Anda di halaman 1dari 106

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu pengelolaan yang paling penting di sebuah perusahaan selain

pengelolaan pemasaran adalah pengelolaan terhadap sumber daya manusia

(SDM). Hal ini dikarenakan sumber daya manusia merupakan tulang

punggung dalam menjalankan roda kegiatan operasional suatu perusahaan.

Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam perusahaan yang

menentukan berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai tujuan.

Pada dasarnya perusahaan harus dapat mempertimbangkan secara matang

kualitas sumber daya manusia, kesedian sumber daya manusia merupakan

faktor penting perusahaan, maka perlu adanya keterlibatan karyawan dalam

menjalankan seluruh aktivitas perusahaan. Karyawan merupakan aset paling

penting yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan agar dapat

memberikan kontribusi yang maksimal. Apabila karyawan tidak dikelola

dengan baik maka akan terjadi pergerakan karyawan yang keluar-masuk

organisasi secara umum disebut pergantian karyawan (turnover). Transfer dan

promosi tidak dianggap bagian dari pergantian karyawan karena mereka tidak

melibatkan pergerakan di luar batas keanggotaan sebuah organisasi.

Seperti yang terjadi pada PT. Indo Stationary Ritel Utama yang bergerak

dibidang retail stasioneri yang mempunyai beberapa cabang di toko buku

Gramedia. Perusahaan ini mengalami turnover yang tinggi. Hal ini

1
2

berdasarkan data keluar-masuk karyawan dari tahun 2015-2018 pada tabel

berikut:

Tabel 1.1

DATA TURNOVER KARYAWAN TAHUN 2016-2017

Jumlah
Jumlah Jumlah Jumlah
karyawa Turnove
Tahun karyawan karyawan karyawan
n yang r Rate
awal tahun yang masuk akhir tahun
keluar
2016 185 40 36 189 2.13%
2017 189 52 41 200 5,6%
2018 200 55 40 215 7,22%
Sumber: PT. Indo Stationary Ritel Utama

Rumus Turnover
= ( Jumlah karyawan masuk – Jumlah karyawan keluar)
½ ( Jumlah Karyawan awal tahun + Jumlah karyawan akhir tahun)

Berdasarkan tabel 1.1, terlihat bahwa jumlah turnover pada PT. Indo

Stationary Ritel Utama selama tiga tahun semakin mengalami peningkatan, yaitu

dari 2,13% pada tahun 2016 menjadi 7,22% pada tahun 2018. Ketika turnover ini

terjadi dan relatif meningkat akan memberikan dampak yang negatif terhadap

perusahaan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk mencari karyawan

pengganti dan melakukan pelatihan bagi karyawan yang baru masuk. Keluarnya

karyawan berarti mengakibatkan ada posisi yang kosong dan harus segera diisi,

selama posisi tersebut belum ada yang menggantikan akan ada pekerjaan yang

tidak sesuai dengan tugas yang semestinya. Keadaan ini mengisyaratkan bahwa

dibutuhkan adanya teknik pengelolaan sumber daya manusia yang baik didalam

suatu organisasi maupun perusahaan guna mencapai tujuan yang ini dicapai
3

(Soelton dan Atnani, 2018). Perilaku yang dapat memicu peningkatan terjadinya

turnover karyawan ialah seperti mengevaluasi kemungkinan karyawan untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ditempat lain, serta keinginan karyawan

mencari lowongan pekerjaan pada perusahaan lain.

Jika peluang pindah kerja tidak ada atau yang ada hanyalah sebuah

perusahaan tidak lebih menarik, hal ini berdampak pada ketidakstabilan secara

emosional dan membuat karyawan akan ingin meninggalkan perusahaan tersebut

dengan cara sering bolos kerja, datang terlambat, kurang antusias atau kurang

memiliki keinginan untuk berusaha dengan baik. Oleh karena itu penting untuk

diketahui faktor-faktor penyebab terjadinya turnover intention pada karyawan

sehingga kecenderungan muncul turnover pada perusahaan bisa ditekan. Pada

sejumlah penelitian dan literatur yang menunjukkan bahwa turnover intention

dapat terikat dengan, burnout, stres kerja, beban kerja dan kepuasan kerja.

Burnout merupakan salah satu faktor yang diindikasikan mempengaruhi

turnover intention. Dalam penelitian Dinda,et.al (2018), burnout berpengaruh

positif dan signifikan terhadap turnover intention. Keadaan ini mengindikasikan

bahwa semakin tinggi tingkat burnout pada karyawan maka akan semakin

meningkat turnover intention. Selanjutnya penelitian Hernowo dkk (2018)

menemukan bahwa burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover

intention. Dampak dari burnout yang berkepanjangan akan diwujudkan dalam

bentuk absenteeism (tidak masuk kerja), produktifitas kerja menjadi rendah,

kurangnya tanggung jawab loyalitas terhadap perusahaan dan tentu saja akan

meninggalkan perusahaan.Seorang karyawan yang telah mengalami suatu kondisi


4

seperti yang telah disebutkan di atas, selain akan memberikan kontribusi yang

dinilai negatif juga akan mempengaruhi terhadap tingkat kepuasan kerja mereka

sehingga frekuensi pengunduran diri mereka dari perusahaan akan semakin tinggi.

Tabel 1.2
Data rekap Absensi April 2018 – Maret 2019

TanpaKeteranga
Bulan Sakit Ijin Terlambat
n
April 13% 11% 42% 34%
Mei 16% 13% 40% 31%
Juni 12% 25% 45% 18%
Juli 15% 25% 39% 21%
Agustus 15% 20% 40% 25%
September 20% 18% 38% 24%
Oktober 10% 22% 45% 23%
November 15% 19% 42% 24%
Desember 12% 15% 43% 30%
Januari 13% 24% 43% 20%
Februari 12% 18% 45% 25%
Maret 15% 20% 45% 20%
Sumber: Data PT. Indo Stationary Ritel Utama Tahun 2018-2019

Berdasarkan tabel 1.2, terlihat bahwa jumlah persentase terlambat dan

tanpa keterangan berada tertinggi dari pada sakit dan ijin, hal ini mengindikasikan

karyawan sudah berada pada level Burnout. Dengan kata lain bahwa kondisi stress

yang disebabkan adanya konflik peran yang terus menerus akan memacu

timbulnya suatu kondisi burnout yang berdampak negatif terhadap job outcomes.

PT. Indo Stationary Ritel Utama selama tiga tahun semakin mengalami

peningkatan, yaitu dari 2,13% pada tahun 2016 menjadi 7,22% pada tahun 2018.

Pada karyawan yang berada diperusahaan PT. Indo Stationary Ritel Utama setelah
5

peneliti melakukan wawancara karyawan merasa cepat lelah akibat banyaknya

pekerjaan yang harus dilakukan serta tekanan pekerjaan yang harus diselesaikan

segera, sedangkan motivasi yang diberikan kepada karyawan masih kurang. Hal

tersebut mengakibatkan hilangnya semangat dan kegairahan bekerja sehingga

karyawan tidak dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efesien. Jika

keadaan ini dibiarkan berlangsung lama, salah satu faktor yang menyebabkan

turnover intention tinggi adalah stres kerja.

Tabel 1.3
Target Perusahaan PT. Indo Stationary Ritel Utama 2017-2018
2017 2018
Bulan Target Omset Pencapaian Bulan Target Omset Pencapaian
Januari 2,353,539,956 1,994,532,710 Januari 2,134,150,000 1,886,688,280
Febuari 2,132,068,328 1,747,111,410 Febuari 1,869,409,209 1,705,722,852
Maret 1,958,559,542 1,665,209,550 Maret 1,784,401,711 1,754,497,123
April 1,835,206,590 1,485,794,480 April 1,578,054,627 1,493,039,419
Mei 1,840,882,355 1,250,840,440 Mei 1,345,622,627 1,451,571,431
Juni 1,607,162,760 1,341,032,840 Juni 1,422,491,634 1,382,230,692
Juli 4,325,308,995 3,722,056,880 Juli 3,948,816,283 3,573,940,063
Agustus 2,403,281,265 1,950,938,900 Agustus 2,070,734,974 1,805,259,221
Septembe Septembe
r 1,989,482,355 1,916,567,590 r 2,033,628,327 1,916,732,738
Oktober 1,948,172,487 1,798,461,791 Oktober 1,906,369,498 1,778,441,587
November 1,859,485,313 1,807,755,616 November 1,916,220,953 1,722,924,676
Desember 1,831,829,891 1,714,976,090 Desember 1,817,874,655 1,662,018,391
26,084,979,83 22,395,278,29 22,133,066,47
TOTAL 7 7 TOTAL 23,827,774,498 3
Sumber: Pra Survey PT. Indo Stationary Ritel Utama Tahun 2019

Berdasarkan tabel 1.3 dapat disimpulkan bahwa pada PT. Indo Stationary

Ritel Utama dalam 2 tahun terakhir tidak berhasil mencapai target yang

diinginkan. Hal ini mengindikasikan penyebab stress kerja yang terjadi di PT.

Indo Stationary Ritel Utama.


6

Pada penelitian Lu et al. (2017), menemukan bahwa stres kerja

berpengaruh positif terhadap turnover intention. Pada penelitian sewwandi D.V.S.

& Perere (2016), juga menemukan bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap

turnover intention. Dalam jangka pendek jika stres kerja dibiarkan dan tidak

mendapatkan penanganan dari perusahaan akan menyebabkan menurunnya

kinerja karyawan dan karyawan tidak dapat bekerja secara optimal. Sedangkan

dalam jangka panjang, karyawan yang tidak dapat mengendalikan tingkat stres

kerjanya akan membuat karyawan sakit atau bahkan mengundurkan diri dari

pekerjaannya ( turnover). Selain stres kerja faktor yang mempengaruhi turnover

intention adalah beban kerja. Beban kerja menjadi salah satu faktor penyebab

tingginya tingkat rasa intensi turnover, beban kerja sekumpulan atau sejumlah

kegiatan yang harus dikerjakan karyawan dalam jangka waktu tertentu dan

merupakan aspek yang harus diperhatikan oleh perusahaan, karena beban kerja

berpengaruh terhadap karyawan dalam meningkatkan produktifitas dan merasakan

kenyamanan dalam bekerja.

26,000,000,000
25,000,000,000
24,000,000,000
23,000,000,000
Series1
22,000,000,000
21,000,000,000
20,000,000,000
2015 2016 2017 2018

Gambar 1.1
Kinerja Perusahaan PT. Indo Stationary Ritel Utama 2015-2018
7

Berdasarkan grafik 1.1 kinerja yang dicapai PT. Indo Stationary Ritel

Utama mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal ini dapet terjadi karena

beberapa faktor diantaranya beban kerja yang tinggi diberikan kepada karyawan.

Sehingga karyawan tidak mampu memberikan kinerja yang baik terhadap

perusahaan. Menurut Permendagri No. 12/2008 adalah besaran pekerjaan yang

harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali

antara volume kerja dan norma waktu.Menurut penelitian,Suputra dkk (2018)

beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. Serta

menurut penelitian Irvianti &Verina (2015)beban kerja berpengaruh signifikan

terhadap turnover intention.

Turnover intention sangat berkaitan dengan kepuasan kerja. Hal ini

disebabkan karyawan dalam suatu perusahaan yang memiliki kepuasan kerja akan

cenderung lebih produktif, memberikan kontribusi terhadap sasaran dan tujuan

organisasi serta memiliki keinginan yang rendah untuk keluar dari perusahaan

(Harter et al, 2002). Penelitian diawal yang dilakukan peneliti dengan

mewawancarai 15 karyawan sehingga diperoleh data penyebab turnover intention

karyawan dipengaruhi dari permasalahan rendahnya tingkat kepuasan kerja yang

dirasakan oleh para karyawan. Karyawan merasakan beban kerja yang diberikan

tidak sesuai dengan imbalan yang diterima. Sehingga karyawan merasakan

ketidakpuasan dimana seharusnya karyawan mendapatkan motivasi, kerjasama

antar karyawan sehingga menghasilkan feedback yang baik bagi karyawan.


8

Tabel 1.4
Hasil Pra Survey
Indikator Ya Tidak
Dalam menjalankan pekerjaan, saya ditekan dengan
banyak peraturan. 9 6
Saya selalu dikejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
sampai selesai. 10 5
Kerja keras saya tidak sebanding dengan hasil yang saya
terima. 9 6
Perusahaan menetapkan target yang terlalu tinggi
sehingga memberatkan saya. 10 5
Saya Merasa memiliki kemampuan yang cukup untuk
melaksanakan pekerjaan saya. 4 11
Saya tidak pernah berpikir keluar dari perusahaan tempat
saya bekerja saat ini. 9 6
Tugas yang diberikan perusahaan membebani karyawan 12 3
Waktu kerja yang diberikan oleh perusahaan untuk
menyelesaikan pekerjaan 10 5
Karyawan merasa waktu istirahat yang diberikan kurang
dari seharusnya. 7 8
Ketidakpuasan karyawan menjadi beban dalam bekerja. 9 6
Sumber: Pra Survey PT. Indo Stationary Ritel Utama Tahun 2019

Berdasarkan tabel pra survey 1.4 dapat disimpulkan bahwa pada PT. Indo

Stationary Ritel Utama stres kerja muncul pada saat karyawan tidak mampu

memenuhi tuntutan yang diberikan perusahaan. Stres kerja dapat disebabkan oleh

adanya tugas yang terlalu banyak, supervisor yang kurang membantu, terbatasnya

waktu dalam mengerjakan pekerjaan,frustasi, perubahan tipe pekerjaan,

khususnya jika hal tersebut tidak umum, konflik peran dan target perusahaan yang

tidak tercapai. Dan beban kerja yang diberikan kepada karyawan dengan tingkat

yang tinggi, sehingga karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan dalam

jangka waktu tertentu. Karyawan merasa apabila diberikan beban kerja dengan

waktu tertentu akan membebani karyawan dan pekerjaan yang dilakukan tidak

berjalan dengan baik. Serta tingkat kepuasan kerja karyawan rendah.


9

Ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan yang diberikan yang tidak sesuai

dengan kemampuannya, kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan beban

kerja yang diberikan serta sikap seseorang terhadap pekerjaannya, dan hubungan

sosial ditempat kerja. Ketidakpuasan kerja telah sering diidentifikasikan sebagai

suatu alasan yang menyebabkan individu meninggalkan pekerjaannya. Penelitian

yang dilakukan Revilia dkk (2018) menunjukkan bahwa kepuasan kerja

bepengaruh negatif terhadap turnover intention. Penelitian I Gede Putra Arnanta

dan I Wayan Mudiartha Utama (2017) menunjukkan bahwa kepuasan kerja

bepengaruh negatif terhadap turnover intention. Hal ini bermakna bahwa apabila

kepuasan menurun maka turnover intention akan meningkat. Berdasarkan uraian

diatas, maka perlu melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Burnout, Stres

kerja, Beban Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan

Pada PT. Indo Stationary Retail Utama”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apakah burnout berpengaruh terhadap turnover intention karyawan pada

PT. Indo Stationary Retail Utama?

2. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan

pada PT. Indo Stationary Retail Utama?

3. Apakah beban kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan

pada PT. Indo Stationary Retail Utama?


10

4. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan

pada PT. Indo Stationary Retail Utama?

C. Tujuan dan Kontribusi Peneliti

1. Tujuan Peneliti

a. Menganalisa pengaruh burnout terhadap turnover intention

karyawan pada PT. Indo Stationary Retail Utama.

b. Menganalisa pengaruh stres kerja terhadap turnover intention

karyawan pada PT. Indo Stationary Retail Utama.

c. Menganalisa pengaruh beban kerja terhadap turnover intention

karyawan pada PT. Indo Stationary Retail Utama.

d. Menganalisa pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention

karyawan pada PT. Indo Stationary Retail Utama.

2. Kontribusi Penelitian

a. Kontibusi Akademik

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana informasi kepada para

akademisi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang

pengaruh burnout, stres kerja, beban kerja dan kepuasan kerja

terhadapturnover intention karyawan dalam suatu perusahaan.

Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi untuk

penelitian selanjutnya dalam bidang manajemen sumber daya

manusia.
11

b. Kontribusi Praktik

Sehingga informasi tambahan serta masukan bagi perusahaan

dalam menetapkan suatu kebijakan dan strategi dibidang

manajemen sumber daya manusia. Penelitian ini juga diharapkan

dapat menambah wawasan pengetahuan dan menjadi sebuah

refrensi untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam

khususnya dalam burnout, stres kerja, beban kerja, kepuasan kerja

dan turnover intention.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

1.1. Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia

Salah satu sumber daya yang penting dalam manajemen adalah

sumber daya manusia atau human resources. Apapun bentuk serta

tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk

kepentingan manusia. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam lingkup

bisnis, adalah orang yang bekerja dalam suatu organisasi yang sering

disebut karyawan. Sumber Daya Manusia ini merupakan asset yang

paling berharga dalam perusahaan, tanpa karyawan maka sumber daya

perusahaan lainnya tidakakan dapat menghasilkan laba atau menambah

nilainya sendiri.

Menurut Rivai dan Sagala (2009:1) Manajemen Sumber Daya

Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum

yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

dan pengendalian. Dan, menurut Herman (2008:6), Manajemen Sumber

Daya Manusia didefinisikan sebagai suatu strategi organisasi dalam

menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu Planning, Organizing,

Leading and Controlling dalam setiap aktivitas atau fungsi operasional

SDM mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan

pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, penilaian kinerja,

12
13

pemberian kompensasi, hubungan industrial hingga pemutusan

hubungan kerja yang ditunjukkan bagi peningkatan kontribusi produktif

dari SDM organisasi terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih

efektif dan efesien.

Jadi, pengertian manajemen disini adalah mengelola sumber

daya manusia, bukan materi atau finansial. Manajemen sumber daya

manusia merupakan cabang ilmu manajemen yang memusatkan

perhatian dan pengelolaannya pada masalah kepegawaian dan hal-hal

yang mempengaruhinya. Sumber daya manusia dalam organisasi perlu

dikelola secara professional agar terwujudnya keseimbangan antara

kebutuhan SDM dengan tuntutan organisasi.

1.2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Herman (2008:10) yaitu:

1. Tujuan Organisasional

Ditunjukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber

daya manusia (MSDM) dalam memberikan kontribusi pada

pencapaian efektivitas organisasi. Walaupun secara formal suatu

departemen sumber daya manusia diciptakan untuk dapat

membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap

bertanggung jawab terhadap kinerja karyawan. Departemen sumber

daya manusia membantu para manajer dalam menangani hal-hal

yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

2. TujuanFungsional
14

Ditunjukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada

tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya

manusia menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya

manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat kebutuhan

organisasi.

3. TujuanSosial

Ditunjukan untuks ecara etis dan social merespon terhadap

kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui

tindakan meminimalisir dampak negatife terhadap organisasi.

Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber daya nya bagi

keuntungan masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.

4. Tujuan Personal

Ditunjukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian

tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi

kontribusi individual terhadap organisasi. Tujuan personal

karyawan harus dipertimbangan jika para karyawan harus

dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi. Jika tujuan personal

tidak dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat

menurun dan karyawan dapat meninggalkan organisasi

1.3. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2013:21), menjelaskan secara singkat fungsi-

fungsi manajemen SDM sebagai berikut:


15

1. Perencanaan (Planing)

Merencana kentenagakerja secara efektif dan efesien agar sesuai

dengan kebutuhan perusahaan dalam mewujudkan tujuan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan

hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga

kerja yang dipersiapkan.

3. Pengarahan (Directing)

Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerjasama dan

bekerja secara efektif dan efesien dalam membantu tercapainya

tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

4. Pengendalian (Controlling)

Kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-

peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.

5. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement)

Proses penarikan, sleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk

mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

6. Pengembangan (Development)

Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan

moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

7. Kompensasi (Compensation)
16

Pemberian balas jasa langsung (direct), dan tidak langsung

(indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa

yang diberikan kepada perusahaan.

8. Pengintegrasian (Integration)

Kegiatan untuk mempersiapkan kepentingan perusahaan dan

kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling

menguntungkan.

9. Pemeliharaan (Maintenance)

Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,

mental, dan loyalitas karyawan agar mereka mau bekerja sama

sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan

program kesejahteraan yang berdasarkan sebagian besar kebutuhan

karyawannya.

10. Kedisiplinan (Discipline)

Keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan

perusahaan dan norma-norma social.

11. Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (Separation)

Putusnya hubungan kerja seseorangan dari suatu perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja ini dapat disebabkan oleh keinginan

karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun

dan sebab-sebab lainnya.

Fungsi-fungsi sumber daya manusia diatas saling mempengaruhi

satu sama lain. Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi
17

maka akan mempengaruhi fungsi yang lain. Fungsi-fungsi manajeman

sumber daya manusia tersebut ditentukan oleh profesionalisme

departemen sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan yang

sepenuhnya dapat dilakukan untuk membantu pencapaian sasaran-

sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan

2. Turnover intention

2.1. Pengertian Turnover intention

Mathis dan Jackson (2011:159) mengemukakan turnover

intention itu adalah suatu proses ketika karyawan meninggalkan suatu

organisasi dan meninggalkan suatu posisi pekerjaan dan dimana posisi

tersebut harus digantikan oleh orang lain.

Robbins dan Judge dalam Diana Angelica (2015), menyatakan

bahwa : “Turnover intention adalah kecenderungan atau tingkat dimana

seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan

perusahaan baik secara sukarela maupun tidak sukarela yang

disebabkan karena kurang menariknya pekerjaan saat ini dan

tersedianya alternative pekerjaan lain.

Menurut Mobley dalam Nurul Iman (2011:55) “Turnover

intention adalah hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan

hubungannya dengan perusahaan dimana dia bekerja namun belum

diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi.


18

Ridlo (2012) mengungkapkan definisi intention to leave yaitu

niat karyawan untuk meninggalkan organisasi secara hasrat disengaja

dan secara sadar dari diri karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Kesimpulannya turnover intention adalah kecenderungan atau

niat seorang individu untuk meninggalkan organisasi atau perusahaanse

cara sukarela tetapi belum sampai kepada tahap realisasi (melakukan

perpindahan kerja keperusahaan lain). Turnover intention disebut juga

sebagai kadar atau intensitas dari keinginan seseorang untuk keluar dari

perusahaan.

2.2. Faktor – faktor Turnover intention

Ridlo (2012:5) menjabarkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi turnover intention, diantaranya:

a. Usia

Pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi

dari pada pekerja-pekerja yang lebih tua. Penelitian-penelitian

terdahulu menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara

usia dan turnover intention kearah yang negatif. Artinya,

semakin tinggi usia seseorang, maka semakin rendah pula

intensiturn overnya. Hal ini disebabkan karena mereka masih

memiliki keinginan untuk mencoba-coba pekerjaan atau

organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan dirilebih

besar melalui cara coba-coba tersebut.


19

b. Lama Kerja

Semakin lama masa kerja maka semakin rendah kecenderungan

turnovernya. Turnover lebih banyak terjadi pada karyawan

dengan masa kerja lebih singkat Pada umumnya, karyawan yang

dapat bertahan lama bekerja di suatu perusahaan, merupakan

karyawan yang berhasil menyesuaikan dirinya dengan

perusahaan dan pekerjaannya. Mereka akan mempunyai rasa

tanggung jawab lebih besar dari pada karyawan baru. Akibatnya

secara langsung mereka enggan untuk berpindah pekerjaan atau

perusahaan.

c. Tingkat Pendidikan dan Intelegensi

Tingkat pendidikan berpengaruh pada dorongan untuk

melakukan turnover. Karyawan yang mempunyai tingkat

intelegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas

yang sulit sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah

merasa gelisah akan tanggung jawab yang diberikan padanya

dan merasa tidak aman.

d. Keikatan terhadap perusahaan

Semakin tinggi keikatan seseorang terhadap perusahaannya akan

semakin kecil turnover intention atau intension tukberpindah

bekerja. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah keikatan

karyawan terhadap perusahaan maka semakin tinggi tingkat

turnover intention.
20

e. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada dasar nya merupakan sesuatu yang bersifat

individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang

berbeda – beda sesuai dengan system nilai yang berlaku pada

dirinya. Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variable

psikologi yang paling sering diteliti dalam suatu model intention

to leave.

f. Budaya perusahaan

Budaya perusahaan yang kuat memiliki pengaruh yang cukup

besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung

mengurangi turnover. Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama

sebuah organisasi atau perusahaan sangat dipegang teguh dan

tertanam pada seluruh karyawannya.

Mobley dalam Ridlo (2012:121) menyatakan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berpindah ditentukan oleh :

1. Faktor-faktor keorganisasian, meliputi :

a. Besar kecilnya organisasi, ada hubungannya dengan pergantian

karyawan yang tidak bergitu banyak, karena organisasi-

organisasi yang lebih besar mempunyai kesempatan-kesempatan

mobilitas intern yang lebih banyak, seleksi personalia yang

canggih dan proses-proses manajemen sumber daya manusia,

system imbalan yang lebih bersaing, serta kegiatan-kegiata

npenelitian yang dicurahkan bagi pergantian karyawan.


21

b. Besar kecilnya unit kerja, mungkin juga berkaitan dengan

pergantian karyawan melalui variabel-variabel lain seperti

keterpaduan kelompok, personalisasi, dan komunikasi. Ada

tanda-tanda yang menunjukan bahwa unit-unit kerja yang lebih

kecil, terutama pada tingkat tenaga kerja kasar, mempunyai

tingkat pergantian karyawan yang lebih rendah.

c. Penggajian, para peneliti telah memastikan bahwa ada hubungan

yang kuat antara tingkat pembayaran dan laju pergantian

karyawan. Selain itu factor penting yang menentukan variasi-

variasi antar industri dalam hal pelepasan sukarela adalah

tingkat penghasilan yang relatif. Pergantian karyawan ada pada

tingkat tertinggi dalam industri-industri yang membayar rendah.

d. Bobot pekerja, masalah pokok ini banyak mendapatkan

perhatian dalam bagian berikut mengenai variabel-variabel

individual karena adanya dugaan bahwa tanggapan-tanggapan

keperilakuan dan sikap terhadap pekerjaan sangat tergantung

pada perbedaan-perbedaan individual. Dalam hal inip erhatian

dipusatkan pada kumpulan hubungan antara pergantian

karyawan dan ciri-ciri pekerjaan tertentu, termasuk rutinitasi

atau pengulangan tugas, autonomi atau tanggung jawab

pekerjaan.

e. Gaya penyeliaan, sebuah telaah mendapati bahwa terdapa

ttingkat pergantian karyawan yang tertinggi dalam kelompok-


22

kelompok kerja dimana mandornya atau supervisor acuh tak

acuh, tanpa mempedulikan tingkat strukturnya. Selain itu

didapati bahwa kurangnya pertimbangan kepenyeliaan

merupakan alas an nomor dua yang paling banyak dikatakan

sebagai penyebab pemberhentian karyawan.

2. Faktor-faktor individual, meliputi :

a. Kepuasan terhadap pekerjaan, kepuasan ini dapat dikonsepsikan

sebagai ketidaksesuaian antara apa yang dinilai oleh individu

dengan apa yang disediakan oleh situasi.

b. Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh, menunjukkan

bahwa semakin kecil perasaan puas terhadap pekerjaan itu,

semakin besar keinginan untuk keluar.

c. Pembayaran, hubungan tingkat pembayaran dan laju pergantian

karyawan berpengaruh cukup erat. Karyawan yang merasa

bahwa imbalan yang ia terima tidak sesuai dengan usaha yang

telah di berikan, maka akan memicu keinginan karyawan

tersebut untuk berpindah dari tempat kerjanya.

d. Promosi, kurangnya kesempatan promosi dinyatakan sebagai

alasan pengunduran diri yang utama. Mengetahui aspirasi-

aspirasi karier dan kesempatan promosi seseorang akan menjadi

harapan-harapan terhadap karir yang dapat berinteraksi dengan

kepuasan dalam mempengaruhi pergantian karyawan.


23

e. Bobot pekerjaan, merupakan satu diantara korelasi-korelasi

kepuasan yang cukup kuat dalam hubungannya dengan

pergantian karyawan.

f. Kerabat - kerabat kerja, hubungan kerabat kerja mempunyai

berbagai dimensi dan mencerminkan kepentingan-kepentingan

dalam pekerjaan, perbedaan individual, serta hubungan antara

peralatan dan individu.

g. Lingkungan kerja, dapat meliputi lingkungan fisik maupun

sosial. Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu, cuaca,

kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan. Sedangkan

lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan

kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang

diterima, hubungan kerja se-profesi, dan kualitas kehidupan

kerjanya. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi laju pergantian

karyawan. Hal ini dapat disebabkan apabila lingkungan kerja

yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman sehingga

menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi apabila

lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka

akan membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan

menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut.

2.3. Jenis - jenis Turnover intention

Secara umum karyawan yang keluar dari perusahaan biasanya

disebabkan oleh duahal (Kasmir, 2016:321), yaitu:


24

1. Diberhentikan

Diberhentikan maksudnya adalah karyawan diberhentikan

dariperusahaan disebabkan oleh berbagai sebab, misalnya telah

memasuki usia pensiun, atau mengalami cacat sewaktu bekerja,

sehingga tidak mampu lagi bekerja. Untuk yang pensiun

alasannya karena sudah memasuki usia pensiun, sedangkan

yang dipensiunkan karena cacat, karena dianggap sudah tidak

atau kurang memiliki kemampuan, sehingga tidak mampu lagi

bekerja seperti semula. Kemudian diberhentikan juga dapat

dilakukan perusahaan karena karyawan melakukan perbuatan

yang telah merugikan perusahaan, misalnya kasus penipuan,

pencurian atau hal-hal yang merugikanlainnya.

2. Berhenti sendiri

Artinya karyawan berhenti dengan keinginan atau

permohonannya sendiri untuk keluar dari perusahan, tanpa

campur tangan pihak perusahaan. Alasan pemberhentian ini

juga bermacam-macam, misalnya karena masalah lingkungan

kerja yang kurang kondusif, kompensasi yang kurang, atau

jenjang karir yang tidak jelas atau ketidaknyamanan lainnya.

Alasan seperti ini terkadang tidak dapat diproses oleh pihak

sumber daya manusia dan berusaha untuk dipertahankan

dengan pertimbangan berbagai hal, misalnya kemampuan

karyawan masih dibutuhkan. Namun jika karyawan tersebut


25

merasa tidak diperlukan tenaganya, maka segera akan diproses

untuk diberhentikan, karena jika karyawan yang sudah minta

berhenti dan tetap dipertahankan, akan mengakibatka nmotivasi

kerjanya lemah dan berdampak kepada kinerjanya. Bahkan

banyak kasus terkadang karyawan tersebut membuat ulah yang

dapat mengganggu operasi perusahaan.

2.4. Dimensi dan Indikator Turnover intention

Menurut Mobley (2011), dimensi dan indikator turnover intention

adalah sebagai berikut :

1) Faktor Eksternal

a) Aspek Lingkungan

Aspek ini tersedianya pilihan-pilihan pekerjaan lain dapat

menjadi faktor untuk kemungkinan keluar.

b) Aspek Individu

Dalam aspek ini, usia muda, jenis kelamin dan masa kerja

lebih singkat , besar kemungkinannya untuk keluar.

2) Faktor Internal

a) Budaya Organisasi

Kepuasan terhadap kondisi-kondisi kerja dan kepuasan

terhadap kerabat-kerabat kerja merupakan faktor yang dapat

menimbulkan turnover.
26

b) Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, kepuasan terhadap pemimpin dan

variabel-variabel lainnya seperti sentralisasi merupakan

faktor yang menentukan turnover.

c) Kompensasi

Penggajian dan kepuasan terhadap pembayaran merupakan

faktor-faktor yang dapat menentukan turnover.

d) Kepuasan Kerja

Kepuasan terhadap pekerjaan, secara menyeluruh dan

kepuasan terhadap bobot pekerjaan merupakan faktor yang

dapat menentukan turnover.

e) Karir

Kepuasan terhadap promosi merupakan salah satu faktor

yang dapat menentukan turnover.

3. Burnout

3.1. Pengertian Burnout

Burnout merupakan fenomena cukup baru di dalam bidang ilmu

psikologi. Pemahaman tentang konsep burnout ini sebenarnya telah ada

sejak lama, tetapi pada tahun 1974 permasalahan burnout baru menjadi

bahan kajian oleh para ahli psikologi. Istilah burnout pertama kali

diperkenalkan oleh Herbert Freudenberger. Menurut Freudenberger

(Priansa 2017:259), burnout merupakan suatu bentuk kelelahan yang

diakibatkan karena seseorang bekerja terlalu intens, berdedikasi dan


27

berkomitmen tinggi, bekerja terlalu banyak dan terlalu lama, memandang

kebutuhan dan keinginan mereka sebagai hal kedua.

Menurut Griffin (Priansa 2017:260) menyatakan burnout adalah

perasaan letih (secara fisik dan mental) yang mungkin muncul saat

seseorang mengalami stress yang terlalu parah dalam jangka waktu yang

lama.

Menurut Santrock (Priansa, 2017:260) menyatakan bahwa

burnout perasaan putusasa dan tidak berdaya, yang diakibatkan oleh stress

berlarut-larut yang berkaitan dengan pekerjaan.

Maslach (Priansa, 2017:259) menyatakan bahwa burnout

merupakan keadaan seseorang yang merasakan adanya ketegangan

emosional saat bekerja sehingga dapat menyebabkan seseorang tersebut

menarik diri secara psikologis dan menghindari diri untuk terlibat.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

burnout adalah suatu kondisi dari karyawan dimana karyawan tersebut

mengalami kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan

yang rendah terhadap dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya

akibat dari stress kerja yang berkepanjangan.

3.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Burnout

Menurut Maslach & Leiter (2001 dalam Priansa 2017:266),

terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya burnout pada

karyawan, diantaranya:
28

a. Beban Kerja

Beban kerja yang dimaksud meliputi apa dan seberapa banyak

tugas yang dilakukan oleh karyawan. Pekerjaan yang lebih

sering dilakukan, permintaan tugas yang berlebihan, dan

pekerjaan yang lebih komplek dapat menyebabkan burnout.

b. Kekurangan control

Merupakan kemampuan untuk mengatur prioritas pekerjaan

sehari-hari, memilih pendekatan untuk melakukan pekerjaan,

dan membuat keputusan dalam menggunakan sumber daya nya

untuk menjadi karyawan yang profesional. Jika karyawan

memiliki kontrol yang rendah maka mudah terkena burnout.

c. Ketidakcukupan Upah

Karyawan berharap bahwa pekerjaan yang dilakukannya dapat

menghasilkan imbalan berupa uang, prestige, dan keamanan.

Namun, ketika hal itu dinilai belum mencukupi kebutuhan

karyawan, maka karyawan tersebut akan mudah terkena

burnout.

d. Perselisihan Antar Komunitas

Gangguan dalam komunitas di tempat kerja yang dapat memicu

burnout yang meliputi konflik dengan rekan kerja, dukungan

sosial, perasaan terisolasi, serta perasaan bekerja secara terpisah

dan merasa kurang kerja sama.


29

e. Tidak Adanya Kejujuran / Keadilan

Ketiadaan keterbukaan meliputi tiga aspek yaitu tidak adanya

kepercayaan, keterbukaan, dan rasa hormat. Hal tersebut

berpengaruh langsung terhadap burnout.

f. Nilai Konflik

Nilai-nilai yang bertentangan antara karyawan dengan

pekerjaannya dapat memicu terjadinya burnout karyawan.

Menurut Schultz & Schultz (Margani,2011) terdapat tiga

kelompok faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan sindrom burnout,

yaitu faktor demografi, faktor organisasional dan faktor individual atau

kepribadian.

1. Faktor Demografi

Faktor demografi meliputi

a. Usia

Individu yang berusia dibawah 40 tahun lebih rentan terkena

burnout. Hal ini disebabkan umumnya tenaga kerja yang berusia

lebih muda dipenuhi oleh berbagai harapan yang terkadang

kurang realistic untuk dicapai, sedangkan tenaga kerja yang

berusia lebih tua umum nya matang dan stabil sehingga memiliki

harapan yang lebih realistik.

b. Jenis Kelamin
30

Perempuan umumnya lebih sering mengalami kelelahan

emosional, sedangkan laki-laki mengalami depersonalisasi. Laki-

laki lebih rentan terkena burnout disbanding perempuan. Namun

jenis kelamin bukan merupakan prediktor yang signifikan pada

proses terjadinya burnout.

c. Status Pernikahan

Status pernikahan berpengaruh pada burnout. Profesional yang

berstatus lajang lebih rentan terhadap burnout.

d. Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja

Tingkat pendidikan dan masa kerja yang semakin tinggi, akan

menimbulkan kecenderungan burnout dalam diri individu.

Tingkat pendidikan dan masa kerja berpengaruh positif terhadap

burnout, karena kedua factor ini akan mempengaruhi harapan

individu terhadap organisasi. Ketika harapan tidak tercapai, maka

individu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk

mengalami burnout.

2. Faktor Organisasional

Faktor organisasional yang menyebabkan terjadinya burnout antara

lain :

a. Beban Kerja

Beban kerja merupakan jumlah tugas yang harus diselesaikan

oleh individu dan derajat kesulitan tugas tersebut.

b. Konflik Peran
31

Konflik peran terjadi pada saat adanya tuntutan yang tidak sejalan

dengan diri individu.

c. Ambiguitas Peran

Ambiguitas peran terjadi pada saat individu tidak memiliki

informasi yang memadai untuk menyelesaikan kinerja. Adanya

beban kerja, konflik peran, ambiguitas peran akan membuat

individu sulit memenuhi tuntutan yang ada secara kuat sehingga

mengalami kelelahan emosional.

d. Dukungan rekan kerja yang kurang

e. Atasan yang tidak mendukung

3. Faktor Individual atau Kepribadian`

Faktor individual atau kepribadian yang terkait dengan burnout

antara lain :

a. Kurangnya ketangguhan (lack of hardiness)

Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun

mengalami kejadian-kejadian yang penuh stres. Orang yang

berpribadi kurang tangguh lebih mudah terkena stres daripada

yang berpribadi tangguh (hardiness).

b. Lokus kontrol yang berorientasi eksternal

Individu dengan external locus of control meyakini bahwa

keberhasilan dan kegagalan yang dialami disebabkan dari

kekuatan diluar dirinya. Individu ini juga meyakini bahwa dirinya

tidak berdaya terhadap situasi, sehingga mudah menyerah dan


32

bila berlanjut akan menimbulkan sikap apatis terhadap

pekerjaaan. Dengan demikian external locus of control cenderung

lebih mudah terkena burnout dibanding dengan individu yang

memiliki internal locus of control.

c. Perilaku tipe A

Ciri-ciri tipe A yaitu memiliki orientasi persaingan prestasi,

berjuang melawan waktu dan tidak sabaran. Individu dengan tipe

A cenderung lebih mudah terkena burnout.

d. Kurangnya kontrol diri

Kontrol berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan

emosi, keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima

secara sosial. Individu yang kurang memiliki kontrol diri lebih

mudah terserang burnout.

e. Hargadiri yang rendah

Individu yang memiliki harga diri rendah, ia merasa tertekan di

dalam kehidupannya dan merasa dirinya tidak berguna, tidak

berharga dan menyalahkan diri sendiri atas ketidaksempurnaan

dirinya. Ia cenderung tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu

pekerjaan atau tidak yakinakan ide-ide yang dimilikinya. Individu

yang memiliki harga diri yang rendah lebih mudah terkena

burnout.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang

mempengaruhi burnout terdiri dari factor eksternal dan faktor internal.


33

Faktor eksternal terdiri dari tekanan pekerjaan, dukungan sosial,

karakteristik pekerjaan, imbalan yang diberikan tidak mencukupi, konflik

peran dan ambiguitas peran. Sedangkan faktor internal terdiri dari

karakteristik/kepribadian, harga diri, usia, jenis kelamin, status

pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja.

3.3. Dimensi dan Indikator Burnout

Indikator burnout menurut Priansa (2017) adalah sebagai

berikut:

1. Kelelahan fisik, seperti susah tifur, serangan sakit kepala, kurangnya

nafsu makan dan individu merasakan anggota badan yang sakit.

2. Kelelahan emosional, seperti depresi, mudah marah, cepat

tersinggung.

3. Kelelahan mental, seperti bersikap sinis terhadap orang lain.

4. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, seperti individu tidak

pernah merasa puas dengan hasil kerja diri sendiri.

5. Depersonalisasi, seperti menjauhnya individu dari lingkungan sosial,

apatis,dan tidak pedulidengan lingkungandan orang-orang

disekitarnya.

4. Stres Kerja

4.1. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja menurut Handoko (2011:200) adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan


34

seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para

karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Rivai (2010:1008) mengemukakan tentang stress kerja adalah

kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik

dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi

seseorang karyawan.

Menurut Moorhead dan Griffin (2013:175), menyatakan bahwa

stress kerja yaitu sebagai responadaptif seseorang terhadap rangsangan

yang menempatkan tuntutan psikologis atau fisik secara berlebihan

kepadanya.

Menurut Robbins dan Judge (2013: 597) , menyatakan stres

kerja merupakan sebuah kondisi dinamis di mana seorang individu

dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan atau sumber daya yang terkait

dengan kondisi lingkungan, kondisi organisasi dan pada diri seseorang.

Menurut Hasibuan (2016:76) mengungkapkan bahwa stres kerja

adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses

berpikir, dan kondisi seseorang.

Berdasarkan beberapa definisi tentang stres kerja di atas, dapat

disimpulkan bahwa stres kerja adalah sebuah interaksi antarain dividu

dengan lingkungan kerjanya yang dapat mengancam dan mempengaruhi

kondisi fisik serta kondisi psikologis pada karyawan.

4.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi stress kerja


35

Robbins (2015:371) mengungkapkan tiga faktor yang menjadi

sumber stres yang potensial, yaitu:

1. Faktor Lingkungan

Ketidakpastian lingkungan akan mempengaruhi desain dari struktur

organisasional, hal ini juga memengaruhi level stres individu di

dalam organisasi tersebut. Tentu saja, ketidakpastian merupakan

alasan terbesar individu-individu yang memiliki masalah dalam

mengatasi perubahan organisasional.

2. Faktor Organisasional

Terdapat beberapa faktor organisasional yaitu:

a. Tuntunan Tugas

Terkait dengan pekerjaan dari individu, yaitu meliputi desain

pekerjaan (tingkat kemandirian, variasi tugas, tingkat

otomatisasi), kondisi kerja, dan tata ruang kerja secara fisik.

Bekerja dalam ruangan yang sangat penuh dengan kesesakan

orang atau lokasi yang terpapar kebisingan dan gangguan secara

konstan dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Sebagaimana

layanan konsumen tumbuh menjadi sangat lebih penting, maka

kerja emosional menjadi sebuah sumber stres.

b. Tuntutan Peranan

Terkait dengan tekanan yang ditempatkan pada individu sebagai

fungsi dari peranan tertentu dalam organisasi. Konflik peran

menciptakan ekspektasi yang akan sulit untuk mendamaikan atau


36

memuaskannya. Beban peran yang berlebihan terjadi ketika

individu diharapkan untuk melakukan lebih banyak hal daripada

batas waktu yang ada. Ketidakjelasan peranan berarti bahwa

ekspektasi peran tidak secara jelas dipahami dan individu tidak

yakin apa yang harus dilakukan.

c. Tuntuan Interpersonal

Terkait dengan tekanan yang diciptakan oleh para karyawan

lainnya. Kurangnya dukungan social dari para kolega dan

hubungan interpersonal yang buruk dapat menyebabkan stres,

terutama di antara karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.

Pertumbuhan riset yang sanga tcepat juga menunjukkan bahwa

perilaku dari rekan dan supervisor yang negatif, meliputi

perkelahian, intimidasi, ketidaksopanan, pelecehanrasial, dan

pelecehan seksual, sangat kuat terkait dengan stres di tempat

kerja.

3. Faktor Pribadi

Faktor pribadi terkait dengan permasalahan keluarga,

permasalahan ekonomi pribadi, dan karakteristik kepribadian yang

inheren. Hubungan keluarga, kesulitan pernikahan, putusnya

hubungan yang dekat.

Gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan sebenarnya

berpangkal di dalam kepribadian seseorang. Apabila individu

memiliki sebuah karakteristik dalam diri untuk melawan suatu


37

kejadian yang menyebabkan stres dan tetap dapat berkomitmen

terhadap aktivitas dalam kehidupannya, individu tersebut akan

mampu menetralisir stress kerja yang dialaminya.

4.3. Dimensi dan Indikator Stres Kerja

Menurut Robbins (2014), mengemukakan indikator stres kerja, yaitu :

1. Tuntutan Tugas

Merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang seperti

kondisi kerja dan tata kerja letak fisik

2. Tuntutan Peran

Berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai

suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam suatu organisasi.

3. Struktur Organisasi

Apabila bentuk dan struktur organisasi kurang jelas dan terjadi dalam

jangka waktu yang cukup lama, maka hal tersebut dapat menjadi

sumber stres. Posisi individu dalam suatu struktur organisasi juga dapat

menggambarkan bagaimana tingkat stres yang dialami.

4. Sikap Pimpinan

Sikap pimpinan terhadap karyawan dapat menjadi sumber stres bagi

karyawannya. Apabila seorang atasan tidak memberikan perhatian yang

baik kepada para karyawannya maka karyawan akan merasa tertekan

dan merasa tidak diperhatikan.

4.4. Upaya Penanggulangan Stres Kerja


38

Menurut Sondang P. Siagian (2014: 302) terdapat beberapa upaya

penanggulangan stress adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para

karyawan menghadapi berbagai stress.

2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan

sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta

bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres.

3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap

timbulnya gejala gejala stres di kalangan para bawahannya dan

dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stress itu

berdampak negatif.

4. Melatih para karyawan untuk mengenali dan menghilangkan

sumber sumber stres.

5. Terus menerus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan

sehingga mereka benar benar di ikutsertakan untuk mengatasi

stres yang dihadapinya.

6. Memantau terus menerus kegiatan kegiatan organisasi sehingga

kondisi yang dapat menjadi sumber stress dapat diidentifikasikan.

7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja

sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari

kondisi kerja dapat dihindari.


39

5. Beban Kerja

5.1. Pengertian Beban Kerja

Menurut Munandar (2013:383), beban kerja adalah suatu

kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan

pada batas waktu tertentu. Sedangkan menurut Hart dan Staveland, dalam

Tarwaka (2013:106) menyatakan bahwa beban kerja merupakan suatu

yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja

dimana digunakan sebagai tempat kerja. Beban kerja kadang-kadang di

definisikan secara operasional pada faktor-faktor seperti tuntutan tugas

dan upaya-upaya yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan. Lain halny

adengan Danang Sunyoto (2013:64), beban kerja adalah yang terlalu

banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga

menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang

dituntut tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja

mungkin terlalu banyak dan sebagainya. Sedangkan menurut Sutarto

(2013:122), beban aktivitas satuan organisasi atau beban kerja masing-

masing pejabat atau karyawan hendaknya merata sehingga dapat

dihindarkan adanya satuan organisasi yang terlalu banyak aktivitasnya

dan ada satuan organisasi terlalu sedikit aktivitasnya demikian pula dapat

dihindarkan adanya pejabat atau karyawan yang terlalu bertumpuk-

tumpuk tugasnya dan ada pejabat atau karyawan yang sedikit beban

kerjanya sehingga nampak teralalu banyak mengganggur.


40

Sehingga dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah sebuah

proses yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesai kan tugas-tugas

suatu pekerjaan dalam suatu jangka waktu tertentu.

5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja menurut

Manuaba dalam Tarwaka (2013:130), beban kerja dipengaruhi oleh 2

faktor yaitu:

1. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja,

seperti:

a. Tugas

Meliputi tugas bersifat seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat

kerja, sikap kerja. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi,

tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerjaan dan

sebagianya.

b. Organisasi Kerja

Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, system

kerja.

c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan

kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja

psikologis.

2. Faktor Internal

Faktor internal adalah aktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari

reaksi beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stresor, meliputi


41

faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi,

kondisi kesehatan dan sebagainya) dan faktor psikis (motivasi,

persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan dan sebagainya)

5.3. Dimensi dan Indikator Beban Kerja

Menurut Tarwaka (2015) dimensi beban kerja adalah sebagai berikut:

1. Beban Waktu (time load) menunjukkan jumlah waktu yang tersedia

dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas meliputi:

a. Terlalu banyak waktu lembur

b. Hampir tidak pernah ada waktu luang

2. Beban usaha mental (mental effort load), yang berarti banyaknya usaha

mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan, Indikator meliputi:

a. Sangat sedikit diperlukan usaha secara mental dengan panuh

kesadaran atau sangat sedikit diperlukan konsentrasi

b. Cukup diperlukan usaha secara mental dengan kesadaran atau

diperlukan cukup konsentrasi

c. Sangat diperlukan usaha mental dan konsentrasi tinggi aktivitas

yang sangat kompleks sehingga diperlukan perhatian penuh.

6. Kepuasan Kerja

6.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu

terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang

tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan sebaliknya


42

apabila karyawan tidak puas dengan pekerjaannya, karyawan tersebut

akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.

Siagian (2013:295) mengatakan bahwa Kepuasaan kerja

merupakan suatu cara pandang seseorang baik yang positif maupun

negative tentang pekerjaannya. Edi Sutrisno (2014:75) mengemukakan

bahwa Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan

atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan

mereka. Kepuasan kerja mencerminka nperasaan seeorang terhadap

terhadap pekerjaannya.

Wilson Bangun (2012:327) menyatakan Kepuasan kerja adalah

ketika seorang pegawai dapat merasakan pekerjaannya apakah

menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Seorang

karyawan akan merasa nyaman dan tinggi loyalitas nya pada perusahaan

apabila memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan.

Menurut Sierma & Saragih (2010:145), kepuasan kerja adalah

sikap yang ditunjukkan karyawan terhadap pekerjaan dan situasi kerja

yang mereka hadapi. Menurut Keits Devis dalam buku A A Anwar

Mangkunegara (2011:117) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah

“Job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employees

view their work.” Artinya adalah perasaan menyokong atau tidak

menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja.


43

Robbins dan Judge (2012:99) mendefinisikan Kepuasan Kerja

sebagai perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan

dampak/hasil evaluasi dari berbagai aspek pekerjaan tersebut.

Secara sederhana kepuasan kerja dapat disimpulkan sebagai apa

yang membuat orang-orang menginginkan dan menyenangi pekerjaan

karena mereka merasa bahagia dalam melakukan pekerjaannya.

6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Gilmer (1996) dalam Edy Sutrisno (2014:77), faktor-

faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan

untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan

selama kerja.

2. Kemauan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan

kerja bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat memengaruhi

perasaan karyawan selama kerja.

3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidak puasan dan jarang

orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang

yang diperolehnya.

4. Perusahaan dan manajemen.

Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu

memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil.

5. Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat

berakibat absensi dan turnover.


44

6. Faktor Instrinsik dan pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan

mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta

kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi

kepuasan.

7. Kondisi kerja. Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi,

penyiaran, kantin, dan tempat parkir.

8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang

sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang

puas atau tidakpuas dalam kerja.

9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antarkaryawan dengan pihak

menejemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya.

Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau

mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi

karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas

terhadap kerja.

10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pension atau perumahan

merupakan standard suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan

menimbulkan rasa puas.

6.3. Teori Kepuasan Kerja

Teori tentang kepuasa nkerja yang cukup dikenal dalam Sunyoto (2012:

26) adalah:

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory) dari Porter. Teori ini

mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih


45

antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.

Apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka

akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy yang

positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara

sesuatu yang dianggapakan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori Keadilan (Equity Theory) dari Adam. Teori ini dikembangkan

oleh Adam yang mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau

tidakpuas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam

suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen

utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan

ketidakadilan.

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) dari Herzberg. Teori ini

dikembangkan oleh Herzberg dan menurut teori ini kepuasan kerja

dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan

dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang

berkelanjutan. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi

dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies.

4. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory) dari

Schaffer. Kepuasan kerja karyawan tergantung pada terpenuhi atau

tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas apabila

ia mendapatkan sesuatu yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan

karyawan yang terpenuhi maka akan semakin puas karyawan

tersebut, begitu sebaliknya.


46

5. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory) dari

Alderfer. Teori ini mengatakan bahwa kepuasan karyawan itu tidak

tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga tergantung

pada pandangan dan pendapat kelompok, yang oleh para karyawan

dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut

dijadikan tolak ukur untuk menilai diri maupun lingkungannya.

6. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) dari Victor Vroom.

Menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu produk dari cara

seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran seseorang tersebut

memungkinkan adanya aksi tertentu yang menuntunnya. Harapan

merupakan motivasi yang meningkatkan dorongan dalam diri

karyawan untuk melakukan aksi dalam mencapai tujuannya. Aksi

dapat dilakukan oleh karyawan dengan cara berusaha lebih keras

seperti mengikuti kursus-kursus pelatihan. Hasil yang akan dicapai

dengan usaha lebih keras tersebut adalah promosi jabatan dan gaji

yang lebih tinggi, sehingga karyawan tersebut memiliki dorongan

untuk mencapai kepuasan.

6.4. Dimensi dan Indikator Kepuasan Kerja

Issa et. al (2013), mengemukakan ada 5 (lima) indikator kepuasan

kerja, yaitu :

1) Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri


47

Seberapa besar pekerjaan itu memberi seseorang tugas yang menarik,

kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung

jawab.

2) Kepuasan terhadap gaji

Berapa besar imbalan financial yang diterima dan seberapa besar hal itu

dianggap pantas/adil dibandingkan dengan imbalan di organisasi lain.

3) Kepuasan terhadap promosi

Kesempatan untuk maju dalam organisasi.

4) Kepuasan terhadap pengawasan (Supervisi)

Kemampuan penyedia memberi bantuan teknis dan dukungan perilaku.

5) Kepuasan terhadap rekan kerja

Seberapa besar rekan kerja terampil secara teknis dan secara sosial

memberi dukungan.

7. Penelitian Terdahulu

1. Berdasarkan penelitian Riza Kardiawan (2018), dengan judul Pengaruh

Kepuasan Kerja, Stres Kerja, dan Burnout Terhadap Turnover intention

pada PT. Lotus Indah Textile Industries Kabupaten Nganjuk, berdasarkan

hasil analisis data, pengujian, pembahasan dan penelitian yang dilakukan.

Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention dengan

hasil t hitung sebesar -4,427 dan signifikan sebesar 0,000, stres kerja

terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap turnover intention dengan

hasil t hitung sebesar 4,865 dan signifikan sebesar 0,000, burnout terbukti

berpengaruh positif signifikan terhadap turnover intention dengan hasil t


48

hitung sebesar 11,566 dan signifikan sebesar 0,000, dan kepuasan kerja,

stres kerja, burnout terbukti berpengaruh secara simultan terhadap

turnover intention .

2. Berdasarkan penelitian I Gede Putra Arnanta dan I Wayan Mudiartha

Utama (2017), dengan judul Pengaruh Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan

Iklim Organisasi Terhadap Turnover intention Karyawan CV. Dharma

Siadja, dengan responden berjumlah 81 orang, menggunakan tehnik

sampling jenuh. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran

kuesioner dan pengukuran data menggunakan skala likert dan alat analisis

yang digunakan adalah teknik regresi linier berganda. Hasil analisis

menunjukan bahwa stres kerja berpengaruh positif signifikan terhadap

turnover intention dengan hasil t hitung sebesar 5,506 dan signifikan

sebesar 0,000. Kepuasan kerja dan iklim organisasi berpengaruh negatif

terhadap turnover intention dengan hasil t hitung sebesar -3,818 dan -

12,614, signifikan sebesar 0,000. Hal ini menunjjukan bahwa semakin

tinggi stres yang dirasakan karyawan maka semakin besar pula turnover

intention, dan semakin baik kepuasan dan iklim organisasi maka turnover

intention akan semakin rendah.

3. Berdasarkan penelitian K. Ayu Budiastiti Purnama Dewi dan I Made Artha

Wibawa (2015), dengan judul Pengaruh Stres Kerja pada Turnover

intention yang dimediasi Kepuasan Kerja Agen AJB Bumiputera 1912.

Dalam penelitian ini sampel terkumpul sebanyak 66 responden

menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan berupa


49

measurement model dan analisis jalur. Hasil penelitan ini menunjukkan

stres kerja berpengaruh langsung secara positif pada turnover intention

agen AJB Bumiputera 1912 Cabang Renon Denpasar, stres kerja

berpengaruh negatif pada kepuasan kerja agen AJB Bumiputera 1912

Cabang Renon Denpasar dan kepuasan kerja berpengaruh negatif pada

turnover intention agen AJB Bumiputera 1912 Cabang Renon Denpasar.

4. Berdasarkan penelitian Riza Putri Aulia Hernowo dkk (2018), dengan

judul The Influence of Burnout and work Statisfaction to turnover intention

among contract nurses at Bandung City General Hospital, Indonesia.

Dalam penelitian ini menggunakan 101 responden dengan metode analisis

Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM). Hasil dari

penenitian ini burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap

turnover intention dengan nilai t hitung 5,097. Kepuasan kerja tidak

signifikan terhadap turnover intention dengan nilai t hitung 1,294. Secara

simultan burnout dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap

turnover intention dengan nilai f hitng 3,089.

5. Berdasarkan penelitian Sewwandi, D.V.S dan Perere, G.D.N, dengan judul

The Impact of Job Stress on Turnover intention: A Study of Reputed

Apparel Firm in Sri Lanka. Penelitian ini menggunakan 90 responden

dengan teknik sampling menngunakan kuesioner dengan alat analisis

SPSS. Berdasarkan hasil penelitian stres kerja berpengaruh signifikan

terhadap turnover intention dengan nilai f hitung 7,136 dan signifikan

0,009. Serta nilai R Square 37,5% yang berarti variabel stress kerja
50

terhadap turnover intention berpengaruh sebesar 37,5% dan sisanya

62,5% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak digunakan peneliti.

6. Berdasarkan penelitian Pande Made Arma Suputra dkk (2018), dengan

judul The effect of Work Statisfaction, Organizational Commitment and

Workload on Turnover intention on PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk Unit Sekanca Denpasar Gajah Mada. Penelitian ini menggunakan

kuesioner dan pengukuran skala likert dengan populasi karyawan sebanyak

85 orang dengan teknik analisi regresi. Hasil dari penelitian menunjukkan

bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap turnover

intention dengan nilai t hitung sebesar 0,445 dan signifikan 0,660 lebih

besar dari 0,05. Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap

turnover intention dengan nilai t hitung sebesar 2,254 dan signifikan

0,017.Serta beban kerja berpengaruh positif signifikan terhadap turnover

intention dengan nilai t hitung sebesar 3,233 dan signifikan 0,017.

7. Berdasarkan penelitian Mochamad Soeltan dan Muhammad Atnani (2018),

dengan judul How Work Environment, Work Satisfaction, Work Stress on

the Turnover intention Affect University Management. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan, variabel lingkungan

kerja, kepuasan kerja dan stres kerja mempengaruhi turnover intention

pada staf teknis Sekolah Menengah PLN (STT-PLN) Jakarta. Berdasarkan

hasil uji t variabel lingkungan kerja berpengaruh negatif signifikan

terhadap turnover intention dengan nilai t -2,356 dan sig 0,000. Variabel

kepuasan kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap turnover intention


51

dengan nilai t -3,732 dan sig 0,001. Dan variabel stres kerja berpengaruh

positif signifikan terhadap turnover intention dengan nilai t 4,311 dan sig

0,000.

8. Berdasarkan penelitian Dinda Chairiza dkk (2018), dengan judul Pengaruh

Burnout dan Employee Engagement terhadap Intensi Turnover karyawan

Hotel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh burnout dan

employee engagement terhadap intensi turnover karyawan di Hotel X

Group. Hasil analisis berganda dari penelitian ini menunjukkan bahwa

burnout dan employee engagement memiliki pengaruh terhadap intensi

turnover karyawan di Hotel X Group, burnout berpengaruh positif dan

employee engagement berpengaruh negatif terhadap intensi turnover

karyawan di Hotel X Group. Implikasi dari penelitian ini diharapkan

perusahaan dapat mengetahui bahwa burnout dapat meningkatkan intensi

turnover karyawan, sedangkan employee engagement dibutuhkan untuk

menaikan intensi turnover karyawan.

9. Berdasarkan penelitian Laksmi Sito Dwi Irvianti dan Renno Eka Verina

(2015), dengan judul Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan

Kerja terhadap Turnover intention Karyawan pada PT. XL Axiata TBK

Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuesioner, dengan

populasi berjumlah 402 sedangkan sampel dalam penelitian sebanyak 81

orang karyawan yang ukuran sampel ditentukan melalui rumus slovin.

Metode yang digunakan ialah regresi sederhana dan regresi berganda. Dari

hasil penelitian diketahui stress kerja secara parsial berpengaruh terhadap


52

turnover intention. Beban kerja secara parsial berpengaruh terhadap

turnover intention. Dan lingkungan kerja secara parsial berpengaruh

terhadap turnover intention. Secara simultan ketiga stres kerja, beban kerja

dan lingkungan kerja mempengaruhi turnover intention.

10. Berdasarkan penelitian Margaritha, J. Tulangow et. al. (2018), dengan

judul The Effect of Job Stress, Work Environment and Workload on

Employee Turnover intention (Case Study at PT. Wika Realty Manado).

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, sampel penelitian ini

adalah seluruh karywan PT. Wika Realty Manado terdiri dari 56 karyawan.

Penelitian ini menggunakan probability sampling dan kuesioner. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari stres

kerja, lingkungan kerja dan beban kerja terhadap intensi perputaran

karyawan.

11. Berdasarkan penelitian Syahronica, G. (2015), dengan judul Pengaruh

Kepuasan Kerja dan Stres Kerja terhadap Turnover Intention (Studi Pada

Karyawan Departeman Dunia Fantasi PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk),

Populasi yang digunakan sebanyak 1200 dan sample 550 dengan teknik

sampling studi lapangan yaitu observasi, wawancara dan kuisioner, metode

analisis data anaslisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Hasil

menunjukkan bahawa stres kerja berpengaruh positif signifikan terhadap

turnover intention.

12. Berdasarkan penelitian Amany, T. J., Nasir, A., & Idrus, R. (2016) dengan

judul Pengaruh Stres Kerja, Kepuasan Tingkat Gaji dan Kepemimpinan


53

terhadap Turnover Intention Staff Auditor di Kantor Akuntan Publik

(Studi pada KAP di Jakarta dan Bandung) dengan populasi sebanyak 1300

orang dan sampel 120 orang dengan teknik sampling pengumpulan data

primer dengan kuesioner, metode analisis data analisi regresi linier

berganda. Hasil penelitian menunjukan bahawa stres kerja berpengaruh

positif signifikan terhadap turnover intention.

13. Berdasarkan penelitian Riza Kardiawan (2018) dengan judul Pengaruh

Kepuasan Kerja, Stres Kerja dan Burnout Terhadap Turnover Intention di

PT. Malugo Indonesia dengan populasi sebanyak 68 orang dan

menggunakan teknik sampling jenuh, metode analisis regresi linier

berganda. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa burnout berpengaruh

positif signifikan terhadap turnover intention.

14. Berdasarkan penelitian Abbasi (2015) dengan judul Impact of Workload

on Stress, Job Statifaction and Turnover Intention with Moderating Role

Of Islamic Work Ethics. Dengan populasi sebanyak 185 karyawan dan

sample sebanyak 123 karyawan, teknik sampling Convenience sampling,

metode analisis moderated. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa beban

kerja berpengaruh positif signifikan.

15. Berdasarkan penelitian Ristia Pawesti dan Rinandita Wikansari (2016)

dengan judul Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Intensi Turnover

Karyawan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan kepuasan kerja

berpengaruh signifikan dan negatif terhadap intensi tunrover karyawan.

Koefisien determinasi antara kepuasan kerja dnegan intensi turnover


54

adalah 0,693 yang artinya kemampuan variabel kepuasan kerja dalam

menjelaskan varians dari variable intensi turnover adalah 69,3%.

16. Berdasarkan penelitian Nanang Alamsyah, Refdilzon Yasra, Nova Elisa

Panjaitan (2018), dengan judul Pengaruh Kepuasan Kerja dan Lingkungan

Kerja terhadap Turnover Intention karyawan pada PT. Sanjaya Sejahtera

dengan populasi sebanyak 50 karyawan. Dengan menggunakan seluruh

jumlah populasi sebagai sampel dan menggunakan metode analisis regresi

berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan

lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap turnover intention.

17. Berdasarkan penelitian Andika Pradana dan Imam Salehudin (2015)

dengan judul Work Overload and Turnover Intention of Junior in Greater

Jakarta, Indonesia The South East Asian Journal of Management dengan

populasi sebanyak 141. Dengan menggunakan seluruh jumlah populasi

sebagai sampel dan dengan menggunakan teknik sampling metode

purposive sampling, metode analisis data, persamaan struktural (SEM)

yang menyatakan bahawa beban kerja berpengaruh positif terhadap

turnover intention.

18. Berdasarkan penelitian Margaritha, J Tulangow, David P E Saerang dan

Farlane S Rumokoy (2018) dengan judul The Effect Of The Job Stress,

Work Enviroment and Workload on Employee Turnover Intention (Case

Study at PT. Wika Realty Manado), dengan populasi sebanyak 56

karyawan. Dengan menggunakan seluruh jumlah populasi sebagai sampel

menggunakan teknik sampling probablilty sampling dan metode analisis


55

data Multiple Linear Regression. Hasil peneilitian menunjukkan bahwa job

stress, work enviroment and workload berpengaruh signifikan terhadap

turnover intention.

19. Berdasarkan penelitian Hidayanti dan Trisnawati (2016) dengan judul

Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention

Karyawan Bagian Marketing PT. Wahana Sahabat Utama dengan

menggunakan metode analisi regresi linier berganda. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap turnover intention dan stres kerja berpengaruh positif terhadap

turnover intention.

20. Berdasarkan penelitian Muthi’a Rizki Rahmawati dan Mikhriani (2016)

dengan judul Kepuasan Kerja dan Burnout Terhadap Intensitas Turnover

Pada Karyawan Organik dan Anorganik di AJB Bumiputera Syariah

Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan burnout secara

bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensitas

turnover.

B. Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Burnout Terhadap Turnover Intention

Dalam banyak penelitian yang dilakukan, variabel burnout

ditemukan menjadi penyebab meningkatnya turnover intention dalam diri

individu. Penelitian Hernowo dkk (2018), dengan judul The Influence of


56

Burnout and work Statisfaction to turnover intention among contract

nurses at Bandung City General Hospital, Indonesia, menemukan variable

burnout memiliki hubungan positif dengan turnover intention, hubungan

tersebut dibuktikan dalam pernyataan bahwa turnover intention berperan

sebagai konsekuensi dari fenomena burnout yang terjadi. Kardiawan

(2018) mengemukakan hal yang serupa dalam penelitiannya pada PT.

Lotus Indah Textile Industries Kabupaten Nganjuk, berdasarkan hasil

analisis data, pengujian, pembahasan dan penelitian yang dilakukan ia

menemukan bahwa variable burnout memiliki pengaruh terhadap variable

turnover intention.

H1: Burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover

Intention

2. Pengaruh Stres KerjaTerhadap Turnover Intention

Stres kerja menurut Handoko (2011:200) adalah suatu kondisi

ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan

seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para

karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Mochamad Soeltan dan Muhammad Atnani (2018), melakukan

penelitian dengan judul How Work Environment, Work Satisfaction, Work

Stress on the Turnover intention Affect University Management. Dalam


57

penelitian tersebut menemukan bahwa Stres kerja memiliki hubungan

yang positif dan signifikan terhadap turnover intention.

Hal serupa juga ditemukan dalam penelitian Margaritha, J.

Tulangowet. al. (2018), dengan judul The Effect of Job Stress, Work

Environment and Workload on Employee Turnover intention (Case Study

at PT. Wika Realty Manado), hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

ada pengaruh yang signifikan dari stres kerja, intensi perputaran

karyawan.

H2 : Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover

Intention

3. Pengaruh Beban KerjaTerhadap Turnover Intention

Menurut Hart dan Staveland, dalam Tarwaka (2013:106)

menyatakan bahwa beban kerja merupakan suatu yang muncul dari

interaksi antara tuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakan

sebagai tempa tkerja. Beban kerja kadang-kadang di definisikan secara

operasional pada factor-fakto rseperti tuntutan tugas dan upaya-upaya

yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan.

Penelitian yang dilakukan Irvianti dan Verina (2015), dengan

judul Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja dan Lingkungan Kerja terhadap

Turnover intention Karyawan pada PT. XL Axiata TBK Jakarta,

menyatakan bahwa Beban kerja secara parsial berpengaruh terhadap

turnover intention.
58

Menurut penelitian, Suputra dkk (2018) beban kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. Karyawan

merasa apabila diberikan beban kerja dengan waktu tertentu akan

membebani karyawan dan pekerjaan yang dilakukan tidak berjalan

dengan baik.

H3 : Beban Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover

Intention

4. Pengaruh Kepuasan KerjaTerhadap Turnover Intention

Turnover intention sangat berkaitan dengan kepuasan kerja. Hal

ini disebabkan karyawan dalam suatu perusahaan yang memiliki kepuasan

kerja akan cenderung lebih produktif, memberikan kontribusi terhadap

sasaran dan tujuan organisasi serta memiliki keinginan yang rendah untuk

keluar dari perusahaan.

Penelitian Arnanta dan Utama (2017) menunjukkan bahwa

kepuasan kerja bepengaruh negatif terhadap turnover intention. Hal ini

bermakna bahwa apabila kepuasan menurun maka turnover intention akan

meningkat. Kemudianpenelitian yang dilakukan Revilia dkk (2018)

menunjukkan bahwa kepuasan kerja bepengaruh negatif terhadap

turnover intention.

H4 : Kepuasan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

Turnover Intention.

Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran

Burnout

X1

X2 Y
59

Stres Kerja

Beban Kerja X3

X4
Kepuasan Kerja

C. Hipotesis

Burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover


H1 :
Intention

Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover


H2 :
Intention

Beban Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover


H3 :
Intention

Kepuasan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover


H4 :
Intention

Burnout, Stres Kerja, Beban Kerja, Kepuasan Kerja secara simultan


H5 :
berpengaruh terhadap Turnover Intention
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan TempatPenelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan maret 2019 sampai desember

2019. Waktu penelitian tersebut diharapkan dapat mewujudkan hasil yang

maksimal sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Indo

Stationary Ritel Utama beralamat Jl. Letjen S Parman Kav 76 Slipi Palmerah

Jakarta Barat DKI Jakarta, RT.6/RW.3, Slipi, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11410.

B. Desain Penelitian

Menurut Sugiyono (2014) desain penelitian umum nya terbagi atas 3 ( tiga)

bentuk, yaitu penelitian eksploratif (explorative research), penelitian deskritif

(descriptive research) dan penelitian penjelasan (explanatory research).

Penelitian eksploratif adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau

hubungan-hubungan yang baru. Sedangkan penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang bertujuan menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu

fenomena tertentu. Terakhir, penelitian explanatory adalah penelitian yang

bertujuan menganalisa hubungan-hubungan antara satu variable dengan variable

lainnya atau bagaimana suatu variable mempengaruhi variable lainnya. Menurut

pengelompokkan tersebut, maka desain penelitian ini termasuk penelitian

penjelasan (explanatory research) atau penelitian kausal yang bertujuan untuk

60
61

menguji hipotesis tentang pengaruh varibel independent (Burnout, Stres kerja,

Beban Kerja dan Kepuasan Kerja) terhadap variabel dependent (Turnover

Intention) di PT. Indo Stationary Ritel Utama.

C. Definisi dan Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variabel, yang terdiri dari 4 (empat)

variabelin dependen dan 1 (satu) variable dependen. Lingkup penelitianhanya

dibatasi oleh pendefinisian atas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian

ini.

1. Definisi Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari hingga diperolehin formasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya. Variabel dapat didefinisikan sebagai atribut

seseorang, atau obyek, yang mempunyai “variasi” anatara satu orang dengan

orang yang lainnya atau dengan satu obyek dengan obyek lain (Sugiyono, 2014).

Pada penelitian ini variabel yang diamati terdapat dua macam, yaitu variable

independen dan variable dependen. Variabel independen atau sering disebut

variable stimulus, preiktor, antecedent bebas adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable

dependen (terikat). Sedangkan variable dependen atau sering disebut variable

output, kriteria, konsekuen atau terikat adalah merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variable bebas (Sugiyono,

2014). Dalam penelitian ini yang menjadi variable independen adalah Burnout,
62

Streskerja, Beban Kerja dan Kepuasan Kerja, sementara variable dependen adalah

Turnover Intention.

a. Burnout

Maslach (Priansa, 2017:259) menyatakan bahwa burnout merupakan

keadaan seseorang yang merasakan adanya ketegangan emosional saat

bekerja sehingga dapat menyebabkan seseorang tersebut menarik diri

secara psikologis dan menghindari diri untuk terlibat.

b. Stres Kerja

Menurut Robbins dan Judge (2013: 597) ,menyatakan stress kerja

merupakan sebuah kondisi dinamis di mana seorang individu

dihadapkan pada suatu peluang, tuntutan atau sumberdaya yang terkait

dengan kondisi lingkungan, kondisi organisasi dan pada diri seseorang.

c. Beban Kerja

Menurut Munandar (2013:383), beban kerja adalah suatu kondisi dari

pekerjaan dengan uraian tugasnya yang harus diselesaikan pada batas

waktu tertentu.

d. Kepuasan Kerja

Edi Sutrisno (2014:75) mengemukakan bahwa Kepuasan kerja adalah

keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi

para karyawan memandang pekerjaan mereka.

e. Turnover Intention

Mathis dan Jackson (2011:159) mengemukakan turnover intention itua

dalahs uatu proses ketika karyawan meninggalkan suatu organisasi dan


63

meninggalkan suatu posisi pekerjaan dan dimana posisi tersebut harus

digantikan oleh orang lain.

2. Operasional Variabel

Berikut dibawah ini terdapat table mengenai penjelasan operasional variable

penelitian:

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel Burnout


Variabe Dimensi Indikator Skala
l
Burnout Kelelahan 1. Serangan sakit
fisik kepala
2. Susah tidur
3. Kurangnya nafsu Ordinal
makan
4. Merasakan adanya
anggota badan yang
sakit
Kelelahan 1. Merasa depresi
emosional
2. Mudah marah Ordinal
3. Cepat tersinggung
Kelelahan 1. Bersikap sinis
mental terhadap orang lain
2. Cenderung
merugikan diri sendiri
Ordinal
pekerjaan maupun diri
sendiri
3. Merasa apapun yang
dilakukan tidak berarti
Rendahnya 1. Tidak pernah merasa
penghargaan puas dengan hasil kerja Ordinal
 
64

terhadap diri sendiri


sendiri
Depresonalisa 1. Menjauhnya individu
Ordinal
  i dari lingkungan sosial
2. Apatis dan tidak
peduli dengan
lingkungan serta orang-
  orang disekitarnya
Sumber: (Priansa, 2017)
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Stres Kerja

Variabel Dimensi Indikator Skala


1.      Atasan tidak memberi
instruksi yang cukup jelas
2.      Peralatan kurang memadai
3.      Peralatan yang dibutuhkan
bekerja sering tidak bekerja
Stres dengan baik Ordina
Individual 4.      Beban kerja yang l
berlebihan
5.      Kurang jumlah personil
dalam satu bagian
Stres
Kerja 6.      Harus tanggung jawab dari
pekerjaan orang lain
1.      Tanggung jawab pekerjaan
tidak jelas
2.      Tidak mampu
menyelesaikan pekrjaan pada
hari biasa Ordina
Stres Peran
l
3.      Informasi untuk
menyelesaikan pekerjaan
4.      Jumlah pekerjaan tidak
mempengaruhi hasil
65

Sumber: Robbins dan Judge (2014)


Tabel 3.3
Definisi Operasional Variabel Beban Kerja
Variabel Dimensi Indikator Skala
Beban Kerja Beban 1.       Kesesuaian
Waktu waktu kerja
(time load)
2.      Waktu yang
lebih sempit
Ordinal
3.       Pemanfaatan
waktu efektif
4.      Bekerja sesuai
rencana
   Faktor 1.     Konsentrasi
Internal dalam bekerja
2.      Siap
menerima tantangan Ordinal
beban kerja
3.     Menikmati
tugas pekerjaan
Sumber: Tarwaka (2015)
Tabel 3.4
Definisi Operasional Variabel Kepuasan Kerja
Variabel Dimensi Indikator Skala
Kepuasan Kepuasan 1.  Pekerjaannya sangat Ordinal
Kerja terhadap menarik karena
pekerjaan itu memberikan pekerjaan
sendiri yang sesuai dengan
kemampuan
2.   Bangga dengan hasil
pekerjaan sendiri
3.   Senang dengan
kesempatan untuk belajar
hal-hal baru dalam
66

pekerjaan
Kepuasan 1.   Gaji yang dibayar
terhadap gaji secara tidak adil
2.   Gaji dibayar tidak
tepat waktu Ordinal
3. Penghasilan yang
diperoleh dapat membuat
semangat kerja meningkat
Kepuasan 1. Kesempatan yang adil
terhadap promosi dalam promosi
2.  Kesempatan promosi
menambah semangat
Ordinal
dalam bekerja
3. Puas dalam kesempatan
untuk memperoloh
promosi kenaikan jabatan
Kepuasan 1.  Merasa nyaman
terhadap bekerja karena atasan
pengawasan memperhatikan kondisi
(Supervisi) bawahannya
2.  Pimpinan memberikan Ordinal
dukungan pada karyawan
3. Hubungan atasan
dengan karyawan sangat
baik
Kepuasan 1. Rekan kerja bisa diajak
terhadap rekan bekerjasama dengan baik
kerja
2.  Menikmati bekerja
disini karena teman-teman Ordinal
yang menyenangkan
3. Rekan kerja selalu
memberikan dukungan
Sumber :Issa et. al, (2013)
67

Tabel 3.5
Definisi Operasional Variabel
Turnover Intention
Variabel Dimensi Indikator Skala
Turnover Faktor 1.      Mendapat kesempatan
Intention Eksternal ditempat lain. Penyesuaian
gaji dengan masa kerja.
Ordinal
2.      Keinginan untuk
berkembang dan
meningkatkan potensi diri.
Faktor 1.      Suasana yang sudah
Internal tidak nyaman.
2.      Tidak puas dengan
sikap dan tingkah laku
atasan.
3.      Tingkat kompensasi
Ordinal
yang tidak semestinya.
4.      Tidak adanya kejelasan
dengan sistem kerja.
5.      Tidak ada kesempatan
untuk peningkatan jenjang
karir.
Sumber: Mobley (2011)

D. Skala Pengukuran

Metode pengukuran yang menggunakan penelitian ini adalah Skala Likert

yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomenasosial (Sugiyono, 2014). Skala Likert

menggunakan lima tingkat jawabannya yaitu:


68

Tabel 3.6
Skala Likert

Jawaban Skor
Sangat setuju 5
Setuju 4
Cukup Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber :Sugiyono (2014)

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Peneltian

Sugiyono (2014) mengemukakan pengertian populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Jumlah

Populasi yang digunakan adalah PT. Indo Stationary Ritel Utama yaitu sejumlah

134 karyawan.

2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2014) Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dari populasi yang ada, ukuran,

sampel minimum diperoleh dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008),

sebagaiberikut:

N
n=
1 + N.e2

dimana : n = Ukuran Sampel


69

N = Ukuran Populasi

e = Prosentase (%), toleransi ketidaktelitian karena kesalahan

dalam pengambilan sampel.

Berdasarkan rumus Slovin tersebut, maka jumlah sampel yang

diambil dalam penelitian ini adalah :

134
n=
1 + 134 (0.05)2
= 100,374 dibulatkan menjadi 100 responden

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengunakan teknik wawancara dan dengan penyebaran kuisioner. Penyebaran

kuisioner adalah merupakan tekhnik pngumpulan data yang dilakukan oleh

peneliti dengan membagi-bagi kuisioner dalam bentuk pertanyaan kepada

responden agar dapat mengisi kuisioner secara objektif (Sugiyono 2014).

G. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Component atau

Variance Based Structural Equation Model dimana dalam pengolahan datanya

menggunakan program Partial Least Square (Smart-PLS) versi 3.2.8 PLS. PLS

(Partial Least Square) adalah model alternative daricovariance based SEM. PLS

dapat digunakan untuk menkofirmasi teori, selain itu dapat digunakan untuk

menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variable laten. Seperti dinyatakan
70

oleh Ghozali (2014) PLS (Partial Least Square) merupakan metode analisis yang

powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi, data tidak harus

berdistribusi normal, dan sampel tidak harus besar. Langkah-langkah pengujian

yang akan dilakukan sebagai berikut:

1. Evaluasi Measurement (outer) Model

Outer model sering juga disebutouter relation atau measurement model

mendefinisikan bagaimana setiap blok indicator berhubungan dengan

variabellatennya.

Blok dengan indicator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut:

x= Λ x ξ+ ε x

y= Λ y η+ε y

Dimana: x dan y adalah indicator atau manifest variable untuk variable

lateneksogen dan endogen yang dilambangkan dengan ξ (ksi) dan η (eta),

sedangkan Λx dan Λy merupakan symbol matrik loading yang

menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variable

laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan ε x dan ε ydapat

diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise (Ghozali, 2014).

a. Convergent Validity

PengujianConvergent Validity dari masing-masing indicator konstruk

yang dihitung dengan PLS (Partial Least Square). Menurut Ghozali

(2014), suatu indicator dikatakan mempunyai valid yang baik jika lebih
71

besar dari 0.70, sedangkan pada nilai loading factor 0,50 sampai 0,60

dianggap cukup.

b. Discriminant Validity

Pengujian Discriminant Validity, indicator reflektif dapat dinilai

berdasarkan cross loading antara indicator dengan konstruknya. Suatu

indicator dinyatakan valid jika mempunyai nilai loading factor tertinggi

kepada konstruk yang dituju dibandingkan loading factor kepada

konstruk lain, maka konstruk laten memprediksi ukuran pada blok

mereka lebih baik dari pada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk

menilai discriminant validity adalah membandingkan square root of

average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan kolerasi antara

konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan

memiliki nilaid iscriminant validity yang baik. Berikut ini rumus

menghitung AVE

Σ ʎi 2

AVE=
Σ ʎ i + Σ i var (ε i)
2

c. Composite Reliability

Pengujian Composite reliability bertujuan untuk menguji reliabilitas

instrument dalam suatu model penelitian. Konstruk dinyatakan memiliki

reliabilitas yang baik atau kuisioner yang digunakan sebagai alat

penelitian ini telah konsisten, jika pada seluruh variable nilai composite

reliability maupun Cronbach alpha ≥ 0,70


72

2. Pengujian Model Strukturalatau Uji Hipotesis (Inner Model)

Pengujian inner model merupakan pengembangan model berbasis konsep

teori dalam rangka menganalisis hubungan antara variable eksoden dan

endogen yang telah dijabarkan dalam rerangka konseptual. Pengujian

terhadap model structural dilakukan dengan melihat nilai R-square yang

merupakan uji goodness-fit model. Tahapan pengujian terhadap model

structural (uji hipotesis) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Nilai R-square

Melihatnilai R-square yang merupakan uji goodness-fitmodel. Uji

yang kedua dapat dilihat dari hasil R square untuk variable laten

endogen sebesar 0.67, 0.33 dan 0.19 mengindikasikan bahwa model

tersebut baik, moderat, dan lemah pada model struktural.

b. Goodness of Fit Model

Pengujian Goodness of Fit Model struktural pada inner model

menggunakan nilai predictive-relevance (Q²). Nilai Q-square lebih

besar 0 (nol) menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive

relevance.

c. Hasil Pengujian Hipotesis (Estimasi Koefisien Jalur)

Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model structural harus

signifikan. Nilai signifikansi ini dapat diperoleh dengan prosedur

boostrapping. Melihat signifikansi pada hipotesis dengan melihat

nilai koefisien parameter dan nilai signifikansi T-statistic pada


73

algorithm boostrapping report nilai signifikansi T-statistik harus

lebih dari 1,96.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

PT.Indo Stationery Ritel Utama adalah perseroan terbatas di bidang bisnis

retail stationery atau alat-alat tulis yang terdiri dari alat tulis sekolah (ATS), alat

tulis kantor (ATK), peralatan lukis (GRAFIS) dan alat tulis lainnya. PT.Indo

Stationery Ritel Utama biasa disingkat ISRU berdiri sejak tahun 1992 didirikan

oleh Iwan Iman. PT. ISRU itu sendiri bergerak dibidang stationery nekerja sama

dengan toko buku Gramedia sebagai distributor perlengkapan alat-alat tulis kantor

dan alat-alat tulis sekolah. Cabang yang pertama kali buka ialah Gramedia

matraman. Produk pertama kali yang disdistribusikan ialah merk Rotring sperti

penggaris, kaca pembesar, pulpen dan alat-alat arsitektur. Sasaran pengguna

produk ialah arsitektur dan desain grafis. Semakin pesatnya perkembangan

produk-produk yang didistribusikan semakin bervariasi dan menarik sesuai

dengan kebutuhan pelajar dan mahasiswa serta para perusahaan untuk melengkapi

peralatan dikantornya. Hingga saat ini PT. ISRU telah memiliki 6 cabang

stationery didalam dan luar kota diantaranya Pondok Indah Mall, Gandaria City,

Puri Indah Mall, BSD Serpong, Bandung Indah Plaza dan Jayapura Mall.

Visi dan Misi PT. Indo Stationary Ritel Utama:

Visi : ”Menjadi Perusahaan Ritel stationery yang terlengkap dan terbaik di

Indonesia dengan meningkatkan pelayanan dan kualitas prima.”

74
75

Misi :

a. Mengedepankan pelayanan yang prima.

b. Mengedepankan kualitas produk yang tepat dan efektif.

c. Mengedepankan inovasi dalam kelengkapan produk.

B. Analisis Deskriptif

1. Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik responden terdiri dari karakteristik

berdasarkanjenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, serta lama bekerja di

PT. Indo Stationary Ritel Utama. Untuk mendapatkan gambaran umum responden

yang lebih jelas maka data akan disajikan dalam bentuk tabel seperti dibawah ini :

1) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

Tabel 4.1 dibawah ini:

Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Laki-laki 42 46,2 46,2 46,2
Valid Perempuan 58 53.8 53.8 100,0
Total 100 100,0 100,0
Sumber: Kuesioner (2019)

Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 4.1 di atas menunjukan

bahwa dari 100 responden terdiri dari 46,2% responden laki-laki dan 53,8%

responden perempuan yang bekerja sebagai karyawan di PT. Indo Stationary Ritel

Utama.
76

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.2

dibawah ini:

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
<20 tahun 6 7,1 7,1 7,1
21-25 tahun 51 52,7 52,7 59,8
Valid 26-30 tahun 35 34,2 34,2 94,0
>30 tahun 8 6,0 6,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Sumber: Kuesioner (2019)

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 di atas menunjukan bahwa dari 100

responden yang memiliki jumlah tertinggi adalah responden dengan usia diantara

21-25 tahun yaitu sebanyak 51 responden atau sebesar 52,7% dan terendah adalah

responden dengan usia <20 tahun yaitu sebanyak 6 responden atau sebesar 6,0%.

Secara umum karyawan di PT. Indo Stationary Ritel Utama berada pada usia

produktif.

3) Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel

4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3
77

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
SMA/Sederajat 12 8,1 8,1 8,1
Akademi 32 37,9 37,9 46,0
Valid Sarjana 50 50,8 50,8 96,8
Lainnya 6 3,2 3,2 100,0
Total 100 100,0 100,0
Sumber: Kuesioner (2019)

Berdasarkan pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 100 responden yang

terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan Sarjana yaitu sebanyak 50

responden atau sebesar 50,8%, sedangkan responden terkecil dengan tingkat

lainnya yaitu sebanyak 6 responden atau sebesar 3,2%.

4) Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Karakteristik responden berdasarkan lama bekerja dapat dilihat pada Tabel

4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
<1 tahun 11 12,3 12,3 12,3
1-5 tahun 52 44,7 44,7 57,0
Valid 5-10 tahun 30 36,1 36,1 93,1
>10 tahun 7 6,9 6,9 100,0
Total 100 100,0 100,0
Sumber: Kuesioner (2019)
78

Berdasarkan pada Tabel 4.4 di atas menunjukan bahwa dari 100 responden

yang terbanyak adalah responden dengan lama bekerja 1-5 tahun yaitu sebanyak

52 responden atau sebesar 44,7%, sedangkan paling terkecil adalah responden

dengan lama bekerja >10 tahun yaitu sebanyak 7 responden atau sebesar 6,9%.

2. Deskriptif Jawaban Responden

Statistik deskriptif digunakan untuk menafsirkan besarnya rata – rata, nilai

tertinggi, nilai terendah, dan standar deviasi dari variabel yang digunakan dalam

penelitian. Dari statistik yang didapat dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa

39 butir instrumen pernyataan yang disampaikan kepada 100 responden diperoleh

hasil sebagai berikut :

a. Hasil Deskriptif Jawaban Kuesioner Variabel Burnout

Hasil deskriptif jawaban kuesioner berdasarkan variabel Burnout dapat

dilihat pada Tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.5
Uji Deskriptif Jawaban Kuesioner Berdasarkan Variabel Burnout

Std.
No Pernyataan N Mean
Deviation
Saya sering terkena serangan sakit
1 kepala akibat pekerjaan yang saya 100 4,17 0,942
kerjakan.
Saya merasakan hilangnya nafsu
2 makan ketika mengingat tuntutan kerja yang 100 3,57 0,754
harus dikerjakan.
Karena banyaknya pekerjaan saya
3 100 3,31 0,431
merasakan depresi.
79

Saya susah diajak bercanda dan


4 gampang tersinggung dengan 100 3,87 0,716
perlakuan rekan.
Terkadang saya bersikap sinis
5 Terhadap rekan kerja karena sudah 100 3,99 0,803
merasakan pusingdengan pekerjaan saya.
Saya khawatir tidak dapat memikul
6 100 3,80 0,713
beban tugas yang diberikan.
Saya puas dengan hasil apa yang saya
7 100 3,71 0,898
kerjakan
Saya sering menjauh dari rekan-rekan kerja
8 saya dan jarang berkumpul karena untuk 100 3,90 0,811
mengerjakan tugas yang diberikan
Sumber: data diolah dari kuesioner, 2019

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat instrumen untuk variabel Burnout

memiliki nilai mean tertinggi yang terdapat pada pernyataan “Saya sering terkena

serangan sakit kepala akibat pekerjaan yang saya kerjakan” yaitu sebesar 4,17

dengan nilai standar deviasi sebesar 0,942, sedangkan untuk nilai mean terendah

terdapat pada pernyataan “Karena banyaknya pekerjaan saya merasakan depresi”

yaitu sebesar 3,31 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,431.

b. Hasil Deskriptif Jawaban Kuesioner Variabel Stres Kerja

Hasil deskriptif jawaban kuesioner berdasarkan variabel Stres Kerja dapat

dilihat pada Tabel 4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6
Uji Deskriptif Jawaban Kuesioner Berdasarkan Variabel Stres Kerja
Std.
No Pernyataan N Mean
Deviation
1 Saya harus bekerja lebih cepat lagi dalam 100 3,31 0,441
80

menyelesaikan pekerjaan saya.


Saya memperoleh peralatan kerja yang
2 100 3,55 0,905
memadai untuk bekerja.
Alat-alat kerja yang saya butuhkan untuk
3 menjalankan pekerjaan sering kali rusak atau 100 3,25 0,329
tidak berfungsi.
4 Saya memiliki beban kerja yang berlebihan. 100 2,99 0,247
Beban tugas pekerjaan saya terlalu berat bagi
5 100 3,43 0,551
saya.
Saya selalu berhati-hati dalam melakukan
6 100 3,09 0,301
pekerjaan.
Kecelakaan kerja yang serius sering kali terjadi
7 100 3,11 0,422
dalam pekerjaan.
Saya tidak punya cukup waktu untuk
8 100 3,39 0,469
menyelesaikan semua pekerjaan saya
Saya mengalami kesulitan berkomunikasi
9 100 3,81 0,931
dengan rekan kerja.
10 Lingkungan tempat saya bekerja tidak sehat 100 3,67 0,706
Sumber: data diolah dari kuesioner, 2019

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat instrumen untuk variabel Stres Kerja

memiliki nilai mean tertinggi yang terdapat pada pernyataan “Saya memperoleh

peralatan kerja yang memadai untuk bekerja” yaitu sebesar 3,85 dengan nilai

standar deviasi sebesar 0,905, sedangkan untuk nilai mean terendah terdapat pada

pernyataan “Saya memiliki beban kerja yang berlebihan” yaitu sebesar 2,99

dengan nilai standar deviasi sebesar 0,247 .

c. Hasil Deskriptif Jawaban Kuesioner Variabel Beban Kerja

Hasil deskriptif jawaban kuesioner variabel Beban Kerja dapat dilihat

pada Tabel 4.7 dibawah ini :


81

Tabel 4.7
Uji Deskriptif Jawaban Kuesioner Berdasarkan Variabel Beban Kerja

Std.
No Pernyataan N Mean
Deviation
Karyawan selalu mendapatkan tugas dan jam
1 kerja tambahan yang melewati jam pulang 100 3,51 0,640
kerja (lembur).
Karyawan merasa kurangnya waktu dalam
2 menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak 100 3,77 0,823
mempunyai waktu luang.
Saya merasa pekerjaan saya harus dilakukan
3 100 3,86 0,913
secepat mungkin.
Tugas yang saya terima dikerjakan dengan
4 100 3,90 0,933
tepat waktu.
Pekerjaan yang saya lakukan tidak
5 100 3,39 0,420
memerlukan konsentrasi tinggi.
Saya siap menerima segala bentuk tugas
6 100 3,40 0,536
yang diberikan dariatasan.
Tugas yang diberikan sesuai dengan beban
7 100 3,07 0,260
pekerjaan saya.
Sumber: data diolah dari kuesioner, 2019

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat instrumen untuk variabel Beban Kerja

memiliki nilai mean tertinggi yang terdapat pada pernyataan “Tugas yang saya

terima dikerjakan dengan tepat waktu” yaitu sebesar 3,90 dengan nilai standar

deviasi sebesar 0,933 , sedangkan untuk nilai mean terendah terdapat pada

pernyataan “Tugas yang diberikan sesuai dengan beban pekerjaan saya” yaitu

sebesar 3,07 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,260.

d. Hasil Deskriptif Jawaban Kuesioner Variabel Kepuasan Kerja

Hasil deskriptif jawaban kuesioner variabel Kepuasan Kerja dapat dilihat

pada Tabel 4.8 dibawah ini:


82

Tabel 4.8
Uji Deskriptif Jawaban Kuesioner Berdasarkan Variabel Kepuasan Kerja

Std.
No Pernyataan N Mean
Deviation
Saya bangga dengan hasil pekerjaan saya
1 100 3,78 0,801
sendiri.
Saya merasa dibayar secara adil sesuai
2 100 3,22 0,337
pekerjaan yang saya lakukan
Adanya kesempatan promosi jabatan dari
3 100 3,60 0,713
perusahaan menambah semangat kerja saya.
Hubungan atasan dengan karyawan sangat
4 100 3,51 0,649
baik.
Rekan kerja saya bisa diajak bekerjasama
5 100 3,83 0,919
dengan baik.
Rekan kerja saya selalu memberikan dukungan
6 100 3,59 0,608
kepada saya.
Sumber: data diolah dari kuesioner, 2019

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat instrumen untuk variabel Kepuasan

Kerja memiliki nilai mean tertinggi yang terdapat pada pernyataan “Rekan kerja

saya bisa diajak bekerjasama dengan baik” yaitu sebesar 3,83 dengan nilai standar

deviasi sebesar 0,919, sedangkan untuk nilai mean terendah terdapat pada

pernyataan “Saya merasa dibayar secara adil sesuai pekerjaan yang saya lakukan”

yaitu sebesar 3,22 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,337.

e. Hasil Deskriptif Jawaban Kuesioner Variabel Turnover Intention

Hasil deskriptif jawaban kuesioner variabel Turnover Intention dapat

dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini:


83

Tabel 4.9
Uji Deskriptif Jawaban Kuesioner Berdasarkan Variabel Turnover Intention

Std.
No Pernyataan N Mean
Deviation
Saya pernah mendapatkan kesempatan bekerja
1 100 3,66 0,701
ditempat lain.
Gaji yang saya peroleh tidak sesuai dengan
2 100 3,31 0,426
masa kerja saya.
Saya berkeinginan untuk berkembang dan
3 100 4,09 0,911
meningkatkan potensi diri.
Suasana yang saya rasakan diperusahaan sudah
4 100 3,52 0,622
tidak nyaman.
Saya sudah tidak puas dengan sikap dan
5 100 3,63 0,736
tingkah laku atasan.
Kompensasi yang saya dapatkan tidak sesuai
6 100 3,42 0,553
dengan semestinya.
Saya merasa tidak adanya kejelasan dalam
7 100 3,70 0,872
sistem kerja.
Saya tidak mendapatkan kesempatan untuk
8 100 3,46 0,570
meningkatkan jenjang karir.
Sumber: data diolah dari kuesioner, 2019

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat instrumen untuk variabel Turnover

Intention memiliki nilai mean tertinggi yang terdapat pada pernyataan “Saya Saya

berkeinginan untuk berkembang dan meningkatkan potensi diri” yaitu sebesar

4,09 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,911 , sedangkan untuk nilai mean

terendah terdapat pada pernyataan “Gaji yang saya peroleh tidak sesuai dengan

masa kerja saya” yaitu sebesar 3,31 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,426.
84

C. Hasil Uji Kualitas Data

1. Evaluasi Measurement (outer) Model

a. Hasil Pengujian Convergent Validity

Pengujian Convergent Validity dari model pengukuran dengan refleksif

indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score dengan construct score

yang dihitung. Indikator individu dianggap valid jika memiliki nilai korelasi di

atas 0,70. Namun riset pengembangan skala, loading factor 0,50 sampai 0,60

masih dapat diterima.

Hasil output korelasi antara indikator dengan konstruknya dapat dilihat

pada tabel dan gambar struktural dibawah ini :

Tabel 4.10
Hasil Pengujian Convergent Validity
Outer
Variabel Indikator Keterangan
Loading

B1 0,581 Valid
B2 0,246 Tidak Valid
B3 0,510 Valid
B4 0,681 Valid
Burnout
B5 0,308 Tidak Valid
B6 0,419 Tidak Valid
B7 0,573 Valid
B8 0,330 Tidak Valid

Lanjutan 4.10

Outer
Variabel Indikator Keterangan
Loading
Stres Kerja S1 0,617 Valid
85

S2 0,560 Valid
S3 0,192 Tidak Valid
S4 0,893 Valid
S5 0,220 Tidak Valid
S6 0,519 Valid
S7 0,310 Tidak Valid
S8 0,649 Valid
S9 0,482 Tidak Valid
S10 0,704 Valid
BK1 0,522 Valid
BK2 0,608 Valid
BK3 0,271 Tidak Valid
Beban
Kerja BK4 0,413 Tidak Valid
BK5 0,637 Valid
BK6 0,256 Tidak Valid
BK7 0,743 Valid
K1 0,361 Tidak Valid
K2 0,710 Valid
Kepuasan K3 0,284 Tidak Valid
Kerja K4 0,621 Valid
K5 0,655 Valid
K6 0,301 Tidak Valid
TO1 0,822 Valid
TO2 0,716 Valid
TO3 0,331 Tidak Valid
Turnover TO4 0,590 Valid
Intention TO5 0,211 Tidak Valid
TO6 0,276 Tidak Valid
TO7 0,608 Valid
TO8 0,437 Tidak Valid
Sumber: Output PLS
86

Sumber: Output PLS

Gambar 4.1
Hasil Algoritma PLS
Berdasarkan pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa

indikatorB2, B5, B6, B8, S3, S5, S7, S9, BK3, BK4, BK6, K1, K3, K6, TO3,

TO5, TO6 dan TO8memiliki nilai loading factor kurang dari 0,50. Oleh karena

itu, indikator tersebut akan dihilangkan atau dihapus dari model.

Berikut hasil output dari penghilangan indikator dan perhitungan kembali:

Tabel 4.11
Hasil Pengujian Convergent Validity

Outer
Variabel Indikator Keterangan
Loading
B1 0,581 Valid
B3 0,510 Valid
Burnout
B4 0,681 Valid
B7 0,573 Valid

Lanjutan 4.11
87

Outer
Variabel Indikator Keterangan
Loading
S1 0,617 Valid
S2 0,560 Valid
S4 0,893 Valid
Stres Kerja
S6 0,519 Valid
S8 0,649 Valid
S10 0,704 Valid
BK1 0,522 Valid
Beban BK2 0,608 Valid
Kerja BK5 0,637 Valid
BK7 0,743 Valid
K2 0,710 Valid
Kepuasan
K4 0,621 Valid
Kerja
K5 0,655 Valid
TO1 0,822 Valid
Turnover TO2 0,716 Valid
Intention TO4 0,590 Valid
TO7 0,608 Valid
Sumber: Output PLS

Sumber: Output PLS


Gambar 4.2
Hasil Algoritma PLS (modifikasi)
88

Hasil dari modifikasi pengujian covergent validity pada Tabel 4.10 dan

Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa semua indikator telah memenuhi convergent

validity karena memiliki nilai loading factor diatas 0,50.

b. Hasil Pengujian Descriminant Validity

Pengujian descriminant validity yaitu indikator reflektif dapat dilihat pada

cross loading antara indikator dengan konstruknya. Suatu indikator dapat

dinyatakan valid apabila memiliki loading factor tertinggi pada konstruk yang

dituju dibandingan dengan loading factor kepada konstruk lain. Dengan demikian,

konstruk laten memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan

dengan indikator di blok lain.

Tabel 4.12

Hasil Pengujian Descriminant Validity (Cross loadings)

Stres Beban Kepuasan Turnover


Burnout
  Kerja Kerja Kerja Intention

B1 0,581 0,551 0,307 0,317 0,411


B3 0,510 0,324 0,149 0,254 0,502
B4 0,681 0,302 0,214 0,327 0,428
B7 0,573 0,403 0,238 0,188 0,327
S1 0,230 0,617 0,411 0,133 0,462
S2 0,507 0,560 0,228 0,232 0,391
S4 0,522 0,893 0,412 0,164 0,469
S6 0,522 0,519 0,380 0,248 0,490
S8 0,257 0,649 0,560 0,492 0,399
S10 0,505 0,704 0,618 0,650 0,437
BK1 0,530 0,459 0,522 0,499 0,289
BK2 0,582 0,557 0,608 0,368 0,511
BK5 0,569 0,347 0,637 0,573 0,297
BK7 0,556 0,357 0,743 0,599 0,339

Lanjutan 4.12
89

Turnove
Stres Beban Kepuasa
Burnout r
Kerja Kerja n Kerja
  Intention

K2 0,477 0,218 0,544 0,710 0,397


K4 0,592 0,243 0,406 0,621 0,366
K5 0,204 0,229 0,574 0,655 0,417
TO1 0,406 0,542 0,371 0,677 0,822
TO2 0,441 0,573 0,642 0,824 0,716
TO4 0,377 0,407 0,301 0,237 0,590
TO7 0,528 0,249 0,427 0,411 0,608
Sumber: Output PLS

Dari Tabel 4.12 terlihat bahwa korelasi konstruk burnout dengan

indikatornya (B1 sebesar 0,581, B3 sebesar 0,510, B4 sebesar 0,681 dan B7

sebesar 0,573) lebih tinggi dibanding korelasi indikator burnout dengan konstruk

lainnya. Selanjutnya korelasi stres kerjadengan indikatornya (S1 sebesar 0,617, S2

sebesar 0,560, S4 sebesar 0,893, S6 sebesar 0,519, S8 sebesar 0,649 dan S10

sebesar 0,704) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator stres kerjadengan

konstruk lainnya. Kemudian korelasi beban kerja dengan indikatornya (BK1

sebesar 0,522, BK2 sebesar 0,608, BK5 sebesar 0,637 dan BK7 sebesar 0,743)

lebih tinggi dibandingan korelasi indikator beban kerja dengan konstruk lainnya.

Adapun korelasi kepuasan kerja dengan indikatornya (K2 sebesar 0,710, K4

sebesar 0,621 dan K5 sebesar 0,655 ) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator

kepuasan kerja dengan konstruk lainnya. Serta korelasi turnover intention dengan

indikatornya (TO1 sebesar 0,822, TO2 sebesar 0,716, TO4 sebesar 0,590 dan TO7

sebesar 0,608) lebih tinggi dibandingkan korelasi indikator turnover intention

dengan konstruk lainnya


90

Metode lain untuk melihat discriminant validity adalah dengan melihat nilai

square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi

antara suatu konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dapat

dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik.

Tabel 4.13

Hasil Pengujian AVE

Variabel AVE
Burnout 0,608
Stres Kerja 0,617
Beban Kerja 0,551
Kepuasan Kerja 0,597
Turnover Intention 0,711
Sumber: Output PLS

Tabel 4.14

Hasil Pengujian Discriminant Validity (Fornell Lacker Criterium)

Stres Beban Kepuasan Turnover


  Burnout
Kerja Kerja Kerja Intention
Burnout 0,704  
Stres Kerja 0,597 0,840  
Beban Kerja 0,661 0,748 0,779  
Kepuasan Kerja 0,607 0,711 0,735 0,816  
Turnover Intention 0,566 0,697 0,706 0,742 0,737
Sumber: Output PLS

Dari data Tabel 4.13 dan 4.14 dapat disimpulkan bahwa akar kuadrat dari

average variance extracted (√ AVE ) untuk setiap konstruk lebih besar daripada

korelasi antara konstruk yang satu dengan konstruk yang lainnya dalam model.

Nilai AVE berdasarkan tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konstruk

dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity.


91

c. Hasil Pengujian Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha

Pengujian composite reliability dan cronbach’s alpha bertujuan untuk

menguji reliabilitas instrument dalam suatu model penelitian. Apabila seluruh

variabel laten memiliki nilai composite reliability maupun cronbach’s alpha ≥ 0,7

hal itu berarti konstruk memiliki reabilitas yang baik atau kuesioner yang

digunakan sebagai alat dalam penelitian ini telah andal atau konsisten.

Tabel 4.15

Hasil Pengujian Composite Reliability

Composite
Variabel Keterangan
Reliability
Burnout 0,791 Reliabel
Stres Kerja 0,708 Reliabel
Beban Kerja 0,813 Reliabel
Kepuasan Kerja 0,804 Reliabel
Turnover Intention 0,730 Reliabel
Sumber: Output PLS

Tabel 4.16

Hasil Pengujian Cronbach’s Alpha

Cornbach’s
Variabel Keterangan
Alpha
Burnout 0,782 Reliabel
Stres Kerja 0,811 Reliabel
Beban Kerja 0,728 Reliabel
Kepuasan Kerja 0,770 Reliabel
Turnover Intention 0,767 Reliabel
Sumber: Output PLS

Berdasarkan Tabel 4.15 dan 4.16 bahwa hasil pengujian composite

reliability dan cronbach’s alpha menunjukkan nilai yang memuaskan, karena


92

seluruh variabel laten memiliki nilai composite reliabel dan cronbach’s alpha

≥ 0,70. Hal ini menyatakan bahwa seluruh variabel laten dikatakan reliabel.

2. Pengujian Model Struktural atau Uji Hipotesis (Inner Model)

Pengujian inner model adalah pengembangan model berbasis konsep dan teori

dalam rangka menganalisis hubungan antara variabel eksogen dan endogen yang

telah dijabarkan dalam rerangka konseptual. Langkah – langkah pengujian

terhadap model struktural (inner model) adalah sebagai berikut:

a. Hasil Pengujian Nilai R-square

Melihat nilai R-square yang merupakan uji goodness-fit model.

Tabel 4.17
Nilai R2Variabel Endogen

Variabel Endogen R-square


Turnover Intention 0,877
Sumber: Output PLS

Model variabel turnover intention dapat dikatakan kuat sebab memiliki

nilai diatas 0,67. Model pengaruh variabel laten independen (burnout, stres kerja,

beban kerja dan kepuasan kerja) terhadap turnover intention memberikan nilai R-

square sebesar 0,877 yang dapat diinterprestasikan bahwa variabilitas konstruk

turnover intentionyang dapat dijelaskan oleh variabilitas burnout, stres kerja,

beban kerja dan kepuasan kerja sebesar 87,7% sedangkan 12,3% dijelaskan oleh

variabel lain diluar yang diteliti.

b. Hasil Pengujian Goodness of Fit Model


93

Pengujian Goodness of Fit Modelstruktural pada inner model menggunakan

nilai predictive –relevance (Q2 ). Nilai Q-suare lebih besar 0 (nol) menunjukkan

bahwa model mempunyai nilai predictive relevance. Nilai R-square tiap – tiap

variabel endogen dalam penelitian ini dapat dilihat pada perhitungan berikut ini:

Nilai predictive relevance diperoleh dengan rumus:

2
Q =1−(1−R 1)

Q2=1−(1−0,877)

Q2=1−0,123
2
Q =0,877

Hasil perhitungan diatas memperlihatkan nilai predictive-relevance sebesar

0,877 yaitu lebih besar 0 (nol). Hal itu berarti bahwa 87,7% variasi pada variable

turnover intention (variable dependen) dijelaskan oleh variabel independen yang

digunakan dengan demikian model dikatakan layak memiliki nilai prediktif yang

relevan.

c. Hasil Pengujian Hipotesis (Estimasi Koefisien Jalur)

Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model structural harus signifikan.

Nilai signifikansi pada hipotesis ini dapat diperoleh dengan prosedur

bootstrapping. Melihat signifikansi pada hipotesis dengan melihat nilai koefisien

parameter dan nilai signifikansi T-statistik pada algorithm bootstrapping report.

Untuk mengetahui signifikan atau tidak dilihat dari T-table pada alpha 0,05 (5%)

= 1,96, kemudian T-table dibandingkan dengan T-hitung (T-statistik).


94

Tabel 4.18
Hasil Pengujian Hipotesis
Original Standard T P Keterangan
Sample Deviation Statistics Values
Burnout - Positif –
>Turnover 0,371 0,227 3,328 0,001 Signifikan
Intention
Stres Kerja - Positif –
>Turnover 0,505 0,316 4,115 0,001 Signifikan
Intention
Beban Kerja - Positif –
>Turnover 0,394 0,338 3,907 0,000 Signifikan
Intention
Kepuasan Kerja - Negatif –
>Turnover -0,294 0,274 5,057 0,001 Signifikan
Intention
Sumber: Output PLS

Gambar 4.3

Hasil Uji Bootstrapping

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1) Pengaruh Burnout berpengaruh terhadap Turnover Intention

Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diperoleh hasil nilai T-

statistic sebesar 3,328 nilai original sample sebesar 0,371, dan nilai P Values

sebesar 0,001. Nilai T-statistic lebih besar dari nilai T-table 1,96, nilai original
95

sample menunjukan nilai positif, dan pada nilai P Values menunjukkan kurang

dari 0,05, hasil ini menunjukan bahwa burnout berpengaruh positif dan signifikan

terhadap turnover intention. Berdasarkan hasil deskriptif jawaban kuesioner

burnout nilai mean tertinggi 4,17 dengan pernyataan “Saya sering terkena

serangan sakit kepala akibat pekerjaan yang saya kerjakan”, karyawan merasa

pekerjaan yang diberikan terlalu membuat lelah dan memiliki tekanan yang terlalu

tinggi sehingga membuat karyawan merasa ingin keluar dari perusahaan.

Hayati dan Fitria Menyatakan dalam suasana bekerja pada setiap organisasi,

setiap individu pasti memiliki masalah terlepas dari jabatan yang dipegangnya.

Salah satu masalah yang sedang krusial didunia kerja saat ini adalah burnout. Hal

ini karena burnout seringkali menghambat laju kinerja para karyawan yang

akhirnya merugikan perusahaan. Burnout seringkali muncul di dunia kerja

dikarenakan rutinitas serta tekanan yang tinggi dalam kesehariannya.

Penelitian lain juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan antara burnout dengan turnover intention PT. Indo Stationary Ritel

Utama sebagaimana didukung oleh pernyataan Riza Kardiawan (2018) dan

Soelton, et all (2019) dimana burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap

turnover intention. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi seseorang merasa

lelah dalam bekerja, maka akan semakin tinggi kemungkinan seseorang untuk

berniat keluar dari perusahaan.

2) Pengaruh Stres Kerja berpengaruh terhadap Turnover Intention


96

Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diperoleh hasil nilai T-

statistic sebesar 4,115, nilai original sample sebesar 0,505, dan nilai P Values

sebesar 0,001. Nilai T-statistic lebih besar dari nilai T-table 1,96, nilai original

sample menunjukan nilai positif dan pada nilai P Values menunjukkan kurang

dari 0,05, hasil ini menunjukan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap turnover intention. Berdasarkan hasil deskriptif jawaban

kuesioner stres kerja nilai mean tertinggi 3,81 dengan pernyataan “Saya

mengalami kesulitan berkomunikasi dengan rekan kerja”. Stres ditempat kerja

adalah masalah bagi karyawan dan organisasi dan frekuensinya telah tumbuh

dengan mantap selama berberapa tahun terakhir. Stres kerja terjadi ketika tuntutan

pekerjaan tidak sesuai dengan keterampilan dan pengetahuan karyawan dimana

mereka memiliki kemampuan untuk menangani. Stres ditempat kerja telah

menjadi isu penting karna dapat membawa kerugian besar bagi organisasi dan

karyawannya (Raza et al., 2017). Stres kerja ialah suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu

besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan

(Soelton dan Atnani, 2019).

Penelitian lain juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan antara stres kerja dengan turnover intention PT. Indo Stationary Ritel

Utama sebagaimana didukung oleh pernyataan Soelton dan Atnani (2018) dimana

stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. Dengan

demikian semakin tinggi stres kerja yang dialami oleh karyawan, maka semakin

tinggi keinginan karywan untuk keluar perusahaan.


97

3) Pengaruh Beban Kerja terhadap Turnover Intention

Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diperoleh hasil nilai T-statistic

sebesar 3,907, nilai original sample sebesar 0,394, dan nilai P Values sebesar

0,000. Nilai T-statistic lebih besar dari nilai T-table 1,96, nilai original sample

menunjukan nilai positif, dan pada nilai P Values menunjukkan kurang dari 0,05,

hasil ini menunjukan bahwa beban kerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap turnover intention. Berdasarkan hasil deskriptif jawaban kuesioner beban

kerja nilai mean tertinggi 3,81 dengan pernyataan “Tugas yang saya terima

dikerjakan dengan tepat waktu”. Dimana karayawan harus mengerjakan pekerjaan

yng diberikan dan harus diselesaikan tepat pada waktunya. Menurut Rivai dan

Sagala (2013) salah satu karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi

keinginan berpindah kerja atau turnover intention adalah beban kerja. Beban kerja

sendiri merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas,

lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku,

dan presepsi dari pekerjaan. Beban kerja yang berlebihan akan memicu stres yang

berujung pada rasa ingin keluar dari pekerjaan saat ini.

Penelitian lain juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan antara beban kerja dengan turnover intention PT. Indo Stationary Ritel

Utama sebagaimana didukung oleh pernyataan Laksmi dan Renno (2015) dimana

beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention.

4) Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention

Berdasarkan uji hipotesis pada penelitian ini diperoleh hasil nilai T-statistic

sebesar5,057, nilai original sample sebesar -0,294 dan nilai P Values sebesar
98

0,001. Nilai T-statistic lebih besar dari nilai T-table 1,96, nilai original sample

menunjukan nilai negatif dan pada nilai P Values menunjukkan kurang dari 0,05,

hasil ini menunjukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap turnover intention. Berdasarkan hasil deskriptif jawaban kuesioner

kepuasan kerja nilai mean tertinggi 3,83 dengan pernyataan “Rekan kerja saya

bisa diajak bekerjasama dengan baik”. Karyawan akan merasa puas karena rekan

bisa bekerja sama dengan baik. Ketika segala harapan atau keinginan tidak

terealisasi dengan baik dalam bekerja seperti kepuasan pada supervisor, kepuasan

pada gaji maupun kepuasan untuk promosi tentu akan meningkatkan keinginan

karywan untuk meninggalkan perusahaan dan mencari perusahaan lain yang lebih

baik. Semakin besar kepuasan kerja yang dimiliki karyawan terhadap perusahaan

akan membuat semakin rendah keinginan intensi (turnover). Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Soelton dan Atnani (2018) dimana kepuasan

kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention. Kepuasan

kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan

dari evaluasi karakteristik pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja merupakan perasaan

emosional karyawan terhadap pekerjaannya. Meningkatkan kepuasan karyawan

adalah kunci suksesnya organisasi bisnis, hal tersebut merupakan dasar

perusahaan untuk melihat seperti apa keinginan karyawan, lingkungan kerja yang

di inginkan dengan hal tersebut akan dapat membuat karyawan merasa betah dan

tidak ingin mengundurkan diri.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT. Indo Stationary Ritel Utama,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Burnout berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover PT. Indo

Stationary Ritel Utama. Hal ini berarti apabila tingkat burnout disatu

perusahaan tinggi, maka akan menimbulkan keinginan karyawan untuk keluar

dari perusahaan.

2) Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention

PT. Indo Stationary Ritel Utama. Hal ini berarti apabila tingkat stres kerja

disatu perusahaan tinggi, maka akan menimbulkan rasa keinginan keluar dari

perusahaan.

3) Beban Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention

PT. Indo Stationary Ritel Utama. Hal ini berarti apabila tingkat tingkat beban

kerja disatu perusahaan tinggi, maka ada keinginan karyawan untuk keluar

dari perusahaan.

4) Kepuasan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover

Intention PT. Indo Stationary Ritel Utama. Hal ini berarti apabila tingkat

kepuasan kerja disatu perusahaan buruk, maka ada keinginan karyawan untuk

keluar dari perusahaan.

99
100

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran

yang menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan PT. Indo Stationary Ritel

Utama maupun bagi peneliti selanjutnya:

1) Saran untuk perusahaan dan PT. Indo Stationary Ritel Utama:

1. Perusahaan lebih memperhatikan tingkat perasaan kegagalan dari

karyawannya agak karyawan dapat merasa bahagia bila di perhatikan dan

agar pula pekerjaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.

2. Perusahaan agar dapat mempertimbangkan tingkat stres kerja yang di

terima karyawan agar karyawan tidak cepat merasakan stres dalam bekerja

yang dapat menimbulkan proses disuatu perusahaan tidak dapat berjalan

dengan sesuai rencana yang diterapkan.

3. Perusahaan lebih memperhatikan dari tingkat beban kerja yang diterima

karyawan agar dalam bekerja karyawan dapat merasa nyaman.

4. Perusahaan lebih meningkatkan kepuasan kerja yang diterima setiap

karyawannya agar kinerja karyawan dalam bekerja dapat menghasilnya

hasil yang baik.

2) Saran untuk Peneliti Selanjutnya

Saran untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya yang akan melakukan

penelitian dalam bidang yang sama dan menggunakan skripsi ini sebagai

referensi, maka kiranya perlu dikaji kembali karena tidak menutup kemungkinan

ada pernyataan-pernyataan yang belum sesuai, Karena saya sebagai penulis

merasa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam menyelesaikan skripsi


101

ini. Selain itu, peneliti selanjutnya harus bisa mengembangkan kembali variable

dan indikator yang belum digunakan dalam penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA

A.A.Anwar Prabu Mangkunegara. 2011. Manajemen Sumber Daya


Manusia Perusahaan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, \

Agus Widarjono. 2009. Ekonometrika Pengantar dan


Aplikasinya.Edisi Ketiga. EKONISIA. Yogyakarta

Ajiputra, M. S., & Yuniawan, A. 2016. Analisis Pengaruh Job


Insecurity dan Kepuasan Kompensasi terhadap Turnover
Intention serta dampaknya pada Kinerja Karyawan ( Studi
pada PDAM Kabupaten Semarang. Diponegoro Journal of
Management. 5(1): 1-5.

Ana Sri Wahyuni, Yulvi Zaika, dan Ruslin Anwar. 2014. “ Analisis
faktor-faktor mempengaruhi Turnover Intention (keinginan
berpindah ) karyawan pada perusahaan jasa konstruksi. Jurnal
Rekayasa Sipil. Vol.8, No.2. 2014

Angelica, Diana. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Salemba Empat.

Bangun, Wilson. 2012. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta:


Erlangga

Dinda Cahiriza, Zulkarnain, & Siti Zahreni. 2018. Pengaruh Burnout dan
Employee Engagement terhadap Intensi Turnover karyawan Hotel.
Jurnal Magister Psikologi UMA, Vol, 10 (2) (Desember 2018).
ISSN: 2085-6601

Galanakis, M., Moraitou, M., Garivaldis, F. J., dan Stalikas, A. 2009.


Factorial Structure and Psychometric Properties of the Maslach
Burnout Inventory (MBI) in Greek Midwives. Europe's Journal of
Psychology 4,, 2009, pp. 52-70

Greogy Moorhead dan Ricky W. Griffin.2013.” Perilaku Organisasi


Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi “edisi 9.
Jakarta.Salemba empat

Handoko, T. Hani. 2011. Manajemen Personalia dan Sumberdaya


Manusia. Yogyakarta: Penerbit BPFE

Harter, James K., Schmidt, Frank L., dan Hayes, Theodore L. 2002.
Business Unit Level Relationship Between Employee

102
Statisfaction, employee Engagement, and Business Outcomes: A
Meta Analysis. Journal of Applied Psychology, 87(2): 268-
279.

Hasibuan, Malayu S.P. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi


Revisi. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara

I Gede Putra Arnanta, I Wayan Mudiartha Utama. 2017. Pengaruh Stres


Kerja, Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Turnover
Intention Karyawan CV. Dharma Siadja. E-Jurnal Manajemen
Unud, Vol. 6, No. 6. ISSN: 2302-8912.

Irvianti, Verina. 2015. Analisis Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja, dan
Lingkungan Kerja terhadap Turnover Intention Karyawan pada PT
XL Axiata Tbk Jakarta. Jurnal Manajemen. Jakarta: Universitas
Bina Nusantara.

Issa, Dua’a Abdul Rahim Mohammad, fais Ahmad, Geladin, Hamid


Mahmood. 2013. Job Satisfaction and Turnover Intention
Based on Sales Person Standpoint. Middle East Journal of
Scientific research. Vol. 14, No. 4: pp. 525-531

Juni Priansa, Donni, 2017. Perilaku Konsumen dalam Persaingan Bisnis


Kontemporer. Bandung: CV. Alfabeta

K. Ayu Budiastiti Purnama Dewi, I Made Artha Wibawa. 2016.


Pengaruh Stres Kerja pada Turnover Intention yang dimediasi
Kepuasan Kerja Agen AJB Bumiputera 1912. E-Jurnal Manajemen
Unud, Vol. 5, No. 2, 2016: 762-789. ISSN: 2302-8912.

Kasmir, 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik).


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

L. Mathis, Robert & H. Jackson, John. 2011. Human Resource


Management (edisi 10). Jakarta: Salemba Empat

Laksmi Sito Dwi irvianti, Renno Eka Verina. 2015. Analisis Pengaruh
Stres Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan kerja terhadap Turnover
Intention Karyawan pada PT. XL Axiata TBK Jakarta. Binus
Bussiness Review, Vol. 6, No. 1 ( Mei, 2015): 117-126.

Luthans, Fred. 2011. Organizational Behavior: An Evidence-Based


Approach. New York:McGraw-Hill.

Maemunah, Mey. 2018. Analisi Keterkaitan Role Conflict dan Burnout


Terhadap Job Outcomes Auditor Internal Survey pada Auditor

103
Internal di 7 BUMN Kota Bandung. Kajian Akuntansi Universitas Negri
Bandung, Vol. 19 No. 2 (Maret, 2018). ISSN: 1693-0164.

Margani, Edwin Ibnu. 2011. Keefektifan Pelatihan


Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra
Semarang TV.Fakultas Ilmu Pendidikan UNS. Skripsi.

Margaritha J Tulangow, David P.E Saerang, Farlane S. Rumokoy. 2018.


The Effect of Job Stress, Work Environment and Workload on
Employee Turnover Intention (Case Study at PT. Wika Realty
Manado). Jurnal EMBA, Vol, 6. No, 2. (April, 2018): 474-482.
ISSN: 2303-1174.

Mobley, William H. 2011. Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan


Pengendaliannya. Alih Bahasa Nurul Iman. Jakarta: PPM dan
Bisnis 2030

Munandar, Utami. (2013). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.


Jakarta: Rineka Cipta

Pande Made Arma Suputra, Anik Yuesti & I Negah Sudja. 2018. The
effect of Work Statisfaction, Organizational Commitment and
Workload on Turnover Intention on PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Unit Sekanca Denpasar Gajah Mada. RA Journal of
Applied Research, Vol. 4 (Agustus, 2018). ISSN: 2394-6709.

Puspitawati, N. M. D. (2013). Kepuasan Kerja dan Komitmen


Orgnisasional: Pengaruhnya terhadap Layanan Hotel Bali Hyatt
Sanur. Tesis Program Magister Manajemen. Universitas Udayana,
Denpasar, Indonesia

Revilia Dian Rismayanti, Mochammad Al Musadieq, Edlyn Khurotul


Aini. 2018. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention
serta Dampaknya pada Kinerja Karyawan Studi pada Karyawan
tetap Pg Kebon Agung Malang. Jurnal Administrasi Bisnis, Vol. 61
No. 2 (Agustus, 2018).

Ridlo, I. A. 2012. Turn Over Karyawan “Kajian Literatur”. Surabaya:


Public Health Movement

Rivai, Veitzal. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk


Perusahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Riza Kardiawan, Budiono. 2018. Pengaruh Kepuasan Kerja, Stres Kerja


dan Burnout terhadap Turnover Intention pada PT. Lotus Indah

104
Textile Industries Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ilmu Manajemen, Vol. 6,
No. 4, 2018.

Riza Putri Aulia Hernowo, Nanan Sekarwana, & Henni Djuhaeni. 2018.
The Influence of Burnout and work Statisfaction to turnover
intention among contract nurses at Bandung City General
Hospital, Indonesia. International Journal of Economics,
Commerce and Management United Kingdom, Vol. 6 (5) (Mei
2018). ISSN: 2348-0386.

Robbins, Stephen P and Judge, Timothy A. (2013). Organizational


Behavior . Edition 15. New Jersey: Pearson Education Limited

Robbins, Stephen P and Judge, Timothy A. 2015. Perilaku


Organisasi. Edisi Keenam belas. Jakarta: Salemba Empat.

Robbins, Stephen P and Judge, Timothy A. 2017. Organizational


Behavior. Edition 17. Pearson Education Limited.

Saragih, Eva H., Sierma, Rico. 2011. Riwayat Kerja Si Dudi. Jakarta:
Elex Media Kompetindo

Sewwandi, D.V.S., & Perere, G.D.N. 2016. The Impact of Job Stress on
Turnover Intention: A Study of Reputed Apparel Firm in Sri Lanka.
Department of Human Resource Management, University of Sri
Jayawardenepura, Vol. 3 No. 1 (Oktober, 2016). ISSn: 2420-7608.

Siagian, Sondang. P. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Bumi Aksara

Simanbela, Poltak. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


PT Bumi Aksara.

Soelton Mochamad, Atnani Muhammad. 2018. How Work Environment,


Work Statisfaction, Work Stress on the Turnover Intention Affect
University Management. Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia, Vol.
05 No. 03 (Juni 2018).

Soleman, Aminah. 2011. Analisis Beban Kerja Ditinjau Dari Faktor Usia
Dengan Pendekatan Recommended Weiht Limit (Studi Kasus
Mahasiswa Unpatti Poka). Jurnal Arika, Vol. 05 No. 02 (Agustus
2011). ISSN:1978-1105

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung:Alfabeta

105
Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Konsumen (Panduan Riset Sederhana
untuk mengenali Konsumen).PT Buku Seru. Jakarta

Sutarto. 2013. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta

Sutrisno, Edy. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetak Ke


Enam. Jakarta: Pranada Media Group

Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press

106

Anda mungkin juga menyukai