus S. Ekomadyo:
Implementasi Ruang Kolaborasi pada Desain Pusat Seni Pertunjukan

Strategi Pengorganisasian ruang berkegiatan kesenian, seperti berlatih dan


menampilkan kesenian ditempatkan pada lantai
Pengaturan zonasi mengacu pada konsep
dasar bangunan. Penempatan tersebut
zonasi pada rumah tradisional Jawa. Pada rumah
dimaksudkan untuk lebih memberikan kesan
tradisional Jawa dikenal pembagian ruang
mengundang bagi pengunjung. Sementara pada
menjadi beberapa bagian, yaitu pendhapa
lantai dua bangunan sanggar seni difungsikan
sebagai area penerimaan tamu, pringgitan
sebagai ruang kelas dan workshop yang
sebagai ruang antara dan ruang pertunjukan
memerlukan ruang lebih tertutup dan privasi
wayang pada zaman dahulu, omah dalem sebagai
lebih. Kemudian pada bangunan pertunjukan
ruang berkegiatan bagi pemilik rumah, dan
utama ruang auditorium ditempatkan di salah
senthong sebagai sebagai ruang penyimpanan.
satu sisi bangunan. Sementara pada sisi seberang
Zona pendhapa diterjemahkan dengan area
difungsikan sebagai ruang-ruang pendukung
penerimaan yang berbentuk pendhapa. Zona
lainnya, seperti galeri, ruang serba guna. Dan
pringgitan diterjemahkan melalui gedung
kantor pengelola bangunan.
pertunjukan utama serupa dengan fungsi
pringgitan sebagai ruang untuk pertunjukan
berbagai pementasan.
Zona omah dalem diterjemahkan melalui
ruang sanggar dan balai pertunjukan seni dengan
filosofi seniman merupakan penghuni utama dari
pusat seni pertunjukan. Zona senthong
diterjemahkan melalui penyediaan area kios buku
yang sudah ada di sekitar kawasan perancangan.
Skema pembagian zonasi ruang dalam rancangan
dapat dilihat dalam gambar 6 berikut. Gambar 7. Ruang-ruang dalam Bangunan

Sirkulasi pada rancangan pusat seni


pertunjukan menggunakan konsep sirkulasi yang
bebas-mengalir, baik di dalam bangunan maupun
di luar bangunan (gambar 8). Konsep sirkulasi
demikian ditujukan agar dapat memberikan
keleluasaan bagi pengunjung untuk bergerak dan
berpindah tempat dari tempat satu ke tempat lain.
Pada sirkulasi di luar bangunan disediakan
elemen-elemen lanskap dengan harapan
pengunjung dapat berjalan sembari menikmati
serial vision dari keberadaan ruang-ruang luar
yang ada.
Gambar 6a. Pengaturan Zonasi Horizontal dalam
Rancangan

Gambar 6b. Pengaturan Zonasi Vertikal dalam Gambar 8. Sirkulasi dalam Rancangan
Rancangan
Strategi Gubahan Spasial
Ruang-ruang dalam bangunan pusat seni Ruang-ruang dalam rancangan pusat seni
pertunjukan diatur dan dikelompokkan sesuai pertunjukan terutama ruang untuk berkegaiatn
fungsi dan suasana yang ingin dicapai (gambar kesenian dan penunjangnya didesain dengan
7). Pada bangunan sanggar seni ruang-ruang konsep ruang yang semi terbuka. Ruang-ruang
yang difungsikan sebagai ruang untuk tersebut didesain dengan bentuk open layout dan

46
Jurnal Arsitektur Komposisi Volume 14, Nomor 1 Tahun 2020

mempu memberikan kesan menerima bagi


pengunjung (gambar 9). Dengan desain ruang
sedemikian rupa diharapkan mampu
mempermudah kegiatan pembelajaran, apresiasi,
dan kolaborasi kesenian yang ada. Ruang open
layout dan memberikan kesan menerima ini Gambar 10. Selubung Bangunan
diterjemahkan dalam rancangan berupa
penyediaan ruang-ruang berupa teras, serambi, Untuk bangunan gedung pertunjukan
serta ruang-ruang luar yang mendukung kegiatan utama juga diupayakan memiliki konsep semi-
seni. Ruang-ruang yang ada diharapkan mampu terbuka. Konsep semi-terbuka tersebut
mewadahi berbagai kegiatan seni yang berjalan diimplementasikan pada lantai dasar bangunan
di pusat seni pertunjukan ini sebagai upaya untuk yang mana tidak memiliki pembatas sehingga
melestarikan kesenian tradisional yang ada. lebih memberikan kesan menerima. Selain itu,
pada bagian tertentu terdapat penggunaan
material roster pada lantai dasar bangunan
sebagai upaya untuk tetap menjaga privasi
pengguna tetapi tetap tidak menghilangkan kesan
terbuka dan menerima yang terbentuk. Sementara
untuk lantai dua dan lantai tiga pada bangunan
utama tetap mengupayakan selubung bangunan
transparan dengan penggunaan curtain wall kaca
sehingga selain memberikan kesan modern,
Gambar 9. Ruang dalam Rancangan
kesan transparan dan menerima tetep kuat terasa
bagi pengunjung dan penggiat seni. Curtain wall
Strategi Selubung Bangunan kaca didesain memiliki geometri yang
sedemikian rupa sehingga memberikan kesan
Pada bangunan kegiatan komunitas seni, dinamis dan sebagai upaya untuk menciptakan
seperti sanggar, balai kolaborasi pertunjukan, dan keseimbangan komposisi geometri yang ada.
pendhapa diupayakan memiliki selubung Gambar 13 menunjukan eksploda aksonometri
bangunan dengan konsep semi-terbuka dimana rancangan yang menggambarkan selubung
bangunan tidak memiliki pembatas antara ruang bangunan dalam rancangan.
dalam bangunan dengan ruang luar (gambar 10).
Hal tersebut sebagai upaya untuk memberikan
kesan terbuka dan menerima bagi penggiat seni
agar lebih mendukung kegiatan apresiasi,
interaksi, dan kolaborasi seni.
Dengan selubung yang terbuka ini
diharapkan pengunjung dapat menikmati
berbagai kegiatan kesenian yang dilakukan oleh Gambar 13. Eksploda Aksnometri Rancangan
penggiat seni yang ada secara langsung. Dengan
demikian kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sebagai upaya untuk memunculkan gerakan
penggiat seni ini dapat menjadi suatu daya tarik kebersamaan antar komunitas seni yang ada,
yang dapat dipertunjukkan kepada pengunjung diperlukan suatu wadah terpadu sebagai sarana
sehingga dapat menciptakan iklim pembelajaran untuk berkreasi dan berkolaborasi antar
dan pelestarian seni yang lebih kuat. komunitas. Jaringan dan kreativias pada
hakikatnya akan saling menguntungkan satu
sama lain, karena semakin banyak jumlah simpul
akan semakin besar kapasitas untuk berinovasi
(Landry, 2008). Upaya penciptaan iklim
kolaborasi antar komunitas kesenian tersebut
diemplementasikan dengan penyediaan pusat
seni pertunjukan yang mampu memberikan ruang
bagi seniman maupun komunitas seni untuk

47
Ahmad Ghozali & Agus S. Ekomadyo:
Implementasi Ruang Kolaborasi pada Desain Pusat Seni Pertunjukan

saling berinteraksi. Dengan adanya ruang untuk UCAPAN TERIMA KASIH


berinteraksi antar penggiat seni tersebut
diharapkan mampu menjadi katalis untuk Penulis mengucapkan terima kasih kepada
mendorong terciptanya kolaborasi lebih jauh bagi Institut Teknologi Bandung dan juga berbagai
pihak yang telah berkontribusi dalam proses
seniman yang ada. Ruang seni yang ada juga
dapat dimaknai oleh seniman sebagai wadah penulisan jurnal.
pelestarian seni budaya serta potensi sumber
daya ekonomi (Prasetyo & Ekomadyo, 2020). DAFTAR PUSTAKA

Implementasi arsitektur tradisional Jawa Cahyandari, G. O. (2012). Jawa Di Yogyakarta


dalam rancangan diwujudkan dengan Sebagai Wujud Kategori Pola. Jurnal
penggunaan geometri bangunan dan pengaturan Arsitektur Komposisi, 10(2).
zonasi yang didasarkan pada zonasi dalam Carr, S., Francis, M., Leanne G. Rivlin, & Stone,
Rumah Joglo. Atap limasan dalam arsitektur A. M. (1992). Public Space. Cambridge:
jawa dikenal sebagai atap bagi masyarakat Cambridge University Press.
umum. Dengan demikian diharapkan
Ekomadyo, A. S. (2012). Menelusuri “genius
memberikan citra bangunan yang universal bagi
loci” Pasar Tradisional Sebagai Ruang Sosial
semua kalangan masyarakat. Selanjutnya zonasi
Urban di Nusantara. In Semesta Arsitektur
bangunan diatur sesuai dengan pengaturan zonasi
Nusantara. Malang: Universitas Brawijaya.
dalam rumah Jawa, yaitu pendhapa, pringgitan,
omah dalem, dan senthong. Ekomadyo, A. S. (2014). Arsitektur sebagai
Media Transformasi Budaya Lokal dalam
KESIMPULAN.
Pengembangan Potensi Ekonomi Masyarakat.
Strategi rancangan pusat seni pertunjukan Seminar Nasional Merah Putih: Tempat Dan
Surakarta dalam upaya untuk menciptakan ruang Ruang Dalam Latar Arsitektur Nusantara.
yang mampu mendorong interaksi antar seniman Yogyakarta: Universitas Kristen Duta Wacana
dilakukan dengan pengaturan konsep ruang, dan Lembaga Sejarah Arsitektur Indonesia.
sirkulasi, dan juga selubung bangunan. Ruang-
Ekomadyo, A. S., & Riyadi, A. (2020). Design in
ruang dalam rancangan pusat seni pertunjukan
socio-technical perspective: An actor-
didesain dengan konsep ruang yang semi terbuka.
Network theory reflection on community
Ruang-ruang tersebut didesain dengan bentuk
project “Kampung Kreatif” in Bandung.
open layout dan mampu memberikan kesan
Archives of Design Research, 33(2), 19–36.
menerima dengan harapan dapat mendorong
https://doi.org/10.15187/adr.2020.05.33.2.19
terjadinya interaksi. Selanjutnya, sirkulasi pada
rancangan pusat seni pertunjukan menggunakan Ekomadyo, A. S., Santri, T., & Riyadi, A.
konsep sirkulasi bebas-mengalir yang ditujukan (2018). Habitat for Innovative Milieu: A
agar dapat memberikan keleluasaan bagi Place-Making Study of University and Start-
pengunjung untuk bergerak dan berpindah. up Enterprises Relationship. IOP Conf. Ser.:
Kemudian selubung bangunan dirancang dengan Earth Environ. Sci. 152 012020.
konsep semi-terbuka dimana bangunan tidak https://doi.org/10.1088/1755-
memiliki pembatas antara ruang dalam bangunan 1315/152/1/012020
dengan ruang luar.
Ham, R. (1971). Theater Planning. London:
Strategi yang telah diterapkan diharapkan Architectural Press.
mampu untuk mendorong terjadinya interaksi
Hariyono, P. (2010). Konsep Taman Kota pada
yang pada akhirnya akan memunculkan
Masyarakat Jawa Masa Kini. Local Wisdom,
kolaborasi antar seniman setempat. Dengan latar
2(3), 1–3.
belakang kesenian yang berbeda-beda antar
seniman maupun komunitas memungkinkan Inskeep, E. (1993). Tourism Planning: An
adanya upaya untuk memunculkan ide-ide baru. Integrated and Sustainable Approach. New
Ide-ide baru tersebut pada akhirnya mampu York: Van Nostrand Reinhold Inc.
menciptakan karya-karya kreatif dan inovatif Kartono, J. L. (2005). Konsep Ruang Tradisional
sebagai upaya untuk mengembangan kesenian Jawa dalam Konteks Budaya. Dimensi
tradisional yang telah eksis di masyarakat. Interior, 3(2), 124–136.

48
Jurnal Arsitektur Komposisi Volume 14, Nomor 1 Tahun 2020

Landry, C. (2008). The Creative City: A Toolkit


of Urban Innovators. London: Earthscan.
Pramono, H. (1993). Dampak Pembangunan
Pariwisata terhadap Ekonomi, Sosial, dan
Budaya. Yogyakarta: Cakrawala Pendidikan.
Prasetyo, E. B., & Ekomadyo, A. S. (2020). The
conception of actor network in Jelekong Art
and Culture Village of Bandung Regency.
ARTEKS: Jurnal Teknik Arsitektur, 6(1),
article in press.
Putra, A. D. H. (2014). Persepsi Pemanfaatan
Lahan Fasilitas Umum dan Lahan Terbuka
sebagai Ruang Interaksi Antar Warga
Komplek Perumahan Kasus Studi: Komplek
Perumahan Puri Timoho Asri 2 di
Yogyakarta. Jurnal Arsitektur Komposisi,
10(6), 383–390.
Ronald, A. (1988). Manusia dan Rumah Jawa.
Yogyakarta: Penerbit JUTA UGM.
Setiawan A. J. (1991). Rumah tinggal orang
Jawa;Suatu kajian tentang dampak
perubahan wujud arsitektur terhadap tata
nilai sosial budaya dalam rumah tinggal
orang Jawa di Ponorogo. Tesis. Universitas
Indonesia.
Soekanto, S. (2006). Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Soesilo. (2005). Kejawen. Malang: Yusula.
Tamariska, S. R., & Komadyo, A. S. (2017).
“Place-Making” Ruang Interaksi Sosial Kota:
Studi Kasus: Koridor Jalan Tubagus Ismail
Bawah, Bandung. Jurnal Koridor, 8(2), 172–
183.
https://doi.org/10.32734/koridor.v8i2.1345
Waluyo, Suwardi, Feryanto, A., & Haryanto, T.
(2008). Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Wondoamiseno, R., & Basuki, S. S. (1986).
Kotagede Between Two Gates. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.

49

Anda mungkin juga menyukai