BAB ==>
Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran
ini juga mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan
masyarakat dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif,
yang hanya memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian
tidak akan pernah memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan,
loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga
tatanan sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena
itulah, materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai
yang mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.
Karl Marx dengan jelas menyatakan bahwa teori
Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi
materialisme, dan tentu saja bagi komunisme. Ia
juga menunjukkan simpatinya kepada Darwin
dengan mempersembahkan buku Das Kapital,
yang dianggap sebagai karya terbesarnya,
kepada Darwin. Dalam bukunya yang berbahasa
Jerman, ia menulis: "Dari seorang pengagum
setia kepada Charles Darwin".
Teori evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan
ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha
membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan
benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Origin of
Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan "Inilah buku yang berisi
landasan sejarah alam bagi pandangan kami"1
Perlu diketahui bahwa evolusionis tidak memiliki bantahan terhadap buku yang
sedang Anda baca ini. Mereka bahkan tidak akan berusaha membantah karena
sadar bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat setiap orang semakin
paham bahwa teori evolusi hanyalah sebuah kebohongan.
1. Cliff, Conner, "Evolution vs. Creationism: In Defense of Scientific Thinking", International Socialist
Review (monatliche Zeitschriftenbeilage zu The Militant), November 1980
DAFTAR BAB ==>
Sebagai contoh, ahli biologi semacam ini akan dengan mudahnya menemukan
keselarasan yang menakjubkan pada molekul protein, bahan penyusun kehidupan,
dan molekul ini sama sekali tidak mungkin muncul secara kebetulan. Meski
demikian ia malah menyatakan bahwa protein ini muncul pada kondisi bumi yang
primitif secara kebetulan miliaran tahun yang lalu. Tidak cukup sampai di sini, ia
juga menyatakan tanpa keraguan bahwa tidak hanya satu, tetapi jutaan protein
terbentuk secara kebetulan, dan selanjutnya secara luar biasa bergabung
membentuk sel hidup pertama. Lebih jauh lagi, ia berkeras mempertahankan
pandangannya secara fanatik. Orang ini adalah ilmuwan "evolusionis".
Jika ilmuwan yang sama melewati sebuah jalan datar, dan menemukan tiga buah
batu bata bertumpuk rapi, tentunya ia tidak akan pernah menganggap bahwa
ketiga batu bata tersebut terbentuk secara kebetulan dan selanjutnya menyusun
diri menjadi tumpukan, juga secara kebetulan. Sudah pasti, siapa pun yang
membuat pernyataan seperti itu akan dianggap tidak waras.
Sikap seperti ini tidak mungkin diambil atas nama ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan, jika terdapat dua alternatif dengan kemungkinan yang sama
mengenai suatu masalah, kita diharuskan mempertimbangkan keduanya. Dan jika
kemungkinan salah satu alternatif tersebut jauh lebih kecil, misalnya hanya 1 %,
maka tindakan yang rasional dan ilmiah adalah mengambil alternatif lainnya, yang
memiliki kemungkinan 99 %, sebagai pilihan yang benar.
Mari kita teruskan dengan berpegang pada pedoman ilmiah ini. Terdapat dua
pandangan yang dapat dikemukakan tentang bagaimana makhluk hidup muncul di
muka bumi. Pandangan pertama menyatakan bahwa semua makhluk hidup
diciptakan oleh Allah dalam tatanan yang rumit seperti sekarang ini. Sedangkan
pandangan kedua menyatakan bahwa kehidupan terbentuk oleh kebetulan-
kebetulan acak dan di luar kesengajaan. Pandangan terakhir ini adalah pernyataan
teori evolusi.
Jika kita mengacu kepada data-data ilmiah, misalnya di bidang biologi molekuler,
jangankan satu sel hidup, salah satu dari jutaan protein di dalam sel tersebut
sangat tidak mungkin muncul secara kebetulan. Sebagaimana juga akan
diilustrasikan dalam bab-bab berikutnya, perhitungan probabilitas telah berkali-kali
menegaskan hal ini. Jadi pandangan evolusionis tentang kemunculan makhluk
hidup memiliki probabilitas nol untuk diterima sebagai kebenaran.
Kemarahan, sikap keras kepala dan prasangka "ilmuwan" ini semakin bertambah
setiap kali ia berhadapan dengan kenyataan. Sikapnya dapat dijelaskan dengan
satu kata: "keyakinan". Tetapi keyakinan tersebut adalah keyakinan takhayul yang
buta, karena hanya itulah penjelasan bagi ketidakpeduliannya terhadap fakta-fakta
atau kesetiaan seumur hidup kepada skenario tak masuk akal yang ia susun
khayalannya sendiri.
MATERIALISME BUTA
Keyakinan yang kita bicarakan ini adalah filsafat materialistis, yang berpendapat
bahwa materi bersifat kekal, dan tidak ada yang lain kecuali materi. Teori evolusi
menjadi semacam "pondasi ilmiah" filsafat materialistis ini, sehingga dibela secara
membuta demi mempertahankan filsafat tersebut. Ketika ilmu pengetahuan
menggugurkan pernyataan-pernyataan tentang evolusi pada penghujung abad ke-
20, mereka berupaya mendistorsi dan menempatkan ilmu pengetahuan
mendukung teori evolusi, sehingga ideologi materialisme tetap hidup.
Kutipan dari salah seorang ahli biologi evolusionis ternama dari Turki berikut ini
merupakan contoh nyata untuk melihat tujuan dari penilaian menyimpang akibat
keyakinan buta ini. Ilmuwan ini membahas probabilitas pembentukan secara
kebetulan sitokrom-C, salah satu enzim terpenting bagi kehidupan:
Inilah kesulitan bagi ilmuwan evolusionis ateis yang An-da saksikan di majalah-
majalah dan televisi dan menulis buku-buku yang mungkin Anda baca. Semua
penelitian ilmiah yang mereka lakukan menunjukkan keberadaan Sang Pencipta.
Akan tetapi, karena telah begitu mati rasa dan buta oleh pendidikan materialistik
dogmatis, mereka masih saja bersikeras menolak.
Masalah psikis orang-orang yang tidak beriman telah ada sepanjang sejarah.
Dalam Al Quran dinyatakan:
"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari
(pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah
mereka berkata: 'Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan,
bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir'." (QS. Al Hijr, 15: 14-15)
Inilah realitas sesungguhnya di balik pernyataan "evolusi masih tetap diterima oleh
dunia ilmu pengetahuan". Evolusi dipertahankan hidup bukan karena memiliki
kelayakan ilmiah, tetapi karena merupakan sebuah kewajiban ideologis. Sangat
sedikit ilmuwan yang menyadari kenyataan ini, dan berani menunjukkan "sang raja
tidak mengenakan selembar baju pun".
Jika ia melepaskan diri dari jerat mantra ini dan mampu berpikir jernih, bebas dan
tanpa prasangka, ia akan segera menemukan kebenaran sebening kristal.
Kebenaran tak terbantahkan ini, yang telah ditunjukkan pula oleh ilmu
pengetahuan modern dalam semua aspek, adalah bahwa makhluk hidup muncul
bukan secara kebetulan melainkan sebagai hasil penciptaan. Manusia akan
dengan mudah melihat fakta penciptaan ketika ia mau memikirkan bagaimana
dirinya menjadi ada, bagaimana ia tercipta dari setetes air, atau kesempurnaan
pada setiap makhluk hidup lain.
1. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Vererbung und Evolution), Ankara: Meteksan Publishing Co., 1984, S.
61
2. Michael J. Behe, Darwin's Black Box, New York: Free Press, 1996, S. 232 f.
3. Richard Dawkins, The Blind Watchmaker, London: W. W. Norton, 1986, S. 159
DAFTAR BAB ==>
Akan tetapi bukan filsafat pagan kuno ini yang telah berperan penting dalam
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan modern, melainkan keimanan
kepada Tuhan. Pada umumnya mereka yang memelopori ilmu pengetahuan
modern mempercayai keberadaan-Nya. Seraya mempelajari ilmu pengetahuan,
mereka berusaha menyingkap rahasia jagat raya yang telah diciptakan Tuhan dan
mengungkap hukum-hukum dan detail-detail dalam ciptaan-Nya. Ahli Astronomi
seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Keppler dan Galileo; bapak
paleontologi, Cuvier; perintis botani dan zoologi, Linnaeus; dan Isaac Newton
yang dijuluki sebagai "ilmuwan terbesar yang pernah ada", semua mempelajari
ilmu pengetahuan dengan tidak hanya meyakini keberadaan Tuhan, tetapi juga
bahwa keseluruhan alam semesta adalah hasil ciptaan-Nya 1 Albert Einstein,
yang dianggap sebagai orang paling jenius di zaman kita, adalah seorang ilmuwan
yang mempercayai Tuhan dan menyatakan, "Saya tidak bisa membayangkan ada
ilmuwan sejati tanpa keimanan mendalam seperti itu. Ibaratnya: ilmu pengetahuan
tanpa agama akan pincang." 2
Salah seorang pendiri fisika modern, dokter asal Jerman, Max Planck mengatakan
bahwa setiap orang, yang mempelajari ilmu pengetahuan dengan sungguh-
sungguh, akan membaca pada gerbang istana ilmu pengetahuan sebuah kata:
"Berimanlah". Keimanan adalah atribut penting seorang ilmuwan.3
KHAYALAN DARWIN
Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan
dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin.
Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah apa pun;
tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat dukungan dan
dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya. Gagasannya
menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka
dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi
berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan
mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan
nenek moyangnya. (Asal usul "sifat-sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui
pada waktu itu.) Menurut Darwin, manusia adalah hasil paling maju
mekanisme ini.
Saat menyusun teorinya, Darwin terkesan oleh para ahli biologi evolusionis
sebelumnya, terutama seorang ahli biologi Perancis, Lamarck.5 Menurut Lamarck,
makhluk hidup mewariskan ciri-ciri yang mereka dapatkan selama hidupnya dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga terjadilah evolusi. Sebagai contoh,
jerapah berevolusi dari binatang yang menyerupai antelop. Perubahan itu terjadi
dengan memanjangkan leher mereka sedikit demi sedikit dari generasi ke generasi
ketika berusaha menjangkau dahan yang lebih tinggi untuk memperoleh makanan.
Darwin menggunakan hipotesis Lamarck tentang "pewarisan sifat-sifat yang
diperoleh" sebagai faktor yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
Di saat gema buku Darwin tengah berkumandang, seorang ahli botani Austria
bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865.
Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel
mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu
genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan.
Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi
genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis. Alasannya adalah kerumitan
luar biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan
Darwin.
Mereka juga berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara
kebetulan di bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikan teori
tersebut. Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap
eksperimen yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan
secara kebetulan telah gagal. Perhitungan probabilitas membuktikan bahwa
ada satu pun protein, yang merupakan molekul penyusun kehidupan,
muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis
muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak
dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih
sekalipun.
Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah
ditemukan di belahan dunia mana pun "bentuk-bentuk transisi" yang diasumsikan
teori neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies
primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan
bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-
ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek
moyang dan keturunannya.
Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf, seorang ahli
paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan Gould, menyatakan
bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai "mutasi besar-
besaran" (gross mutation), yakni akibat "kecelakaan" besar yang terjadi pada
struktur gen.6 Menurut teori tersebut, seekor binatang darat dapat menjadi paus
raksasa setelah mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba. Pernyataan
yang sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan
biokimia ini, sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran!
Dalam ketidakberdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis,
sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang
bahkan lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah
dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha
menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa
"seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil" sama sekali
rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke
spesies lain membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang
menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis
atau menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi
genetis. Dengan demikian, "mutasi besar-besaran" yang digambarkan oleh model
punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan
"besar-besaran" pada informasi genetis.
Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali muncul
karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan;
pertanyaan serupa yang menggugurkan model neo-Darwinis sejak awal. Karena
tidak satu protein pun yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai
apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi
secara "tiba-tiba" atau "bertahap" tidak masuk akal.
Kajian-Kajian
mendalam
tentang sel
hanya
munkin
setelah
panamuan
mikroskop
elektron.
Pada masa
Darwin,
dengan
mikroskop
primitif
seperti ini,
hanya
mungkin
untuk
mengamati
permukanluar
sebuah sel.
1. Dan Graves, Science of Faith: Forty-Eight Biographies of Historic Scientists and Their Christian Faith,
Grand Rapids, MI, Kregel Resources
2. Science, Philosophy, And Religion: A Symposium, 1941, Kap.13
3. J. De Vries, Essential of Physical Science, Wm. B. Eerdmans Pub. Co., Grand Rapids, SD 1958, hlm.
15
4. H. S. Lipson, "A Physicist's View of Darwin's Theory", Evolution Trends in Plants, Bd. 2, Nr. 1, 1988, S.
6
5. Kendati Darwin menyatakan teorinya sama sekali terlepas dari teori Lamarck, ia sedikit demi sedikit
mulai bersandar pada klaim Lamarck,hususnya edisi ke-6 yang merupakan edisi terakhir The Origin of
Species dipenuhi contoh-contoh dari buku Lamarck "inheritance of acquired traits" (Pewarisan Sifat-Sifat
yang Diperoleh). Lihat Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, New York: Schocken Books, 1996,
hlm. 64.
6. Steven M. Stanley, Macroevolution: Pattern and Process, San Francisco: W.H. Freeman and Co. 1979,
hlm. 35, 159
DAFTAR BAB ==>
Akan tetapi jika teori ini kita teliti lebih jauh, ternyata mekanisme evolusi semacam
ini tidak ada sama sekali, sebab tidak ada kontribusi dari seleksi alam maupun
mutasi kepada pernyataan bahwa beragam spesies telah berevolusi dan berubah
dari satu spesies menjadi spesies yang lain.
SELEKSI ALAM
Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum
Darwin, yang mendefinisikannya sebagai "mekanisme yang menjaga agar spesies
tidak berubah tanpa menjadi rusak". Darwin adalah orang pertama yang
mengemukakan bahwa proses ini memiliki kekuatan evolusi. Ia kemudian
membangun seluruh teorinya berlandaskan pernyataan tersebut. Seleksi alam
sebagai dasar teori Darwin ditunjukkan oleh judul yang ia berikan pada bukunya:
The Origin of Species, by means of Natural Selection....
Akan tetapi, sejak masa Darwin, tidak pernah dikemukakan sebuah bukti pun yang
menunjukkan bahwa seleksi alam telah menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
Colin Patterson, seorang ahli paleontologi senior pada Museum of Natural History
di Inggris, yang juga seorang evolusionis terkemuka, menegaskan bahwa seleksi
alam tidak pernah ditemukan memiliki kekuatan yang menyebabkan sesuatu
berevolusi:
Menurut kisahnya, pada awal Revolusi Industri di Inggris, warna kulit batang pohon
di sekitar Manchester benar-benar terang. Karena itu, ngengat berwarna gelap
yang hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung
pemangsa, sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima
puluh tahun kemudian, akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap,
saat itu ngengat berwarna cerah menjadi yang paling mudah diburu. Akibatnya,
jumlah ngengat berwarna cerah berkurang, sementara populasi ngengat berwarna
gelap meningkat karena mereka tidak mudah terlihat. Evolusionis menggunakan ini
sebagai bukti kuat teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri di
balik etalase dengan menunjukkan bahwa ngengat berwarna cerah "telah
berevolusi" menjadi ngengat berwarna gelap.
eharusnya sudah sangat jelas bahwa keadaan ini sama sekali tidak dapat
digunakan sebagai bukti teori evolusi, karena seleksi alam tidak memunculkan
bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap sudah ada
dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Yang berubah hanya proporsi
relatif dari varietas ngengat yang ada. Ngengat tersebut tidak mendapatkan sifat
atau organ baru, yang memunculkan "spesies baru". Sedangkan agar seekor
ngengat berubah menjadi spesies lain, menjadi burung misalnya, penambahan-
penambahan baru harus terjadi pada gen-gennya. Dengan kata lain, program
genetis yang sama sekali berbeda harus dimasukkan untuk memuat informasi
mengenai sifat-sifat fisik burung.
Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk
hidup, menghilangkan organ, atau mengubah makhluk itu menjadi spesies lain. Hal
ini sungguh bertentangan dengan khayalan evolusionis. Bukti "terbesar" tadi
dikemukakan karena Darwin hanya mampu mencontohkan "Melanisme industri"
pada ngengat-ngengat di Inggris.
Seleksi alam hanya mengeliminir individu-individu suatu spesies yang cacat, lemah
atau tidak mampu beradaptasi dengan habitatnya. Mekanisme ini tidak dapat
menghasilkan spesies baru, informasi genetis baru, atau organ-organ baru.
Dengan demikian, seleksi alam tidak mampu menyebabkan apa pun berevolusi.
Darwin menerima kenyataan ini dengan mengatakan: "Seleksi alam tidak dapat
melakukan apa pun sampai variasi-variasi menguntungkan berkebetulan
terjadi".4 Karena itulah neo-Darwinisme harus mengangkat mutasi sejajar dengan
seleksi alam sebagai "penyebab perubahan-perubahan menguntungkan". Akan
tetapi, seperti yang akan kita lihat, mutasi hanya dapat men-jadi "penyebab
perubahan-perubahan merugikan".
MUTASI
Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau penggantian yang terjadi pada
molekul DNA, yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua
informasi genetis. Pemutusan atau penggantian ini diakibatkan pengaruh-pengaruh
luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah "kecelakaan" dan
merusak nukleotida-nukleotida yang membangun DNA atau mengubah posisinya.
Hampir selalu, mutasi menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian
parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh sel tersebut.
Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung evolusionis, bukan tongkat sihir
yang dapat mengubah makhluk hidup ke bentuk yang lebih maju dan sempurna.
Akibat langsung mutasi sungguh berbahaya. Perubahan-perubahan akibat mutasi
hanya akan be-rupa kematian, cacat dan abnormalitas, seperti yang dialami
penduduk Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Alasannya sangat sederhana: DNA
memiliki struktur teramat kompleks, dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya
akan menyebabkan kerusakan pada struktur tersebut. B.G. Ranganathan
menyatakan:
Mutasi bersifat kecil, acak dan berbahaya. Mutasi pun jarang terjadi dan kalau-
pun terjadi, kemungkinan besar mutasi itu tidak berguna. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat mengarah pada
perkembangan evolusioner. Suatu perubahan acak pada organisme yang
sangat terspesialisasi bersifat tidak berguna atau membahayakan.
Perubahan acak pada sebuah jam tidak dapat memperbaiki, malah
kemungkinan besar akan merusaknya atau tidak berpengaruh sama sekali.
Gempa bumi tidak akan memperbaiki kota, tetapi menghancurkannya
Tidak mengherankan, sejauh ini tidak ditemukan satu mutasi pun yang
berguna. Semua mutasi telah terbukti membahayakan. Seorang ilmuwan
evolusionis, Warren Weaver, mengomentari laporan The Committee on Genetic
Effects of Atomic Radiation, sebuah komite yang meneliti mutasi yang mungkin
disebabkan oleh senjata-senjata nuklir selama Perang Dunia II, sebagai berikut:
Banyak orang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen
mu-tan yang diketahui ternyata membahayakan. Jika mutasi adalah bagian
penting dalam proses evolusi, bagaimana mungkin sebuah efek yang baik -
evolusi ke bentuk kehidupan lebih tinggi - berasal dari mutasi yang hampir
semuanya berbahaya? 6
Kiri: Seekor lalat buah (drosophila) normal.
Kanan: Seekor lalat buah dengan kaki tumbuh di
kepala; mutasi akibat radiasi.
Efek mutasi yang mengenaskan pada tubuh
manusia. Bocah laki-laki di samping adalah
korban kecelakaan instalasi nuklir Chernobyl.
Hal yang sama berlaku bagi manusia. Semua mutasi yang teramati pada manusia
mengakibatkan kerusakan berupa cacat atau kelemahan fisik, misalnya
mongolisme, sindroma Down, albinisme, dwarfisme atau kanker. Namun, para
evolusionis berusaha mengaburkan permasalahan, bahkan dalam buku-buku
pelajaran evolusionis contoh-contoh mutasi yang merusak ini disebut sebagai
"bukti evolusi". Tidak perlu dikatakan lagi, sebuah proses yang menyebabkan
manusia cacat atau sakit tidak mungkin menjadi "mekanisme evolusi" - evolusi
seharusnya menghasilkan bentuk-bentuk yang lebih baik dan lebih mampu
bertahan hidup.
Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan
bukti yang mendukung pernyataan evolusionis:
Singkatnya, makhluk hidup tidak mungkin berevolusi karena di alam tidak ada
mekanisme yang menyebabkannya. Kenyataan ini sesuai dengan bukti-bukti
catatan fosil, yang menunjukkan bahwa skenario evolusi sangat menyimpang dari
kenyataan.
1. Colin Patterson, "Cladistics", wawancara dengan Brian Leek, Peter Franz, 4 Maret 1982, BBC.
*) atau "Melanisme Industri"
2. Stephen Jay Gould, "The Return of Hopeful Monsters", Natural History, Vol. 86, Juli-Agustus 1977, hlm.
28.
3. Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964,
S. 189
4. Ýbid., hlm. 177
5. B. G. Ranganathan, Origins?, Pennsylvania, The Banner Of Truth Trust, 1988
6. Warren Weaver, "Genetic Effects of Atomic Radiation", Science, Bd. 123, 29. Juni 1956, S. 1159
7. Gordon R. Taylor, The Great Evolution Mystery, New York: Harper & Row, 1983, hlm. 48.
8. Michael Pitman, Adam and Evolution, London: River Publishing, 1984, hlm. 70.
DAFTAR BAB ==>
Jika binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka
muncul dalam jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi,
sisa-sisa makhluk-makhluk aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah
bentuk-bentuk peralihan ini pun semestinya jauh lebih besar daripada spesies
binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru
dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
"Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang
tak terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang
sama. Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat
ditemukan pada peninggalan-peninggalan fosil." 1
... Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan
sedikit demi sedikit, mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk
transisi di mana pun? Mengapa alam tidak berada dalam keadaan kacau-
balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan bentuk
sebaik-baiknya?.... Menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam
jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak
bumi dalam jumlah tidak terhitung?.... Dan pada daerah peralihan, yang
memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-
jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah lama kesulitan ini sangat
membingungkan saya.2
Satu-satunya penjelasan Darwin atas hal ini adalah bahwa catatan fosil yang telah
ditemukan hingga kini belum memadai. Ia menegaskan jika catatan fosil dipelajari
secara terperinci, mata rantai yang hilang akan ditemukan.
Karena mempercayai ramalan Darwin, kaum evolusionis telah berburu fosil dan
melakukan penggalian mencari mata rantai yang hilang di seluruh penjuru dunia
sejak pertengahan abad ke-19. Walaupun mereka telah bekerja keras, tak satu
pun bentuk transisi ditemukan. Bertentangan dengan kepercayaan evolusionis,
semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa kehidupan muncul di bumi
secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap. Usaha mereka untuk
membuktikan teori evolusi justru tanpa sengaja telah meruntuhkan teori itu sendiri.
FOSIL-FOSIL HIDUP
Seorang ahli paleontologi Inggris ternama, Derek V. Ager, mengakui fakta ini
meskipun dirinya seorang evolusionis:
Jika kita mengamati catatan fosil secara terperinci, baik pada tingkat ordo
maupun spesies, maka yang selalu kita temukan bukanlah evolusi bertahap,
namun ledakan tiba-tiba satu kelompok makhluk hidup yang disertai
kepunahan kelompok lain. 3
Kendala utama dalam membuktikan teori evolusi selama ini adalah catatan
fosil; jejak spesies-spesies yang terawetkan dalam lapisan bumi. Catatan fosil
belum pernah mengungkapkan jejak-jejak jenis peralihan hipotetis Darwin -
sebaliknya, spesies muncul dan musnah secara tiba-tiba. Anomali ini
menguatkan argumentasi kreasionis*) bahwa setiap spesies diciptakan oleh
Tuhan. 4
Tidak ada gunanya lagi menjadikan keterbatasan catatan fosil sebagai alasan.
Entah bagaimana, catatan fosil menjadi berlimpah dan hampir tidak dapat dikelola,
dan penemuan bermunculan lebih cepat dari pengintegrasian... Bagaimanapun,
akan selalu ada kekosongan pada catatan fosil. 5
Catatan fosil memperlihatkan, makhluk hidup yang ditemukan pada lapisan bumi
periode Kambrium muncul dengan tiba-tiba - tidak ada nenek moyang yang hidup
sebelumnya. Fosil-fosil di dalam batu-batuan Kambrium berasal dari siput, trilobita,
bunga karang, cacing tanah, ubur-ubur, landak laut dan invertebrata kompleks
lainnya. Beragam makhluk hidup yang kompleks muncul begitu tiba-tiba, sehingga
literatur geologi menyebut kejadian ajaib ini sebagai "Ledakan Kambrium"
(Cambrian Explosion).
Sebagian besar bentuk kehidupan yang ditemukan dalam lapisan ini memiliki
sistem kompleks seperti mata, insang, sistem peredaran darah, dan struktur
fisiologis maju yang tidak berbeda dengan kerabat modern mereka. Misalnya,
struktur mata majemuk berlensa ganda dari trilobita adalah suatu keajaiban desain.
David Raup, seorang profesor geologi di Universitas Harvard, Universitas
Rochester dan Universitas Chicago mengatakan: "Trilobita memiliki desain
optimal, hingga dibutuhkan seorang rekayasawan optik yang sangat terlatih
dan sangat imajinatif jika ingin membuatnya di masa kini". 6
Richard Monastersky, editor Earth Sciences, salah satu terbitan populer dalam
literatur evolusionis, memberikan pernyataan di bawah ini mengenai "Ledakan
Kambrium" yang muncul sebagai kejutan besar bagi evolusionis:
MATA TRILOBITA
Sebagai contoh, lapisan batuan Kambrium yang berumur sekitar 600 juta
tahun, adalah lapisan tertua di mana kita menemukan sebagian besar
kelompok utama invertebrata. Dan kita dapati sebagian besarnya telah berada
pada tahap lanjutan evolusi, saat pertama kali mereka muncul. Mereka
seolah-olah ditempatkan begitu saja di sana, tanpa proses evolusi. Tentu
saja, kesimpulan tentang kemunculan tiba-tiba ini menggembirakan
kreasionis.8
Seperti yang kita pahami, catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak
berevolusi dari bentuk primitif ke bentuk yang lebih maju, tetapi muncul secara
tiba-tiba dan dalam keadaan sempurna. Ringkasnya, makhluk hidup tidak muncul
melalui evolusi, tetapi diciptakan.
1. Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964,
S. 179
2. Ýbd.him. 172, 280
3. Derek V. Ager, "The Nature of the Fossil Record", Proceedings of the British Geological Association,
Bd. 87, 1976, S. 133
*) Kreasionis = Penganut kepercayaan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan, dan menolak teori
evolusi
4. Mark Czarnecki, The Revival of the Creationist Crusade, MacLean's, 19. Januar 1981, S. 56
5.T. Neville George, "Fossils in Evolutionary Perspective", Science Progress, Vol. 48, Januari 1960, hlm.
1, 3.
6. David Raup, "Conflicts Between Darwin and Paleontology", Bulletin, Field Museum of Natural History,
Bd. 50, Januar 1979, S. 24
7. Richard Monastersky, "Mysteries of the Orient", Discover, April 1993, S. 40
8. Richard Dawkins, The Blind Watchmaker, London: W. W. Norton 1986, S. 229
9. Douglas J. Futuyma, Science on Trial, New York: Pantheon Books, 1983, S. 197
10 Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press,
1964, S. 302.
11. Stefan Bengston, Nature, Bd. 345, 1990, S. 765