Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR

BAB ==>

Ada Apa dengan Teori Evolusi?


Sebagian orang yang pernah mendengar "teori evolusi" atau "Darwinisme"
mungkin beranggapan bahwa konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan
bidang studi biologi dan tidak berpengaruh sedikit pun terhadap kehidupan sehari-
hari. Anggapan ini sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep
biologi. Teori evolusi telah menjadi pondasi sebuah filsafat yang menyesatkan
sebagian besar manusia.

Filsafat tersebut adalah "materialisme", yang mengandung sejumlah pemikiran


penuh kepalsuan tentang mengapa dan bagaimana manusia muncul di muka
bumi. Materialisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan
materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup.
Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha
Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori
ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi
dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan
menimpa hidup manusia.

Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu. Ajaran
ini juga mengarah untuk meruntuhkan nilai-nilai dasar suatu negara dan
masyarakat dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif,
yang hanya memperhatikan aspek materi. Anggota masyarakat yang demikian
tidak akan pernah memiliki idealisme seperti patriotisme, cinta bangsa, keadilan,
loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan atau moral yang baik, sehingga
tatanan sosial yang dibangunnya pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena
itulah, materialisme menjadi salah satu ancaman paling berat terhadap nilai-nilai
yang mendasari tatanan politik dan sosial suatu bangsa.
Karl Marx dengan jelas menyatakan bahwa teori
Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi
materialisme, dan tentu saja bagi komunisme. Ia
juga menunjukkan simpatinya kepada Darwin
dengan mempersembahkan buku Das Kapital,
yang dianggap sebagai karya terbesarnya,
kepada Darwin. Dalam bukunya yang berbahasa
Jerman, ia menulis: "Dari seorang pengagum
setia kepada Charles Darwin".

Satu lagi kejahatan materialisme adalah dukungannya terhadap ideologi-


ideologi anarkis dan bersifat memecah belah, yang mengancam
kelangsungan kehidupan negara dan bangsa. Komunisme, ajaran terdepan di
antara ideologi-ideologi ini, merupakan konsekuensi politis alami dari filsafat
materialisme. Karena komunisme berusaha menghancurkan tatanan sakral seperti
keluarga dan negara, ia menjadi ideologi fundamental bagi segala bentuk gerakan
separatis yang menolak struktur kesatuan suatu negara.

Teori evolusi menjadi semacam landasan ilmiah bagi materialisme, dasar pijakan
ideologi komunisme. Dengan merujuk teori evolusi, komunisme berusaha
membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan
benar. Karena itulah Karl Marx, pencetus komunisme, menuliskan The Origin of
Species, buku Darwin yang mendasari teori evolusi dengan "Inilah buku yang berisi
landasan sejarah alam bagi pandangan kami"1

Namun faktanya, temuan-temuan baru ilmu pengetahuan modern telah membuat


teori evolusi, dogma abad ke-19 yang menjadi dasar pijakan segala bentuk ajaran
kaum materialis, menjadi tidak berlaku lagi, sehingga ajaran ini - utamanya
pandangan Karl Marx - benar-benar telah ambruk. Ilmu pengetahuan telah
menolak dan akan tetap menolak hipotesis materialis yang tidak mengakui eksis-
tensi apa pun kecuali materi. Dan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa segala
yang ada merupakan hasil ciptaan sesuatu yang lebih tinggi.
Tujuan penulisan buku ini adalah memaparkan fakta-fakta ilmiah yang membantah
teori evolusi dalam seluruh bidang ilmu, dan mengungkapkan kepada masyarakat
luas tujuan sesungguhnya dari apa yang disebut "ilmu pengetahuan" ini, yang
ternyata tidak lebih dari sebuah penipuan.

Perlu diketahui bahwa evolusionis tidak memiliki bantahan terhadap buku yang
sedang Anda baca ini. Mereka bahkan tidak akan berusaha membantah karena
sadar bahwa tindakan seperti itu hanya akan membuat setiap orang semakin
paham bahwa teori evolusi hanyalah sebuah kebohongan.


1. Cliff, Conner, "Evolution vs. Creationism: In Defense of Scientific Thinking", International Socialist
Review (monatliche Zeitschriftenbeilage zu The Militant), November 1980
DAFTAR BAB ==>

Agar Bebas dari Prasangka


Kebanyakan orang menerima apa pun yang mereka peroleh dari ilmuwan sebagai
kebenaran sejati. Tidak terlintas dalam pikiran mereka bahwa ilmuwan pun
mungkin memiliki berbagai prasangka filosofis atau ideologis. Pada kenyataannya,
ilmuwan evolusionis telah memaksakan prasangka dan pandangan filosofis
mereka kepada masyarakat luas dengan kedok ilmu pengetahuan. Misalnya,
meskipun sadar bahwa kejadian acak hanya akan menghasilkan ketidakteraturan
dan kekacauan, mereka tetap menyatakan bahwa keteraturan, perencanaan dan
desain yang sangat mengagumkan pada jagat raya dan makhluk hidup terjadi
secara kebetulan.

Sebagai contoh, ahli biologi semacam ini akan dengan mudahnya menemukan
keselarasan yang menakjubkan pada molekul protein, bahan penyusun kehidupan,
dan molekul ini sama sekali tidak mungkin muncul secara kebetulan. Meski
demikian ia malah menyatakan bahwa protein ini muncul pada kondisi bumi yang
primitif secara kebetulan miliaran tahun yang lalu. Tidak cukup sampai di sini, ia
juga menyatakan tanpa keraguan bahwa tidak hanya satu, tetapi jutaan protein
terbentuk secara kebetulan, dan selanjutnya secara luar biasa bergabung
membentuk sel hidup pertama. Lebih jauh lagi, ia berkeras mempertahankan
pandangannya secara fanatik. Orang ini adalah ilmuwan "evolusionis".

Jika ilmuwan yang sama melewati sebuah jalan datar, dan menemukan tiga buah
batu bata bertumpuk rapi, tentunya ia tidak akan pernah menganggap bahwa
ketiga batu bata tersebut terbentuk secara kebetulan dan selanjutnya menyusun
diri menjadi tumpukan, juga secara kebetulan. Sudah pasti, siapa pun yang
membuat pernyataan seperti itu akan dianggap tidak waras.

Lalu, bagaimana mungkin mereka yang mampu menilai peristiwa-peristiwa


secara rasional, dapat bersikap begitu tidak masuk akal ketika memikirkan
keberadaan diri mereka sendiri?

Sikap seperti ini tidak mungkin diambil atas nama ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan, jika terdapat dua alternatif dengan kemungkinan yang sama
mengenai suatu masalah, kita diharuskan mempertimbangkan keduanya. Dan jika
kemungkinan salah satu alternatif tersebut jauh lebih kecil, misalnya hanya 1 %,
maka tindakan yang rasional dan ilmiah adalah mengambil alternatif lainnya, yang
memiliki kemungkinan 99 %, sebagai pilihan yang benar.

Mari kita teruskan dengan berpegang pada pedoman ilmiah ini. Terdapat dua
pandangan yang dapat dikemukakan tentang bagaimana makhluk hidup muncul di
muka bumi. Pandangan pertama menyatakan bahwa semua makhluk hidup
diciptakan oleh Allah dalam tatanan yang rumit seperti sekarang ini. Sedangkan
pandangan kedua menyatakan bahwa kehidupan terbentuk oleh kebetulan-
kebetulan acak dan di luar kesengajaan. Pandangan terakhir ini adalah pernyataan
teori evolusi.

Jika kita mengacu kepada data-data ilmiah, misalnya di bidang biologi molekuler,
jangankan satu sel hidup, salah satu dari jutaan protein di dalam sel tersebut
sangat tidak mungkin muncul secara kebetulan. Sebagaimana juga akan
diilustrasikan dalam bab-bab berikutnya, perhitungan probabilitas telah berkali-kali
menegaskan hal ini. Jadi pandangan evolusionis tentang kemunculan makhluk
hidup memiliki probabilitas nol untuk diterima sebagai kebenaran.

Artinya, pandangan pertama memiliki kemungkinan "100 %" sebagai suatu


kebenaran. Jadi, kehidupan telah dimunculkan dengan sengaja, atau dengan kata
lain, kehidupan itu "diciptakan". Semua makhluk hidup telah muncul atas kehendak
Sang Pencipta yang memiliki kekuatan, kebijaksanaan dan ilmu yang tak
tertandingi. Kenyataan ini bukan sekadar masalah keyakinan; ini adalah
kesimpulan yang sudah semestinya dicapai melalui kearifan, logika dan ilmu
pengetahuan.

Dengan begitu, sudah seharusnya ilmuwan "evolusionis" tadi menarik pernyataan


mereka dan menerima fakta yang jelas dan telah terbukti. Dengan bersikap
sebaliknya, ia telah mengorbankan ilmu pengetahuan demi filsafat, ideologi dan
dogma yang diikutinya, dan tidak menjadi seorang ilmuwan sejati.

Kemarahan, sikap keras kepala dan prasangka "ilmuwan" ini semakin bertambah
setiap kali ia berhadapan dengan kenyataan. Sikapnya dapat dijelaskan dengan
satu kata: "keyakinan". Tetapi keyakinan tersebut adalah keyakinan takhayul yang
buta, karena hanya itulah penjelasan bagi ketidakpeduliannya terhadap fakta-fakta
atau kesetiaan seumur hidup kepada skenario tak masuk akal yang ia susun
khayalannya sendiri.

MATERIALISME BUTA
Keyakinan yang kita bicarakan ini adalah filsafat materialistis, yang berpendapat
bahwa materi bersifat kekal, dan tidak ada yang lain kecuali materi. Teori evolusi
menjadi semacam "pondasi ilmiah" filsafat materialistis ini, sehingga dibela secara
membuta demi mempertahankan filsafat tersebut. Ketika ilmu pengetahuan
menggugurkan pernyataan-pernyataan tentang evolusi pada penghujung abad ke-
20, mereka berupaya mendistorsi dan menempatkan ilmu pengetahuan
mendukung teori evolusi, sehingga ideologi materialisme tetap hidup.

Kutipan dari salah seorang ahli biologi evolusionis ternama dari Turki berikut ini
merupakan contoh nyata untuk melihat tujuan dari penilaian menyimpang akibat
keyakinan buta ini. Ilmuwan ini membahas probabilitas pembentukan secara
kebetulan sitokrom-C, salah satu enzim terpenting bagi kehidupan:

Probabilitas pembentukan rangkaian sitokrom-C mendekati nol. Jadi, jika


kehidupan memerlukan sebuah rangkaian tertentu, maka dapat dikatakan
bahwa ia memiliki probabilitas untuk terwujud hanya satu kali di seluruh alam
semesta. Jika tidak, kekuatan-kekuatan metafisis di luar definisi kita mestilah
telah berperan dalam pembentukan tersebut. Menerima pernyataan terakhir ini
tidak sesuai dengan tujuan-tujuan ilmu pengetahuan, karenanya kita harus
mengkaji hipotesis pertama. 1

Bagi ilmuwan ini, menerima sebuah kemungkinan yang "mendekati nol"


ilmiah daripada menerima fakta penciptaan. Padahal menurut pedoman ilmiah, jika
terdapat dua alternatif penjelasan tentang suatu kejadian dan salah satunya
memiliki kemungkinan yang "mendekati nol", maka yang benar adalah alternatif
lainnya. Namun pendekatan materialistis dogmatis ini melarang pengakuan
terhadap Pencipta Yang Mahaagung. Pelarangan ini mengarahkan ilmuwan
tersebut dan banyak ilmuwan lain yang mempercayai dogma materialis ini untuk
menerima pernyataan-pernyataan yang bertentangan sama sekali dengan akal.

Orang-orang yang mempercayai ilmuwan tersebut pun


menjadi terpikat dan dibutakan oleh mantra
materialistis yang sama, dan mengalami kondisi
psikologis serupa ketika membaca buku-buku dan
artikel-artikel mereka.

Sudut pandang materialistis dogmatis menjadi


penyebab banyaknya ilmuwan ternama yang ateis.
Sedangkan mereka yang telah membebaskan diri dari
jeratan mantra ini dan mau membuka pikiran, tidak
akan ragu menerima keberadaan Sang Pencipta. Ahli
biokimia Amerika, Dr. Michael J. Behe, salah seorang
ilmuwan terkemuka pendukung teori "intelligent Michael Behe:
design" yang akhir-akhir ini telah diterima luas,
menggambarkan para ilmuwan yang tidak "Kerumitan yang
mempercayai "desain" atau "penciptaan" makhluk luar biasa dari
hidup sebagai berikut:
sebuah sel ini
Selama empat dekade terakhir, bio-kimia modern disambut dengan
telah berhasil menyingkap rahasia sel. Hal ini
menuntut puluhan ribu orang mendedikasikan kesadaran yang
bagian terbaik dari hidup mereka untuk pekerjaan tak terungkap."
laboratorium yang membosankan.... Usaha
kumulatif meneliti sel, yang berarti meneliti kehidupan di tingkat molekuler,
menghasilkan sebuah teriakan tajam, jelas dan nyaring, "Desain!". Hasilnya
sangat jelas dan begitu signifikan, sehingga harus dikategorikan sebagai
sebuah pencapaian terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan.... Anehnya,
kerumitan yang luar biasa dari sebuah sel ini disambut dengan kesadaran
yang tak terungkap. Mengapa komunitas ilmuwan tidak antusias menyambut
penemuan yang mengejutkan ini? Mengapa observasi desain ini diselimuti
dengan tabir intelektual? Yang menjadi dilema adalah bahwa ketika satu
sisi seekor gajah diberi label "intelligent design", sisi yang lain harus
diberi label "Tuhan". 2

Inilah kesulitan bagi ilmuwan evolusionis ateis yang An-da saksikan di majalah-
majalah dan televisi dan menulis buku-buku yang mungkin Anda baca. Semua
penelitian ilmiah yang mereka lakukan menunjukkan keberadaan Sang Pencipta.
Akan tetapi, karena telah begitu mati rasa dan buta oleh pendidikan materialistik
dogmatis, mereka masih saja bersikeras menolak.

Mereka yang terus-menerus mengabaikan tanda-tanda dan bukti-bukti nyata


keberadaan Pencipta akan kehilangan seluruh kepekaan. Mereka terperangkap
dalam kepercayaan diri yang menyesatkan akibat memudarnya kepekaan, dan
akhirnya menjadi pendukung kemustahilan. Contohnya Richard Dawkins, seorang
evolusionis terkemuka yang menyeru umat Kristen untuk tidak meyakini mukjizat,
bahkan jika mereka melihat patung Bunda Maria melambaikan tangannya. Menurut
Dawkin, "Mungkin saja semua atom penyusun lengan patung itu kebetulan
bergerak ke arah yang sama pada saat bersamaan - suatu kejadian dengan
probabilitas teramat kecil, tetapi mungkin terjadi." 3

Richard Dawkins, sibuk
mengajarkan evolusi

Masalah psikis orang-orang yang tidak beriman telah ada sepanjang sejarah.
Dalam Al Quran dinyatakan:

"Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang


yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala
sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman,
kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui." (QS. Al An'aam, 6: 111)

Sebagaimana dijelaskan ayat tersebut, pemikiran dogmatis para evolusionis bukan


sesuatu yang baru, bahkan bukan karakteristik mereka saja. Nyatanya, apa yang
dipertahankan ilmuwan evolusionis bukanlah pemikiran ilmiah modern, melainkan
kebodohan yang telah mendarah daging sejak zaman masyarakat penyembah
berhala yang tidak beradab.

Aspek kejiwaan yang sama disebutkan dalam ayat lain:

"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari
(pintu-pintu) langit, lalu mereka terus-menerus naik ke atasnya, tentulah
mereka berkata: 'Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan,
bahkan kami adalah orang-orang yang kena sihir'." (QS. Al Hijr, 15: 14-15)

INDOKTRINASI TEORI EVOLUSI SECARA MASSAL


Sebagaimana ditunjukkan dalam ayat-ayat di atas, salah satu penyebab manusia
tidak mampu melihat realitas keberadaan mereka adalah semacam "mantra" yang
mengaburkan penalaran mereka. "Mantra" ini pula yang mendasari seluruh dunia
menerima teori evolusi. Mantra yang dimaksud di sini adalah suatu pengondisian
melalui indoktrinasi. Orang-orang telah diindoktrinasi sedemikian gencar mengenai
kebenaran teori evolusi hingga mereka tidak menyadari penyimpangan yang ada.

Indoktrinasi ini berdampak negatif pada otak dan melumpuhkan kemampuan


menilai sesuatu. Pada akhirnya, otak yang dibombardir oleh indoktrinasi terus-
menerus ini mulai menerima realitas tidak sebagaimana adanya, tetapi
sebagaimana yang diindoktrinasikan. Fenomena ini dapat dijumpai pada sejumlah
contoh lain. Misalnya, jika seseorang dihipnotis dan diindoktrinasi bahwa tempat
tidur tempatnya berbaring adalah sebuah mobil, ia akan tetap merasa tempat tidur
itu sebagai sebuah mobil meski masa hipnotis telah selesai. Ia menganggap hal
sangat logis dan rasional karena ia benar-benar melihatnya demikian dan ia tidak
ragu sedikit pun. Contoh yang menunjukkan keampuhan dan kekuatan mekanisme
indoktrinasi ini merupakan realitas ilmiah yang telah dibuktikan melalui banyak
percobaan, telah dilaporkan dalam literatur ilmiah, serta merupakan santapan
sehari-hari buku-buku pelajaran psikologi dan psikiatri.

Teori evolusi, dan materialisme yang berpijak padanya, dijejalkan kepada


masyarakat luas melalui metode indoktrinasi seperti ini. Mereka yang tiada henti
menemui indoktrinasi evolusi ini di berbagai media massa, sumber akademis, dan
wahana "ilmiah", tidak menyadari bahwa menerima teori ini bertentangan dengan
prinsip nalar yang paling mendasar. Indoktrinasi serupa pun menjerat para
ilmuwan. Ilmuwan muda yang sedang meniti karier menerima cara pandang
materialis ini dengan dosis yang bertambah seiring perjalanan waktu. Akibat
mantra ini, banyak ilmuwan evolusionis terus mencari pembenaran ilmiah bagi
pernyataan evolusionis abad ke-19 yang tidak masuk akal, usang, dan telah lama
digugurkan oleh bukti-bukti ilmiah.

Ada pula mekanisme tambahan yang memaksa ilmuwan menjadi evolusionis


dan materialis. Di negara-negara Barat, seorang ilmuwan harus memenuhi
beberapa persyaratan untuk mendapatkan promosi, menerima pengakuan
akademis, atau agar artikelnya diterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah. Pengakuan
terang-terangan terhadap teori evolusi adalah kriteria nomor satu. Sistem ini
membuat para ilmuwan menghabiskan seluruh hidup dan karier ilmiahnya demi
sebuah keyakinan dogmatis.

Inilah realitas sesungguhnya di balik pernyataan "evolusi masih tetap diterima oleh
dunia ilmu pengetahuan". Evolusi dipertahankan hidup bukan karena memiliki
kelayakan ilmiah, tetapi karena merupakan sebuah kewajiban ideologis. Sangat
sedikit ilmuwan yang menyadari kenyataan ini, dan berani menunjukkan "sang raja
tidak mengenakan selembar baju pun".

Bagian selanjutnya dari buku ini akan mengetengahkan penemuan-penemuan


ilmiah modern yang telah meruntuhkan kepercayaan evolusionis dan yang
menunjukkan bukti-bukti nyata keberadaan Allah. Pembaca akan menyaksikan
bahwa teori evolusi ternyata merupakan kebohongan - sebuah kebohongan yang
dibuktikan oleh ilmu pengetahuan pada tiap tahapannya, akan tetapi tetap saja
dipertahankan untuk menutupi fakta penciptaan. Diharapkan pembaca akan
membebaskan diri dari mantra yang menumpulkan pikiran dan melumpuhkan
kemampuan menilai tersebut, dan selanjutnya merenungkan dengan sungguh-
sungguh apa yang disampaikan dalam buku ini.

Jika ia melepaskan diri dari jerat mantra ini dan mampu berpikir jernih, bebas dan
tanpa prasangka, ia akan segera menemukan kebenaran sebening kristal.
Kebenaran tak terbantahkan ini, yang telah ditunjukkan pula oleh ilmu
pengetahuan modern dalam semua aspek, adalah bahwa makhluk hidup muncul
bukan secara kebetulan melainkan sebagai hasil penciptaan. Manusia akan
dengan mudah melihat fakta penciptaan ketika ia mau memikirkan bagaimana
dirinya menjadi ada, bagaimana ia tercipta dari setetes air, atau kesempurnaan
pada setiap makhluk hidup lain.


1. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Vererbung und Evolution), Ankara: Meteksan Publishing Co., 1984, S.
61
2. Michael J. Behe, Darwin's Black Box, New York: Free Press, 1996, S. 232 f.
3. Richard Dawkins, The Blind Watchmaker, London: W. W. Norton, 1986, S. 159
DAFTAR BAB ==>

Sejarah Singkat Teori Evolusi


Akar pemikiran evolusionis muncul sezaman dengan keyakinan dogmatis yang
berusaha keras mengingkari penciptaan. Mayoritas filsuf penganut pagan di zaman
Yunani kuno mempertahankan gagasan evolusi. Jika kita mengamati sejarah
filsafat, kita akan melihat bahwa gagasan evolusi telah menopang banyak filsafat
pagan.

Akan tetapi bukan filsafat pagan kuno ini yang telah berperan penting dalam
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan modern, melainkan keimanan
kepada Tuhan. Pada umumnya mereka yang memelopori ilmu pengetahuan
modern mempercayai keberadaan-Nya. Seraya mempelajari ilmu pengetahuan,
mereka berusaha menyingkap rahasia jagat raya yang telah diciptakan Tuhan dan
mengungkap hukum-hukum dan detail-detail dalam ciptaan-Nya. Ahli Astronomi
seperti Leonardo da Vinci, Copernicus, Keppler dan Galileo; bapak
paleontologi, Cuvier; perintis botani dan zoologi, Linnaeus; dan Isaac Newton
yang dijuluki sebagai "ilmuwan terbesar yang pernah ada", semua mempelajari
ilmu pengetahuan dengan tidak hanya meyakini keberadaan Tuhan, tetapi juga
bahwa keseluruhan alam semesta adalah hasil ciptaan-Nya 1 Albert Einstein,
yang dianggap sebagai orang paling jenius di zaman kita, adalah seorang ilmuwan
yang mempercayai Tuhan dan menyatakan, "Saya tidak bisa membayangkan ada
ilmuwan sejati tanpa keimanan mendalam seperti itu. Ibaratnya: ilmu pengetahuan
tanpa agama akan pincang." 2

Salah seorang pendiri fisika modern, dokter asal Jerman, Max Planck mengatakan
bahwa setiap orang, yang mempelajari ilmu pengetahuan dengan sungguh-
sungguh, akan membaca pada gerbang istana ilmu pengetahuan sebuah kata:
"Berimanlah". Keimanan adalah atribut penting seorang ilmuwan.3

Teori evolusi merupakan buah filsafat materialistis yang muncul bersamaan


dengan kebangkitan filsafat-filsafat materialistis kuno dan kemudian menyebar luas
di abad ke-19. Seperti telah disebutkan sebelumnya, paham materialisme
berusaha menjelaskan alam semata melalui faktor-faktor materi. Karena menolak
penciptaan, pandangan ini menyatakan bahwa segala sesuatu, hidup ataupun tak
hidup, muncul tidak melalui penciptaan tetapi dari sebuah peristiwa kebetulan yang
kemudian mencapai kondisi teratur. Akan tetapi, akal manusia sedemikian
terstruktur sehingga mampu memahami keberadaan sebuah kehendak yang
mengatur di mana pun ia menemukan keteraturan. Filsafat materialistis, yang
bertentangan dengan karakteristik paling mendasar akal manusia ini,
memunculkan "teori evolusi" di pertengahan abad ke-19.

KHAYALAN DARWIN
Orang yang mengemukakan teori evolusi sebagaimana yang dipertahankan
dewasa ini, adalah seorang naturalis amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin.

Darwin tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang biologi. Ia hanya


memiliki ketertarikan amatir pada alam dan makhluk hidup. Minat tersebut
mendorongnya bergabung secara sukarela dalam ekspedisi pelayaran dengan
sebuah kapal bernama H.M.S. Beagle, yang berangkat dari Inggris tahun 1832 dan
mengarungi berbagai belahan dunia selama lima tahun. Darwin muda sangat
takjub melihat beragam spesies makhluk hidup, terutama jenis-jenis burung
tertentu di kepulauan Galapagos. Ia mengira bahwa variasi pada paruh burung-
burung tersebut disebabkan oleh adaptasi mereka terhadap habitat. Dengan
pemikiran ini, ia menduga bahwa asal usul kehidupan dan spesies berdasar pada
konsep "adaptasi terhadap lingkungan". Menurut Darwin, aneka spesies makhluk
hidup tidak diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek mo-
yang yang sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam.

Hipotesis Darwin tidak berdasarkan penemuan atau penelitian ilmiah apa pun;
tetapi kemudian ia menjadikannya sebuah teori monumental berkat dukungan dan
dorongan para ahli biologi materialis terkenal pada masanya. Gagasannya
menyatakan bahwa individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka
dengan cara terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi
berikutnya. Sifat-sifat yang menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan
mengubah suatu individu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan
nenek moyangnya. (Asal usul "sifat-sifat yang menguntungkan" ini belum diketahui
pada waktu itu.) Menurut Darwin, manusia adalah hasil paling maju
mekanisme ini.

Darwin menamakan proses ini "evolusi melalui


seleksi alam". Ia mengira telah menemukan "asal
usul spesies": suatu spesies berasal dari spesies
lain. Ia mempublikasikan pandangannya ini dalam
bukunya yang berjudul The Origin of Species, By
Means of Natural Selection pada tahun 1859.

Darwin sadar bahwa teorinya menghadapi banyak


masalah. Ia mengakui ini dalam bukunya pada
bab "Difficulties of the Theory". Kesulitan-
kesulitan ini terutama pada catatan fosil dan
organ-organ rumit makhluk hidup (misalnya mata)
yang tidak mungkin dijelaskan dengan konsep
kebetulan, dan naluri makhluk hidup. Darwin
berharap kesulitan-kesulitan ini akan teratasi oleh
penemuan-penemuan baru; tetapi bagaimanapun
ia tetap mengajukan sejumlah penjelasan yang
sangat tidak memadai untuk sebagian kesulitan
tersebut. Seorang ahli fisika Amerika, Lipson,
mengomentari "kesulitan-kesulitan" Darwin
tersebut: Charles Darwin
Ketika membaca The Origin of Species, saya
mendapati bahwa Darwin sendiri tidak seyakin yang sering dikatakan orang
tentangnya; bab "Difficulties of the Theory" misalnya, menunjukkan keragu-
raguannya yang cukup besar. Sebagai seorang fisikawan, saya secara khusus
merasa terganggu oleh komentarnya mengenai bagaimana mata terbentuk.

Saat menyusun teorinya, Darwin terkesan oleh para ahli biologi evolusionis
sebelumnya, terutama seorang ahli biologi Perancis, Lamarck.5 Menurut Lamarck,
makhluk hidup mewariskan ciri-ciri yang mereka dapatkan selama hidupnya dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga terjadilah evolusi. Sebagai contoh,
jerapah berevolusi dari binatang yang menyerupai antelop. Perubahan itu terjadi
dengan memanjangkan leher mereka sedikit demi sedikit dari generasi ke generasi
ketika berusaha menjangkau dahan yang lebih tinggi untuk memperoleh makanan.
Darwin menggunakan hipotesis Lamarck tentang "pewarisan sifat-sifat yang
diperoleh" sebagai faktor yang menyebabkan makhluk hidup berevolusi.

FOKUS: RASISME DARWIN


Salah satu aspek diri Darwin yang
terpenting namun tidak banyak
diketahui adalah pandangan
rasisnya: Darwin menganggap
orang-orang kulit putih Eropa lebih
"maju" dibandingkan ras-ras
manusia lainnya. Selain
beranggapan bahwa manusia
adalah makhluk mirip kera yang
telah berevolusi, Darwin juga ber-
pendapat bahwa beberapa ras
manusia berkembang lebih maju
dibandingkan ras-ras lain, dan ras-ras terbelakang
masih memiliki sifat kera. Dalam bukunya The Descent
of Man yang diterbitkannya setelah The Origin of
Species, dengan berani ia berkomentar tentang
"perbedaan-perbedaan besar antara manusia dari
beragam ras".1 Dalam bukunya tersebut, Darwin
berpendapat bahwa orang-orang kulit hitam dan orang
Aborigin Australia sama dengan gorila, dan
berkesimpulan bahwa mereka lambat laun akan
"disingkirkan" oleh "ras-ras beradab". Ia berkata:

Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad


lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan
akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras
biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama,
kera-kera antropomorfus (menyerupai manusia)...
tak diragukan lagi akan musnah. Selanjutnya jarak
antara manusia dengan padanan terdekatnya
akan lebih lebar, karena jarak ini akan
memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih
beradab - kita dapat berharap bahkan lebih dari
Kaukasian - dengan jenis-jenis kera serendah
babun, tidak seperti sekarang yang hanya
memisahkan negro atau penduduk asli Australia
dengan gorila.2

Pendapat-pendapat Darwin yang tidak masuk akal ini


tidak hanya dijadikan teori, tetapi juga diposisikan
sebagai "dasar ilmiah" paling penting bagi rasisme.
Dengan asumsi bahwa makhluk hidup berevolusi
ketika berjuang mempertahankan hidup, Darwinisme
bahkan dimasukkan ke dalam ilmu-ilmu sosial, dan
dijadikan sebuah konsep yang kemudian dinamakan
"Darwinisme Sosial".

Darwinisme Sosial berpendapat bahwa ras-ras


manusia berada pada tingkatan berbeda-beda pada
"tangga evolusi", dan ras-ras Eropa adalah yang paling
"maju" di antara semua ras, sedangkan ras-ras lain
masih memiliki ciri-ciri "kera".

1 Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, London, Sphere Books,


1971, S. 54 ff.
2 Charles Darwin, The Descent of Man, 2. Aufl., New York, A.L. Burt Co.,
1874, S. 178
Namun Darwin dan Lamarck telah keliru, sebab pada masa mereka, kehidupan
hanya dapat dipelajari dengan teknologi yang sangat primitif dan pada tahap yang
sangat tidak memadai. Bidang-bidang ilmu pengetahuan seperti genetika dan
biokimia belum ada sekalipun hanya nama. Karenanya, teori mereka harus
bergantung sepenuhnya pada kekuatan imajinasi.

Di saat gema buku Darwin tengah berkumandang, seorang ahli botani Austria
bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan sifat pada tahun 1865.
Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan Mendel
mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah awal kelahiran ilmu
genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan.
Pada tahun 1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi
genetis menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis. Alasannya adalah kerumitan
luar biasa dari kehidupan dan ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan
Darwin.

Perkembangan ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam keranjang


sampah sejarah. Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok tertentu
yang bersikeras merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini pada
kedudukan ilmiah. Kita dapat memahami maksud upaya-upaya tersebut hanya jika
menyadari bahwa di belakang teori ini terdapat tujuan ideologis, bukan sekadar
kepentingan ilmiah.

USAHA PUTUS ASA NEO-DARWINISME


Teori Darwin jatuh terpuruk dalam krisis karena hukum-hukum genetika yang
ditemukan pada perempat pertama abad ke-20. Meskipun demikian, sekelompok
ilmuwan yang bertekad bulat tetap setia kepada Darwin berusaha mencari jalan
keluar. Mereka berkumpul dalam sebuah pertemuan yang diadakan oleh
Geological Society of America pada tahun 1941. Ahli genetika seperti G. Ledyard
Stebbins dan Theodosius Dobzhansky, ahli zoologi seperti Ernst Mayr dan Julian
Huxley, ahli paleontologi seperti George Gaylord Simpson dan Glenn L. Jepsen,
dan ahli genetika matematis seperti Ronald Fisher dan Sewall Right, setelah
pembicaraan panjang akhirnya menyetujui cara-cara untuk "menambal sulam"
Darwinisme.

Kader-kader ini berfokus kepada pertanyaan tentang asal usul variasi


menguntungkan yang diasumsikan menjadi penyebab makhluk hidup
berevolusi -sebuah masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh Darwin sendiri dan
dielakkan dengan bergantung pada teori Lamarck. Gagasan mereka kali ini adalah
"mutasi acak" (random mutations). Mereka menamakan teori baru ini
Evolusi Sintetis Modern" (The Modern Synthetic Evolution Theory),
dirumuskan dengan menambahkan konsep mutasi pada teori seleksi alam Darwin.
Dalam waktu singkat, teori ini dikenal sebagai "neo-Darwinisme" dan mereka
yang mengemukakannya disebut "neo-Darwinis".

Beberapa dekade berikutnya menjadi era perjuangan berat untuk membuktikan


kebenaran neo-Darwinisme. Telah diketahui bahwa mutasi - atau "kecelakaan" -
yang terjadi pada gen-gen makhluk hidup selalu membahayakan. Neo-Darwinis
berupaya memberikan contoh "mutasi yang menguntungkan" dengan melakukan
ribuan eksperimen mutasi. Akan tetapi semua upaya mereka berakhir dengan
kegagalan total.

Mereka juga berupaya membuktikan bahwa makhluk hidup pertama muncul secara
kebetulan di bawah kondisi-kondisi bumi primitif, seperti yang diasumsikan teori
tersebut. Akan tetapi eksperimen-eksperimen ini pun menemui kegagalan. Setiap
eksperimen yang bertujuan membuktikan bahwa kehidupan dapat dimunculkan
secara kebetulan telah gagal. Perhitungan probabilitas membuktikan bahwa
ada satu pun protein, yang merupakan molekul penyusun kehidupan,
muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang menurut anggapan evolusionis
muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif dan tidak terkendali, tidak
dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium abad ke-20 yang tercanggih
sekalipun.

Teori neo-Darwinis telah ditumbangkan pula oleh catatan fosil. Tidak pernah
ditemukan di belahan dunia mana pun "bentuk-bentuk transisi" yang diasumsikan
teori neo-Darwinis sebagai bukti evolusi bertahap pada makhluk hidup dari spesies
primitif ke spesies lebih maju. Begitu pula perbandingan anatomi menunjukkan
bahwa spesies yang diduga telah berevolusi dari spesies lain ternyata memiliki ciri-
ciri anatomi yang sangat berbeda, sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek
moyang dan keturunannya.

Neo-Darwinisme memang tidak pernah menjadi teori ilmiah, tapi merupakan


sebuah dogma ideologis kalau tidak bisa disebut sebagai semacam "agama". Oleh
karena itu, pendukung teori evolusi masih saja mempertahankannya meskipun
bukti-bukti berbicara lain. Tetapi ada satu hal yang mereka sendiri tidak
sependapat, yaitu model evolusi mana yang "benar" dari sekian banyak model
yang diajukan. Salah satu hal terpenting dari model-model tersebut adalah sebuah
skenario fantastis yang disebut "punctuated equilibrium".

COBA-COBA: PUNCTUATED EQUILIBRIUM


Sebagian besar ilmuwan yang mempercayai evolusi menerima teori neo-Darwinis
bahwa evolusi terjadi secara perlahan dan bertahap. Pada beberapa dekade
terakhir ini, telah dikemukakan sebuah model lain yang dinamakan "punctuated
equilibrium". Model ini menolak gagasan Darwin tentang evolusi yang terjadi
secara kumulatif dan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, model ini menyatakan
evolusi terjadi dalam "loncatan" besar yang diskontinu.

Pembela fanatik pendapat ini pertama kali muncul pada


awal tahun 1970-an. Awalnya, dua orang ahli paleontologi
Amerika, Niles Eldredge dan Stephen Jay Gould, sangat
sadar bahwa pernyataan neo-Darwinis telah diruntuhkan
secara absolut oleh catatan fosil. Fosil-fosil telah
membuktikan bahwa makhluk hidup tidak berasal dari
evolusi bertahap, tetapi muncul tiba-tiba dan sudah
terbentuk sepenuhnya. Hingga sekarang neo-Darwinis
senantiasa berharap bahwa bentuk peralihan yang hilang
suatu hari akan ditemukan. Eldredge dan Gould menyadari
bahwa harapan ini tidak berdasar, namun di sisi lain
mereka tetap tidak mampu meninggalkan dogma evolusi.
Karena itulah akhirnya mereka mengemukakan sebuah
Sthephen Jay model baru yang disebut punctuated equilibrium tadi. Inilah
model yang menyatakan bahwa evolusi tidak terjadi
Gould sebagai hasil dari variasi minor, namun dalam per-ubahan
besar dan tiba-tiba.

Model ini hanya sebuah khayalan. Sebagai contoh, O.H. Shindewolf, seorang ahli
paleontologi dari Eropa yang merintis jalan bagi Eldredge dan Gould, menyatakan
bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil, sebagai "mutasi besar-
besaran" (gross mutation), yakni akibat "kecelakaan" besar yang terjadi pada
struktur gen.6 Menurut teori tersebut, seekor binatang darat dapat menjadi paus
raksasa setelah mengalami perubahan menyeluruh secara tiba-tiba. Pernyataan
yang sama sekali bertentangan dengan hukum-hukum genetika, biofisika dan
biokimia ini, sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran!
Dalam ketidakberdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis,
sejumlah ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang
bahkan lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.

Satu-satunya tujuan model ini adalah memberikan penjelasan untuk mengisi celah
dalam catatan fosil yang tidak dapat dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha
menjelaskan kekosongan fosil dalam evolusi burung dengan pernyataan bahwa
"seekor burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil" sama sekali
rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu spesies ke
spesies lain membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang
menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis
atau menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak informasi
genetis. Dengan demikian, "mutasi besar-besaran" yang digambarkan oleh model
punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau perusakan
"besar-besaran" pada informasi genetis.

Lebih jauh lagi, model punctuated equilibrium runtuh sejak pertama kali muncul
karena ketidakmampuannya menjawab pertanyaan tentang asal usul kehidupan;
pertanyaan serupa yang menggugurkan model neo-Darwinis sejak awal. Karena
tidak satu protein pun yang muncul secara kebetulan, perdebatan mengenai
apakah organisme yang terdiri dari milyaran protein mengalami proses evolusi
secara "tiba-tiba" atau "bertahap" tidak masuk akal.

FOKUS: ILMU PENGETAHUAN PRIMITIF DI


MASA DARWIN
Ketika Darwin mengajukan asumsinya,
disiplin-disiplin ilmu genetika,
mikrobiologi, dan biokimia belum ada.
Seandainya ilmu-ilmu ini ditemukan
sebelum Darwin mengajukan teorinya, ia
akan dengan mudah menyadari bahwa
teorinya benar-benar tidak ilmiah dan tidak akan
berupaya mengemukakan pernyataan-pernyataan
tanpa arti. Informasi yang menentukan spesies
terdapat dalam gen dan tidak mungkin seleksi alam
memproduksi spesies baru melalui perubahan gen.

Kajian-Kajian
mendalam
tentang sel
hanya
munkin
setelah
panamuan
mikroskop
elektron.
Pada masa
Darwin,
dengan
mikroskop
primitif
seperti ini,
hanya
mungkin
untuk
mengamati
permukanluar
sebuah sel.

Begitu pula, dunia ilmu pengetahuan pada saat


itu hanya memiliki pemahaman yang dangkal
dan kasar tentang struktur dan fungsi sel. Jika
Darwin memiliki kesempatan mengamati sel
dengan menggunakan mikroskop elektron, dia
mungkin akan menyaksikan kerumitan dan struktur
yang luar biasa dalam bagian-bagian kecil sel. Dia
akan menyaksikan dengan mata kepala sen-diri bahwa
tidak mungkin sistem yang demikian rumit dan
kompleks terjadi melalui variasi minor. Jika ia
mengenal biomatematika, maka dia akan menyadari
bahwa jangankan keseluruhan sel, bahkan sebuah
molekul protein saja, tidak mungkin muncul secara
kebetulan.

Kendati demikian, neo-Darwinisme masih menjadi model yang terlintas dalam


pikiran ketika "evolusi" menjadi pokok perbincangan dewasa ini. Dalam bab-bab
selanjutnya, kita akan melihat dua mekanisme rekaan model neo-Darwinis,
kemudian memeriksa catatan fosil untuk menguji model ini. Setelah itu, kita akan
membahas pertanyaan tentang asal usul kehidupan yang menggugurkan model
neo-Darwinis dan semua model evolusionis lain seperti "evolusi dengan lompatan"
(evolution by leaps).

Dewasa ini, puluhan ribu ilmuwan di


seluruh dunia, terutama di AS dan Eropa,
menolak teori evolusi dan telah
menerbitkan banyak buku tentang
ketidakbenaran teori tersebut. Di samping
ini beberapa contohnya.
Sebelumnya, ada baiknya meng-ingatkan pembaca bahwa fakta yang akan kita
hadapi di setiap tahap adalah bahwa skenario evolusi merupakan sebuah dongeng
belaka, kebohongan besar yang sama sekali bertentangan dengan dunia nyata. Ini
adalah sebuah skenario yang telah digunakan untuk membohongi dunia selama
140 tahun. Berkat penemuan-penemuan ilmiah terakhir, usaha kontinu
mempertahankan teori tersebut akhirnya menjadi mustahil.


1. Dan Graves, Science of Faith: Forty-Eight Biographies of Historic Scientists and Their Christian Faith,
Grand Rapids, MI, Kregel Resources
2. Science, Philosophy, And Religion: A Symposium, 1941, Kap.13
3. J. De Vries, Essential of Physical Science, Wm. B. Eerdmans Pub. Co., Grand Rapids, SD 1958, hlm.
15
4. H. S. Lipson, "A Physicist's View of Darwin's Theory", Evolution Trends in Plants, Bd. 2, Nr. 1, 1988, S.
6
5. Kendati Darwin menyatakan teorinya sama sekali terlepas dari teori Lamarck, ia sedikit demi sedikit
mulai bersandar pada klaim Lamarck,hususnya edisi ke-6 yang merupakan edisi terakhir The Origin of
Species dipenuhi contoh-contoh dari buku Lamarck "inheritance of acquired traits" (Pewarisan Sifat-Sifat
yang Diperoleh). Lihat Benjamin Farrington, What Darwin Really Said, New York: Schocken Books, 1996,
hlm. 64.
6. Steven M. Stanley, Macroevolution: Pattern and Process, San Francisco: W.H. Freeman and Co. 1979,
hlm. 35, 159
DAFTAR BAB ==>

Mekanisme Khayalan Teori Evolusi


Model neo-Darwinis, yang dapat kita anggap sebagai teori evolusi yang "paling
diakui" saat ini, menyatakan bahwa kehidupan telah mengalami perubahan atau
berevolusi melalui dua mekanisme alamiah: "seleksi alam" dan "mutasi". Dasar
teori ini sebagai berikut: seleksi alam dan mutasi adalah dua mekanisme
saling melengkapi. Modifikasi evolusioner berasal dari mutasi secara acak yang
terjadi pada struktur genetis makhluk hidup. Sifat-sifat yang ditimbulkan oleh
mutasi kemudian diseleksi melalui mekanisme seleksi alam dan dengan demikian
makhluk hidup berevolusi.

Akan tetapi jika teori ini kita teliti lebih jauh, ternyata mekanisme evolusi semacam
ini tidak ada sama sekali, sebab tidak ada kontribusi dari seleksi alam maupun
mutasi kepada pernyataan bahwa beragam spesies telah berevolusi dan berubah
dari satu spesies menjadi spesies yang lain.

SELEKSI ALAM
Sebagai suatu proses alamiah, seleksi alam telah dikenal ahli biologi sebelum
Darwin, yang mendefinisikannya sebagai "mekanisme yang menjaga agar spesies
tidak berubah tanpa menjadi rusak". Darwin adalah orang pertama yang
mengemukakan bahwa proses ini memiliki kekuatan evolusi. Ia kemudian
membangun seluruh teorinya berlandaskan pernyataan tersebut. Seleksi alam
sebagai dasar teori Darwin ditunjukkan oleh judul yang ia berikan pada bukunya:
The Origin of Species, by means of Natural Selection....

Akan tetapi, sejak masa Darwin, tidak pernah dikemukakan sebuah bukti pun yang
menunjukkan bahwa seleksi alam telah menyebabkan makhluk hidup berevolusi.
Colin Patterson, seorang ahli paleontologi senior pada Museum of Natural History
di Inggris, yang juga seorang evolusionis terkemuka, menegaskan bahwa seleksi
alam tidak pernah ditemukan memiliki kekuatan yang menyebabkan sesuatu
berevolusi:

Tidak seorang pun pernah menghasilkan suatu spesies melalui


mekanisme seleksi alam, bahkan sekadar untuk mendekatinya. Kebanyakan
perdebatan dalam neo-Darwinisme sekarang ini adalah seputar pertanyaan
ini.1

Seleksi alam menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih mampu


menyesuaikan diri dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan
cara memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup, sebaliknya yang tidak
mampu akan punah. Sebagai contoh, dalam sekelompok rusa yang hidup di
bawah ancaman hewan pemangsa, secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari
lebih kencang akan bertahan hidup. Itu memang benar. Akan tetapi, hingga kapan
pun proses ini berlangsung, tidak akan membuat rusa-rusa tersebut menjadi
spesies lain. Rusa akan tetap menjadi rusa.

Kita akan melihat bahwa contoh-contoh seleksi alam yang dikemukakan


evolusionis tidak lain hanyalah usaha untuk mengelabui.

"PENGGELAPAN WARNA KARENA PENGARUH INDUSTRI" *


Pada tahun 1986, Douglas Futuyma menerbitkan sebuah buku, The Biology of
Evolution, yang diterima sebagai salah satu sumber paling eksplisit menjelaskan
teori evolusi melalui seleksi alam. Contohnya yang paling terkenal adalah
mengenai warna populasi ngengat, yang tampak menjadi lebih gelap selama
Revolusi Industri di Inggris.

Menurut kisahnya, pada awal Revolusi Industri di Inggris, warna kulit batang pohon
di sekitar Manchester benar-benar terang. Karena itu, ngengat berwarna gelap
yang hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung
pemangsa, sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima
puluh tahun kemudian, akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap,
saat itu ngengat berwarna cerah menjadi yang paling mudah diburu. Akibatnya,
jumlah ngengat berwarna cerah berkurang, sementara populasi ngengat berwarna
gelap meningkat karena mereka tidak mudah terlihat. Evolusionis menggunakan ini
sebagai bukti kuat teori mereka. Mereka malah berlindung dan menghibur diri di
balik etalase dengan menunjukkan bahwa ngengat berwarna cerah "telah
berevolusi" menjadi ngengat berwarna gelap.

Contoh penggelapan warna karena


pengaruh industri jelas bukan bukti
evolusi, sebab proses ini tidak
memunculkan jenis ngengat baru.
Seleksi hanya terjadi di antara varietas
yang telah ada.

eharusnya sudah sangat jelas bahwa keadaan ini sama sekali tidak dapat
digunakan sebagai bukti teori evolusi, karena seleksi alam tidak memunculkan
bentuk baru yang sebelumnya tidak ada. Ngengat berwarna gelap sudah ada
dalam populasi ngengat sebelum Revolusi Industri. Yang berubah hanya proporsi
relatif dari varietas ngengat yang ada. Ngengat tersebut tidak mendapatkan sifat
atau organ baru, yang memunculkan "spesies baru". Sedangkan agar seekor
ngengat berubah menjadi spesies lain, menjadi burung misalnya, penambahan-
penambahan baru harus terjadi pada gen-gennya. Dengan kata lain, program
genetis yang sama sekali berbeda harus dimasukkan untuk memuat informasi
mengenai sifat-sifat fisik burung.

Singkatnya, seleksi alam tidak mampu menambahkan organ baru pada makhluk
hidup, menghilangkan organ, atau mengubah makhluk itu menjadi spesies lain. Hal
ini sungguh bertentangan dengan khayalan evolusionis. Bukti "terbesar" tadi
dikemukakan karena Darwin hanya mampu mencontohkan "Melanisme industri"
pada ngengat-ngengat di Inggris.

DAPATKAH SELEKSI ALAM MENJELASKAN KOMPLEKSITAS?


Seleksi alam sama sekali tidak memberikan kontribusi kepada teori evolusi, sebab
mekanisme ini tidak pernah mampu menambah atau memperbaiki informasi
genetis suatu spesies. Seleksi alam juga tidak dapat mengubah satu spesies
menjadi spesies lain: bintang laut menjadi ikan, ikan menjadi katak, katak menjadi
buaya, atau buaya menjadi bu-rung. Seorang pendukung fanatik teori punctuated
equilibrium, Gould, menyinggung kebuntuan seleksi alam ini sebagai berikut:

Intisari Darwinisme terdapat dalam sebuah kalimat: seleksi alam merupakan


kekuatan yang menciptakan perubahan evolusi. Tak ada yang menyangkal
bahwa seleksi alam akan berperan negatif dengan menghilangkan individu-
individu yang lemah. Menurut teori Darwin, itu berarti pula seleksi alam
memunculkan individu-individu kuat.2

Evolusionis juga menggunakan metode menyesatkan lainnya dalam masalah


seleksi alam: mereka berusaha menampilkan mekanisme ini sebagai "perancang
yang memiliki kesadaran". Akan tetapi, seleksi alam tidak memiliki kesadaran
Seleksi alam tidak memiliki kehendak yang dapat menentukan apa yang baik dan
yang buruk bagi makhluk hidup. Karenanya, seleksi alam tidak dapat menjelaskan
sistem-sistem biologis dan organ-organ yang memiliki "kompleksitas tak
tersederhanakan" (irreducible complexity). Sistem-sistem dan organ-organ ini
tersusun atas kerja sama sejumlah besar bagian, dan tidak berfungsi jika ada satu
saja bagian yang hilang atau rusak. (Contohnya, mata manusia tidak berfungsi
kecuali jika semua detailnya ada). Jadi, kehendak yang menyatukan bagian-bagian
tersebut seharusnya mampu memperkirakan masa depan dan langsung mengarah
pada keuntungan yang perlu dicapai pada tahapan terakhir. Karena seleksi alam
tidak memiliki kesadaran atau kehendak, seleksi alam tidak dapat melakukan hal
seperti itu. Fakta ini, yang juga menghancurkan pondasi teori evolusi, telah
membuat Darwin khawatir: "Jika dapat ditunjukkan suatu organ kompleks,
yang tidak mungkin terbentuk melalui banyak modifikasi kecil bertahap,
maka teori saya akan sepenuhnya runtuh." 3
Seleksi alam berperan sebagai mekanisme
pengeliminasi individu-individu lemah dalam suatu
spesies. Ini adalah kekuatan konservasi yang menjaga
spesies yang ada dari kepunahan. Namun mekanisme
ini tidak memiliki kemampuan mengubah satu spesies
ke spesies lain.

Seleksi alam hanya mengeliminir individu-individu suatu spesies yang cacat, lemah
atau tidak mampu beradaptasi dengan habitatnya. Mekanisme ini tidak dapat
menghasilkan spesies baru, informasi genetis baru, atau organ-organ baru.
Dengan demikian, seleksi alam tidak mampu menyebabkan apa pun berevolusi.
Darwin menerima kenyataan ini dengan mengatakan: "Seleksi alam tidak dapat
melakukan apa pun sampai variasi-variasi menguntungkan berkebetulan
terjadi".4 Karena itulah neo-Darwinisme harus mengangkat mutasi sejajar dengan
seleksi alam sebagai "penyebab perubahan-perubahan menguntungkan". Akan
tetapi, seperti yang akan kita lihat, mutasi hanya dapat men-jadi "penyebab
perubahan-perubahan merugikan".

MUTASI
Mutasi didefinisikan sebagai pemutusan atau penggantian yang terjadi pada
molekul DNA, yang terdapat dalam inti sel makhluk hidup dan berisi semua
informasi genetis. Pemutusan atau penggantian ini diakibatkan pengaruh-pengaruh
luar seperti radiasi atau reaksi kimiawi. Setiap mutasi adalah "kecelakaan" dan
merusak nukleotida-nukleotida yang membangun DNA atau mengubah posisinya.
Hampir selalu, mutasi menyebabkan kerusakan dan perubahan yang sedemikian
parah sehingga tidak dapat diperbaiki oleh sel tersebut.

Mutasi, yang sering dijadikan tempat berlindung evolusionis, bukan tongkat sihir
yang dapat mengubah makhluk hidup ke bentuk yang lebih maju dan sempurna.
Akibat langsung mutasi sungguh berbahaya. Perubahan-perubahan akibat mutasi
hanya akan be-rupa kematian, cacat dan abnormalitas, seperti yang dialami
penduduk Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Alasannya sangat sederhana: DNA
memiliki struktur teramat kompleks, dan pengaruh-pengaruh yang acak hanya
akan menyebabkan kerusakan pada struktur tersebut. B.G. Ranganathan
menyatakan:

Mutasi bersifat kecil, acak dan berbahaya. Mutasi pun jarang terjadi dan kalau-
pun terjadi, kemungkinan besar mutasi itu tidak berguna. Empat karakteristik
mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak dapat mengarah pada
perkembangan evolusioner. Suatu perubahan acak pada organisme yang
sangat terspesialisasi bersifat tidak berguna atau membahayakan.
Perubahan acak pada sebuah jam tidak dapat memperbaiki, malah
kemungkinan besar akan merusaknya atau tidak berpengaruh sama sekali.
Gempa bumi tidak akan memperbaiki kota, tetapi menghancurkannya

Tidak mengherankan, sejauh ini tidak ditemukan satu mutasi pun yang
berguna. Semua mutasi telah terbukti membahayakan. Seorang ilmuwan
evolusionis, Warren Weaver, mengomentari laporan The Committee on Genetic
Effects of Atomic Radiation, sebuah komite yang meneliti mutasi yang mungkin
disebabkan oleh senjata-senjata nuklir selama Perang Dunia II, sebagai berikut:

Banyak orang akan tercengang oleh pernyataan bahwa hampir semua gen
mu-tan yang diketahui ternyata membahayakan. Jika mutasi adalah bagian
penting dalam proses evolusi, bagaimana mungkin sebuah efek yang baik -
evolusi ke bentuk kehidupan lebih tinggi - berasal dari mutasi yang hampir
semuanya berbahaya? 6

SEMUA MUTASI MEMBAHAYAKAN


Kiri: Seekor lalat buah (drosophila) normal.
Kanan: Seekor lalat buah dengan kaki tumbuh di
kepala; mutasi akibat radiasi.
Efek mutasi yang mengenaskan pada tubuh
manusia. Bocah laki-laki di samping adalah
korban kecelakaan instalasi nuklir Chernobyl.

Setiap upaya untuk "menghasilkan mutasi yang menguntungkan" berakhir dengan


kegagalan. Selama puluhan tahun, evolusionis melakukan berbagai percobaan
untuk menghasilkan mutasi pada lalat buah, karena serangga ini bereproduksi
sangat cepat sehingga mutasi akan muncul dengan cepat pula. Dari generasi ke
generasi lalat ini telah dimutasikan, tetapi mutasi yang menguntungkan tidak
pernah dihasilkan. Seorang ahli genetika evolusionis, Gordon Taylor, menulis:

Pada ribuan percobaan pengembangbiakan lalat yang dilakukan di seluruh


dunia selama lebih dari 50 tahun, tidak ada spesies baru yang muncul...
bahkan satu enzim baru pun tidak. 7

Seorang peneliti lain, Michael Pitman, berkomentar tentang kegagalan percobaan-


percobaan yang dilakukan terhadap lalat buah:

Morgan, Goldschmidt, Muller, dan ahli-ahli genetika lain telah menempatkan


beberapa generasi lalat buah pada kondisi ekstrem seperti panas, dingin,
terang, gelap dan perlakuan dengan zat kimia dan radiasi. Segala macam
jenis mutasi, baik yang hampir tak berarti maupun yang positif merugikan,
telah dihasilkan. Inikah evolusi buatan manusia? Tidak juga. Hanya sebagian
kecil monster buatan ahli-ahli genetika tersebut yang mungkin mampu
bertahan hidup di luar botol tempat mereka dikembangbiakkan. Pada
kenyataannya, mutan-mutan tersebut mati, mandul, atau cenderung
kembali ke bentuk asal.8

Hal yang sama berlaku bagi manusia. Semua mutasi yang teramati pada manusia
mengakibatkan kerusakan berupa cacat atau kelemahan fisik, misalnya
mongolisme, sindroma Down, albinisme, dwarfisme atau kanker. Namun, para
evolusionis berusaha mengaburkan permasalahan, bahkan dalam buku-buku
pelajaran evolusionis contoh-contoh mutasi yang merusak ini disebut sebagai
"bukti evolusi". Tidak perlu dikatakan lagi, sebuah proses yang menyebabkan
manusia cacat atau sakit tidak mungkin menjadi "mekanisme evolusi" - evolusi
seharusnya menghasilkan bentuk-bentuk yang lebih baik dan lebih mampu
bertahan hidup.

Sebagai rangkuman, ada tiga alasan utama mengapa mutasi tidak dapat dijadikan
bukti yang mendukung pernyataan evolusionis:

1) Efek langsung dari mutasi membahayakan. Mutasi terjadi secara acak,


karenanya mutasi hampir selalu merusak makhluk hidup yang mengalaminya.
Logika mengatakan bahwa intervensi secara tak sengaja pada sebuah struktur
sempurna dan kompleks tidak akan mem-perbaiki struktur tersebut, tetapi
merusaknya. Dan memang, tidak per-nah ditemukan satu pun "mutasi yang
bermanfaat".

2) Mutasi tidak menambahkan informasi baru pada DNA suatu organisme.


Partikel-partikel penyusun informasi genetika terenggut dari tempatnya, rusak atau
terbawa ke tempat lain. Mutasi tidak dapat memberi makhluk hidup organ atau sifat
baru. Mutasi hanya meng-akibatkan ketidaknormalan seperti kaki yang muncul di
punggung, atau telinga yang tumbuh dari perut.
3) Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi harus terjadi
pada sel-sel reproduksi organisme tersebut. Perubahan acak yang terjadi pada
sel biasa atau organ tubuh tidak dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sebagai contoh, mata manusia yang berubah aki-bat efek radiasi atau sebab lain,
tidak akan diwariskan kepada generasi-generasi berikutnya.

Singkatnya, makhluk hidup tidak mungkin berevolusi karena di alam tidak ada
mekanisme yang menyebabkannya. Kenyataan ini sesuai dengan bukti-bukti
catatan fosil, yang menunjukkan bahwa skenario evolusi sangat menyimpang dari
kenyataan.


1. Colin Patterson, "Cladistics", wawancara dengan Brian Leek, Peter Franz, 4 Maret 1982, BBC.
*) atau "Melanisme Industri"
2. Stephen Jay Gould, "The Return of Hopeful Monsters", Natural History, Vol. 86, Juli-Agustus 1977, hlm.
28.
3. Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964,
S. 189
4. Ýbid., hlm. 177
5. B. G. Ranganathan, Origins?, Pennsylvania, The Banner Of Truth Trust, 1988
6. Warren Weaver, "Genetic Effects of Atomic Radiation", Science, Bd. 123, 29. Juni 1956, S. 1159
7. Gordon R. Taylor, The Great Evolution Mystery, New York: Harper & Row, 1983, hlm. 48.
8. Michael Pitman, Adam and Evolution, London: River Publishing, 1984, hlm. 70.
DAFTAR BAB ==>

Catatan Fosil Membantah Evolusi


Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup berasal dari satu nenek moyang.
Spesies yang ada sebelumnya lambat laun berubah menjadi spesies lain, dan
semua spesies muncul dengan cara ini. Menurut teori tersebut, perubahan ini
berlangsung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu jutaan tahun.

Dengan demikian, maka seharusnya pernah terdapat sangat banyak spesies


peralihan selama periode perubahan yang panjang ini.

Sebagai contoh, seharusnya terdapat beberapa jenis makhluk setengah ikan -


setengah reptil di masa lampau, dengan beberapa ciri reptil sebagai tambahan
pada ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya terdapat beberapa jenis
burung-reptil dengan beberapa ciri burung di samping ciri reptil yang telah mereka
miliki. Evolusionis menyebut makhluk-makhluk imajiner yang mereka yakini hidup
di masa lalu ini sebagai "bentuk transisi".

Jika binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka seharusnya mereka
muncul dalam jumlah dan variasi sampai jutaan atau milyaran. Lebih penting lagi,
sisa-sisa makhluk-makhluk aneh ini seharusnya ada pada catatan fosil. Jumlah
bentuk-bentuk peralihan ini pun semestinya jauh lebih besar daripada spesies
binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru
dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:

"Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis bentuk peralihan yang
tak terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang
sama. Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lampau hanya dapat
ditemukan pada peninggalan-peninggalan fosil." 1

Bahkan Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia


berharap bentuk-bentuk peralihan itu akan ditemukan di masa mendatang. Namun
di balik harapan besarnya ini, ia sadar bahwa rintangan utama teorinya adalah
ketiadaan bentuk-bentuk peralihan. Karena itulah dalam buku The Origin of
Species, pada bab "Difficulties of the Theory" ia menulis:

... Jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan
sedikit demi sedikit, mengapa kita tidak melihat sejumlah besar bentuk
transisi di mana pun? Mengapa alam tidak berada dalam keadaan kacau-
balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup dengan bentuk
sebaik-baiknya?.... Menurut teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam
jumlah besar, tetapi mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak
bumi dalam jumlah tidak terhitung?.... Dan pada daerah peralihan, yang
memiliki kondisi hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-
jenis peralihan dengan kekerabatan yang erat? Telah lama kesulitan ini sangat
membingungkan saya.2

Satu-satunya penjelasan Darwin atas hal ini adalah bahwa catatan fosil yang telah
ditemukan hingga kini belum memadai. Ia menegaskan jika catatan fosil dipelajari
secara terperinci, mata rantai yang hilang akan ditemukan.

Karena mempercayai ramalan Darwin, kaum evolusionis telah berburu fosil dan
melakukan penggalian mencari mata rantai yang hilang di seluruh penjuru dunia
sejak pertengahan abad ke-19. Walaupun mereka telah bekerja keras, tak satu
pun bentuk transisi ditemukan. Bertentangan dengan kepercayaan evolusionis,
semua fosil yang ditemukan justru membuktikan bahwa kehidupan muncul di bumi
secara tiba-tiba dan dalam bentuk yang telah lengkap. Usaha mereka untuk
membuktikan teori evolusi justru tanpa sengaja telah meruntuhkan teori itu sendiri.

FOSIL-FOSIL HIDUP

Teori evolusi menyatakan bahwa spesies makhluk


hidup terus-menerus berevolusi menjadi spesies lain.
Namun ketika kita membandingkan makhluk hidup
dengan fosil-fosil mereka, kita melihat bahwa mereka
tidak berubah setelah jutaan tahun. Fakta ini adalah
bukti nyata yang meruntuhkan pernyataan
evolusionis.

Lebah madu hidup tidak


berbeda dengan fosil
kerabatnya yang berumur
jutaan tahun lalu.
Fosil capung berumur 135
juta tahun tidak berbeda
dengan kerabat modernnya.

Seorang ahli paleontologi Inggris ternama, Derek V. Ager, mengakui fakta ini
meskipun dirinya seorang evolusionis:

Jika kita mengamati catatan fosil secara terperinci, baik pada tingkat ordo
maupun spesies, maka yang selalu kita temukan bukanlah evolusi bertahap,
namun ledakan tiba-tiba satu kelompok makhluk hidup yang disertai
kepunahan kelompok lain. 3

Ahli paleontologi evolusionis lainnya, Mark Czarnecki, berkomentar sebagai


berikut:

Kendala utama dalam membuktikan teori evolusi selama ini adalah catatan
fosil; jejak spesies-spesies yang terawetkan dalam lapisan bumi. Catatan fosil
belum pernah mengungkapkan jejak-jejak jenis peralihan hipotetis Darwin -
sebaliknya, spesies muncul dan musnah secara tiba-tiba. Anomali ini
menguatkan argumentasi kreasionis*) bahwa setiap spesies diciptakan oleh
Tuhan. 4

Mereka juga harus mengakui ke-sia-siaan menunggu kemunculan bentuk-bentuk


transisi yang "hilang" di masa mendatang, seperti yang dijelaskan seorang
profesor paleontologi dari Universitas Glasgow, T. Neville George:

Tidak ada gunanya lagi menjadikan keterbatasan catatan fosil sebagai alasan.
Entah bagaimana, catatan fosil menjadi berlimpah dan hampir tidak dapat dikelola,
dan penemuan bermunculan lebih cepat dari pengintegrasian... Bagaimanapun,
akan selalu ada kekosongan pada catatan fosil. 5

KEHIDUPAN MUNCUL DI MUKA BUMI DENGAN TIBA-TIBA DAN


DALAM BENTUK KOMPLEKS
Ketika lapisan bumi dan catatan fosil dipelajari, terlihat bahwa semua makhluk
hidup muncul bersamaan. Lapisan bumi tertua tempat fosil-fosil makhluk hidup
ditemukan adalah Kambrium, yang diperkirakan berusia 500-550 juta tahun.

Catatan fosil memperlihatkan, makhluk hidup yang ditemukan pada lapisan bumi
periode Kambrium muncul dengan tiba-tiba - tidak ada nenek moyang yang hidup
sebelumnya. Fosil-fosil di dalam batu-batuan Kambrium berasal dari siput, trilobita,
bunga karang, cacing tanah, ubur-ubur, landak laut dan invertebrata kompleks
lainnya. Beragam makhluk hidup yang kompleks muncul begitu tiba-tiba, sehingga
literatur geologi menyebut kejadian ajaib ini sebagai "Ledakan Kambrium"
(Cambrian Explosion).

Sebagian besar bentuk kehidupan yang ditemukan dalam lapisan ini memiliki
sistem kompleks seperti mata, insang, sistem peredaran darah, dan struktur
fisiologis maju yang tidak berbeda dengan kerabat modern mereka. Misalnya,
struktur mata majemuk berlensa ganda dari trilobita adalah suatu keajaiban desain.
David Raup, seorang profesor geologi di Universitas Harvard, Universitas
Rochester dan Universitas Chicago mengatakan: "Trilobita memiliki desain
optimal, hingga dibutuhkan seorang rekayasawan optik yang sangat terlatih
dan sangat imajinatif jika ingin membuatnya di masa kini". 6

Binatang-binatang invertebrata kompleks ini muncul secara tiba-tiba dan sempurna


tanpa memiliki kaitan atau bentuk transisi apa pun dengan organisme bersel satu
yang merupakan satu-satunya bentuk kehidupan di bumi sebelum mereka.

Richard Monastersky, editor Earth Sciences, salah satu terbitan populer dalam
literatur evolusionis, memberikan pernyataan di bawah ini mengenai "Ledakan
Kambrium" yang muncul sebagai kejutan besar bagi evolusionis:

Setengah milyar tahun lalu, binatang-binatang dengan bentuk-bentuk sangat


kompleks seperti yang kita lihat pada masa kini muncul secara tiba-tiba.
Momen ini, tepat di awal Periode Kambrium Bumi sekitar 550 juta tahun lalu,
menandai ledakan evolusioner yang mengisi lautan dengan makhluk-makhluk
hidup kompleks pertama di dunia. Filum binatang besar masa kini ternyata
telah ada di awal masa Kambrium. Binatang-binatang pertama itu pun
berbeda satu sama lain sebagaimana binatang-binatang saat ini. 7

MATA TRILOBITA

Trilobita yang muncul secara tiba-


tiba pada periode Kambrium
memiliki struktur mata yang sangat
kompleks. Mata ini terdiri dari jutaan
partikel kecil menyerupai sarang
lebah dan sebuah sistem lensa
ganda. Sebagaimana ungkapan
David Raup, seorang profesor
geologi, mata ini merupakan
"sebuah desain optimal, hingga
dibutuhkan seorang rekayasawan optik yang sangat
terlatih dan sangat imajinatif jika ingin membuatnya di
masa kini".

Mata ini muncul 530 juta tahun lalu dalam kondisi


sempurna. Tidak diragukan lagi, kemunculan secara
tiba-tiba dari desain menakjubkan ini
tidak dapat dijelaskan dengan evolusi,
dan membuktikan adanya penciptaan.

Lebih jauh lagi, struktur mata trilobita


tetap bertahan hingga sekarang tanpa ada perubahan
sedikit pun. Beberapa serangga seperti lebah dan
capung memiliki struktur mata yang sama dengan
trilobita.*) Keadaan ini menggugurkan anggapan
evolusionis bahwa makhluk hidup ber-evolusi secara
progresif dari bentuk primitif ke bentuk kompleks.

(*) R. L. Gregory, Eye and Brain: The Physiology of Seeing, Oxford


University Press, 1995, s. 31.

Bagaimana bumi ini dipenuhi berbagai jenis binatang secara tiba-tiba


bagaimana spesies-spesies yang berbeda-beda ini muncul tanpa nenek moyang
yang sama adalah pertanyaan yang masih belum terjawab oleh evolusionis.
Richard Dawkins, ahli zoologi Oxford, salah satu pembela evolusionis terkemuka di
dunia, berkomentar mengenai realitas ini:

Sebagai contoh, lapisan batuan Kambrium yang berumur sekitar 600 juta
tahun, adalah lapisan tertua di mana kita menemukan sebagian besar
kelompok utama invertebrata. Dan kita dapati sebagian besarnya telah berada
pada tahap lanjutan evolusi, saat pertama kali mereka muncul. Mereka
seolah-olah ditempatkan begitu saja di sana, tanpa proses evolusi. Tentu
saja, kesimpulan tentang kemunculan tiba-tiba ini menggembirakan
kreasionis.8

Dawkins terpaksa mengakui, "Ledakan Kambrium" adalah bukti kuat adanya


penciptaan, karena penciptaan adalah satu-satunya penjelasan mengenai
kemunculan bentuk-bentuk kehidupan yang sempurna secara tiba-tiba di bumi ini.
Douglas Futuyma, ahli biologi evolusionis terkemuka mengakui fakta ini dan
mengatakan: "Organisme muncul di muka bumi dengan dua kemungkinan: dalam
bentuk yang telah sempurna atau tidak sempurna. Jika muncul dalam bentuk tidak
sempurna, mereka pasti telah berkembang dari spesies yang telah ada
sebelumnya melalui proses modifikasi. Jika mereka memang muncul dalam
keadaan sudah berkembang sempurna, mereka pasti telah diciptakan oleh
suatu kecerdasan dengan kekuasaan tak terbatas."9 Darwin sendiri menyadari
kemungkinan ini ketika menulis: "Jika banyak spesies benar-benar muncul dalam
kehidupan secara serempak dari genera atau famili-famili yang sama, fakta ini
akan berakibat fatal bagi teori penurunan dengan modifikasi perlahan-lahan
melalui seleksi alam."10 Agaknya, periode Kambrium merupakan "pukulan
mematikan" bagi Darwin. Inilah yang membuat seorang ahli paleo-antropologi
evolusionis dari Swiss, Stefan Bengston, mengakui ketiadaan mata rantai transisi
saat ia menjelaskan tentang periode Kambrium. Ia mengatakan: "Peristiwa yang
mengecewakan (dan memalukan) bagi Darwin ini masih membingungkan kami".

Seperti yang kita pahami, catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak
berevolusi dari bentuk primitif ke bentuk yang lebih maju, tetapi muncul secara
tiba-tiba dan dalam keadaan sempurna. Ringkasnya, makhluk hidup tidak muncul
melalui evolusi, tetapi diciptakan.


1. Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964,
S. 179
2. Ýbd.him. 172, 280
3. Derek V. Ager, "The Nature of the Fossil Record", Proceedings of the British Geological Association,
Bd. 87, 1976, S. 133
*) Kreasionis = Penganut kepercayaan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan, dan menolak teori
evolusi
4. Mark Czarnecki, The Revival of the Creationist Crusade, MacLean's, 19. Januar 1981, S. 56
5.T. Neville George, "Fossils in Evolutionary Perspective", Science Progress, Vol. 48, Januari 1960, hlm.
1, 3.
6. David Raup, "Conflicts Between Darwin and Paleontology", Bulletin, Field Museum of Natural History,
Bd. 50, Januar 1979, S. 24
7. Richard Monastersky, "Mysteries of the Orient", Discover, April 1993, S. 40
8. Richard Dawkins, The Blind Watchmaker, London: W. W. Norton 1986, S. 229
9. Douglas J. Futuyma, Science on Trial, New York: Pantheon Books, 1983, S. 197
10 Charles Darwin, The Origin of Species: A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press,
1964, S. 302.
11. Stefan Bengston, Nature, Bd. 345, 1990, S. 765

Anda mungkin juga menyukai