Anda di halaman 1dari 11

Problematika Teori Evolusi

Muhammad Zainur Rizki


Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Indonesia
zein.maestro19@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak
Masalah manusia adalah masalah yang senantiasa dikaji oleh manusia itu sendiri. Para ahli
banyak yang mengkaji dan meneliti manusia dari berbagai sudut pandang hingga menghasilkan
berbagai macam bidang ilmu pengetahuan tentang manusia, seperti humanisme, psikologi, biologi,
kesehatan (hygiene), hukum, antropologi, sosiologi dan politik. Diskursus seputar asal usul
makhluk hidup terutama manusia hingga sampai saat ini juga masih menjadi problematika dan
belum menemukan titik temu baik di kalangan akademisi, ilmuwan, maupun agamawan. Berbagai
macam teori bermunculan dalam menyatakan proses penciptaan makhluk hidup. Teori Evolusi
misalnya, mengatakan bahwa manusia tercipta bukan dari tanah liat, melainkan melalui suatu
proses perubahan yang sangat lambat dan lama. Perubahan tersebut tidak hanya berlaku pada
manusia melainkan berlaku pada semua hewan. Hingga kini, problematika seputar teori evolusi
masih terus terjadi. Para saintis menganggap bahwa teori ini menawarkan penjelasan yang paling
memuaskan mengenai makhluk hidup di atas bumi. Bagi mereka, teori ini bukan hanya sekedar
teori kosong dan tanpa bukti, melainkan sudah menjadi dasar dari beberapa teknologi dan kerja
ilmiah selain Biologi. Namun ketika teori ini berusaha menjelaskan asal-usul manusia, berbagai
reaksi dan penolakan mulai bermunculan.
Kata Kunci: Manusia; Teori Evolusi; Problematika; Sains

PENDAHULUAN

Sejak abad ke-20, banyak sekali penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan, seperti biologi, kimia, dan fisika, maka tidak mengherankan bila persoalan
asal usul kehidupan manusia kembali diteliti dan dikaji. Para ahli seolah termotivasi untuk
meneliti masalah munculnya kehidupan pertama di jagat raya ini secara alamiah dan
menganggapnya sebagai kenyataan dalam tata hukum alam, dalam Islam disebut dengan
“Sunnatullah”. Evolusi merupakan salah satu teori dalam khazanah ilmu pengetahuan,
teori tersebut menyatakan terjadinya sebuah perubahan pada makhluk hidup atau spesies
secara gradual (perlahan-lahan). Perubahan yang dihasilkan membutuhkan waktu yang
cukup lama dalam menghasilkan spesies atau makhluk hidup yang baru.1

Dalam sejarahnya, teori ini mulai dikembangkan oleh seorang naturalis amatir dari
Shrewsbury (Inggris), Charles Robert Darwin lahir pada tanggal 12 Februari 1809 yang
berasal dari keturunan Yahudi. Setelah melakukan perjalanan panjang ke berbagai negara
untuk mengadakan penelitian, Darwin menyusun teori evolusi secara sistematis dalam

Wahyudi Sutrisno, „Teori Evolusi Darwin Dalam Perspektif Islam‟ (unpublished s1, Universitas
1

Muhammadiyah Surakarta, 2015) <http://eprints.ums.ac.id/37112/> [accessed 16 October 2020].


buku “The Origin of Species by Means of Natural Selection, or the Preservation of
Favoured Races in the Struggle for Life”.2 Terdapat dua pokok gagasan yang Darwin
jelaskan dalam bukunya The Origin of Species. Pertama adalah spesies-spesies yang ada
sekarang ini merupakan keturunan dari spesies moyangnya. Pada edisi pertama bukunya,
Darwin tidak menggunakan kata evolusi. Darwin menyebutnya modifikasi keturunan
(descent with modification). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi alam sebagai
mekanisme modifikasi keturunan.3

Seleksi alam menurut teori evolusi Darwin ini mendapat dukungan para ahli Biologi
materialis dan Alfred Russel Wallace. Sampai akhir abad ke-20 teori evolusi dengan
seleksi alam mengalami krisis dan keraguan, hal ini seiring dengan berkembangnya ilmu
genetika yang menemukan struktur molekul DNA oleh ahli Botani dari Austria Gregor
Mendel pada tahun 1865. Pada tahun 1950 setelah ditemukan struktur gen dan kromosom
menguatkan penemuan struktur molekul DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang berisi
informasi genetik meragukan teori evolusi seleksi alamnya Charles Darwin dengan alasan
kerumitan yang luar biasa dari kehidupan untuk berubah menjadi spesies baru dan
ketidakabsahan mekanisme evolusi yang diajukan Charles Darwin.4

Respons kaum Muslim terhadap teori evolusi sudah dimulai sejak akhir abad ke-19
seiring dengan menyebarnya gagasan ini ke dunia Arab. Kaum intelektual Muslim
menunjukkan sikap yang bervariasi dan tidak seragam. Bervariasinya respon intelektual
Muslim terhadap Teori Evolusi itu masih berlanjut hingga satu abad kemudian, dengan
sikap dan argumentasi yang bermacam-macam pula. Berbagai respons kaum intelektual
Muslim kontemporer itu bisa ditipologikan menjadi tiga corak. Pertama, corak Kreasonis,
yakni respons yang dilakukan oleh para intelektual Muslim pengusung kreasionisme dan
menolak sepenuhnya gagasan teori evolusi Darwin dengan mengafirmasinya pada ayat-
ayat Alquran. Kedua, corak Apologetis, yakni beberapa intelektual Muslim yang tidak
keberatan dengan evolusi di wilayah hewan, namun menolak gagasan evolusi manusia dan
keberasalannya dari spesies lain. Ketiga, corak Liberal, yakni kaum intelektual yang
menerima sepenuhnya teori evolusi, baik untuk hewan maupun manusia, namun pada saat

2
Wildan Yatim, Biologi Modern, Pengantar Biologi (Bandung: Tarsito, 1987), p. 107.
3
M J Luthfi and A. Khusnuryani, „Agama dan Evolusi: Konflik atau Kompromi?‟, Kaunia, 1.1 (2005), p. 6.
4
Cartono, Teori Evolusi (Bandung: Prima Press, 2008), p. 4.
yang sama menanggalkan tafsir naturalistis terhadapnya dan mengisinya dengan muatan-
muatan teistis.5

Kesahihan teori evolusi hingga sampai saat ini masih menjadi sebuah pembahasan
yang belum menemukan sebuah konklusi. Berbagai klaim pun terjadi diantara dua kubu
yang menganggap bahwa pendapat masing-masing yang paling benar. Terutama dari
kalangan evolusionis (pendukung) ataupun kreasionisme (penentang) dua arus yang
mendominasi terkait asal usul makhluk hidup. Akan tetapi di tengah gencarnya
kreasionisme islam sebagai bentuk respon penolakan terhadap teori evolusi. Ternyata
tokoh-tokoh atau intelektual islam tidak semuanya sependapat dengan gagasan
kreasionisme islam. Dari sekian tokoh-tokoh islam yang dijadikan sebagai panutan, ada
beberapa yang tak sependapat dengan gagasan kreasionisme yang diusung sebagai tokoh
islam. Sebagai dari mereka mengambil jalan moderat dan bahkan ada yang mendukung
teori evolusi.6

Dari penjelasan di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam artikel ini
adalah apa saja problematika yang ada di dalam teori evolusi yang dikembangkan oleh
Charles Darwin. Penulis mencoba mendeskripsikan problematika itu lewat beberapa
pandangan dari para ahli baik dari kalangan yang mendukung maupun dari kalangan yang
menolak. Penulis berharap melalui tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
seputar teori evolusi, serta mengetahui apa saja yang menjadi problematika di dalamnya.
Dengan demikian maka seorang Muslim dapat menentukan sikapnya dalam merespon teori
tersebut serta mengetahui di mana keberadaan posisinya.

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah riset perpustakaan (library
research) di mana penelitian pustaka adalah penelitian yang menelusuri dan menelaah
literatur-literatur serta memfokuskan pada bahan-bahan pustaka. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah metode dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan melihat
dan menyeleksi dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek penelitian atau orang lain.
Proses analisis data dimulai dengan menelaah dan mempelajari seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber seperti dokumen-dokumen atau buku-buku terkait tema penelitian,
5
Muhammad Hilal, „Respons Intelektual Muslim Terhadap Teori Evolusi‟, Al-Fikra : Jurnal Ilmiah
Keislaman, 17.2 (2019), 190–204 (p. 203) <https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6249>.
6
Wahyudi Sutrisno, „Teori Evolusi Darwin Dalam Perspektif Islam‟ (unpublished s1, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2015) <http://eprints.ums.ac.id/37112/> [accessed 19 October 2020].
dilanjutkan proses mereduksi data dengan melakukan abstraksi yang konsisten. Setelah itu
dilanjutkan dengan analisis data menggunakan metode berupa interpretasi, koherensi intern
dan deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Teori Evolusi


Teori evolusi memang tak bisa dipisahkan dari Robert Darwin, meski sebenarnya
orang yang pertama kali mengeluarkan gagasan ini adalah para Filsuf Yunani kuno. Seperti
Thales (636 - 546 SM) dan Anaximander (611 - 547 SM) yang biasa membahas asal usul
biota laut dan evolusi kehidupan, serta Phytagoras (570 - 496 SM), Xantus (kira-kira 500
SM) dan Empedocles (490 - 430 SM) juga pernah membicarakan isu yang sama dalam
tulisan-tulisan mereka.7

Bahkan, jauh sebelum Darwin, penelitian dan analisa terhadap spesies sudah pernah
dilakukan oleh beberapa cendekiawan Muslim, diantaranya: Al-Farabi (783-950), Ibnu
Miskawaih (w.1030), Muhammad ibn Syakir al-Qurthubi (1287-1363) dan Ibnu Khaldun
(1332-1406), mereka menyimpulkan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi
tertentu, serta ada tingkat-tingkat tertentu terkait ciptaan Allah SWT di jagat raya ini.8

Orang pertama yang mempelajari masalah evolusi secara mendalam sebagai sebuah
gagasan yang berasal dari bangsa Yunani Kuno adalah biologiawan Prancis, Jean Baptiste
Lamarck. Teori Lamarck, menyebutkan bahwa: “Makhluk hidup mewariskan sifat-sifat
yang mereka peroleh selama hidup ke generasi berikutnya”. Misalnya dalam pandangan
Lamarck: 9
“Jerapah telah berevolusi dari binatang sejenis kijang yang memanjangkan
leher terus-menerus saat berusaha mendapatkan makanan di dahan pohon yang lebih
tinggi”. Namun, kemunculan ilmu genetika telah menguburkan teorinya untuk selamanya.

Teori evolusi mengalami perkembangan, pada abad ke-18, pandangan biologis Barat
yang didominasi oleh aliran esensialisme, yang meyakini mengenai pandangan bentuk-
bentuk kehidupan tidak berubah. Seiring perkembangan waktu aliran esensialisme ini

Leo Muhammad Taufik, „Teori Evolusi Darwin: Dulu, Kini, dan Nanti‟, Jurnal Filsafat Indonesia, 2.3
7

(2019), 98–102 (p. 99) <https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22150>.


8
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan
Pustaka, 1996), p. 281.
9
Ahmad Syafi‟i, „Kritik Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
Manusia)‟, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3.3 (2006), 263–274 (p. 264)
<https://doi.org/10.24239/jsi.v3i3.269.263-274>.
mulai mengalami pergeseran hal ini dipengaruhi berkembangnya paham kosmologi
evolusioner dan filosofi mekanis menyebar dari ilmu fisik menuju sejarah alam. Para
naturalis mulai berfokus pada keanekaragaman spesies, dan mulai berkembang ilmu
paleontologi dengan konsep kepunahannya lebih jauh membantah pandangan bahwa alam
bersifat statis.

Pendapat Darwin mengenai evolusi alam adalah bahwa spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan tetapi diciptakan berdasarkan dari nenek moyang
yang sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat seleksi alam. Teori ini menjadikan
seleksi alam sebagai pengaruh dari terjadinya dan berkembangnya makhluk hidup yang
ada di dunia ini.

Seleksi alam menurut teori evolusi Darwin ini mendapat dukungan para ahli Biologi
materialis dan Alfred Russel Wallace. Sampai akhir abad ke-20 teori evolusi dengan
seleksi alam mengalami krisis dan keraguan, hal ini seiring dengan berkembangnya ilmu
genetika yang menemukan struktur molekul DNA oleh ahli Botani dari Austria Gregor
Mendel pada tahun 1865.

Pada tahun 1950 setelah ditemukan struktur gen dan kromosom menguatkan
penemuan struktur molekul DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang berisi informasi genetik
meragukan teori evolusi seleksi alamnya Charles Darwin dengan alasan kerumitan yang
luar biasa dari kehidupan untuk berubah menjadi spesies baru dan ketidakabsahan
mekanisme evolusi yang diajukan Charles Darwin.10

Pandangan Tentang Teori Evolusi


Teori evolusi merupakan buah filsafat materialistis yang muncul bersamaan dengan
kebangkitan filsafat-filsafat materialistis kuno dan kemudian menyebar luas di abad ke-19.
Paham materialisme berusaha menjelaskan alam semesta melalui faktor-faktor materi dan
mengingkari penciptaan Filsafat materialistis, yang bertentangan dengan karakteristik
paling mendasar akal manusia ini, memunculkan “teori evolusi” di pertengahan abad ke-
19.11
Pendapat Darwin tentang asal-usul makhluk hidup berasal dari produk makhluk hidup
sebelumnya, merupakan hasil penyimpulan dari penelitian selama lima tahun saat
10
Cartono, Teori Evolusi (Bandung: Prima Press, 2008), p. 4.
11
Ahmad Syafi‟i, „Kritik Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
Manusia)‟, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3.3 (2006), 263–74 (p. 264)
<https://doi.org/10.24239/jsi.v3i3.269.263-274>.
melakukan pelayaran ke penjuru Amerika Selatan. Darwin menyoroti tentang
keanekaragaman yang terjadi di dalam perjalanannya tersebut.

Perbedaan-perbedaan individual atau variabilitas spesies ini biasanya oleh peneliti


dianggap sebagai bagian yang kurang penting. Namun Darwin mempunyai pandangan dan
keyakinan yang berbeda dengan peneliti lainnya. Hal tersebut dinisbatkan dalam bukunya
“saya dapat menunjukkan suatu daftar fakta yang panjang bahwa bagian-bagian pun harus
dianggap penting, ataukah ditinjau dari sudut pandang fisiologis atau pun dari sudut
pandang klasifikasi, kadang-kadang berubah dalam individu-individu spesies yang
sama”.12

Sementara teori evolusi yang ada di dalam Al-Qur‟an merupakan rangkaian kehidupan
manusia yang telah dijelaskan oleh Allah dalam beberapa ayat dengan penjelasan
penciptaan manusia mulai dari tanah, air dan sperma, rangkaian evolusi dalam Al-Qur`an
menghadirkan Allah SWT sebagai pencipta manusia dan makhluk hidup. Di dalam Surat
al-Hajj 22 Ayat 5 Allah SWT mengisyaratkan secara lengkap proses penciptaan manusia
yang dapat dijadikan pendekatan teori evolusi.13

Kontroversi Teori Evolusi


Narasi mengenai asal-usul manusia dan manusia pertama di dalam Islam dan dalam
semua agama semit kini ditentang oleh sains. Sains melihat narasi kejadian manusia
dengan sudut pandang Biologi-Evolusionis. Evolusi mengatakan bahwa manusia tercipta
bukan melalui tanah liat, melainkan melalui suatu proses perubahan yang sangat lambat
dan lama. Perubahan itu tidak berlaku kepada manusia semata, melainkan berlaku kepada
semua hewan. Semua makhluk hidup berasal dari makhluk yang memiliki bentuk dan
kemampuan sangat sederhana menuju bentuk dan kemampuan yang kompleks dan rumit.

Hingga kini, para saintis menganggap bahwa teori Evolusi menawarkan penjelasan
yang paling memuaskan mengenai makhluk hidup di atas bumi. Berbagai rekayasa genetis
pada tumbuhan dan farmasi dikembangkan dengan asumsi bahwa makhluk hidup
berevolusi. Berbagai temuan fosil dan benda-benda arkeologis pun oleh para saintis
dijelaskan dengan teori ini. Semua ini membuktikan bahwa teori Evolusi bukan sekadar

12
Wahyudi Sutrisno, „Teori Evolusi Darwin Dalam Perspektif Islam‟ (unpublished s1, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2015) <http://eprints.ums.ac.id/37112/> [accessed 19 October 2020].
13
Aas Siti Sholichah, „Teori Evolusi Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an‟, El-‟Umdah, 2.2 (2019), 109–32
(p. 126) <https://doi.org/10.20414/el-umdah.v2i2.1689>.
teori kosong dan tanpa bukti, melainkan sudah menjadi dasar dari beberapa teknologi dan
kerja ilmiah selain Biologi.14

Salah seorang tokoh ateis yang terkemuka saat ini yang rajin menyerang agama dan
membandingkannya dengan sains adalah Richard Dawkins. Profesor Biologi dari Oxford
University yang lahir 26 Maret 1941 ini bernama lengkap Clinton Richard Dawkins.
Dawkins adalah seorang ahli etologi (perilaku hewan) dan biologi evolusi. Kedudukan
teori evolusi saat ini menurut Richard Dawkins sudah sangat kuat.

Dawkins menganggap orang yang meragukan teori evolusi pada masa sekarang sama
saja meragukan teori bumi mengelilingi matahari Dawkins sebenarnya mengambil langkah
yang lebih jauh dengan menaikkan posisi teori evolusi menjadi fakta. Dawkins sebenarnya
mengakui bahwa memang bukti terjadinya perubahan evolusioner tidak bisa dilakukan
dengan pengamatan langsung. Hal ini karena tentu saja evolusi terjadi sebelum kita lahir
dan yang saat ini terjadi lebih lama dari usia seorang manusia. Namun begitu Dawkins
yakin dapat membuktikan bahwa teori evolusi itu adalah fakta berdasarkan penyimpulan
(inference).15

Kebenaran teori evolusi hingga sampai saat ini masih menjadi sebuah pembahasan
yang belum menemukan sebuah konklusi. Berbagai klaim pun terjadi di antara dua kubu
yang menganggap bahwa pendapat masing-masing yang paling benar. Terutama dari
kalangan evolusionis (pendukung) ataupun kreasionisme (penentang) dua arus yang
mendominasi terkait asal usul makhluk hidup.

Sebagai kalangan agamawan menganggap kreasionisme sesuai dengan ajaran agama.


Karena hal tersebut sudah tersirat atau dinashkan dalam kitab suci agama samawi. Seperti
halnya Harun Yahya yang merupakan pioner kreasionisme islam yang tampil di depan
dalam mengkampanyekan kreasionisme dari perspektif islam. Harun Yahya dan penganut
kereasionisme islam mencoba menukil dalil Al-Qur‟an sebagai sebuah pijakan untuk
menolak teori evolusi. Seperti surat At Tin : 4 dan Al-Baqarah : 30.16

Muhammad Hilal, „Respons Intelektual Muslim Terhadap Teori Evolusi‟, Al-Fikra : Jurnal Ilmiah
14

Keislaman, 17.2 (2019), 190–204 (p. 191) <https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6249>.


15
Irfan Habibie Martanegara, Adian Husaini, and Nirwan Syafrin, „Pengaruh Worldview Ateis Terhadap
Teori Evolusi‟, Ta‟dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, 8.1 (2019), 146–62 (p. 155)
<https://doi.org/10.32832/tadibuna.v8i1.1881>.
16
Wahyudi Sutrisno, „Teori Evolusi Darwin Dalam Perspektif Islam‟ (unpublished s1, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2015) <http://eprints.ums.ac.id/37112/> [accessed 19 October 2020].
Para penganut teori evolusi Darwin tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Mereka
mengklaim bahwa penganut teori mereka berjumlah mayoritas. Mereka beranggapan
bahwa pandangan mayoritas adalah benar dalam setiap masalah. Padahal, menurut Arda
Denkel, guru besar ilmu filsafat di Universitas Bosphorus, yang dikutip oleh Syafi`i
mengatakan bahwa: “meski banyak orang, organisasi dan lembaga terhormat yang percaya
dengan teori Evolusi Darwin, tak menjadikan teori ini benar. Begitu juga jika orang-orang
yang berkuasa mempercayai sesuatu, maka sesuatu itu tak lantas menjadi benar. Bahkan
jika pengadilan memutuskan sekalipun, tak membuat teori evolusi menjadi benar”.17

Pandangan Islam, Al-Qur`an (naqal) tidak menggolongkan manusia ke dalam


kelompok hewan selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya.
Namun bila manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan
yang sangat tinggi nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta panca indera secara
baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan. 18 Sebagaimana
firman Allah SWT. dalam Al-Qur`an, surat Al A`Raf (7) ayat 179.

Ketika Al Qur`an menguraikan tentang proses penciptaan manusia pertama, Al Qur`an


menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama bentuk tunggal,
sebagaimana dalam Q.S. Shaad (38):71; “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia
dari tanah”. Selanjutnya dalam Q.S. Shaad (38):75: “Apa yang menghalangi kamu (Iblis)
sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku ?.

Tetapi, ketika berbicara tentang proses penciptaan manusia secara umum, Allah Yang
Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak. Dalam Q.S. At-Tiin (95):4
dinyatakan, “Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya” Hal itu menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan
proses kejadian Adam a.s. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan
Tuhan bersama selain-Nya, yakni ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai

Ahmad Syafi‟i, „Kritik Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
17

Manusia)‟, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3.3 (2006), 263–74 (p. 269)
<https://doi.org/10.24239/jsi.v3i3.269.263-274>.
18
Eka Kurniawati and Nurhasanah Bakhtiar, „Manusia Menurut Konsep Al-Qur`an dan Sains‟, Journal of
Natural Science and Integration, 1.1 (2018), 78–94 (p. 83) <https://doi.org/10.24014/jnsi.v1i1.5198>.
pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam,
tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.19

Respon penolakan teori evolusi dikalangan umat islam telah hadir sejak tahun 1876
bersamaan dengan kehadiran Napoleon yang membawa modernitas barat. Namun
penolakan terhadap teori evolusi mulai gencar dikampanyekan pada beberapa dasawarsa
ini. Yang paling awal adalah ikon kebangkitan Islam itu sendiri, yakni Jamâl al-Dîn al-
Afgânî.

Dia menulis sebuah buku pada tahun 1881 yang kemudian diterjemahkan ke dalam
Bahasa Arab oleh Muḥammad „Abduh, Al-Radd „alâ al-Dahriyin (Sanggahan atas Kaum
Materialis), pada tahun 1885. Menurut Al-Afgânî, Darwin tidak akan sanggup menjelaskan
beragamnya flora di hutan belantara India dalam sudut pandang Evolusi, bagaimana bisa
tanaman-tanaman itu berbeda-beda bentuk dan susunannya padahal mereka menyerap air
yang sama dan menghirup udara yang sama?

Selain itu, Afgânî menyanggah argumen Teori Evolusi Charles Darwin mengenai
bentuk anjing. Menurut Darwin, pada awalnya anjing sebetulnya memiliki tanduk, namun
karena dahulu kala tanduk mereka selalu dipotong oleh para pemiliknya sehingga bentuk
anjing-anjing menjadi tidak bertanduk seperti sekarang ini berkat proses evolusi. Menurut
Afgânî, argumen Darwin itu tertolak dengan sendirinya dengan kenyataan bahwa kaum
Muslim dan Yahudi sudah ribuan tahun melakukan khitan namun tidak ada satupun dari
keturunan mereka yang lahir dalam keadaan sudah terkhitan. Singkat kata, evolusi tidak
bekerja dalam kasus tersebut, dan oleh karena itu ia tidaklah benar.20

KESIMPULAN

Problematika seputar teori evolusi masih terus terjadi sampai sekarang, saling klaim
kebenaran di antara kedua belah pihak tak bisa dihindari. Hal ini dipicu oleh teori evolusi
yang mulai memasuki wilayah penciptaan manusia, serta menganggap bahwa keberadaan
manusia saat ini berasal dari bentuk yang kurang sempurna yaitu hewan, bahkan secara
otomatis teori ini menegasikan keberadaan Nabi Adam A.S. sebagai manusia pertama dan
Allah SWT sebagai penciptanya. Tentu saja hal ini mendapat banyak sekali respon dan

19
Ahmad Syafi‟i, „Kritik Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
Manusia)‟, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3.3 (2006), 263–74 (p. 271)
<https://doi.org/10.24239/jsi.v3i3.269.263-274>.
20
Jamâl al-Dîn Al-Afgânî, Al-Radd „alâ al-Dahriyîn (Mesir: Al-Mausû„ât, 1903), pp. 10–12.
tanggapan dari berbagai kalangan lewat pemikiran dan tulisan-tulisannya. Dan hampir
sebagian besar dari para ilmuwan tidak sependapat dengan teori ini dengan memberikan
tanggapan dan pemikiran yang bersifat argumentatif.

PENGAKUAN

Sejak awal penyusunan sampai akhir, banyak sekali masukan dan tambahan dari orang-
orang yang memiliki kapasitas dan kemampuan di bidangnya masing-masing. Tak ada kata
yang paling pantas diutarakan oleh penulis selain rasa syukur yang tak terhingga atas
segala partisipasi, kontribusi, dan keterlibatannya dalam penyusunan artikel ini.

Utamanya, kepada dosen pengampu mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan yakni Bapak
Dr. Zubair, M.Ag. yang selalu memberikan arahan serta bimbingannya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang. Tak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan yang selalu
setia memberikan tambahan dan aktif berbagi wawasan.

Tak ada gading yang tak retak, itulah kiranya ungkapan yang dapat menggambarkan
keseluruhan artikel ini. Kekurangan dan kekeliruan yang terdapat di dalamnya adalah
murni keterbatasan penulis, mohon dimaafkan atas segala kesalahan dan kecerobohan.
Harapannya, semoga artikel ini bermanfaat dan dapat diterima oleh semua kalangan.

REFERENSI
[1] Al-Afgânî, Jamâl al-Dîn, Al-Radd „alâ al-Dahriyîn (Mesir: Al-Mausû„ât, 1903)

[2] Cartono, Teori Evolusi (Bandung: Prima Press, 2008)

[3] Hilal, Muhammad, „Respons Intelektual Muslim Terhadap Teori Evolusi‟, Al-Fikra :
Jurnal Ilmiah Keislaman, 17.2 (2019), 190–204 <https://doi.org/10.24014/af.v17i2.6249>

[4] Kurniawati, Eka, and Nurhasanah Bakhtiar, „Manusia Menurut Konsep Al-Qur`an dan
Sains‟, Journal of Natural Science and Integration, 1.1 (2018), 78–94
<https://doi.org/10.24014/jnsi.v1i1.5198>

[5] Luthfi, M J, and A. Khusnuryani, „Agama dan Evolusi: Konflik atau Kompromi?‟, Kaunia,
1.1 (2005)

[6] Martanegara, Irfan Habibie, Adian Husaini, and Nirwan Syafrin, „Pengaruh Worldview
Ateis Terhadap Teori Evolusi‟, Ta‟dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, 8.1 (2019), 146–62
<https://doi.org/10.32832/tadibuna.v8i1.1881>

[7] Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan Pustaka, 1996)

[8] Sholichah, Aas Siti, „Teori Evolusi Manusia Dalam Perspektif Al-Qur‟an‟, El-‟Umdah, 2.2
(2019), 109–32 <https://doi.org/10.20414/el-umdah.v2i2.1689>
[9] Sutrisno, Wahyudi, „Teori Evolusi Darwin Dalam Perspektif Islam‟ (unpublished s1,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015) <http://eprints.ums.ac.id/37112/> [accessed
16 October 2020]

[10] Syafi‟i, Ahmad, „Kritik Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul
Kehidupan Manusia)‟, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 3.3 (2006), 263–74
<https://doi.org/10.24239/jsi.v3i3.269.263-274>

[11] Taufik, Leo Muhammad, „Teori Evolusi Darwin: Dulu, Kini, Dan Nanti‟, Jurnal Filsafat
Indonesia, 2.3 (2019), 98–102 <https://doi.org/10.23887/jfi.v2i3.22150>

[12] Yatim, Wildan, Biologi Modern, Pengantar Biologi (Bandung: Tarsito, 1987)

Anda mungkin juga menyukai