Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN 10
MENGINDENTIFIKASI PERICARP

Disusun Oleh:

Fatika Hira Winda Sabaha 10060321168


Indah Prayesti 10060321169
Angelica Khusuma Wardani 10060321171
Muhammad Fauzan Mutaqien 10060321172

Shift/Kelompok : F/2
Tanggal Percobaan : 8 Oktober 2022
Tanggal Laporan : 15 November 2022
Nama asisten : Trully Nouval Larasati, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2022 M / 1443 H
PERCOBAAN 10

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Untuk mengamati dan mengetahui fragmen khas dari berbagai jenis
pericarpium secara mikroskopik dengan berbagai macam reagen
1.2 Untuk mengetahui organeleptis dari berbagai macam
pericarpium secara makroskopik

II. TEORI DASAR


2.1 Morfologi Pericarpium

Istilah morfologi berasal dari kata “Morphologi” yang berarti (Morphe


: bentuk, logos : Ilmu) ; berarti ilmu yang mempelajari bentuk - bentuk luar
dari tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji mengenai organ - organ
tumbuhnya dengan segala variasinya. Morfologi tumbuhan ialah ilmu yang
mempelajari struktur organ tumbuhan baik mengenai akar, batang, daun,
bunga, buah, maupun bijinya. Pada dasarnya, tumbuhan terdiri atas tiga organ
pokok yaitu akar (radiks), batang (caulis), dan daun (folium). Tumbuhan yang
memilki ketiga unsur pokok tersebut adalah golongan kormofita (kormofita
berasal dari bahasa yunani yaitu, cormus berarti akar, batang dan daun,
sedangkan phyta berarti tumbuhan). Selain itu bagian lain dari tubuh
tumbuhan dapat dikatakan sebagai turunan (derivat) dari salah satu atau dua
bagian pokok tersebut yang telah mengalami perubahan bentuk, sifat, dan
fungsi (Hidayat, 1995).
Morfologi tumbuhan membahas tentang fungsi masing - masing bagian
dari bentuk dan susunan tumbuhan dan susunan tumbuhan. Jika melihat daun
dari berbagai macam jenis tumbuhan, dapat terlihat bahwa daun memiliki
struktur morfologi daun yang bermacam- macam (Rianawaty, 2011).
Buah adalah pertumbuhan sempurna dari bakal buah (ovarium). Setiap
bakal buah berisi satu atau lebih bakal biji (ovulum), yang masing-masing
mengandung sel telur. Bakal biji itu dibuahi melalui suatu proses yang diawali
oleh peristiwa penyerbukan, yakni berpindahnya serbuk sari dari kepala sari
ke kepala putik. Setelah serbuk sari melekat di kepala putik, serbuk sari
berkecambah dan isinya tumbuh menjadi buluh serbuk sari yang berisi
sperma. Buluh ini terus tumbuh menembus tangkai putik menuju bakal biji,
di mana terjadi persatuan antara sperma yang berasal dari serbuk sari dengan
sel telur yang berdiam dalam bakal biji, membentuk zigot yang bersifat
diploid. Pembuahan pada tumbuhan berbunga ini melibatkan baik
plasmogami, yakni persatuan protoplasma sel telur dan sperma, dan
kariogami, yakni persatuan inti sel keduanya. Buah merupakan organ pada
tumbuhan berbunga yang merupakan modifikasi lanjutan bakal buah
(ovarium). Buah biasanya membungkus dan melinudungi biji. Berdasarkan
jenisnya buah ada dua macam yaitu buah sejati dan buah semu, aneka rupa
dan bentuk buah tidak terlepas kaitannya dengan fungsi utama buah, yakni
sebagai pemencar biji tumbuhan (Campbell, 2003).
Buah yang semata-mata terbentuk dari bakal buah, atau paling banyak
terdapat sisa-sisa bagian bunga yang lazimnya telah gugur, umunya buah
yang tidak terbungkus atau buah yang telanjang (fructus nudus). Buah ini
dinamakan buah sejati atau buah sungguh. Kecuali bakal buahnya sendiri
sering kali terjadi bahwa ada bagian bunga yang ikut mengambil bagian
dalam pembentukan buah, bahkan seringkali menjadi bagian buah yang
paling menarik perhatian. Buah yang demikian dinamakan buah palsu atau
buah semu (fructus spurius) (Campbell, 2003).
Pada sebagian buah khususnya buah tunggal yang berasal dari bakal
buah yang tenggelam, terkadang bagian-bagian bunga yang lain seperti
perhiasan bunga, kelopak, mahkota dan benang sari bersatu dengan bakal
buah dan turut berkembang membentuk buah buah. Jika bagian-bagian buah
itu merupakan bagian dari utama buah, maka buah itu disebut buah semu
(Kimball, 1999).
Pada umumnya buah terbentuk sesudah terjadi penyerbukan dan
pembuahan pada bunga. Walaupun demikian mungkin pula buah terbentuk
tanpa adanya pembuahan dan penyerbukan, peristiwa terbentuknya buah
yang demikian itu dinamakan partenokapi. Buah yang terjadinya dengan cara
ini biasanya tidak mengandung biji atau jika ada bijinya tidak mengandung
lembaga sehingga bijinya tidak dapat dijadikan alat perkembangbiakan.
Pembentukan buah dengan cara ini lazim didapati pada pohon pisang
(Tjitrosoepomo, 2003).
Kulit buah ada yang dua lapis dan ada yang tiga lapis. Kulit buah yang
terdiri dari 2 lapis meliputi eksokarpium dan endokarpium sedang yang tiga
lapis meliputi eksokarpium, mesokarpium, dan endokarpium. Endokarpium
berbatasan dengan kulit biji. Eksokarpium umumnya satu lapis sel,
mesokarpium terdiri dari beberapa lapis sel, sedang endokarpium dapat satu
lapis atau lebih. Buah tertentu memiliki endokarpium yang terdiri dari sel
batu. Daging buah yang kita makan sehari-hari sebenarnya mesokarpium.
Pada sebagian buah, khususnya buah tunggal yang berasal dari bakal buah
tenggelam, kadang-kadang bagian-bagian bunga yang lain (umpamanya
tabung perhiasan bunga, kelopak, mahkota, atau benangsari) bersatu dengan
bakal buah dan turut berkembang membentuk buah. Jika bagian-bagian itu
merupakan bagian utama dari buah, maka buah itu lalu disebut buah semu.
Baik buah sejati (yang merupakan perkembangan dari bakal buah) maupun
buah semu, dapat dibedakan atas tiga tipe dasar buah (Campbell, 2003).
Dinding buah yang berasal dari perkembangan dinding bakal buah pada
bunga dikenal sebagai pericarp (pericarpium). Pericarp ini sering berkembang
lebih jauh, sehingga dapat dibedakan atas dua lapis atau lebih, yang dibagian
luar disebut dinding buah (eksocarp) atau pericarp yang dibagian dalam
disebut dinding dalam atau endocarp serta lapisan tengah yang disebut
dinding tengah atau mesokarp (Campbell, 2003).

2.2 Klasifikasi Simplisia


2.2.1 Puniceae Granati Pericarpium (Kulit Buah Delima)
• Kingdom : Plantae
• Divisi : Magnoliophyta
• Kelas : Magnoliopsida
• Subkelas : Rosidae
• Ordo : Myrtales
• Famili : Lytraceae (Punicaceae)
• Genus : Punicaceae
• Spesies : Punica granatum L.
Buah delima yang tersebar di Indonesia dikelompokkan berdasarkan
warna buahnya dan ada 3 jenis buah delima yakni delima putih, delima merah
dan delima hitam. Dan yang paling sering digunakan dan paling popular ialah
delima merah. Delima merah memiliki rasa lebih manis dan segar, sedangkan
delima putih agak sukar ditemukan dipasaran. Rasa dari delima merah sedikit
sepat dan kesat serta kurang manis (Sugianto, 2011).
Delima merupakan tanaman dikotil dari familia Punicaceae yang
berasal dari Timur Tengah yang telah dipercaya memiliki efek sebagai obat
sejak 1550 SM (Andriani, 2016).
Delima salah satu tanaman mistis yang telah banyak digunakan pada
zaman kuno. Pada zaman kuno delima dijuluki sebagai tanaman suci yang
dapat memberikan kesuburan, kekuatan dan kesehatan yang baik pada
masyarakat kuno. Di Indonesia Kulit buah delima putih digunakan sebagai
obat diabetes. Selain itu kulit buah delima putih aktivitas antioksidan lebih
kuat dibandingkan dengan anggur merah dan teh hijau. Delima memiliki
pohon dengan panjang 2 sampai 5 meter dengan banyak cabang berduri. Daun
tunggal yang saling berhadapan atau tersebar, tidak memiliki daun penumpu,
helainnya berbentuk lonjong sampai lanset dengan pangkal berbentuk lancip,
ujungnya tumpul, dengan tepi rata, dan tulang menyirip berwarna hijau.
Bunga delima besar dengan beragam warna merah serta putih. Ukuran buah
delima ketika tua dan matang memiliki lebar 5 inci dengan kulit berwana
merah tua, kasar dan berbentuk granat (Sharrif and Hamed, 2012).
Bunga delima merupakan bunga banci, aktinomorf, dan terpisah.
Sumbu bunga berongga dengan bentuk kerucut, daun mahkota 5 sampai 7
dalam kuncup yang tidak beraturan dan memiliki benang sari banyak, tangkai
sari bebas, bakal buah tenggelam. Rasa dari buah delima bervariasi
tergantung kematangan dari buah delima. Delima merah memiliki rasa yang
manis sedangkan delima putih rasanya lebih sepat. Secara anatomi tidak ada
perbedaan pada batang, daun, antera dan biji dari ketiga jenis delima.
Perbedaan terdapat pada kulit buah delima. Dimana pada lapisan eksokarp
delima hitam memiliki 5 lapis sel sklerenkim sedangkan pada delima merah
dan putih hanya memiliki 4 sel sklerenkim (Andriani, 2016).

2.2.2 Garciniae Mangostanae Pericarpium (Kulit Buah Manggis)


• Kerajaan : Plantae
• Divisi : Magnoliophyta
• Kelas : Magnoliopsida
• Subkelas : Dilleniidae
• Bangsa : Theales
• Suku : Clusiaceae
• Marga : Garcinia
• Jenis : Garcinia mangostana (Cronquist, 1981).

Buah manggis berbentuk bangun bola dengan diameter 3,5 – 7 cm.


Kulit buah manggis memiliki warna hijau muda hingga ungu gelap,
sedangkan warna daging buahnya putih. Sewaktu masih muda permukaan
kulit buah berwarna hijau, namun setelah matang berubah menjadi ungu
kemerah-merahan atau merah muda. Kulit buah manggis ukurannya tebal
mencapai proporsi sepertiga bagian dari buahnya (Cronquist, 1981).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Pradipta dkk. (2017),
diketahui bahwa kulit buah manggis ternyata memiliki kandungan senyawa
aktif yang termasuk golongan xanthone. Kandungan kimia kulit manggis
adalah xanton, mangostin, garsinon, flavonoid dan tannin (Heyne, 1997;
Soedibyo, 1998).
Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif dengan strukturnya yang terdiri
dari 3 cincin dan ini menjadikannya sangat stabil ketika berada dalam tubuh
manusia Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah
1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2.8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on dan
1,3,6,7-tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-butenil)-9Hxanten-9-on. Keduanya
lebih dikenal dengan nama alfamangostin dan gamma-mangostin (Jinsart,
1992).
Selain itu, kandungan senyawa kimia pada manggis antara lain
karbohidrat, lemak, protein, kalsium, potasium, zat besi, fosfor, vitamin A,
vitamin B1, dan B2, vitamin C (Yuslianingsih, 2008).

2.2.3 Phaleriae Macrocarpae Pericarpium (Kulit Mahkota Dewa)


• Divisi : Spermathophyta
• Subdivisi : Angiospermae
• Kelas : Dicotylodeneae
• Bangsa : Thymelaeaceae
• Suku : Thymelaeceae
• Marga : Phaleria
• Spesies : Phaleria Macrocarpa Boerl atau Phaleria papuana Warb
var. ( Winarto, 2003 ).

Tumbuhan ini memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau ketika


muda dan merah marun ketika tua, permukaan batangnya kasar, warnanya
coklat, memiliki getah, percabangan simpodial. Memiliki ukuran buah yang
bervariasi dari sebesar bola pingpong sampai sebesar apel dengan ketebalan
kulit 0,1-0,5 mm. Daun tunggal letaknya berhadapan, bertangkai pendek,
bentuknya lanset atau lonjong, ujung dan pangkalnya runcing, tepi rata (
Manganti, 2011 ).
Pohon atau tanaman mahkota dewa memiliki tinggi sekitar 1 – 2,5
meter. Memiliki batang dengan ciri – ciri berkayu, pendek, dan bercabang
banyak. Daun mahkota dewa berbentuk bulat panjang, berdaun tunggal,
bertangkai pendek, runcing, berwarna hijau tua, panjang daun sekitar 7 – 10
cm dan lebar daun 2 – 5 cm. Telah diketahui bahwa biji mahkota dewa bersifat
toksik, sedangkan buahnya tidak, dengan potensi penghambatan yang lebih
besar dibandingkan daunnya. Buah mahkota dewa terdiri dari golongan
saponin, alkaloid, tanin, flavonoid, polifenol, minyak atsiri. Pada kulitnya
mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Kandungan yang berperan
sebagai antibakteri antara lain flavonoid dan saponin .Adapun peranan
flavonoid sebagai antibakteri, merupakan kelompok fenol yang memiliki
kecenderungan menghambat aktifitas enzim mikroba, pada akhirnya
mengganggu proses metabolisme. Saponin digunakan sebagai antibakteri
juga virus ( Beatrice, 2010 ).

2.2.4 Citri Aurantiifoliae Pericarpium (Buah Jeruk Nipis)


Secara taksonomi, tanaman Citrus aurantifolia termasuk dalam
klasifikasi sebagai berikut :
• Kingdom : Plantae
• Divisi : Spermatophyta
• Subdivisi : Angiospermae
• Kelas : Dicotyledonae
• Ordo : Rutales
• Famili : Rutaceae
• Genus : Citrus
• Spesies : Citrus aurantifolia Swingle. (Ferguson, 2002).

Secara umum morfologi tanaman jeruk tergolong tanaman perdu. Di


Indonesia, tanaman ini dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.000 m dpl.
Tanaman ini memiliki akar tunggang yang berkembang melalui apex embrio.
Mempunyai dahan bulat yang bercabang banyak. Kulit batang berwarna hijau
hingga cokelat tua. Batangnya berbentuk silindris dan tumbuh cabang
cenderung ke atas. Tingginya mencapai 0,5-3,5 m. Batang pohonnya berkayu
ulet, berduri, dan keras. Tanaman jeruk berdaun majemuk, dengan permukaan
licin (laevis) dan mengilat (nitidus). Buah jeruk tergolong buah buni,
memiliki permukaan licin, dan berkulit tipis. Kulit buah jeruk nipis
mempunyai tiga lapisan, yaitu :
1. Lapisan luar yang kaku menjangat dan mengandung banyak kelenjar
minyak atsiri. Mula-mula berwarna hijau, tapi setelah buah masak
warnanya berubah menjadi kuning atau jingga. Lapisan kulit buah jeruk
ini disebut flavedo.
2. Lapisan tengah bersifat seperti spon, terdiri atas jaringan bunga karang
yang biasanya berwarna putih. Lapisan ini disebut albedo.
3. Lapisan lebih dalam bentuknya bersekat-sekat, sehingga terbentuk
beberapa ruangan. Dalam ruangan terdapat gelembung-gelembung yang
berair, dan biji-bijinya terdapat diantara gelembung-gelembung tersebut
(Kurnia, 2014).

2.3 Anatomi
Pada umumnya buah berkembang dari alat kelamin betina (putik) yang
disebut bagian bakal buah yang mengandung bakal biji. Buah yang lengkap
tersusun atas biji, daging buah dan kulit buah. Setelah masak, kulit buah ada
yang dapat dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu epikarp, mesokarp dan
endokarp. Epikarp merupakan lapisan luar yang keras dan tidak tembus air,
misalnya pada buah kelapa. Mesokarp merupakan lapisan yang tebal dan
berserabut, misalnya bersabut pada kelapa. Endocarp merupakan lapisan
paling dalam yang tersusun atas lapisan sel yang sangat keras dan tebal,
misalnya tempurung kelapa, berupa selaput tipis pada rambutan (Hidayat,
1995).

2.4 Kandungan Kimia


Buah memiliki banyak kandungan minyak atsiri, vitamin c, alkaloid,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral terpen dan terpenoid. Seperti
pada capsici fructus mengandung kapsaisin, vitamin c, damar, zat warna
kapsantin dan karoten digunakan sebagai stomakik dan tintkturnya sebagai
obat gosok. Piperis nigri fructus mengandung zat berkhasiat minyak atsiri,
alkaloid, khavisin dan piperin digunakan sebagai karminatif dan iritansia
lokal (Tjitrosoepomo, 2003).
2.5 Fungsi dan Manfaat

Beberapa fungsi buah diantaranya, Sebagai cadangan makanan,


Sebagai alat perkembangbiakan, Sebagai pelindung biji dan Dimanfaatkan
oleh manusia untuk dikonsumsi (Campbell, 2003).

2.5.1 Punicae Granati Pericarpium (Kulit Buah Delima)


Kulit delima yang dikeringkan menjadi bubuk adalah obat alami untuk
mengobati sakit tenggorokan dan batuk kering. Kulit buah delima kaya akan
flavonoid, asam fenolat, tanin, antosianidin, asam ellagat, kuersetin, asam
galat, katekin, dan vitamin C yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan.
Kulit delima tidak hanya bermanfaat untuk mengatasi berbagai gangguan atau
keluhan kesehatan, tetapi juga memiliki manfaat untuk merawat kecantikan
kulit (Oci & Dewi 2014).
Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisasi radikal bebas
sehingga diharapkan dengan pemakaian produk yang mengandung
antioksidan dapat menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan tubuh.
Bila jumlah antioksidan dalam tubuh tidak mencukupi, maka daya tahan
tubuh akan menurun dan terjadi proses penuaan dini. Sehingga untuk dapat
menangkal radikal bebas diperlukan ketersediaan antioksidan yang optimal
dalam tubuh (Kurniati, 2011).

2.5.2 Garciniae Mangostanae Pericarpium (Kulit Buah Manggis)


Buah manggis mengandung kalori dan kadar air yang cukup tinggi.
Secara tradisional buah manggis dapat dimanfaatkan sebagai obat sariawan,
wasir dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk
tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat tradisional (Rukmana,
R, 1998).
Sejauh ini pemanfaatan kulit manggis hanya untuk penyamakan kulit,
obat tradisional dan bahan pembuat zat antikarat serta pewarna tekstil. Kulit
buah manggis diketahui mengandung senyawa xanthone sebagai antioksidan,
antiproliferativ, dan antimikrobial yang tidak ditemui pada buah-buahan
lainnya. Senyawa Xanthone meliputi mangostin, mangostenol A,
mangostinon A, mangostinon B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, alfa
mango stin, beta mango stin, garcinon B, mango stanol, flavonoid epicatechin
dan gartanin. Senyawa-senyawa tersebut sangat bermanfaat untuk kesehatan
(Qosim, 2007)

2.5.3 Phaleriae Macrocarpae Pericarpium (Kulit Buah Mahkota Dewa)


Mahkota dewa dipercaya sebagai tanaman obat yang memiliki banyak
manfaat untuk menyembuhkan penyakit, salah satunya dapat mengurangi
kadar minyak berlebih pada jenis kulit wajah berminyak. Buah mahkota dewa
yang digunakan untuk mengurangi kadar minyak berlebih adalah buahnya,
yang mana pada buah ini dikonsumsi sebagai teh, karena didalam kandungan
buah mahkota dewa memiliki manfaat untuk menurunkana kadar kolesterol
dan menekan daya kerja kelenjar minyak yang berlebihan (Mudjiono, 2002).

2.5.4 Citri Aurantiifoliae Pericarpium (Kulit Buah Jeruk Nipis)


Ekstrak kulit jeruk menunjukkan potensi antioksidan radikal bebas
yang baik melalui kandungan flavonoid. Flavonoid seperti quersetin,
hesperidin, dan naringenin menunjukkan aktivitas proteksi yang baik
terhadap ginjal. Selain itu disebutkan juga bahwa ekstrak etanol kulit jeruk
nipis mengandung senyawa naringin yang diketahui memiliki sifat
antikarsinogenesis dan antitumorigenesis. Limbah kulit jeruk nipis masih
dapat diolah untuk mendapatkan kandungan pektin dan flavonoid yang sangat
bermanfaat. Flavonoid adalah zat metabolit sekunder pada jeruk nipis yang
memiliki konsentrasi paling tinggi pada bagian kulit. Flavonoid memiliki
manfaat untuk kesehatan berdasarkan aktivitas antioksidan yang dapat
mencegah pembentukan radikal bebas (Ebere, 2008)
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu mikroskop, jarum
preparat, kaca penutup, kaca objek mikroskop, pipet tetes, dan beaker glass.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu menggunakan Kulit
buah delima (Punicae Granati Pericarpium), Kulit buah manggis (Garciniae
Mangostanae Pericarpium), Kulit buah mahkota dewa (Phaleriae
Macrocarpae Pericarpium), Kulit buah jeruk (Citri Aurantiifoliae
Pericarpium), I2KI, Kloral Hidrat (Chloral Hydrate Solution), Floroglusinol,
dan HCL.

IV. PROSEDUR
4.1 Pengamatan Secara Mikroskopik
4.1.1 Kloral Hidrat (Chloral Hydrate Solution)
Sampel yang akan diamati diletakkan secukupnya diatas kaca objek
menggunakan jarum preparat. Kemudian diteteskan 1-2 tetes reagen kloral
hidrat lalu dicampurkan sampel dan reagen menggunakan jarum preparat.
Selanjutnya sampel ditutup menggunakan kaca objek dan siap untuk diamati
dibawah mikroskop.

4.1.2 Floroglusinol + HCl


Sampel yang akan diamati diletakkan secukupnya diatas kaca objek
menggunakan jarum preparat. Kemudian diteteskan 1-2 tetes reagen
floroglusinol lalu dicampurkan sampel dan reagen menggunakan jarum
preparat. Selanjutnya sampel dibiarkan menguap, setelah menguap sampel
diteteskan dengan HCl, dan dicampurkan sampel dengan HCl menggunakan
jarum preparat. Kemudian sampel ditutup menggunakan kaca objek dan siap
untuk diamati dibawah mikroskop.

4.2 Pengamatan Secara Makroskopik


Pengamatan secara makroskopik dilakukan dengan cara mengamati
organoleptis dari setiap simplisia secara visual, meliputi warna dan bentuk.
V. DATA PENGAMATAN
5.1. Mikroskopik

NO. Nama Simplisia Literatur Hasil Pengamatan


1\ 1. - Nama latin
simplisia: Punicae
Granati
Pericarpium
- Nama umum: Kulit (Goeswin, 2009) 1: Kumpulan sel batu
buah delima 1: Kumpulan sel batu Reagen: Kloral hidrat
- Nama latin Reagen: Kloral hidrat Perbesaran: 400×
tanaman: Punica
Granatum L
(Kemenkes RI,
2017)
(Goeswin, 2009)
2: Jaringan gabus
2: Jaringan gabus
Reagen : Fluoroglusinol
HCI
Perbesaran : 100×

2. - Nama latin
simplisia:
Garciniae
Mangostanae
Pericarpium 1: Parenkim endokarp
(Goeswin, 2009)
- Nama umum: Kulit Reagen : Kloral hidrat
1: Parenkim
buah manggis Perbesaran : 100×
endokarpium
- Nama latin
tanaman: Garcinia
Mangostana
(Kemenkes RI,
2017)

(Goeswin, 2009) 2: Parenkim mesocarp


2: Parenkim Reagen : Kloral hidrat
mesocarpium Perbesaran : 100×

(Goeswin, 2009) 3: Sel batu


3: Sel batu Reagen : Kloral hidrat
Perbesaran : 100×

3. - Nama latin
simplisia: Phaleriae
Macrocarpae
Pericarpium
- Nama umum: Kulit
(Kemenkes RI, 2017) 1: Berkas pengangkut
buah mahkota
1: Berkas pengangkut dengan penebalan tipe
dewa
dengan penebalan tipe cincin
- Nama latin
cincin Reagen: Kloral Hidrat
tanaman: Phaleria
Perbesaran: 400×
Macrocarpa
(Kemeskes RI,
2017)

(Kemenkes RI, 2017)


2: Berkas pengangkut 2: Berkas pengangkut
dengan penebalan tipe dengan penebalan tipe
tangga tangga
Reagen: Kloral Hidrat
Perbesaran: 400×

(Kemenkes RI, 2017)


3: Endokarpium
3: Parenkim endokarp dan
kristal kalsium oksalat
bentuk prisma
Reagen : Fluoroglusinol
HCl
(Kemenkes RI, 2017)
Perbesaran : 400×
4: Sklerenkim

(Kemenkes RI, 2017)


5: xilem dengan noktah 4: Sklerenkim
Reagen : Kloral hidrat
Perbesaran : 400×
5: xilem dengan noktah
“Tidak ditemukan”
4. - Nama latin
simplisia: Citri
Aurantiifoliae
Pericarpium
- Nama Umum: (Kemenkes RI, 2017) 1: Kristal kalsium oksalat
Kulit buah jeruk 1: Kristal kalsium bentuk prisma
nipis oksalat bentuk prisma Reagen: Kloral hidrat
- Nama latin
Perbesaran: 100×
tanaman: Citrus
Aurantiifolia
(Kemenkes RI,
2017)
(Kemenkes RI, 2017)
2: Parenkim
2: Parenkim
Reagen: Kloral hidrat
Perbesaran: 100×

(Kemenkes RI, 2017)


3: Parenkim dengan sel-
sel sekresi 3: Parenkim dengan sel-
sel sekresi
Reagen :
Fluoroglusinol HCl
Perbesaran : 100×

(Kemenkes RI, 2017)


4: Epidermis dengan
stomata
4: Epidermis dengan
(Kemenkes RI, 2017) stomata
5: Berkas pengangkut Reagen : Kloral hidrat
dengan penebalan tipe Perbesaran : 100×
tangga

5: Berkas pengangkut
(Kemenkes RI, 2017)
dengan penebalan tipe
6: Serabut
tangga
Reagen : Kloral hidrat
Perbesaran : 100×

6: Serabut
Reagen : Kloral hidrat
Perbesaran : 100×

5.2. Makroskopik
NO. Nama Simplisia Literatur Hasil Pengamatan
1. - Nama latin 1. Utuh 1. Utuh
simplisia: Punicae
Granati
Pericarpium
- Nama umum: Kulit
buah delima
Ada bagian tangkal Warna: kuning
- Nama latin
meruncing, permukaan kecoklatan
tanaman: Punica
dalam berwarna cokelat, Bentuk: berupa
Granatum L
permukaan luar kuning potongan buah, sisa
(Kemenkes RI, 2017)
kecoklata, permukaan dasar bunga, pangkal
dalam licin, permukaan meruncing.
luar agak kasar, tidak 2. Serbuk
berbau, rasa agak pahit,
sangat kelat.
(Kemenkes RI, 2017).

Serbuk berwarna
cokelat

2. - Nama latin 1. Utuh 1. Utuh


simplisia: Garciniae
Mangostanae
Pericarpium
- Nama umum: Kulit
buah manggis
- Nama latin Berupa potongan padat, Bentuk: Seperempat
tanaman: Garcinia agak keras, bentuk bola, permukaan luar
Mangostana seperempat bola, kasar dan mengkilat,
(Kemenkes RI, 2017) permukaan luar agak ukuran tebal.
kasar, permukaan dalam Warna: dalam
licin, berwaarna cokelat, berwarna putih pucat,
terdapat sisa sekat buah, luar putih kekuningan
bagian luar berwarna 2. Serbuk
cokelat tua, bagian
dalam cokelat, tidak
berbau, raasa kelat lama-
lama pahit.
(Kemenkes RI, 2017).
Serbuk berwarna
cokelat kehitaman

3. - Nama latin 1. Utuh 1. Utuh


simplisia: Phaleriae
Macrocarpae
Pericarpium
- Nama umum: Kulit
buah mahkota dewa
- Nama latin Berupa buah tipe sejati
Bentuk: Setengah bola,
kering, perikarpium
tanaman: Phaleria melekuk tidak
Macrocarpa saling berlekatan pada
beraturan, permukaan
tepi sehingga buah
(Kemenkes RI, 2017) dalam bertekstur
berbentuk bulat, pada
Warna: Bagian dalam
ujung buah terdapat lima
berwarna putih
sisa daun kelopak kecil,
kekuningan, bagian
dan satu sisa putik
luar berwarna cokelat
pendek, pada
kehitaman.
permukaan tiap
perkapium terdapat 2. Serbuk
empat rusuk sekunder
yang membujur,
menonjol, dan lurus. Di
antara rusuk terdapat 5
rusuk primer yang
membujur, berkelok- Serbuk berwarna
kelok dan kurang cokelat kekuningan
membujur, dan tangkai
buah pendek atau tidak
ada, warna kuning
kecoklatan, atau coklat
keunguan, bau khas, rasa
lama-kelamaan agak
pedas
(Kemenkes, 2017).
4. - Nama latin 1. Utuh 1. Utuh
simplisia: Citri
Aurantiifoliae
Pericarpium
- Nama Umum: Kulit
buah jeruk nipis
Berupa irisan tipis kulit Bentuk: Berupa irisan
- Nama latin
buah, permukaan luar tipis kulit buah, tepi
tanaman: Citrus
lebih kasar dan gelap tidak rata, tampak
Aurantiifolia
dibandingkan dengan bekas serat.
(Kemenkes RI, 2017)
dalam,serat tampak Warna: Bagian dalam
pada permukaan sebelah putih kekuningan. luar
dalam, warna hijau hijau kecoklatan
kecoklatan, bagian
dalam putih
kekuningan, bauk has, 2. Serbuk
rasa kelat, pahit dan
sedikit asam.
(Kemenkes RI, 2017).

Serbuk berwarna
cokelat kekuningan

VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan identifikasi simplisia pericarp secara
mikroskopik dan makroskopik. Pericarp pada umumnya digunakan untuk
mengelompokkan buah secara morfologi dan anatomi. Pericarp terdiri atas
dua atau tiga lapisan, yaitu epicarp (exocarp) yaitu lapisan terluar yang tipis,
kuat atau kaku dengan permukaan yang licin. Mesocarp yaitu lapisan tengah
yang terdiri dari jaringan renggang, berserat, atau berdaging, dimana bagian
ini merupakan bagian yang terlebar. Endocarp yaitu lapisan dalam yang
berbatasan dengan ruang yang mengandung biji, sering kali tebal dan juga
keras. Adapun fungsi dari pericarp ini yaitu untuk melindungi buah yang ada
didalam kulit buah (Rasidah, 2020).
Identifikasi simplisia ini sangatlah penting dalam pemilihan simplisia
untuk pengembangan obat tradisional. Simplisia merupakan bahan alami
yang merupakan bahan dasar untuk pembuatan obat tradisional. Identifikasi
simplisia dilakukan sebagai identifikasi awal untuk menentukan adanya
komponen seluler yang spesifik dari tanaman itu sendiri dan dapat digunakan
sebagai pedoman standarisasi bahan/simplisia (Yanti, 2014).
Adapun tujuan pada percobaan kali ini yaitu mengamati dan
mengetahui fragmen khas dari berbagai jenis pericarp secara mikroskopik
dengan menggununakan beberapa macam reagen, serta mengetahui
organoleptis dari berbagai jenis pericarp secara makroskopik. Identifikasi
simplisia meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan
makroskopis bertujuan untuk melihat karakter dari bagian tanaman itu
sendiri. Uji mikroskopis bertujuan untuk mengamati fragmen pengenal yang
merupakan komponen spesifik untuk mengindentifikasi tanaman tersebut
(Yanti, 2014).
Pengamatan simplisia secara mikroskopik digunakan dengan bantuan
mikroskop, adapun jenis mikroskop yang dipakai pada pengamatan secara
mikroskopik ini yaitu mikroskop cahaya . Mikroskop cahaya atau dikenal
juga dengan nama "Compound light microscope" adalah sebuah mikroskop
yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya matahari
sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional. Pada
mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari
yang dipantulkan dengan suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat
dibawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan cahaya dari luar kedalam
kondensor. Mikroskop cahaya menggunakan tiga jenis lensa, yaitu lensa
obyektif, lensa okuler, dan kondensor. Lensa obyektif dan lensa okuler
terletak pada kedua ujung tabung mikroskop sedangkan penggunaan lensa
okuler terletak pada mikroskop bisa berbentuk lensa tunggal (monokuler)
atau ganda (binokuler). Pada ujung bawah mikroskop terdapat tempat
dudukan lensa obyektif yang bisa dipasangi tiga lensa atau lebih. Di bawah
tabung mikroskop terdapat meja mikroskop yang merupakan tempat preparat.
Sistem lensa yang ketiga adalah kondensor. Kondensor berperan untuk
menerangi obyek dan lensa-lensa mikroskop yang lain (Rasidah, 2020).
Gambar 6.1 Bagian-Bagian Mikroskop Cahaya (Chaeri, 2018)

1. Lensa obyektif, berfungsi untuk pembentukan bayangan pertama dan


menentukan struktur serta bagian renik yang akan terlihat pada bayangan
akhir serta berkemampuan untuk memperbesar bayangan obyek sehingga
dapat memiliki nilai "apertura" yaitu suatu ukuran daya pisah suatu lensa
obyektif yang akan menentukan daya pisah spesimen, sehingga mampu
menunjukkan struktur renik yang berdekatan sebagai dua benda yang
terpisah. Pada lensa ini tertulis angka yang menunjukkan kemampuan
membesarkan yakni berkisar 6×, 10×, 12,5× dan 15×. Perkalian antara angka-
angka yang tertera pada lensa okuler dengan lensa objektif merupakan
perbesaran total sebuah mikroskop (misal kita menggunakan lensa okuler
10×; kombinasi lensa objektif 10×; berarti perbesaran total adalah 100×).
2. Lensa objektif, terletak pada suatu resolver yakni piringan yang dapat diputar-
putar, berada di bagian bawah tubus, biasanya berjumlah empat buah dengan
perbesaran 4×;10×;40×;100×. Objektif yang paling kuat untuk mikroskop
adalah 100× dengan perbesaran total 1000×.
3. Diafragma, berfungsi untuk mengatur intensitas cahaya yang diperlukan pada
waktu sedang mengamati sediaan mikroskopis, terletak di sub panggung
sediaan.
4. Lensa kondensor, berupa kombinasi dari dua buah lensa yang berfungsi untuk
memfokuskan cahaya ke benda yang sedang diamati. Dengan mengatur lensa
kondensor dan cermin cekung bila kondisi ruangan kekurangan cahaya, akan
diperoleh pencahayaan yang lebih baik.
5. Cermin, dengan permukaan ganda cekung dan datar merupakan bagian optik
yang berfungsi untuk memantulkan cahaya dari sumber cahaya ke
objek/benda yang akan diamati, setiap mikroskop selalu dilengkapi dengan
cermin tersebut. Bila sumber cahaya cukup terang digunakan permukaan
datar, sedangkan bila intensitas cahaya dari sumber cahaya kurang,
digunakanlah permukaan cermin yang cekung, sebab sifat cermin cekung
selain memantulkan cahaya juga lebih mampu mengumpulkan cahaya lebih
dahulu (Chaeri, 2018).
Adapun reagen yang dipakai pada percobaan kali ini yaitu reagen kloral
hidrat dan floroglusinol HCl. Kloral hidrat merupakan larutan yang
diperlukan untuk menjernihkan preparat (Clearing agent). Indeks bias larutan
ini 1,44-1,48. Kloral hidrat berbentuk kristal putih bening dan bersifat
higroskopik, maka penyimpanannya harus kedap terhadap uap air karena
akan mencair, dan sebaiknya larutan disimpan dalam botol gelap. Larutan ini
dapat melarutkan butir amilum sehingga jangan digunakan untuk pengamatan
bentuk butir amilum. Reagen kloral hidrat ini digunakan untuk mengamati
kristal kalsium oksalat dikarenakan pada larutan ini kristal kalsium oksalat
akan larut dengan sangat lambat, biasanya sekitar 3-4 minggu terendam
dalam larutan ini, kristal kalsium oksalat baru larut sempurna. Menurut
Kemenkes RI (2017), kloralhidrat C₂H₃Cl₃O₂ mengandung tidak kurang dari
99,5% dan tidak lebih dari 102,5% C₂H₃Cl₃O₂. larutan kloralhidrat dibuat
dengan melarutkan 50g kloralhidrat dalam campuran 15ml air dan 10ml
gliserin (Kemenkes RI, 2017).
Sedangkan reagen floroglusinol HCl digunakan untuk mendeteksi
lignin jika ditambah HCl pekat dengan volume sama. Penambahan HCl dan
floroglusin dilakukan bersama pada preparat, untuk mempercepat reaksi
kadang-kadang perlu pemanasan, tetapi preparat harus dijaga agar tidak
sampai kering. Preparat yang mengandung lignin akan berwarna merah
(Farhatul et al, 2018). Larutan floroglusinol dibuat dengan floroglusinol 1%
b/v dalam etanol (90%) (Kemenker RI, 2017).
Adapun simplisia yang akan diidentifikasi pada percobaan ini yaitu
kulit buah delima (Punicae granati pericarpium), kulit buah manggis
(Garciniae mangostanae pericarpium), kulit buah mahkota dewa (Phaleriae
macrocarpae pericarpium), dan kulit buah jeruk nipis (Citri aurantiifoliae
pericarpium).

6.1 Kulit Buah Delima (Punicae Granati Pericarpium)


Kulit buah delima merah (Punicae granati pericarpium) adalah kulit
buah Punica granatum L., suku Punicaceae, mengandung fenol total tidak
kurang dari 1,80% dihitung sebagai asam galat. Adapun senyawa identitas
dari simplisia kulit buah delima adalah punikalin (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 6.2 Struktur Kimia Punikalin (Kemenkes RI, 2017)


Kulit buah delima kaya akan flavonoid, asam fenolat, tanin,
antosianidin, asam ellagat, kuersetin, asam galat, katekin, dan vitamin C yang
mempunyai khasiat sebagai antioksidan. Kulit delima tidak hanya bermanfaat
untuk mengatasi berbagai gangguan atau keluhan Kesehatan, tetapi juga
memiliki manfaat untuk merawat kecantikan kulit (Oci dan Dewi, 2014).
Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisasi radikal bebas sehingga
diharapkan dengan pemakaian produk yang mengandung antioksidan dapat
menghambat dan mencegah terjadinya kerusakan tubuh. Bila jumlah
antioksidan dalam tubuh tidak mencukupi, maka daya tahan tubuh akan
menurun dan terjadi proses penuaan dini. Sehingga untuk dapat menangkal
radikal bebas diperlukan ketersediaan antioksidan yang optimal dalam tubuh
(Kurniati, 2012). Ekstrak kulit buah delima memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi. Aktivitas antioksidan ini didukung oleh kandungan senyawa
yang terdapat di dalam kulit buah delima seperti flavonoid, tanin, antosianin,
asam ellagat, punicalagin, punicalin, asam galagat, asam hidroksi sinamat,
kuersetin, asam galat, dan katekin (Akhtar et al, 2015; Elfalleh et al, 2012).

6.2 Kulit Buah Manggis (Garciniae Mangostanae Pericarpium)


Kulit buah manggis adalah kulit buah Garcinia mangostana L. yang
masak, suku Clusiaceae, mengandung α-mangostin tidak kurang dari 1,30%.
Senyawa identitas dari simplisia kulit buah manggis adalah α-mangostin
(Kemenkes RI, 2017).

Gambar 6.3 Struktur Kimia α-mangostin (Kemenkes RI, 2017)

Salah satu tanaman yang berkhasiat digunakan untuk pengobatan


tradisional adalah manggis (Garcinia mangostana L.), terutama pemanfaatan
kulit buahnya. Beberapa penelitian telah membuktikan aktivitas farmakologi
dari senyawa yang dikandung kulit buah manggis, diantaranya sebagai
antioksidan, antikanker, anti-inflamasi, antialergi, antibakteri, antifungi,
antivirus, serta antimalaria (Nugroho, 2012). Hasil penelitian ilmiah
menyebutkan bahwa kulit buah manggis sangat kaya akan antioksidan,
terutama xanthone, tannin, asam fenolat maupun anthosianin. Dalam kulit
buah manggis juga mengandung air sebanyak 62,05%, lemak 0,63%, protein
0,71%, dan juga karbohidrat sebanyak 35,61%. Studi fitokimia menunjukkan
bahwa senyawa antioksidan dalam kulit buah manggis terutama xanthone,
antosianin dan kelompok senyawa fenolik lainnya memiliki sifat fungsional
dan manfaat untuk kesehatan sepertiantidiabetes, antikankier, antiinflamasi,
meningkatkan kekebalan tubuh, antibakteri, antifugi, antiplasmodial, dan
sebagainya (Permana, 2012).
6.3 Kulit Buah Mahkota Dewa (Phaleriae Macrocarpae Pericarpium)
Kulit buah mahkota dewa adalah kulit buah tua Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl., suku Thymelaeaceae, mengandung falerin tidak kurang dari
1,44%. Senyawa identitas simplisia ini ialah falerin (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 6.4 Struktur Kimia Falerin (Kemenkes RI, 2017)

Tanaman Mahkota dewa adalah salah satu tanaman herbal di Indonesia


yang sangat bermanfaat dan memiliki kandungan bahan aktif berupa mineral,
vitamin, alkaloid, flavonoid dan vincristine (polifenol) yang sangat berkhasiat
sebagai obat kanker, obat diabetes, batu ginjal dan anti diare dan anti muntah
dan lain-lain. Turunan Flavonoid di dalam kulit buah mahkota dewa
diharapkan memiliki mekanisme kerja menghambat enzim matriks
metaloproteinase, sehingga dapat menghambat sintesis protein yang
digunakan untuk proses pertumbuhan dan pembentukan struktur dan fungsi
sel virus, bakteri, jamur dan parasite. Sedangkan unsur mineral-mineral di
dalam kulit buah mahkota dewa mampu merangsang respon imun seluler
sehingga dapat memodulasi terjadinya aktivasi selsel fagosit yang dapat
membantu proses fagositosis terhadap sel agen penyakit yang terdapat di
dalam tubuh host. Sedangkan vitamin-vitamin dapat digunakan untuk
merangsang respon imun humoral sehingga dapat meningkatkan daya tahan
tubuh dan memodulasi terjadinya peningkatan Immunoglobulin G (Ig G)
pada tubuh host (Siswandono, 2014).
Berdasarkan pengalaman empiris, buah mahkota dewa sangat manjur
untuk menyembuhkan asam urat. Diketahui bahwa daging buah mahkota
dewa mengandung flavonoid. Ekstrak etanol 70% daging buah mahkota dewa
mempunyai kadar relatif flavonoid yang paling besar (45,734µg/mg).
Keefektifan mahkota dewa untuk mengobati asam urat diduga didasarkan
pada kandungan flavonoidnya. Kemampuan senyawa tersebut dalam
menurunkan asam urat adalah dengan mekanisme hambatan terhadap
aktivitas xantin oksidase pada basa purin sehingga akan menurunkan
produksi asam urat. Dari harga IC₅₀ flavonoid menyatakan bahwa 50%
penghambatan xantin oksidase sama dengan 50% penurunan produksi asam
urat. Jenis flavonoid yang berperan dalam mekanisme penghambatan enzim
xantin oxidase adalah flavon dan flavonol (Siswandono, 2014).

6.4 Kulit Buah Jeruk Nipis (Citri Aurantiifoliae Pericarpium)


Kulit buah jeruk nipis adalah kulit Citrus aurantiifolia (Christm.)
Swingle, suku Rutaceae, mengandung hesperidin tidak kurang dari 0,30%.
Senyawa identitas dari simplisia ini yaitu hesperidin (Kemenkes RI, 2017).

Gambar 6.5 Stuktur Kimia Hesperidin (Kemenkes RI, 2017)


Kulit jeruk nipis terdapat kandungan pektin dan flavonoid yang sangat
bermanfaat. Flavonoid adalah zat metabolit sekunder pada jeruk nipis yang
memiliki konsentrasi paling tinggi pada bagian kulit. Flavonoid memiliki
manfaat untuk kesehatan berdasarkan aktivitas antioksidan yang dapat
mencegah pembentukan radikal bebas. Percobaan in vivo dan in vitro telah
menunjukkan manfaat kesehatan flavonoid sebagai agen protektif terhadap
kanker, kardiovaskular, peradangan, alergi, dan agregasi platelet. Selain itu,
beberapa jenis flavonoid seperti hesperidin dan naringen yang dimiliki oleh
jeruk nipis terutama di bagian kulitnya, telah terbukti memiliki sifat proteksi
terhadap ginjal atau nefroproteksi. Ekstrak dari kulit jeruk nipis menunjukkan
potensi antioksidatif radikal yang baik. Komponen fenolik jeruk, secara
khusus flavonoid, telah dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan yang
penting terhadap radikal bebas. Flavonoid jeruk nipis mempunyai
kemampuan menangkap elektron, yang mencegah reaksi rantai yang terus
menerus oleh oksigen radikal bebas. Flavonoid seperti quersetin, hesperidin,
dan naringenin menunjukkan aktivitas proteksi yang baik terhadap ginjal.
Citrus aurantifolia yang mengandung hesperidin sebagai komponen flavonoid
paling banyak pada ekstraknya menunjukkan aktivitas penangkap radikal.
Hesperidin juga terbukti aktif sebagai antioksidan yang dideteksi
menggunakan electron spin resonance spectrophotometer. Penelitian lain
telah membuktikan efek antioksidan kuat yang dimiliki oleh ekstrak etanol
kulit jeruk. Selain itu, disebutkan juga bahwa ekstrak etanol kulit jeruk nipis
mengandung senyawa naringin yang diketahui memiliki sifat
antikarsinogenesis dan antitumorigenesis (Wulandari, 2013).

6.5 Hasil Identifikasi Secara Makroskopik


Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia utuh kulit buah delima
(Punicae granati pericarpium) yaitu bentuk potongan kulit buah, sisa dasar
bunga, pangkal meruncing, dan warna kuning kecoklatan. Adapun hasil
pengamatan simplisia serbuk kulit buah delima (Punicae granati pericarpium)
ini yaitu berwarna coklat. Hal ini hampir sesuai dengan literatur, dimana
menurut Kemenkes RI (2017), simplisia kulit buah delima berupa potongan
kulit buah, pada bagian ujung lebih rata daripada bagian pangkal, terdapat
sisa dasar bunga berbentuk tabung, bagian pangkal meruncing, permukaan
dalam tabung berwarna cokelat tua, dalam tabung terdapat banyak sisa
tangkai sari, di dasar tabung terdapat sisa tangkai putik berbentuk silindris,
permukaan luar kulit buah agak kasar, agak mengilat, permukaan dalam kulit
buah licin, terdapat sisa sekat buah dan sisa tembuni terutama pada bagian
ujung, permukaan dalam di antara sekat buah berbentuk persegi empat sampai
segi enam dengan batas-batas jelas, bekas patahan kulit buah tidak rata,
berbutir-butir; permukaan luar kuning kecokelatan atau cokelat kemerahan
sampai cokelat kehitaman, kadang-kadang terdapat bercak-bercak yang agak
menonjol berwarna kehitaman, permukaan dalam berwarna kuning sampai
kuning kecokelatan, bekas patahan warna kuning sampai kecokelatan; tidak
berbau; rasa agak pahit, sangat kelat (Kemenkes RI, 2017).
Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia utuh kulit buah manggis
(Garciniae mangostanae pericarpium) yaitu bentuk seperti seperempat bola,
tekstur permukaan luar kasar dan mengkilat, tebal, berwarna coklat muda
pada bagian dalam, dan berwarma coklat tua pada bagian luar. Adapun hasil
pengamatan simplisia serbuk kulit buah manggis (Garciniae mangostanae
pericarpium) yaitu berwarna coklat. Hal ini hampir sesuai dengan literatur,
dimana menurut Kemenkes RI (2017), simplisia kulit buah manggis berupa
potongan kulit buah, pada bagian ujung lebih rata daripada bagian pangkal,
terdapat sisa dasar bunga berbentuk tabung, bagian pangkal meruncing,
permukaan dalam tabung berwarna cokelat tua, dalam tabung terdapat banyak
sisa tangkai sari, di dasar tabung terdapat sisa tangkai putik berbentuk
silindris, permukaan luar kulit buah agak kasar, agak mengilat, permukaan
dalam kulit buah licin, terdapat sisa sekat buah dan sisa tembuni terutama
pada bagian ujung, permukaan dalam di antara sekat buah berbentuk persegi
empat sampai segi enam dengan batas-batas jelas, bekas patahan kulit buah
tidak rata, berbutir-butir; permukaan luar kuning kecokelatan atau cokelat
kemerahan sampai cokelat kehitaman, kadang-kadang terdapat bercak-bercak
yang agak menonjol berwarna kehitaman, permukaan dalam berwarna kuning
sampai kuning kecokelatan, bekas patahan warna kuning sampai kecokelatan;
tidak berbau; rasa agak pahit, sangat kelat (Kemenkes RI, 2017).
Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia utuh kulit buah mahkota
dewa (Phaleriae macrocarpae pericarpium) yaitu berbentuk setengah bola,
melekuk tidak beraturan, permukaan dalam bertekstur, warna pada bagian
dalam putih kekuningan, dan pada bagian luar berwarna coklat kehitaman.
Adapun hasil pengamatan mata simplisia serbuk kulit buah mahkota dewa
(Phaleriae macrocarpae pericarpium) yaitu berarna coklat. Hal ini hampir
sesuai dengan literatur dimana menurut Kemenkes RI (2017), simplisia kulit
buah mahkota dewa berupa rajangan melintang buah, bentuk setengah bola,
permukaan luar licin, beralur, permukaan dalam berserat, kasar, terdapat sisa
endokarpium yang tebal dan kaku, melekuk tidak beraturan; warna putih
kekuningan sampai kecoklatan dengan ungu tua di daerah tepi; bau khas; rasa
pahit (Kemenkes RI, 2017).
Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia utuh kulit buah jeruk nipis
(Citri aurantiifoliae pericarpium) yaitu berbentuk irisan tipis kulit buah, bagia
tepi tidak rata, tampak seperti ada bekas serat, berwarna putih kekuningan
pada bagian dalam, dan pada bagian luar berwarna hijau kecoklatan. Adapun
hasil pengamatan simplisia serbuk kulit buah jeruk nipis (Citri aurantiifoliae
pericarpium) yaitu berwarna kuning kecoklatan. Hal ini hampir sesuai dengan
literatur, dimana mneurut Kemenkes RI (2017), simplisia kulit buah jeruk
nipis berupa irisan tipis kulit buah, tepi tidak rata, permukaan luar lebih kasar
dan gelap dibandingkan permukaan dalam, bekas serat tampak pada
permukaan sebelah dalam; warna hijau kecokelatan, permukaan bagian dalam
putih kekuningan; bau khas; rasa kelat, pahit dan sedikit asam (Kemenkes RI,
2017).

6.6 Hasil Pengamatan Secara Mikroskopik


Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia kulit buah delima (Punicae
granati pericarpium) yaitu adanya fragmen kumpulan sel batu dan jaringan
gabus. Hal ini sudah sesuai dengan literatur, dimana pada literatur fragmen
khas dari kulit buah delima yaitu kumpulan sel batu dan jaringan gabus.
Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia kulit buah manggis
(Garciniae mangostanae pericarpium) yaitu adanya fragmen sel batu,
parenkim endocarp, dan parenkim mesocarp. Hal ini sudah sesuai dengan
literatur, dimana menurut Kemenkes RI (2017) bahwa fragmen pengenal dari
simplisia kulit buah manggil yaitu sklereida (sel batu), parenkim endokarp,
dan parenkim mesokarp (Kemenkes RI, 2017).
Didapatkan hasil pengamatan pada simplisia kulit buah mahkota dewa
(Phaleriae macrocarpae pericarpium) yaitu adanya fragmen berkas
pengangkut dengan penebalan tipe cincin, berkas pengangkut dengan
penebalan tipe tangga, sklerenkim, parenkim endokarpium dan kristal
kalsium oksalat bentuk prisma. Hal ini sudah hampir sesuai dengan literatur,
dimana menurut Kemenkes RI (2017), bahwa fragmen pengenal simplisia
kulit buah mahkota dewa yaitu berkas pengangkut dengan penebalan tipe
cincin, unsur-unsur xilem dengan noktah, berkas pengangkut dengan
penebalan tipe tangga, sklerenkim, dan parenkim endokarpium dan kristal
kalsium oksalat bentuk prisma. Pada hasil pengamatan simplisia ini tidak
ditemukan adanya unsur-unsur xilem dengan noktah, tidak ditemukannya
fragmen tersebut bisa dikarenakan oleh keterbatasan waktu yang disediakan,
atau dapat juga dikarenakan bahan simplisia yang terlalu lama disimpan,
berlebihnya sampel yang diamati sehingga penumpukan akan membuat
fragmen tidak terlihat jelas (Afni, 2016)
Didapatan hasil pengamatan pada simplisia kulit buah jeruk nipis (Citri
aurantiifoliae pericarpium) yaitu adanya kristal kalsium oksalat bentuk
prisma, epidermis dengan stomata, parenkim, parenkim dengan sel-sel
sekresi, berkas pengangkut dengan penebalan tipe tngga, dan serabut. Hal ini
sudah sesuai dengan literatur, dimana menurut Kemenkes RI (2017), fragmen
khas simplisia kulit buah jeruk nipis yaitu Fragmen pengenal adalah kristal
kasium oksalat bentuk prisma, epidermis dengan stomata, parenkim,
parenkim dengan sel-sel sekresi, berkas pengangkut dengan penebalan tipe
tangga dan serabut (Kemenkes RI, 2017).

6.7 Fungsi Fragmen


1. Sel gabus merupakan sel dari jaringan gabus atau felem. Sel berbentuk
lempeng, tersusun rapat dan dindingnya mengandung suberin (zat gabus).
Jaringan gabus dapat digunakan sebagai identitas tumbuhan (Kemenkes RI,
2017).
2. Sel batu merupakan sel berdinding tebal. Bentuk sel batu dengan macam
penebalannya sangat bervariasi dan digunakan sebagai identitas tumbuhan
(Kemenkes RI, 2017).
3. Parenkim merupakan jaringan sinambung dalam korteks akar, batang dan
mesofil daun, jari-jari empulur dan jaringan pembuluh. Sel parenkim
bentuknya beragam, sering kali bersegi banyak. Fungsinya antara lain dalam
fotosintesis, penyimpanan bahan. Parenkim dapat juga membentuk struktur
tambahan seperti jaringan sekresi (Kemenkes RI, 2017).
4. Endokarpium merupakan jaringan yang paling dalam dari perikarpium
(Kemenkes RI, 2017)
5. Mesokarpium (daging buah) merupakan bagian dari perikarpium yang
terletak antara epikarpium dan endokarpium (Kemenkes RI, 2017).
6. Berkas pengangkut merupakan sekelompok jaringan yang terdiri atas floem
dan xilem, dengan atau tanpa cambium (Kemenkes RI, 2017). Berkas
pengangkut ini terdapat empat tipe yaitu berkas pengangkut dengan
penebalan tipe cincin, spiral, tangga, dan jala (Rachman, 2010).
7. Sklerenkim merupakan jaringan yang dibentuk oleh sel-sel yang mengalami
penebalan, dapat mengandung lignin. Fungsi utamanya sebagai penyokong,
kadang-kadang sebagai pelindung. Secara umum, sklerenkim dibagi menjadi
serat (fibres) dan sklereid. Bentuk serat dan atau sklereid dapat dijadikan
identitas tumbuhan (Kemenkes RI, 2017).
8. Kristal kalsium oksalat merupakan salah satu zat ergastik berupa kristal yang
umum ditemukan pada tumbuhan. Berbagai bentuk kristal seperti drus yaitu
kristal prisma dengan ujung yang runcing. Kristal ini dapat digunakan sebagai
identitas tumbuhan. Kristal lain yang dapat ditemukan adalah kalsium
karbonat dan kalsium malat, walaupun jarang (Kemenkes RI, 2017).
Morfologi kristal kalsium oksalar yang sering dijumpai adalah kristal yang
berbentuk jarum (rafida), prisma, druse, butiran pasir, dan stiloid.
Berdasarkan variasi dari bentuk dan ukuran kristal, serta distribusinya,
terdapat beberapa fungsi kristal kalsium oksalat pada tanaman, seperti
regulasi kalsium, perlindungan tanaman, detoksifikasi (untuk logam berat
atau asam oksalat), menjaga keseimbangan ion, penyokong jaringan atau
menjaga kepadatan tanaman dan refleksi dan pengumpulan cahaya (Cao,
2012).
9. Epidermis merupakan jaringan yang membentuk lapisan penutup di
permukaan tumbuhan. Secara mikroskopis sebagian besar bentuk selnya
beragam dan untuk tumbuhan tertentu berbentuk khas sehingga dapat
digunakan sebagai identitas. Pada epidermis dapat juga ditemukan sel
penutup stomata, berbagai rambut, sel sekresi dan sel sklerenkim. Sifat khas
dari epidermis bagian tumbuhan di atas tanah terdapat lapisan kutikula pada
dinding luar dan kutinisasi yang terjadi pada sebagian atau seluruh dinding
lainnya (Kemenkes RI, 2017).
10. Jaringan sekresi merupakan kumpulan sel khas yang tersebar, meliputi sel
sekresi, ruang atau rongga sekresi, saluran sekresi dan latisifer (Kemenkes RI,
2017).
11. Serabut merupakan sel berbentuk isodiametrik, berdinding tebal dan
umumnya berlignin (Kemenkes RI, 2017).
12. Stoma (stomata) atau mulut daun merupakan celah dalam epidermis yang
dibatasi oleh dua sel epidermis yakni sel penutup. Dengan mengubah
bentuknya, sel penutup mengatur pelebaran dan penyempitan celah. Sel
stoma dikelilingi oleh sel tetangga yang bentuknya bisa sama atau berbeda.
Struktur dan letak sel penutup, serta jumlah, ukuran, letak sel tetangga stoma
dapat dijadikan identitas bagian tumbuhan. Stoma terdapat pada seluruh
bagian tumbuhan di atas tanah (Kemenkes RI, 2017). Tipe-tipe stomata pada
tumbuhan dikotil berdasarkan susunan sel epidermis yang berdekatan dengan
sel tetangga ada 5 macam, diantaranya (Sri, 2012):
a. Tipe Anomositik
Tipe Anomositik/Ranunculaceous dicirikan dengan sel penutup dikelilingi
oleh sejumlah sel tertentu yang tidak berbeda dengan sel epidermis yang
lainnya dalam bentuk maupun ukurannya. Tipe ini biasanya terdapat pada
Ranunculaceae, Capparidaceae, dan Cucurbitaceae.
b. Tipe Anisositik
Tipe Anisositik/Cruciferous yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh 3 sel
tetangga yang ukuruannya tidak sama. Tipe stomata ini biasanya terdapat
pada Cruciferae, Nicotiana dan Solanaceae.
c. Tipe Parasitik
Tipe Parasitik/Rubiaceous yaitu tiap sel penjaga bergabung dengan satu atau
lebih sal tetangga, sumbu panjang sel tetangga sejajar dengan sel penutup
serta celah. Tipe stomata ini biasanya terdapat pada Rubiaceae dan
Magnoliaceae.
d. Tipe Diasitik
Tipe Diasitik/Cariophyllaceus yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh dua sel
tetangga. Dinding bersama dari kedua sel tetangga itu tegak lurus terhadap
sumbu melalui panjang sel penutup serta celah. Tipe stomata ini ini
biasanya terdapat pada Cariophylaceae dan Acanthaceae.
e. Tipe Aktinositik
Tipe Aktinositik yaitu setiap sel penutup dikelilingi oleh sel tetangga yang
tersusun secara radial disekelilingnya.

Gambar 6.6 Tipe Stomata (Sri, 2012)


DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin , (2009). Teknologi Bahan alam,Edisi revisi. ITB,Bandung : 14-


15

Akhtar, S. Ismail, T. Fraternale, D. Sestili. (2015). Pomegranate Peel and


Peelextracts: Chemistry and food features. Food Chemistry. 174: 417–425
Astri Ramadhani. (2017). Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kulit Kayu
Manis (Cinnamomum burmannii) serta Uji Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri. Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara. Medan.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2002). Biologi. Jilid 1. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2003). Biologi. Jilid 2. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G. (2004). Biologi. Jilid 3. Edisi
Kelima. Alih Bahasa: Wasmen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Chaeri, Achmad. (2018). Pengenalan Mikroskop. Universitas Tanjungpura:


Pontianak

Cao, H. (2012). The Distribution of Calcium Oxalate Crystals in Genus


Dieffenbachia Schott and The Relationship Between Environmental Factors
and Crystal Quantity and Quality. University of Florida. Hal.: 22

Dey, A.; Alstonia scholaris R.Br. (2011). (Apocynaceae): Phytochemistry and


pharmacology: A concise review, Journal of Applied Pharmaceutical
Science, 6, 1, 51-57

Dwiatmaka, Y., dan M.D.B. Jumpowati (2013). “Identifikasi Mikroskopik


Batang dan Serbuk Kulit Batang serta Pemeriksaan KLT Minyak Atsiri
Kulit Batang Masoyi (Massola Aromatic Becc)”. The Journal on
Indonesian Medical Plants, Vol. 5 (2). P. 1-3.
Elfalleh, W. Hannachi, H. Tlili, N. Yahia, Y. Nasri, N. Ferchichi, A. (2012).
Totalphenolic Contents and Antioxidant Activities of Pomegranate Peel,
Seed, Leaf and Flower. Journal of Medicinal Plants Research. 6(32):
4724–4730.

Jhon, N. “Analisis dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid dari Tanaman Kina


(Chinchona ledgeriana)”. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains.
14:2 (2012.): 59-64.

Fanani, Z., Etikasari, R., & Nugraheni, T. P. (2018). “Analisis Makroskopik


dan Mikroskopik Herba Sangketan (Achyranthes aspera)”. University
Research Colloquium, 256–262.

Florence, Linda. (2012). Pengamatan Makroskopik dan Mikroskopik Simplisia.


Sanata Dharma : Yogyakarta.

Farhatul, Baiq. (2018). “Botani Dasar”. Sains: Makassar.

Farhatul, Baiq. Mappanganro, Nurlailah. Zulkarnain. (2018). Botani Dasar.


Laboratorium Biologi UIN Alauddin: Makassar.
Gembong, (2005). Taksonomi tumbuhan. Yogyakarta: UGM.

Gunawan, D dan Mulyani S. (2004). Ilmu Obat Alam.Penebar Swadaya : Jakarta.

Heyne, K. (2013). Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan. Badan Litbang


Kehutanan: Jakarta.

Hidayat, Syamsul, Rodame & Napitupulu. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. Penerbit
Agriflo: Jakarta.

Hidayat, (2015). Anatomi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.

Hidayat, Syamsul, Rodame & Napitupulu. (2015). Kitab Tumbuhan Obat. Penerbit
Agriflo: Jakarta.

Karlina, Y., Adirestuti, P., Agustini, D. M., Fadhillah, N. L., & Malita, D. (2012).
Pengujian Potensi Antijamur Ektrak Air Kayu Secang Terhadap aspergillus
niger dan Candida albicans, 84–87.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Farmakope Herbal Indonesia
Edisi II: Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Farmakope Herbal Indonesia


Edisi 1: Jakarta

Kurniati, N. (2012). Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Formula Krim
Mengandung Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L.). Skripsi.
Universitas Indonesia: Depok.

Muslichah, Siti. (2014). “Botani Farmasi”. Biologi Farmasi: Jember.

Mashudi.; Adinugraha, H, A.(2015); Pertumbuhan Tanaman Pulai Darat (Alstonia


angustiloba Miq.) dari Empat Populasi pada Umur Satu Tahun di
Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 75-84.

Nindatub, M., & Kakisina, P. (2012). Efek Pemberian Ekstrak Metanol Kulit
Batang Pohon Pulai (Alstonia scholaris L. R. Br.) Terhadap Hasil
Diferensiasi Leukosit Mencit (Mus musculus) Yang Diinfeksi Plasmodium
Berghei ANKA. MOLLUCA MEDICA, 5(1), 39–56.

Nugroho, A.E. (2012). Manggis (Garcinia Mangostana L.) dari Kulit Buah yang
Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.

Oci YM, Dewi KK. (2014). Khasiat Ajaib Delima. Padi: Jakarta

Rianawaty, (2011). Morfologi Tumbuhan. Jakarta: Erlangga.

Rismunandar, Paimin, F.B., (2015), Kayu Manis Budidaya dan Pengolahan Edisi
Revisi, Penerbit penebar swadaya, Jakarta.

Rosanti, (2017). Morfologi Tumbuhan. Jakarta: Erlangga.

Sultoni, A. (2015). Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Asosiasi Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung. Jakarta: Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di
Perdesaan
Sundari, Dian and Nuratmi, Budi and Soekarso, Triyani (2001) Uji Daya
Antibakteri Infus dan Ekstrak Kulit Batang Pulosari (Alyxia reinwardtii
BL.) secara In-vitro dan Uji Toksisitas (LD50) Ekstrak. Media Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 11 (3). ISSN 0853-9987

Suriadi, A (2014), ‘Manfaat Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)


Terhadap Khasiat Antioksidasi Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl.) Selama Penyimpanan’, Skripsi, Program Studi Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Susanto, Josehphine. (2015). Infusa Kulit Batang Pulasari. Farmasi: Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, (2013). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.

Winarno, E. K. (2006). Produksi alkaloid oleh mikroba endofit yang diisolasi dari
batang kina Cinchona ledgeriana Moens dan Cinchona Pubescens Vahl
(Rubiaceae). Jurnal Kimia Indonesia. 1(2), 59-66.

Yani, (2015). Farmakognosi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai