Anda di halaman 1dari 27

Biokimia Umum 2 2011

INTEGRASI DAN REGULASI


METABOLISME
Sulistiyani

Sasaran Belajar:

Mahasiswa dapat menjelaskan aspek integrasi


metabolisme dan pengendaliannya oleh hormon

Subpokok Bahasan:

 Metabolisme di jaringan spesifik- usus, hati, otot,otak,


dan ginjal
 Siklus “sedang makan-puasa”
 Pengaturan hormonal (Mekanisme aksi hormon, hormon dan reseptor, kurir kedua)

Pada saat ini Anda sudah dapat memahami bahwa memelihara proses kehidupan di dalam
organisme multiselular bukanlah hal sederhana, bahkan sangat kompleks. Mari kita renungkan
kembali, walaupun terjadi begitu banyak perubahan di lingkungan internal dan eksternal,
organisme harus tetap dapat mempertahankan kondisi operasional yang memadai sementara
organisme tersebut melangsungkan aktivitas bertumbuh dan reparasi. Untuk itu, lintasan reaksi-
reaksi anabolisme dan katabolisme yang memanfaatkan karbohidrat, lipid dan protein sebagai
sumber energinya haruslah dikendalikan seketat mungkin. Organisme multisel sangat efisien
memanfaatkan lingkungannya karena adanya pembagian tugas dan fungsi di antara sel,
jaringan, dan organnya dalam proses metabolisme. Mamalia, sebagai organisme multiselular
yang paling banyak diteliti selama ini, memiliki pembagian tugas di antara sel/jaringan/organ
yang canggih dan sangat menguntungkan dalam melangsungkan metabolisme. Masing-masing
organ menyelenggarakan fungsi spesifik untuk melayani kebutuhan tubuh baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang.

Fokus pembicaraan pada bab ini terutama adalah integrasi berbagai proses metabolisme
utama dalam tubuh mamalia. Bab ini diawali dengan mengulas metabolisme selayang pandang
dan pemerian tentang kontribusi beberapa jaringan/organ utama dalam proses metabolisme
spesifik. Selanjutnya diskusi mengenai siklus “makan-puasa”, yang digunakan untuk
menggambarkan beberapa mekanisme kontrol yang penting. Bab ini ditutup dengan ulasan
singkat tentang beberapa hormon utama pada mamalia dan mekanisme aksinya.

12.1. METABOLISME SELAYANG PANDANG

Kebanyakan makhluk menggunakan lintasan metabolisme utama yang sama. Sepanjang


hidup suatu makhluk, terjadi keseimbangan antara proses anabolisme (sintesis) dan
katabolisme (degradasi) suatu organisme. Gambar 12.1 memperlihatkan selayang pandang
beberapa lintasan anabolisme dan katabolisme pada makhluk heterotrof misalnya hewan.
Sebagai gambaran, ketika seekor hewan muda beranjak dewasa, laju proses anabolisme akan
lebih besar daripada proses katabolisme. Ketika masa dewasa sudah tercapai, proses
anabolisme akan melambat, dan pertumbuhan akan berhenti. Selanjutnya sepanjang sisa
hidupnya (kecuali di saat sakit atau masa kebuntingan), jaringan tubuh akan berada dalam
keadaan (berstatus) metabolisme yang mantap (steady state). Pada keadaan mantap ini, laju
proses anabolisme kurang lebih setara dengan laju katabolisme. Sebagai akibatnya, penampilan
Biokimia Umum 2 2011

dan fungsi dari hewan terlihat tidak berbeda dari hari ke hari. Proses menua baru akan terlihat
setelah bertahun-tahun kemudian.

Gambar 12.1. Lintasan metabolisme sederhana yang meliputi katabolisme dan anabolisme molekul
makanan (sintesis, degradasi, interkonversi biomolekul, dan pembentukan energi)

Bagaimana cara hewan (atau organisme multisel lain) mempertahankan keseimbangan


tersebut? Belum semua mekanisme terungkap untuk mengerti fenomena tersebut. Tetapi hasil
dari berbagai riset mendukung adanya beragam bentuk komunikasi selular yang berperan
penting. Kebanyakan komunikasi antarsel diselenggarakan melalui sinyal kimiawi. Setiap sinyal
kimia yang dilepaskan ke lingkungan eksternal akan dikenali oleh sel khusus (disebut sel
sasaran, target cells), yang selanjutnya merespon dengan cara yang spesifik. Sebagian besar
sinyal kimia berupa asam amino yang termodifikasi, turunan asam lemak, peptida, protein, atau
steroid.

Pada hewan, sistem saraf dan endokrin bertanggung jawab mengkoordinasikan


metabolisme. Sistem saraf menyediakan mekanisme yang seketika dan efisien guna
memperoleh dan sekaligus memproses informasi lingkungan, Sel saraf (neuron) membebaskan

2
Biokimia Umum 2 2011

pemancar saraf (neurotransmitter) ke dalam ruang-ruang sempit antarsel yang dikenal sebagai
sinaps dari ujung sel yang memanjang yang disebut akson. Molekul pemancar saraf tersebut
akan berikatan dengan sel di dekatnya, memunculkan respon spesifik dari sel tersebut.

Regulasi metabolisme oleh sistem endokrin dicapai dengan sekresi berbagai sinyal kimia
yang disebut hormone, langsung ke dalam darah. Sistem endokrin tersusun dari sel-sel yang
berspesialisasi, dan kebanyakan terdapat di dalam suatu kelenjar. Setelah molekul hormon
disekresikan, dari kelenjar, maka senyawa tersebut akan beredar dalam darah hingga mencapai
sel targetnya. Kebanyakan perubahan fungsi sel yang terinduksi oleh hormon diakibatkan oleh
adanya perubahan aktivitas atau konsentrasi suatu enzim.

Hormon dan sel berinteraksi melalui ikatan hormon pada molekul reseptor spesifik.
Kebanyakan reseptor untuk hormon larut air (misalnya polipeptida dan epinefrin) terdapat di
permukaan sel sasaran. Ikatan hormon pada reseptor membran sel ini akan memicu respon
intraselular. Beragam aksi intraselular hormon dimediasi oleh sekelompok molekul khusus yang
disebut kurir kedua (second messenger). [Dalam hal ini, hormon menjadi kurir pertama].
Beberapa molekul kurir kedua yang telah teridentifikasi antara lain adalah nukleotida siklik
(cAMP dan cGMP), ion kalsium, dan sistem fosfolipid inositol. Sebagian besar senyawa kurir
kedua bekerja mengatur (memodulasi) enzim, seringkali dengan cara amplifikasi yang disebut
pengaturan riam enzim (enzyme cascade). Dalam pengaturan riam yang bertingkat-tingkat ini,
enzim akan mengalami perubahan konformasi yang akan mengubahnya dari bentuk tak aktif ke
bentuk aktifnya, atau sebaliknya, dalam rangkaian yang berurutan dan semakin meluas
sehingga terjadi amplifikasi sinyal asal yang sangat besar (Gambar 12.2). Proses seperti ini
biasanya diawali ketika suatu senyawa kurir kedua berikatan dengan enzim spesifik. Sebagai
contoh, terikatnya cAMP pada protein kinase A yang belum aktif akan mengaktifkan enzim
tersebut, yang pada gilirannya akan memodifikasi aktivitas banyak enzim yang menjadi
targetnya dengan cara fosforilasi. Pada beberapa kasus tertentu, sinyal asal membangkitkan
beragam respon yang teramplifikasi via suatu kurir kedua dan juga pengaturan riam enzim pada
kebanyakan kasus. Sistem cAMP biasanya mengamplifikasi melalui kedua cara tersebut.

Gambar 12.2. Amplifikasi Enzim

3
Biokimia Umum 2 2011

12.2. TUGAS, FUNGSI, DAN KONTRIBUSI JARINGAN PADA METABOLISME

Setiap organ tubuh memiliki beberapa peran dalam berkontribusi pada fungsi individual
makhluk. Sebagai contoh, beberapa organ merupakan pengguna energi sehingga kinerjanya
berupa hal-hal yang digerakkan oleh energi (misalnya kontraksi otot). Sedangkan organ yang
lain, misalnya saluran pencernaan, bertanggung jawab terhadap penyediaan molekul kaya
energi untuk digunakan di tempat lain. Berikut ini adalah peran beberapa organ terkait dengan
kontribusi metabolismenya.

12.2.1. Usus Halus

Perannya yang paling jelas adalah mencerna berbagai zat gizi seperti karbohidrat, lipid,
dan protein menjadi molekul yang berukuran cukup kecil untuk dapat diserap (berupa gula,
asam lemak, gliserol, dan asam amio). Penyerapan zat gizi oleh sel usus (enterosit) pada
usus halus sangatlah penting dan merupakan proses yang rumit serta melibatkan banyak
enzim dan mekanisme transpor. Selanjutnya enterosit akan memindahkan berbagai molekul
tersebut ke dalam darah dan limfe, untuk kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.

Enterosit membutuhkan energi dalam jumlah sangat besar guna mendukung transpor
aktif dan sintesis lipoprotein (kilomikron). Untuk kebutuhan tersebut, walau digunakan juga
glukosa, sebagian besar energi dipasok oleh glutamina. Selama pencernaan, enterosit
memperoleh glutamina dari hasil penguraian protein makanan. Dalam keadaan puasa,
glutamina akan diperoleh dari darah arteri. Enterosit juga mempergunakan glutamina untuk
membentuk pirolina-5-karboksilat, yang akan diubah menjadi prolina. Produk lain dari
metabolisme glutamina adalah laktat, sitrat, ornitina, dan sitrulina.

12.2.2. Hati

Organ hati melaksanakan beragam aktivitas metabolisme yang menakjubkan. Di


samping peran kuncinya dalam metabolisme karbohidrat, lipid, dan asam amino, organ ini
juga memantau dan mengendalikan komposisi kimia darah serta membuat bebeberapa
protein plasma (darah). Hati juga mendistribusikan beberapa macam zat gizi ke jaringan
tubuh lainnya. Hati juga mengurangi fluktuasi ketersediaan zat gizi yang disebabkan oleh
perubahan makanan drastis dan silih bergantinya kondisi kenyang dan berpuasa yang tak
beraturan. Sebagai contoh, pergeseran mendadak dari diet kaya karbohidrat ke diet yang
kaya protein akan meningkatkan (dalam hitungan jam) sintesis berbagai enzim yang
dibutuhkan untuk metabolisme asam amino. Yang terakhir, organ hati juga berperan sangat
penting sebagai pelindung dalam mengelola molekul asing.

12.2.3. Otot

Sel otot rangka berspesialisasi untuk melaksanakan kerja mekanik sewaktu-waktu.


Seperti telah diperikan terdahulu, sumber energi yang memasok ATP untuk kontraksi otot
bergantung pada derajat aktivitas otot dan status fisik individu yang bersangkutan. Dalam
kondisi berpuasa dan kelaparan yang berkepanjangan, beberapa protein otot dipecah guna
menyediakan asam amino (umpama alanina) untuk glukoneogenesis di hati. Berbeda dari
otot rangka, otot jantung harus berkontraksi tanpa henti agar aliran darah ke seluruh tubuh
dapat dipertahankan. Untuk itu, dalam keadaan kenyang otot jantung bergantung pada
glukosa, sedangkan dalam keadaan berpuasa, bergantung pada asam lemak sebagai sumber
energinya. Oleh karena itu, tidak heran bahwa sel otot jantung sangat dipadati oleh
mitokondria. Sel ini dapat pula mempergunakan sumber energi lain, seperti: glukosa,
badan-badan keton, piruvat, dan laktat. Laktat dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit di
dalam sel otot jantung karena isozim laktat dehidrogenase pada jaringan ini dihambat oleh

4
Biokimia Umum 2 2011

substratnya, yakni piruvat, pada konsentrasi tinggi. Terbatasnya produksi laktat dalam sel
ini menyebabkan glikolisis saja tak dapat berlangsung lama-lama di dalam otot jantung.

12.2.4. Jaringan Lemak

Peran jaringan lemak (adiposa) yang utama adalah sebagai tempat menyimpan energi
dalam bentuk triasilgliserol. Bergantung kondisi fisiologis pada saat itu, sel lemak (adiposit)
bertugas menyimpan lemak yang berasal dari makanan dan dari metabolisme di hati, atau
mengurai lemak cadangan untuk memasok asam lemak dan gliserol ke dalam sirkulasi
darah. Perlu diingat bahwa aktivitas metabolism ini dikendalikan oleh beberapa hormon
(insulin, glukagon, dan epinefrin).

12.2.5. Otak

Pada akhirnya otaklah yang mengatur sebagian besar proses metabolisme di dalam
tubuh. Informasi indrawi dari banyak sumber diintegrasikan di dalam beberapa wilayah di
otak. Wilayah otak tersebut selanjutnya mengatur aktivitas saraf motorik yang menginervasi
sel otot dan kelenjar. Kebanyakan aktivitas hormon tubuh dikontrol (baik secara langsung
maupun tak langsung) oleh hipotalamus dan kelenjar pituitari. Seperti halnya jantung,
jaringan otak tidak menyediakan energi bagi organ atau jaringan tubuh lainnya. Pada
keadaan normal, otak memanfaatkan glukosa sebagai satu-satunya bahan bakar. Oleh
karena otak sangat sedikit menyimpan glikogen, maka untuk kebutuhan energinya otak
amat sangat bergantung pada pasokan glukosa dalam darah. Pada kondisi kelaparan
berkepanjangan, otak dapat beradaptasi memanfaatkan badan-badan keton sebagai sumber
energi.

12.2.6. Ginjal

Organ tubuh yang satu ini memiliki beberapa fungsi yang penting bagi terpeliharanya
lingkungan internal yang mantap (homeostasis), di antaranya ialah:

1) penyaringan (filtrasi) plasma darah; kegiatan ini mengakibatkan ekskresi produk


limbah yang larut-air (misalnya urea dan zat-zat asing tertentu)
2) Penyerapbalikan (reabsorpsi) elektrolit, gula, dan asam amino dari hasil saringan (filtrat
3) Pengendalian (regulasi) pH darah, dan
4) Regulasi komposisi kandungan air tubuh.

Mengingat berbagai fungsi tersebut, tidak heran bahwa sebagian energi pada organ ini
dipakai oleh banyak proses transpor aktif. Untuk itu, energi disediakan sebagian besar oleh
asam lemak dan glukosa. Pada kondisi normal, sejumlah kecil glukosa yang terbentuk
melalui glukoneogenesis hanya dapat dimanfaatkan oleh sel ginjal tertentu saja. Laju
glukoneogenesis dalam ginjal meningkat pada keadaan lapar dan asidosis. Ginjal
memanfaatkan glutamina (via glutaminase) dan glutamat (via glutamat dehidrogenase)
untuk membangkitkan amoniak yang selanjutnya digunakan dalam pengendalian pH. [Ingat:
bahwa NH3 bereaksi dengan H+ membentuk ion amonium, NH4+] Adapun kerangka karbon
dari glutamina dan glutamat tersebut dapat dimanfaatkan oleh ginjal sebagai sumber energi.

12.3. SIKLUS “MAKAN-PUASA” (FEEDING-FASTING CYCLE)

Meskipun hewan menyusui (mamalia) terus menerus membutuhkan energi dan molekul
prazat biosintetik, tetapi hewan ini hanya mengkonsumsi pakan pada waktu-waktu tertentu
saja. Hal ini dimungkinkan karena adanya mekanisme untuk menyimpan dan memobilisasi
molekul kaya energi dari makanan (Gambar 12.3).

5
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.3. Metabolisme nutrien pada mamalia

6
Biokimia Umum 2 2011

Perubahan status berbagai lintasan biokimiawi selama masa transisi antara saat makan dan
lapar menggambarkan integrasi metabolisme dan pengaruh hormon yang amat kuat dalam
regulasinya. Konsentrasi substrat juga suatu faktor yang penting di dalam metabolisme. Di
dalam mendiskusikan siklus “sedang makan-puasa”, istilah postprandial (pascamakan) dan
postabsorption (pascaserap) akan sering muncul. Dalam keadaan pascamakan, yaitu yang
terjadi segera setelah makanan dicerna atau diserap, kandungan zat gizi dalam darah akan
meningkat melebihi konsentrasinya saat sedang tidak makan (berpuasa). Sedangkan
keadaan pascaserap adalah keadaan setelah semalaman tidak makan, yakni ketika aras zat
gizi dalam darah menjadi rendah.

12.3.1. Fase Makan

Begitu fase makan dimulai, makanan akan didorong bergerak di sepanjang saluran
pencernaan oleh adanya kontraksi sel otot. Sambil bergerak dalam saluran cerna, makanan
dipecah menjadi partikel yang lebih kecil dan bereaksi dengan banyak enzim. Pada akhirnya
produk pencernaan tersebut (yang terdiri atas gula, asam lemak, gliserol, dan asam amino)
diserap oleh usus halus dan diangkut ke dalam darah dan limfe. Fase ini dikendalikan oleh
interaksi antara sel yang memproduksi enzim pencernaan dan sistem saraf serta beberapa
hormon. Sistem saraf bertanggung jawab atas terjadinya gelombang kontraksi sel otot polos
yang mendorong makanan bergerak di sepanjang saluran cerna, sekaligus mengendalikan
sekresi beberapa faktor pencernaan lain (misalnya dari kelenjar ludah dan lambung).
Beberapa hormon seperti gastrin, sekretin, dan kolesistokinin juga turut andil dalam
pencernaan. Caranya ialah dengan menstimulasi sekresi enzim atau faktor cerna lain seperti
bikarbonat dan empedu.

Fase pascamakan dini diperlihatkan dalam Gambar 12.4. Gula dan asam amino diserap
lalu diangkut oleh darah porta ke hati. Darah porta ini juga mengandung laktat dalam aras
yang tinggi yang merupakan produk metabolism enterosit. Sebagian besar molekul lipid
diangkut dari usus halus di dalam limfe dalam bentuk kilomikron. Kilomikron masuk ke
dalam aliran darah yang membawanya ke jaringan tubuh seperti otot dan adipose. Setelah
sebagian besar molekul triasilgliserol telah dipindahkan dari kilomikron, maka struktur yang
kini disebut sisa kilomikron, kemudian diserap oleh hati. Fosfolipid, protein, kolesterol, dan
sedikit triasilgliserol yang tersisa kemudian dipecah atau dipakai-ulang. Sebagai contoh,
kolesterol digunakan untuk membuat asam empedu, sedangkan asam lemak digunakan
untuk sintesis fosfolipid baru. Fosfolipid dan juga molekul lipid lain serta protein bergabung
dalam lipoprotein untuk diangkut ke jaringan lain.

Sementara glukosa bergerak dalam darah dari usus halus ke hati, sel beta () di dalam
pankreas terstimulasi untuk membebaskan insulin. Konsentrasi glukosa dan insulin yang
tinggi dalam darah akan menghambat sekresi glukagon oleh sel alfa () pancreas. Efek
insulin dan glukagon yang berlawanan terhadap metabolisme glukosa dan lemak
diperlihatkan pada Gambar 12.5. Lepasnya insulin akan memicu beberapa proses yang
memastikan tersimpannya zat-zat gizi. Proses tersebut mencakup pengambilan glukosa oleh
jaringan otot dan adipose, glikogenesis di hati dan otot, sintesis lemak di hati, penyimpanan
lemak di sel-sel lemak, dan glukoneogenesis (menggunakan asam amino yang berlebih dan
laktat). Perlu diingat kembali, bahwa di hati kebanyakan glikogen dan asam lemak dibuat
dari molekul berkarbon tiga seoerti laktat, tidak dibuat langsung dari glukosa. Selain itu,
insulin juga mempengaruhi metabolism asam amino. Misalnya, insulin mempromosikan
transpor asam amino ke dalam sel (terutama sel-sel hati dan otot). Umumnya insulin
menstimulasi sintesis protein dalam sebagian besar jaringan.

7
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.4. Metabolisme setelah makan

Meskipun efek insulin pada metabolisme pascamakan sangat besar, beberapa faktor
lain (seperti tersedianya substrat dan efektor alosterik) juga mempengaruhi laju dan tingkat
terjadinya proses tersebut. Sebagai contoh, aras asam lemak yang meningkat dalam darah
akan mendorong terjadinya lipogenesis di dalam jaringan adiposa. Regulasi oleh beberapa
efektor alosterik memastikan bahwa lintasan yang berlawanan tidak terjadi bersamaan.
Contohnya, sintesis asam lemak pada berbagai macam sel didorong oleh sitrat (aktivator
asetil-KoA karboksilase, enzim yang mengkatalisis terbentuknya malonil-KoA), sedangkan
oksidasi asam lemak dihambat oleh malonil-KoA (inhibitor aktivitas karnitin asiltransferase
I).

8
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.5. Efek berlawanan antara insulin dan glukagon pada glukosa darah

12.3.2. Fase Puasa

Istilah puasa disini bukan mengarah kepada ibadahnya umat muslim yang diawali oleh
sahur dan dilakukan selama waktu yang sudah ditentukan (dari terbit fajar hingga terbenam
matahari), tetapi lebih ke arah kondisi dimana organisme tidak makan selama kurun waktu
yang tidak menentu.

Kondisi pascaserap awal (Gambar 12.6) dari siklus “makan-puasa” dimulai ketika aliran
berbagai zat gizi dari usus mulai berkurang. Pada saat itu aras insulin dan glukosa darah
turun ke normal, lalu glukagon dibebaskan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia dengan
cara memacu glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati. Turunnya insulin mengurangi
simpanan cadangan energi di sejumlah jaringan dan menyebabkan meningkatnya lipolisis
dan terbebasnya asam amino seperti alanina dan glutamina dari otot. [Perlu diingat kembali
bahwa beberapa jaringan lebih mengutamakan asam lemak sebagai sumber energi daripada
glukosa. Gliserol dan alanina adalah substrat untuk glukoneogenesis, dan glutamina adalah
sumber energi untuk enterosit].

Apabila terjadi kondisi tidak makan berkepanjangan (misalnya sepanjang malam tidak
makan), beberapa strategi metabolik akan memelihara aras (level) glukosa darah. Mobilisasi
asam lemak yang meningkat dari jaringan asam lemak selama fase pascaserap akan
distimulasi oleh norepinefrin. Asam lemak ini menjadi alternatif pengganti glukosa bagi otot.
Berkurangnya konsumsi glukosa oleh otot akan menambah jumlah glukosa untuk otak. Hal
ini penting karena pada keadaan normal, glukosa diandalkan sebagai sumber energi satu-
satunya untuk otak. Selain itu, aksi glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis dengan
memanfaatkan asam amino dari otot. Pada keadaan ini aras insulin menurun sangat drastis.

9
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.6. Keadaan pascapenyerapan makanan

Pada kondisi tidak makan berkepanjangan yang luar biasa (kelaparan, starvation),
tubuh akan mengubah metabolismenya sehingga tersedia glukosa dalam jumlah cukup
untuk mempertahankan produksi energi di otak dan di sel-sel yang membutuhkan glukosa.
Di samping itu, asam lemak dari jaringan lemak dan badan-badan keton dari hati akan
dimobilisasi untuk mempertahankan metabolisme energi di jaringan lainnya. Oleh karena
glikogen habis terpakai setelah beberapa jam tidak makan, maka glukoneogenesis sangat
berperan untuk menyediakan glukosa dalam jumlah memadai. Pada fase kelaparan awal,
sejumlah besar asam amino dari otot dipergunakan untuk proses ini. Meskipun demikian,
setelah keadaan ini berlangsung beberapa minggu, pemecahan protein otot sangat
berkurang karena otak sudah dapat menggunakan badan-badan keton sebagai sumber
energinya.

12.4. KOMUNIKASI ANTARSEL

Hormon disintesis dan disekresi oleh sel-sel khusus dan menimbulkan efek biokimiawi pada
sel sasarannya. Ketika sel sasaran terletak jauh dari sel penghasil hormon, hormonnya disebut
sebagai hormon endokrin. Ada juga hormon parakrin, yaitu yang menimbulkan efek pada
sel-sel di dekatnya. Sedangkan hormon autokrin adalah hormon menghasilkan efek pada sel

10
Biokimia Umum 2 2011

penghasil hormon itu sendiri. Beberapa hormon menimbulkan efek yang sangat khas (spesifik)
pada hanya satu macam sel, ada juga hormon yang dapat beraksi dengan aneka sel sasaran.
Contohnya adalah hormon penstimulasi tiroid (Thyroid-stimulating hormon, TSH). Hormon ini
menstimulasi sel folikel di dalam kelenjar tiroid sehingga membebaskan triiodotreonin (T3) dan
tiroksin (T4). Sebaliknya T3 (bentuk aktif hormon) dan T4 menstimulasi beraneka reaksi selular
pada bermacam-macam sel, misalnya stimulasi glikogenolisis di sel hati dan penyerapan glukosa
di usus halus.

Pengendalian repon fisiologis hampir selalu melibatkan beberapa hormon. Pada sistem
tertentu, dua atau lebih hormon beraksi secara berlawanan (contohnya insulin dan glukagon).
Pada sistem kontrol yang lain, beberapa hormon bekerja dalam hirarki informasi yang lebih
dikenal dengan mekanisme riam hormon. Tabel 12.1 memuat sebagian kecil dari banyak
hormon mamalia yang paling umum dikenal.

Tabel 12.1. Beberapa contoh hormon mamalia

Sumber Hormon Fungsi

Hipotalamus Hormon pelepas gonadotropin* Stimulasi LH dan sekresi FSH


(Gonadotrophin Releasing Hormone,
GnRH)

Hormon pelepas kortikotropin* Stimulasi sekresi ACTH


(Corticotrophin-Releasing Hormone,
CRH)

Hormon pelepas-hormon pertumbuhan Stimulasi sekresi GH


(Growth Hormone-Releasing Hormone,
GHRH)

Somatostatin* Menghambat sekresi GH dan


TSH

Hormon pelepas tirotropin* (Tyrotropin- Stimulasi TSH dan sekresi


Releasing Hormone, TRH) prolaktin

Kelenjar hormon Hormon peluteinan* (Luteinizing Stimulasi perkembangan sel dan


Hormone) (LH) sintesis hormon seks di ovarium
dan testis

Hormon penstimulasi folikel (Folicle- Meningkatkan ovulasi dan


stimulating hormone, FSH) sintesis estrogen dalam
ovarium dan perkembangan
sperma di testis

Kortikotropin* (Corticotropin, ACTH) Stimulasi sintesis steroid dalam


(hormon adenokortikotropik hormon) korteks adrenal

Hormon pertumbuhan* (Growth Mempengaruhi anabolik secara


hormone, GH) umum

Tirotropin* (Tyrotropin, TSH) Stimulasi sintesis hormon tiroid

(hormon penstimulasi tirotropin)

Prolaktin* (Prolactine) Stimulasi produksi susu oleh


kelenjar susu dan membantu
mengatur sistem reproduksi
perempuan

11
Biokimia Umum 2 2011

Oksitosin* (Oxitocin) Kontraksi uterus dan injeksi


susu

Vasopressin* Mengontrol Tekanan darah dan


keseimbangan air

Gonad Estrogen‡ (estradiol) Pendewasaan dan fungsi sistem


reproduktif pada perempuan

Progestin‡ (progesterone) Penempelan sel telur terbuahi


dan memelihara kehamilan

Androgen‡ (testosterone) Pendewasaan dan fungsi sistem


reproduktif pada laki-laki

Korteks adrenal Glukokortikoid‡ (Glucocorticoids) Mempengaruhi beragam


(kortisol, kortikosteron) metabolisme sebagaimana
menghambat respon inflamasi

Mineralkortikoid** (Mineralcorticoids) Metabolisme mineral


(aldosterone)

Tiroid Triiodotironina** (Triiodothyronine) (T3) Stimulasi umum pada banyak


reaksi seluler

Tiroksina** (Thyroxine) (T4) (setelah


konversi menjadi T3)

Saluran Gastrin* Stimulasi sekresi asam lambung


pencernaan dan enzim pankreas

Sekretin* Mengatur sekresi eksokrin


pankreas

Kolesitokinina* Stimulasi sekresi enzim


pencernaan dan empedu

Somastatin* Menghambat sekresi gastrin dan


glukagon

Pankreas Insulin* Mempengaruhi anabolisme


secara umum termasuk
penyerapan glukosa dan
lipogenesis

Glukagon* Glikogenolisis dan lipolisis

Somatostatin* Menghambat sekresi glukagon

*) Peptida atau polipeptida ‡) Steroid **) Turunan asam amino

12.4.1. Sistem Riam Hormon

Pada mamalia, sebagian besar aktivitas metabolisme sedikit banyak dikendalikan oleh
hormon. Sintesis dan sekresi banyak dikendalikan oleh mekanisme riam yang kompleks dan
puncaknya dikendalikan oleh sistem saraf pusat (Gambar 12.7). Dalam sistem ini, sinyal
indrawi diterima oleh hipotalamus, yakni daerah di otak yang menghubungkan sistem saraf
dan endokrin. Sel saraf di hipotalamus, selain berfungsi mengendalikan produksi hormon,
juga memantau dan mengendalikan fungsi tubuh vital seperti pengendalian temperatur

12
Biokimia Umum 2 2011

tubuh, tekanan darah, keseimbangan air, dan bobot tubuh. Hipotalamus juga diasosiasikan
dengan perilaku tertentu, seperti marah, birahi, rasa sakit, dan rasa nikmat/nyaman. Begitu
sistem ini distimulasi, hipotalamus akan menginduksi sekresi beberapa hormon yang
diproduksi di lobus anterior kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari ini, yang terhubung ke
hipotalamus melalui tangkai pituitari, terdiri atas dua bagian yang sangat berbeda yaitu:
lobus anterior yang disebut juga adenohipofisis, dan lobus posterior atau neurohipofisis.
Hipotalamus menginduksi kelenjar pituitari dengan cara membuat serangkaian hormon
pelepas-peptida spesifik (specific peptide-releasing hormone). Hormon pelepas ini dialirkan
ke dalam kapiler khusus disebut sistem porta hipotalamo-hipofisis dan di sana akan diangkut
langsung ke adenohipofisis. Setiap hormon pelepas menstimulasi sel spesifik agar membuat
dan mensekresikan satu atau beberapa macam hormon. Sebagai contoh adalah hormon
tripeptida pelepas-tirotropin (thyrotropin-releasing hormone, TRH) bekerja menstimulasi
sekresi TSH dan prolaktin. Prolaktin meningkatkan produksi air susu pada ibu yang baru
melahirkan. Biasanya pembebasan prolaktin ke dalam darah dicegah oleh hormon dan faktor
saraf lainnya. Hormon yang diproduksi di pituitari anterior seringkali dibubuhi istilah “tropik”
(artinya “untuk mengubah atau mengganti”) karena hormon-hormon tersebut menstimulasi
sintesis dan sekresi hormon dari kelenjar endokrin lain. Contohnya, TSH menstimulasi
kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroid T3 dan T4.

Gambar 12.7. Pengaturan Sistem Hormon

Anatomi dan fungsi pituitari posterior berbeda dari yang anterior. Hormon-hormon yang
disekresikan oleh neurohipofisis (misalnya vasopresin dan oksitosin) sesungguhnya
disintesis di bagian saraf yang terpisah dan berasal dari hipotalamus. Setelah sintesisnya,
hormon akan dikemas bersama protein yang dikenal dengan neurofisin ke dalam granula
sekretori. Granula akan bermigrasi ke akson pada lobus posterior. Selanjutnya granula akan
disekresikan ke dalam aliran darah ketika aksi potensial mencapai ujung serabut saraf dan
menyebabkan eksositosis granula tersebut. Dalam kasus oksitosin, hormon ini disekresi
sebagai respon terhadap impuls saraf karena meregangnga uterus pada akhir kebuntingan
dan mekanisme menyusu pada pemberian ASI. Vasopresin, yang merupakan hormon

13
Biokimia Umum 2 2011

antidiuretik, disekresikan sebagai respon terhadap sinyal saraf yang datang dari sel khusus
disebut osmoreseptor yang sensitif terhadap perubahan osmolalitas tubuh.

Hewan menggunakan beberapa mekanisme untuk mencegah sintesis dan pembebasan


hormon yang berlebihan. Yang paling sering adalah penghambatan umpan-balik (feedback
inhibition). Hipotalamus dan pituitari anterior dikontrol oleh sel sasaran yang mereka
kendalikan. Sebagai contoh, pelepasan TSH oleh pituitari anterior dihambat oleh kenaikan
aras T3 dan T4 di dalam darah (Gambar 12.8). Hormon tiroid mencegah respon sel pembuat
TSH terhadap TRH. Selain itu, beberapa hormon tropik mencegah sintesis faktor pelepas
mereka sendiri.

Gambar 12.8. Mekanisme Penghambatan balik (feedback inhibition)

Sel sasaran juga memiliki mekanisme yang melindunginya dari stimulasi berlebihan
oleh hormon. Di dalam proses yang disebut desensitisasi, sel target menyesuaikan
terhadap perubahan aras stimulasi dengan cara menurunkan jumlah reseptor permukaan sel
atau dengan cara menon-aktifkan reseptor tersebut. Pengurangan reseptor permukaan sel
sebagai respon atas stimulasi molekul hormon yang spesifik disebut pengurangkendalian
(down-regulation). Pada pengendalian ini, reseptor diinternalisasi dengan cara endositosis.
Bergantung pada macam sel dan beberapa faktor metabolisme, reseptor pada akhirnya akan
didaur-ulang ke permukaan sel atau didegradasi. Apabila didegradasi, harus ada sintesis
protein (reseptor) baru untuk menggantikan reseptor yang usang tersebut. Beberapa kondisi
penyakit disebabkan oleh atau berasosiasi dengan tidak sensitifnya sel target pada hormon
spesifik. Beberapa kasus diabetes, misalnya, diasosiasikan dengan resistensi insulin, yaitu
keadaan turunnya fungsi reseptor insulin (Gambar 12.9).

14
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.9. Metabolisme saat keadaan defisiensi insulin atau resistensi

12.5. BEBERAPA PENYAKIT YANG TERKAIT HORMON

Oleh karena hormon sangat besar pengaruhnya dalam pengendalian berbagai proses
metabolisme, tidak heran bahwa ada begitu banyak penyakit yang terkait dengan hormon. Pada
umumnya penyebab penyakit adalah: produksi berlebih atau defisiensi dari suatu hormon
spesifik, atau sel target yang tidak sensitif terhadap hormon.

12.5.1. Produksi Hormon Berlebihan.

Terjadinya produksi hormon yang berlebihan seringkali disebabkan oleh adanya tumor.
Beberapa jenis tumor kelenjar pituitari menyebabkan beberapa penyakit endokrin. Sebagai
contoh, penyebab Cushing’s disease paling umum adalah proliferasi abnormal sel yang
menghasilkan ACTH. Penyakit ini dicirikan oleh obesitas, hipertensi, dan aras glukosa darah
yang meningkat. Pasien dengan penyakit ini memiliki tampilan yang khas: wajah sembab
“moon face” dan bahu berpunuk (“buffalo hump”) yang disebabkan oleh deposit lemak di
daerah antara kedua bahu. Kadang kala penyakit Cushing disebabkan oleh tumor
adrenokorteks.

Bergantung pada usia pasien, tumor pituitari yang berkembang dari sel somatrof (sel
yang membuat GH) dapat menyebabkan gigantisme atau akromegali. Gigantisme ditandai
oleh pertumbuhan tulang panjang yang melebihi normal, disebabkan oleh sekresi hormon
pertumbuhan (GH) yang berlebihan selama masa kanak-kanak. Apabila terjadi pada masa
akil-balig akan menyebabkan akromegali, yang menyebabkan proliferasi jaringan ikat dan

15
Biokimia Umum 2 2011

penebalan tulang sehingga wajah terlihat kaku dan tangan serta kaki yang berukuran lebih
besar dari normal.

Tidak semua hipersekresi hormon disebabkan oleh tumor. Penyakit Grave (Grave’s
disease) misalnya, yaitu penyakit akibat hipertiroidisme yang umum dijumpai, adalah
penyakit autoimun. Dalam kasus ini, tubuh memproduksi autoantibodi yang akan berikatan
dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid. Antibodi ini disebut juga long-acting thyroid
stimulator (LAT). Akibatnya hormon tiroid diproduksi dengan berlebihan sehingga
menyebabkan timbulnya tirotoksikosis yang ditandai oleh gondok (goiter, membesarnya
kelenjar tiroid) dan exophtalmos (bola mata yang menonjol abnormal). Individu penderita
gejala ini menjadi lebih sensitif terhadap katekolamina. Diduga bahwa reseptor
katekolamina meningkat jumlahnya di jantung dan sistem saraf pusat. Dalam keadaan
tercekam (pada saat tindakan operasi atau terjadinya infark miokardium) yaitu ketika terjadi
pelepasan katekolamina besar-besaran, dapat terjadi kondisi “thyroid storm” yang
membahayakan jiwa. Gejala yang timbul akibat “badai” tiroid ini antara lain: agitasi,
delirium (penurunan kesadaran), koma, dan gagal jantung.

12.5.2. Defisiensi Hormon

Defisiensi (=kekurangan) hormon, terjadi karena produksi hormon yang tidak


mencukupi. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, tetapi yang paling umum adalah
dihancurkannya sel yang memproduksi hormon secara autoimun, kelainan genetik, dan
tidak memadainya pasokan molekul prekursor hormon.

Pada penyakit Addison, fungsi korteks adrenal terganggu. Penyebab yang paling umum
ialah hancurnya kelenjar adrenal akibat autoimun. Penyakit ini juda dapat disebabkan oleh
terapi glukokortikoid yang berkepanjangan, misalnya ketika glukokortikoid digunakan
sebagai obat anti-radang.

Hipotiroidisme (defisiensi hormon tiroid) dapat diakibatkan oleh penyakit autoimun


(misal penyakit Hashimoto) atau akibat kurangnya sintesis TSH atau TRH (hormon pelepas
TSH). Oleh karena sintesis hormon tiroid membutuhkan kecukupan iod, maka defisiensi iod
juga akan menyebabkan hipotiroidisme. Pada anak, defisiensi hormon ini menyebabkan
kretinisme, yakni terhambatnya pertumbuhan fisik dan mental. Hipotiroidisme yang parah
pada orang dewasa menyebabkan miksedema, ditandai oleh terjadiya edema (busung air)
dan gondok. Hipotiroidisme ditanggulangi dengan terapi pengganti hormon (Hormone
replacement therapy).

Defisiensi hormon pertumbuhan (GH) bisa genetik/menurun atau sebagai akibat dari
tumor kelenjar pituitari atau trauma kepala. Defisiensi GH genetik menyebabkan kekerdilan
(dwarfism). Pada masa kini, anak-anak yang terkena penyakit ini diobati dengan GH
komersial yang merupakan suatu produk DNA rekombinan. Pada kekerdilan Laron (Laron‟s
dwarfism), pemberian GH eksogen tidak menghasilkan efek karena terdapat gangguan
mekanisme respon terhadap GH.

Diabetes insipidus dicirikan oleh sering buang air kecil dalam jumlah banyak dan
encer. Dapat disebabkan oleh berkurangnya sintesis vasopresin atau ginjal gagal merespon
pada vasopresin. Penyebab yang paling umum adalah tumor dan prosedur bedah yang
memotong serabut saraf neurohipofisis. Demikian pula pada beberapa bentuk gangguan/
penyakit ginjal, kemampuan organ merespon vasopresin terganggu.

2.6. FAKTOR TUMBUH

Langgengnya kehidupan organisme multisel membutuhkan pertumbuhan sel dan


pembelahan sel (mitosis) yang dikontrol dengan sangat ketat. Keadaan yang mengatur hal
tersebut belum sepenuhnya terungkap. Meskipun demikian, beraneka protein dan polipeptida
mirip hormon yang disebut faktor tumbuh (atau dikenal juga sebagai sitokina), diduga

16
Biokimia Umum 2 2011

mengendalikan pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi bermacam-macam sel. Seringkali,


kerja faktor tumbuh diperlukan untuk menstimulasi respon selular. Faktor tumbuh berbeda dari
hormon endokrin karena senyawa itu diproduksi oleh beraneka macam sel, bukan dari satu
macam sel kelenjar. Contoh faktor tumbuh mamalia antara lain adalah faktor tumbuh epidermis
(EGF), faktor tumbuh asal-keping darah (PDGF), dan somatomedin. Molekul lain yang semacam
misalnya interleukin, yang berfungsi merangsang proliferasi dan diferensiasi sel di dalam
sistem imun, juga digolongkan sebagai sitokina.

2.6.1. Faktor tumbuh epidermis (Epidermal growth factor, EGF)

Faktor tumbuh yang pertama kali diidentifikasi ini, merupakan mitogen (penginduksi
pembelahan sel) bagi banyak sel epitelial, misal sel epidermis dan sel pelapis saluran
pencernaan. Ketika EGF berikatan dengan reseptor EGF di plasma membran, proliferasi sel
akan terpicu. Reseptor EGF sendiri adalah suatu tirosin kinase yang merentang membran
dan strukturnya mirip dengan insulin reseptor.

2.6.2. Faktor tumbuh asal keping darah (platelet-derived growth factor, PDGF)

Molekul ini disekresi oleh keping darah selama reaksi pembekuan darah. Bersama-sama
EGF, PDGF menstimulasi mitosis pada fibroblast dan sel-sel di sekitarnya dalam
penyembuhan luka. Molekul PDGF juga menstimulasi sintesis kolagen pada fibroblast.

2.6.3. Somatomedin

Kelompok polipeptida ini melaksanakan mediasi kerja hormon pertumbuhan (GH)


dalam stimulasi pertumbuhan sel. Somatomedin dihasilkan di hati dan beraneka macam sel
jaringan (misal sel otot, fibroblast, sel tulang, dan ginjal) ketika GH berikatan dengan
reseptornya di permukaan sel. Pada hewan, somatomedin adalah pemicu pertumbuhan
yang utama. Somatomedin disekresikan oleh hati ke dalam sirkulasi darah; hal ini agak
berbeda dari kerja parakrin yang ditunjukkan oleh sel penghasil somatomedin lainnya.

Selain menstimulasi pembelahan sel, dalam derajat yang lebih ringan somatomedin
juga turut menstimulasi proses metabolisme yang dilakukan oleh hormon insulin (misalnya
Transpor glukosa dan sintesis lemak). Oleh karena itu, somatomedin pada manusia dinamai
ulang menjadi faktor tumbuh mirip insulin I dan II (Insulin-like growth factor, IGF I dan IGF
II). Sebagaimana halnya faktor tumbuh polipeptida yang lain, somatomedin juga memicu
berbagai respon selular dengan cara berikatan pada reseptor permukaan. Tidak
mengherankan, ternyata reseptor somatomedin juga merupakan tirosin kinase.

2.6.4. Interleukin-2 (IL-2)

Protein berukuran 13 kD ini adalah sekelompok sitokina yang berperan mengendalikan


sistem imun selain juga menstimulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Molekul IL-2
disekresikan oleh sel T setelah sel diaktifkan dengan cara berikatan pada sel penyaji
antigen. Sel T ini juga distimulasi untuk memproduksi reseptor IL-2. Terikatnya IL-2 pada
reseptornya menstimulasi pembelahan sel sehingga memperbanyak sel T yang identik.
Proses ini, dan aspek respon imun lain, akan berlangsung terus sampai antigen terusir dari
dalam tubuh.

Yang unik, beberapa sitokina malah berfungsi menghambat pertumbuhan sel.


Interferon misalnya, adalah sekelompok polipeptida yang dihasilkan oleh beraneka sel
sebagai respon atas beberapa stimuli seperti : antigen, mitogen, infeksi virus, dan tumor
tertentu. Interferon tipe I melindungi sel dari infeksi virus dengan cara menstimulasi
fosforilasi dan menon-aktifkan faktor protein yang dibutuhkan virus untuk memulai sintesis

17
Biokimia Umum 2 2011

protein. Interferon tipe II diproduksi oleh limfosit T untuk menghambat pertumbuhan sel
kanker di samping beberapa efek pengendalian respon imun. Sitokina berikutnya adalah
faktor nekrosis tumor (tumor necrosis factor, TNF). Dari namanya mengindikasikan
bahwa TNF bersifat racun bagi sel tumor. Baik TNF- (dihasilkan dari sel darah putih fagosit
yang diaktifkan oleh antigen) mau pun TNF- (dihasilkan oleh limfosit aktif) sama-sama
menekan pembelahan sel. Kelompok TNF ini juga berperan dalam mengendalikan beberapa
proses perkembangan tubuh.

2.7. MEKANISME AKSI HORMON

Yang khas dari hormon untuk memulai aksinya di dalam sel sasaran adalah berikatan pada
suatu reseptor. Hormon larut-air (misal polipeptida, protein, dan epinefrin) berikatan dengan
molekul reseptor di permukaan membran palsma sel sasarannya. Proses terikatnya hormon
dengan reseptor ini sifatnya dapat balik (reversible) dan akan memicu mekanisme yang
memulai fosforilasi bertingkat, baik langsung (pada kasus insulin) atau tak langsung melalui
molekul kurir kedua (kasus glukagon). Hasilnya adalah berubahnya aktivitas enzim spesifik
dan/atau mekanisme transpor membran. Contoh kurir kedua yang telah diteliti orang dengan
baik adalah: siklik AMP (cAMP), siklik GMP (cGMP), diasilgliserol sebagai turunan dari fosfatidil
insoitol-4,5-bisfosfat (DAG), inositol trisfosfat (IP3), dan ion kalsium.

Sebaliknya hormon larut lipid, seperti hormon steroid dan tiroid, akan memasuki sel
sasaran, tempat hormon akan berikatan dengan molekul reseptor spesifiknya. Setiap kompleks
hormon-reseptor selanjutnya akan berikatan dengan suatu daerah spesifik pada DNA sel
sasaran. Terikatnya kompleks tersebut pada DNA akan mengubah ekspresi gen yang
mengakibatkan perubahan pada profil suatu protein sel. Dalam subbab ini akan diperikan secara
singkat jenis-jenis mekanisme hormon. Ulasan selanjutnya adalah tentang reseptor insulin, yang
merupakan salah satu komponen selular yang sangat penting.

2.7.1. Kurir Kedua (Second Messenger)

Ketika molekul hormon berikatan dengan reseptor, suatu sinyal intraselular yang
disebut kurir kedua akan dibangkitkan. Kurir kedua ini berfungsi sebagai penghantar pesan
hormonal. Proses ini disebut sebagai transduksi sinyal dan juga bersifat memperbesar
kekuatan sinyal yang awal. Dengan kata lain, sedikit hormon dapat memulai mekanisme
yang akan menghasilkan banyak molekul kurir kedua.

2.7.2. cAMP

Kurir kedua ini dibangkitkan dari ATP oleh enzim adenilat siklase sebagai respon
terhadap interaksi kompleks hormon-reseptornya. Interaksi antara kompleks hormon-
reseptor dengan adenilat siklase diperantarai oleh suatu protein G (Gambar 12.10). Baik
reseptor, protein G, dan adenilat siklase, kesemuanya adalah protein yang berasosiasi
dengan membran.

Protein G diberi nama demikian karena protein ini berikatan dengan nukleotida
guanina. Beragam protein G telah dikarakterisasi, antara lain adalah protein G yang
menstimulasi sintesis cAMP ketika hormon seperti glukagon, TSH, dan epinefrin terikat
dengannya disebut protein Gs (G-stimulatory), sedangkan protein Gi (G-inhibitory) adalah
yang menghambat akitivitas adenilat siklase sehingga aras cAMP justru akan menurun.

Pada keadaan tidak terstimulasi, protein G mengikat GDP. Sebagai akibat dari ikatan
dengan hormon, dan berubahnya konformasi, reseptor akan berinteraksi dengan protein Gs
terdekat. Ketika Gs berikatan dengan reseptor, GDP berdisosiasi, dan tempat GDP semula
diambil alih oleh GTP. Protein G yang kini telah aktif lalu berinteraksi dan mengaktifkan
adenilat siklase.

18
Biokimia Umum 2 2011

Gambar 12.10. Sistem kurir kedua adenilat siklase yang mengontrol glikogenolisis

19
Biokimia Umum 2 2011

Perlu diketahui bahwa protein G biasanya tersusun dari 3 subunit : alfa (), beta (),
dan gama (). Dalam keadaan aktif, subunit  yang berikatan dengan nukleotida guanina
akan mengaktifkan adenilat siklase dengan cara berdisosiasi dari dimer . Molekul cAMP
yang kemudian terbentuk akan berdifusi ke dalam sitoplasma, untuk selanjutnya berikatan
dan mengaktifkan protein kinase yang bergantung cAMP (protein kinase A). Protein kinase
yang telah aktif kemudian memfosforilasi enzim pengatur kunci dan sebagai akibatnya akan
mengubah aktivitas katalitiknya.

Adenilat siklase akan terus aktif selama tetap berinteraksi dengan subunit s (alpha
stimulatory)-GTP. Begitu GTP mengalami hidrolisis menjadi GDP, serta-merta s-GDP
berdisosiasi dari adenilat siklase dan kembali berasosiasi dengan dimer . Sementara itu,
cAMP akan segera dihidrolisis oleh enzim fosfodiesterase. Proses hidrolisis ini menjadi
persyaratan yang penting bagi regulasi mekanisme kurir kedua, karena begitu suatu kurir
kedua dibuat, sinyal yang dibawanya harus dihentikan dengan cepat.

Macam protein target yang dipengaruhi oleh cAMP bergantung pada jenis sel. Selain
itu, beberapa hormon bisa saja mengaktifkan protein G yang sama. Oleh karena itu, hormon
yang berbeda dapat menimbulkan efek yang sama. Sebagai contoh, degradasi glikogen di
sel hati distimulasi baik oleh epinefrin mau pun glukagon.

Beberapa hormon menghambat aktivitas adenilat siklase. Molekul tersebut akan


menekan reaksi fosforilasi protein selular karena reseptornya berinteraksi dengan protein Gi.
Ketika Gi diaktifkan, maka subunit i-nya berdisosiasi dari dimer  dan mencegah
pengaktifan adenilat siklase. Contohnya, ketika reseptor prostaglandin E1 (PGE1) di dalam
sel lemak berasosiasi dengan Gi, PGE1 akan menekan lipolisis. Perlu diketahui bahwa
lipolisis distimulasi oleh glukagon dan epinefrin yang diperantarai oleh protein Gs.

2.7.3. cGMP.

Walaupun cGMP disintesis di dalam sebagian besar sel hewan, perannya dalam
metabolisme selular relatif belum banyak diketahui orang dengan pasti. cGMP disintesis dari
GTP oleh guanilat siklase. Ada dua jenis guanilat siklase terlibat dalan transduksi sinyal.
Salah satunya terikat pada membran sel, dan bagian ekstrasel dari enzim bertindak sebagai
reseptor hormon. Sedangkan jenis enzim yang lainnya adalah enzim yang ada di dalam
sitoplasma. Sejauh ini terdapat dua molekul yang bertindak sebagai aktivator guanilat
siklase yang terikat membran, yaitu peptida natriuretik atrium dan enterotoksin bakteri.

Faktor natriuretik atrium (atrial natriuretic factor, ANF) adalah peptida yang dibebaskan
dari atrium jantung sebagai respon untuk menaikkan volume darah. Efek biologi ANF yaitu
menurunkan tekanan darah melalui pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) dan
peningkatan eksresi air kemih (diuresis) diduga diperantarai oleh cGMP. Selain itu, cGMP
juga mengaktifkan enzim protein kinase G. ANF mengaktifkan guanilat siklase pada
beberapa macam sel. Pada salah satu sel yang ada di ginjal, sintesis cGMP yang terstimulasi
oleh ANF meningkatkan ekskresi natrium dan air dari ginjal.

Terikatnya enterotoksin pada guanilat siklase yang berada pada plasma membran sel
usus menyebabkan diare. Contoh kasus adalah diare karena perjalanan; penyakit ini
disebabkan oleh suatu galur E.coli yang memproduksi enterotoksin tahan panas. Terikatnya
toksin ini pada reseptor di plasma membran enterosit yang terhubung ke guanilat siklase
memicu sekresi elektrolit dan air yang berlebihan ke dalam saluran usus halus.

Guanilat siklase sitoplasma memiliki gugus prostetik hem. Enzim ini diaktifkan oleh
Ca2+, sehingga kenaikan konsentrasi ion kalsium di sitoplasma akan menyebabkan
disintesisnya cGMP. Guanilat siklase diaktifkan oleh NO. Beberapa riset membuktikan
adanya ikatan NO pada gugus hem yang mengaktifkan enzimnya. Pada beberapa sel lainnya
(misal sel otot polos), cGMP menstimulasi fungsi kanal-kanal ion.

20
Biokimia Umum 2 2011

2.7.4. Siklus Fosfatidilinositol Dan Kalsium

Siklus ini memerantarai aksi hormon dan faktor tumbuh (Gambar 12.11). Contohnya
antara lain asetilkolin (untuk sekresi insulin dari sel pankreas), vasopresin, TRH, GRH, dan
epinefrin (reseptor i). Fosfatidil inositol-4,5-bisfosfat (PIP2) dibelah oleh fosfolipase C
menghasilkan kurir kedua: diasilgliserol (DAG) dan inositol-1,4,5-trisfosfat (IP3).

Gambar 12.11. Lintasan Fosfatidilinositol

Fosfolipase C diaktifkan oleh adanya aktivasi protein G yang diinduksi oleh kompleks
hormon-reseptor. Beberapa macam protein G dapat saja terlibat di dalam siklus fosfatidil
inositol ini. Misalnya, protein GQ memerantarai aksi kerja vasopresin. Adapun produk dari
reaksi yang dikatalisis fosfolipase C, yaitu DAG, akan mengaktifkan protein kinase C.
Aktivitas beberapa macam protein kinase C telah teridentifikasi. Bergantung pada jenis
selnya, protein kinase yang aktif akan memfosforilasikan enzim regulator spesifik sehingga
enzim tersebut menjadi aktif atau sebaliknya.

Begitu terbentuk, IP3 segera berdifusi ke dalam kalsisom (retikulum endoplasma


polos, SER), lalu berikatan pada reseptornya. Reseptor IP3 adalah suatu kanal kalsium. Aras

21
Biokimia Umum 2 2011

kalsium di dalam sitoplasma akan meningkat ketika ketika ion kalsium masuk via kanal aktif
yang membuka. Bukti akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sinyal kalsium yang diaktifkan
oleh IP3 menjadi terpotensiasi sebentar oleh adanya pelepasan suatu sinyal yang lain yang
mengaktifkan suatu kanal kalsium pada membran plasma. Ion kalsium terlibat dalam
regulasi banyak proses selular, termasuk juga pengaktifan protein kinase C. Oleh karena
aras kalsium intrasel masih relatif rendah, bahkan setelah diaktifkannya mekanisme
pembebasan kalsium (kira-kira 10-6M), patut diduga bahwa tapak pengikat-kalsium pada
protein yang diregulasi oleh kalsium memiliki daya ikat (afinitas) tinggi terhadap ion itu.
Beberapa protein pengikat kalsium mengatur aktivitas protein lain dengan hadirnya kalsium.
Contohnya kalmodulin, memerantarai banyak reaksi yang dikendalikan oleh kalsium. Bahkan
pada beberapa enzim (misalnya enzim fosforilase kinase), kalmodulin menjadi bagian
(subunit) pengatur dari enzim.

2.7.5. Mekanisme Hormon Steroid Dan Tiroid

Mekanisme transduksi sinyal molekul hormon yang hidrofob seperti hormon steroid dan
tiroid menghasilkan perubahan dalam ekspresi gen. Dengan kata lain, aksi dari tiap molekul
hormon tersebut menyebabkan terekpresi atau tidaknya seperangkat gen yang spesifik,
yang kemudian akan menyebabkan berubahnya pola protein yang dihasilkan oleh sel.
Hormon steroid dan tiroid berupa molekul yang larut lipid dan diangkut di dalam darah
berikatan dengan beberapa macam protein pengangkut ke sel-sel targetnya. Contoh protein
pengangkut steroid adalah transkortin (atau globulin pengikat-kortikosteroid), protein
pengikat-androgen, protein pengikat-hormon-seks, dan albumin. Selain diangkut oleh
albumin, hormon tiroid juga ditranspor berikatan dengan globulin pengikat-tiroid dan pra-
albumin pengikat-tiroid.

Setelah mencapai sel sasaran, molekul hormon hidrofob berdisosiasi dari protein
pengangkutnya, berdifusi menembus membran plasma, dan berikatan dengan reseptor
intraselularnya (Gambar 12.12). Reseptor ini adalah molekul pengikat-ligan berafinitas
tinggi yang termasuk dalam kelompok superfamili protein pengikat-DNA yang memiliki
struktur yang hampir sama. Bergantung jenis hormonnya, awal ikatan dengan reseptor
dapat terjadi di sitoplasma (contoh: glukokortikoid), atau di dalam inti-sel (misal: estrogen,
androgen, dan hormon tiroid).

Dalam keadaan tanpa hormon, beberapa macam reseptor akan berkompleks dengan
protein lain. Misalnya, reseptor glukokortikoid tanpa hormon ditemukan dalam sitoplasma
terikat pada hsp90 (heat-shock protein 90). Ikatan hsp90 pada reseptor glukokortikoid ini
dimaksudkan untuk mencegah terikatnya reseptor pada DNA. Pada saat kortikosteron
berikatan dengan reseptor, maka perubahan konformasi reseptor menyebabkannya
berdisosiasi dari hsp90. Selanjutnya setiap dua reseptor yang telah berikatan dengan
hormon akan berasosiasi membentuk kompleks yang kemudian masuk ke dalam inti-sel.

Di dalam inti-sel, setiap kompleks hormon-reseptor berikatan dengan segmen DNA


yang khas yang disebut elemen respon hormon (hormone response elements, HRE).
Ikatan kompleks hormon-reseptor pada sekuens basa dari suatu HRE via ranah “jejari Zn”
(zinc finger) dalam reseptor dapat meningkatkan atau melemahkan transkripsi suatu gen
spesifik. Beberapa HRE dapat berikatan pada kompleks hormon-reseptor yang sama
sehingga ekspresi banyak gen dapat diubah secara bersamaan. Diperkirakan untuk tiap
macam HRE dapat mempengaruhi transkripsi 50 sampai 100 gen. Akibatnya ikatan
kompleks hormon steroid-reseptor pada HRE padanannya akan menginduksi perubahan
fungsi selular berskala besar.

Adapun hormon tiroid yang masuk ke dalam sel, akan berikatan sementara dengan
protein sitoplasma spesifik. Selanjutnya hormon tiroid bermigrasi ke dalam inti-sel dan
mitokondria, dan di situlah hormon berikatan dengan reseptornya. Di dalam inti-sel, ikatan
hormon tiroid pada reseptor mengawali transkripsi gen yang berperan penting dalam proses

22
Biokimia Umum 2 2011

selualr seperti penyandian hormon pertumbuhan dan ATPase Na-K. Sedangkan di dalam
mitokondria, hormon tiroid menstimulasi konsumsi oksigen dan meningkatkan oksidasi asam
lemak.

Gambar 12.12. Model aksi hormon steroid terhadap sel target.

2.8. Diabetes Mellitus dan Reseptor Insulin

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang disebabkan oleh: sintesis insulin yang
tidak memadai, meningkatnya kerusakan insulin, atau kerja insulin yang tak efektif. Kesemua
efek metabolismenya menghasilkan kegagalan tubuh untuk memperoleh glukosa dari darah.
Ketidakseimbangan metabolisme yang terjadi akan berakibat pada gangguan kesehatan yang
serius, bahkan dapat membahayakan jiwa seseorang. Pada diabetes tipe I, yaitu diabetes
melitus yang bergantung insulin (insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM), jumlah insulin
yang disekresikan tidak cukup akibat rusaknya sel- pankreas. Oleh karena diabetes tipe ini
seringkali menimpa individu sebelum usia 20 tahun, dahulu sering kali disebut sebagai diabetes
anak (juvenile-onset diabetes). Adapun diabetes tipe II, yaitu diabetes melitus yang tak
bergantung insulin (non insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) atau diabetes dewasa
(adult-onset diabetes) disebabkan oleh jaringan sasaran yang tidak sensitif terhadap insulin.

23
Biokimia Umum 2 2011

Walaupun beberapa gejalanya mirip satu sama lain, dua tipe diabetes ini berbeda jauh dalam
banyak aspek.

Gejala diabetes yang paling jelas adalah hiperglikemia (gula darah tinggi) disebabkan
oleh kurangnya ambilan glukosa oleh sel. Gula akan muncul dalam air kemih (glukosuria)
karena kapasitas ginjal terbatas untuk menyerap balik glukosa dari filtrat air kemih. Glukosuria
selanjutnya akan menyebabkan diuresis osmotik, suatu proses hilangnya air dan elektrolit (ion
natrium, kalium, dan klorida) dalam jumlah berlebihan akibat adanya solut dalam filtrat. Pada
kasus yang parah, pasien bisa mengalami dehidrasi walaupun banyak mengkonsumsi air minum.

Tanpa insulin untuk mengendalikan metabolisme energi, maka ketiga organ utama tubuh
yang menjadi targetnya (hati, lemak, dan otot) akan gagal menyerap zat gizi dengan baik.
Bahkan organ/jaringan tersebut akan berfungsi seolah-olah tubuh tengah mengalami kelaparan.
Di hati, laju glukoneogenesis dipercepat karena begitu banyak asam amino dimobilisasi dari
jaringan otot dan sintesis enzim glukoneogenesis meningkat. Glikogenolisis yang biasanya
tertekan oleh adanya insulin, dalam keadaan tanpa insulin akan memproduksi glukosa lagi.
Selanjutnya, hati akan mengirim glukosa hasil glukoneogenesis ke dalam aliran darah yang
sudah hiperglikemia. Meningkatnya lipolisis di jaringan adiposa, yang disebabkan oleh pengaruh
glukagon, akan melepas banyak asam lemak ke dalam darah. Di hati, ketika asam lemak
dipecah melalui oksidasi- dan dikombinasi dengan konsentrasi oksaloasetat yang rendah
(akibat glukoneogenesis yang berlebihan), maka asetil-KoA akan dihasilkan dan terakumulasi
dalam jumlah besar. Asetil-Koa ini akan menjadi substrat untuk pembentukan badan-badan
keton. Asam lemak yang tidak digunakan untuk penyediaan energi atau pembentukan badan-
badan keton akan digunakan untuk sintesis VLDL. Proses ini menyebabkan keadaan
hiperlipoproteinemia (konsentrasi lipoprotein dalam darah lebih tinggi dari normal) karena
sintesis lipoprotein lipase dihambat ketika tidak ada insulin. Pendek kata, sel-sel penderita
diabetes “kelaparan di tempat makanan berlimpah”. Pada kasus yang parah, meskipun
penderita meningkat selera dan jumlah konsumsi makanannya, akan tetapi karena tidak dapat
memanfaatkan glukosa maka terjadi penurunan bobot badan.

2.8.1. Diabetes yang Bergantung Insulin

Pada kebanyakan kasus diabetes tipe ini, sel  pankreas yang memproduksi insulin
telah dirusak oleh sistem imun. Meskipun gejala klinis IDDM terkesan mendadak, namun
perusakan sel  disebabkan oleh proses radang yang berlangsung tahunan. Gejala klinis
belum terlihat hingga semua kapasitas produksi insulin rusak. Sebagaimana halnya proses
radang dan autoimun lainnya, perusakan sel  diawali ketika suatu antibodi berikatan
dengan antigen di permukaan sel. Yang paling umum dijumpai pada penderita diabetes tipe
I adalah autoantibodi yang berikatan dengan antigen yang memiliki aktivitas glutamat
dekarboksilase. Selain itu, telah ditemukan pula autoantibodi terhadap insulin dan tirosina
fosfatase IA-2. Tirosina fosfatase IA-2 adalah salah satu enzim yang memindahkan gugus
fosfat dari residu fosfotirosina spesifik, ditemukan hanya di otak dan sel penghasil insulin di
pankreas.

Gejala akut yang paling serius pada diabetes tipe I adalah ketoasidosis. Meningkatnya
konsentrasi senyawa keton di dalam darah (ketosis) dan pH darah yang rendah (asidosis)
bersama dengan hiperglikemia akan menyebabkan penderita kehilangan banyak air.
Ketoasidosis juga ditandai oleh nafas yang berbau aseton. Ketoasidoasis dan dehidrasi akan
menyebabkan koma dan kematian apabila dibiarkan.

2.8.2. Diabetes yang Tak Bergantung Insulin

Diabetes tipe ini penyakitnya relatif lebih ringan daripada yang diabetes tipe I.
Perjalanan penyakitnya lambat, gejala muncul sering kali di atas usia 40 tahun. Berbeda dari
diabetes tipe I, penderita diabetes tipe II memiliki aras insulin normal atau lebih tinggi dari

24
Biokimia Umum 2 2011

normal. Penderita tipe II resisten terhadap insulin, dan penyebab yang paling umum adalah
berkurangnya aktivitas reseptor insulin. Sekitar 85% dari penderita diabetes tipe II adalah
orang dengan obesitas. Oleh karena obesitas sendiri memacu ketidaksensitifan terhadap
insulin, maka orang yang rentan terhadap tipe diabetes ini akan beresiko terkena penyakit
ini apabila mereka kelebihan berat badan.

2.8.3. Reseptor Insulin.

Reseptor insulin adalah anggota kerabat reseptor permukaan sel bagi beraneka ragam
polipeptida anabolik, misalnya EGF, PDGF, dan IGF-I. Meskipun terdapat sedikit perbedaan
struktur di antara anggotanya, semuanya memiliki kesamaan ciri-ciri yang khas, yakni
mempunyai domain (ranah) eksternal (di permukaan bagian luar sel) yang berikatan dengan
ligan ekstrasel spesifik, satu segmen yang merentang membran (transmembran), dan suatu
ranah katalitik di sisi sitoplasma dengan aktivitas tirosina kinase. Ketika ligan terikat pada
ranah eksternal, terjadi perubahan konformasi pada protein reseptor yang mengaktifkan
ranah tirosina kinase. Aktivitas tirosina kinase ini selanjutnya akan mengawali suatu riam
fosforilasi yang dimulai dari autofosforilasi ranah tirosina kinase itu sendiri.

Insulin reseptor merupakan dimer glikoprotein transmembran yang terdiri atas dua
jenis subunit yang terhubung oleh jembatan disulfida. Dua subunit  berukuran besar (130
kD) menjulang keluar sel, membentuk tapak ikatan insulin. Sedangkan setiap dua subunit 
(90 kD) mengandung segmen transmembran dan ranah tirosina kinase.

Terikatnya insulin akan mengaktifkan tirosina kinase pada reseptor dan menyebabkan
riam fosforilase yang memodulasi berbagai protein intraselular. Sebagai contoh, terikatnya
insulin menghambat lipase-sensitif-hormon pada sel lemak. Hal itu terjadi karena
diaktifkannya suatu fosfatase yang melakukan defosforilasi terhadap lipase. Selain itu,
beberapa model untuk kerja insulin mengusulkan adanya keterlibatan beberapa kurir kedua,
misalnya inositol monofosfat atau DAG, untuk mengaktifkan protein kinase C.

Terikatnya insulin juga diduga menginisiasi riam fosforilasi yang menginduksi


perpindahan beberapa jenis protein ke permukaan sel. Beberapa contohnya ialah isoform
transporter glukosa, reseptor LDL, dan reseptor IGF-II. Pergerakan molekul tersebut ke
membran plasma pada fase pascaserap dari siklus makan-puasa memacu perolehan zat gizi
bagi sel dan sinyal untuk memacu pertumbuhan.

RINGKASAN

1. Makhluk bersel banyak membutuhkan mekanisme pengaturan yang canggih untuk


memastikan agar semua sel, jaringan, dan organ dapat bekerja sama. Sebagai contoh,
siklus makan-puasa menggambarkan cara beragam organ tubuh berpartisipasi dan turut
andil untuk memperoleh molekul makanan dan pemanfaatannya.

2. Hormon adalah molekul yang digunakan oleh makhluk untuk menyampaikan informasi
antara sel. Ketika sel sasaran terletak jauh dari sel yang memproduksi hormon, maka
molekul disebut hormon endokrin. Untuk menjamin pengawasan metabolisme yang baik,
sintesis dan sekresi berbagai hormon mamalia dikendalikan oleh mekanisme bertingkat-
tingkat yang rumpil, yang pada puncaknya dikontrol oleh sistem saraf pusat. Selain itu,
suatu mekanisme umpan-balik negatif juga mengontrol sintesis berbagai hormon
dengan sangat tepat. Bermacam penyakit disebabkan oleh produksi yang berlebih atau
defisiensi suatu hormon spesifik atau tidak sensitifnya sel sasaran.

3. Faktor tumbuh (atau sitokina) adalah sekelompok polipeptida yang mengendalikan


pertumbuhan, diferensiasi, atau proliferasi berbagai sel. Sitokima berbeda dari hormon

25
Biokimia Umum 2 2011

endokrin karena tidak diproduksi oleh sel kelenjar tertentu, tapi dihasilkan oleh
beraneka macam sel.

4. Hormon dan faktor tumbuh biasanya mengawali efek di dalam sel sasarannya dengan
cara berikatan dengan reseptor yang spesifik. Hormon larut-air umumnya berikatan
dengan reseptor pada permukaan sel sasaran dan selanjutnya aktivitas beberapa enzim
dan/atau mekanisme transpor diubahnya. Molekul kurir kedua seperti cAMP, cGMP, IP3,
DAG, dan ion Ca2+ seringkali memerantarai pesan dari hormon atau faktor tumbuh.
Hormon steroid dan tiroid umumnya berikatan pada reseptor intraselular. Kompleks
hormon-reseptor selanjutnya berikatan dengan suati sekuens DNA yang disebut elemen
respon hormon. Ikatan kompleks hormon-reseptor pada HRE meningkatkan atau
melemahkan ekspresi gen tertentu.

-------------------------------------------------------------------------------------------

PERLATIHAN :

1. Perikan sedikitnya dua fungsi terkait dengan metabolisme zat gizi untuk tiap-tiap organ
tubuh berikut ini:
a. Usus
b. Hati
c. Otot
d. Jaringan adiposa
e. Ginjal
f. Otak

2. Manakah organ yang menyelenggarakan aktivitas berikut ini:


a. Regulasi pH
b. Glukoneogenesis
c. Penyerapan
d. Integrasi saraf dan endokrin
e. Lipogenesis
f. Sintesis urea

3. Definisikan istilah berikut ini:


a. Hiperlipoproteinemia
b. Ketoasidosis
c. Faktor pertumbuhan
d. Protein-G
e. Sisa kilomikron
f. Neurofisin
g. Down-regulation

4. Sebutkan apa kerja dari masing-masing hormon ini:


a. Insulin
b. Kortikotropin
c. Glukagon
d. Oksitosin
e. Hormon peluteinan (LH)

26
Biokimia Umum 2 2011

f. Somatostatin
g. Vasoproesin
h. FSH
i. GnRF
j. Adrenalin

5. Apakah fungsi umum hormon di dalam tubuh?

6. NADH adalah agen pereduksi yang amat penting dalam katabolisme selular, sementara
NADPH adalah agen pereduksi yang penting pada anabolisme. Tunjukkan bagaimana sintesis
dan degradasi kedua molekul ini saling terkait (tinjaulah beberapa bab terdahulu untuk
memperoleh jawabannya).

7. Salah satu hormon glukokortikoid sintetik : kortison, sering diresepkan secara oral (via
mulut) untuk mengatasi gangguan akibat alergi dan peradangan. Sebaliknya, hormon insulin
yang digunakan oleh penderita diabetes, hanya dapat diberikan melalui suntikan. Jelaskan
mengapa demikian.

8. Buatlah ulasan singkat tentang golongan kurir kedua (second messenger) yang diketahui
saat ini.

9. Setelah berpuasa selama 6 minggu, produksi urea akan menurun. Jelaskan mengapa
demikian.

10. Perikan cara kerja hormon yang umum.

11. Gejala khas penyakit diabetes ialah penderita sering merasakan haus yang sangat. Jelaskan
mengapa hal ini bisa terjadi.

12. Dalam suatu aksi “mogok-makan”, sebagian besar cadangan glukosa akan habis terpakai
pada hari pertama. Padahal otak sangat membutuhkan glukosa agar dapat berfungsi dan
lambat/sulit beradaptasi untuk memanfaatkan sumber energi lain. Jelaskan cara tubuh
menyediakan kebutuhan glukosa untuk otak.

13. Jelaskan perubahan metabolik yang terjadi selama kelaparan. Apakah tujuan utama
terjadinya pemecahan jaringan otot pada saat kelaparan?

14. Jelaskan perubahan di dalam metabolisme hati yang terjadi ketika aras glukosa darah turun
setelah makanan selesai dicerna.

15. Dalam aktivitas olahraga aerobik, selain „membakar‟ glukosa, otot juga akan „membakar‟
lemak yang dibebaskan dari jaringan adiposa. Jelaskan, bagaimana caranya kebutuhan akan
lemak (sebagai cadangan energi untuk di‟bakar‟) dikomunikasikan kepada sel adiposa?

27

Anda mungkin juga menyukai