Anda di halaman 1dari 3

Evolusinya Teori Evolusi : Idealisme Kaum Intelektual dan Sintesis Mentah

Mayoritas
Oleh :

Pendahuluan
Salah satu Definisi tentang Evolusi mengartikan jika evolusi sebagai proses perubahan
spesies dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan agar mampu beradaptasi terhadap
lingkungannya dan meneruskan perubahan tersebut kepada generasi berikutnya. Namun di
Atmosfer public dahulu hingga sekarang terdapat pandangan yang akhirnya memicu perdebatan
salah satunya adalah Naturalisme, dimana pandangan ini berpendapat bahwa segala wujud di
alam semesta tidak diintervensi oleh sosok personal adikuasa, melainkan berwujud melaui proses
hukum alam dan didorong oleh kebetulan semata, Pandangan ini membawa narasi jika Teori
kehidupan adalah hasil dari “kebetulan” semata. Tidak ada campur tangan Tuhan dalam proses
terciptanya kehidupan di muka bumi ini. Dengan kata lain Tuhan telah tidak diperlukan lagi.
Tentunya hal ini benar-benar bertentangan dengan teori penciptaan yang banyak dipercaya oleh
penganut agama, bisa diambi contoh misalnya dari sudut pandang agama Islam. Yang mana
dalam kacamata Islam Alam semesta ada karena diciptakan oleh Tuhan.

Meskipun ketika memakai sudut pandang agama sangat kontras dengan makna dari teori
evolusi, namun pendapat yang dikemukakan oleh kaum Intelektual bernuansa agama cukup
variatif, sekali lagi contohnya adalah Kaum Intelektual dari agama Islam. Para kaum intelektual
muslim dari abad 19 hingga abat 20 memiliki pendapat yang cenderung variatif, ada yang benar
benar secara total menolak teori evolusi ini namun ada yang toleran dan mencoba
mengharmoniskan teori evolusi dengan ajaran Islam.
Variasi dari respons kaum intelektual Muslim ditipologikan menjadi tiga corak yang
ketiganya kuat dalam pembenaran pendukung pendapat baik dari Al-Qur’an dan Hadist.
Pertama, corak Kreasonis, yakni respons yang dilakukan oleh para intelektual Muslim
pengusung kreasionisme dan menolak sepenuhnya gagasan teori evolusi Darwin dengan
mengafirmasinya pada ayat-ayat Alquran. Kedua, corak Apologetis, yakni beberapa intelektual
Muslim yang tidak keberatan dengan evolusi di wilayah hewan, namun menolak gagasan evolusi
manusia dan keberasalannya dari spesies lain. Ketiga, corak Liberal, yakni kaum intelektual yang
menerima sepenuhnya teori evolusi, baik untuk hewan maupun manusia, namun pada saat yang
sama menanggalkan tafsir naturalistis terhadapnya dan mengisinya dengan muatan-muatan
teistis.

Ketiga tipologis tersebut tentunya hadir sebagai upaya menemukan pencerahan adanya
kebenaran tentang benar tidaknya teori evolusi. Tak hanya ber argument dalam lisan Para tokoh
Intelektual Muslim juga mengabadikanya dalam karya dengan menuliskan gagasanya terkait
merespons teori evolusi. Karya karya tersebut bahkan cenderung kontras dan berlawanan namun
tetap rasional dan logis untuk dipahami.

Isi
Adanya variasi respons dari kaum intelektual bernuansa agama, dalam hal ini contohnya
adalah agama islam dan dari agama yang lainpun tentu akan mengatakan jika teori evolusi masih
belum final jika diselaraskan dengan agama. Hal ini akan membuat fundamental rasional
masyarakat awam menjadi teombang-ambing, dengan adu narasi argumentative dan logis dari
masa ke masa melahirkan diskursus-diskursus baru yang membuat ragu semakin niscaya untuk
menyikapi adanya teori evolusi.
Tak cukup sampai disitu, hal yang direspons oleh Kaum intelektual Muslim yakni teori
evolusi itu sendiri juga membuat masyarakat awam bertanya-tanya seperti apakah kebenaran
final teori evolusi. Hal tersebut muncul karena dalam teori evolusi sendiripun terdapat
kelemahan dan kelebihan. Tentang kelebihanya, salah satu yang bisa membuktikan teori evolus
itu benar adalah Teori evolusi menjadi landasan bagi teori evolusi modern, termasuk rekayasa
genetika. Perkembangan teknologi dewasa ini memungkinkan saintis untuk melakukan rekaya
genetika. Melalui rekayasa genetik, manusia berkontribusi dalam mempercepat proses evolusi.
Dalam bukti sederhananya lagi misalnya Anjing merupakan contoh evolusi, dimana anjing
adalah hasil perkawinan silang ras serigala. Dengan semikian penggunaan teori evolusi direspons
dengan baik oleh para teknolog dalam rangka merekayasa materi genetika makhluk hidup sesuai
keinginan dan kebutuhan manusia.
Kemudian terkait kelemahanya, salah satunya diungkapkan oleh proposisi dari penganut
teori penciptaan mengatakan jika kelemahan teori evolusi adalah tidak didasarkan pada temuan
ilmiah yang konkret, tetapi dibangun hanya berdasarkan asumsi-asumsi. Dalam bukunya yang
berjudul The Origin of Species, Darwin juga mengakui adanya “kesulitan-kesulitan teori” dan
masih berharap hal itu dapat terpecahkan dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah baru.
Namun, beberapa temuan-temuan ilmiah yang baru justru makin mempersulit teori-teorinya.
Dengan adanya pandangan- pandangan demikian tentunya memperkuat hadirnya
kebingungan kebenaran final teori evolusi ini oleh masyarakat awam yang notabene adalah
mayoritas manusia di dunia. Thesis yang dibuat oleh penganut teori evolusi serta antithesis yang
dibuat oleh kontra posisi teori evolusi ataupun sebaliknya tidak berhasil melahirkan sintesis
secara universal dan pada akhirnya meskipun sintesis bisa dihadirkan oleh masyarakat awam,
sintesis tersebut tentunya mentah, dalam artian masih banyak celah untuk dipatahkan. Bahkan
harmonisasi antara teori evolusi serta agama bisa dibilang masih mengalami evolusi.
Penutup
Harapan-harapan yang muncul dari masyarakat awam terkait teori evolusi tentunya
segera menemui kecerahan tentang kebenaran final teori evolusi. Pemaknaan terkait jati diri
sebagai manusia yang hadir di alam semesta bisa semakin dalam dan akhirnya segera semakin
menyelaraskan nalar dan iman. Perdebatan yang akhirnya bisa diakhiri juga akan melahirkan
Ilmu baru yang berarti kebenaran di dunia sekali lagi hadir secara universal.

Anda mungkin juga menyukai