Anda di halaman 1dari 38

MODUL 8

TABLET HISAP (PASTILES)

I. NAMA DAN KEKUATAN SEDIAAN


Nama sediaan : Minyak Atsiri Jahe
Kekuatan sediaan : 1%
Nama dagang : Mirihe

II. PRINSIP PERCOBAAN


Prinsip percobaan kali ini membuar sediaan tablet hisap dengan metode
penuangan dimana basis melelehkan atau dipanaskan kemudian dicampur dengan zat
aktif dan zat tambahan yang selanjutnya akan memadat pada suhu ruang.

III. TUJUAN PERCOBAAN


3.1 Memahami prinsip dan pembuatan tablet hisap
3.2 Mengetahui komponen dan fungsi setiap bahan dalam formulasi tablet hisap
3.3 Melakukan evaluasi terhadap tablet serta menyimpulkan mutu dan formula
terbaik berdasarkan hasil data evaluasi
3.4 Mengetahui perbedaan tablet hisap dan tablet konvensional

IV. PREFORMULASI ZAT AKTIF


4.1 Minyak Atsiri Jahe

Rumus Molekul : C15 H24


Pemerian : Cairan berwarna kuning terang sampai kuning
kecoklatan dengan bau khas (Natural Sourcing,
2016)
Kelarutan : Sedikit larut dalam alcohol (Natural Sourcing,
2016)
Titik didih : > 100ºC (Natural Sourcing, 2016)
Stabilitas : Stabil dibawah kondisi normal (Natural Sourcing,
2016)
Inkompabilitas : Agen pengoksidasi kuat (Natural Sourcing, 2016)
Indikasi : Penghilang rasa sakit, memperbaiki sirkulasi
pernafasan, melancarkan pencernaan (Mustari,
2012)
Mekanisme kerja : Minyak atsiri jahe bekerja dengan menginaktifase
virus sebelum masuk sel (Thomas, 2015)
Kontraindikasi : Penderita yang dapat mengiritasi mukosa
gastrointestinal dan penderita dengan penyakit
ginjal (Priambodo, 2005).
Efek samping : Menyebabkan diare, mulas, bersendawa, dan rasa
tidak nyaman, pendarahan menstruasi, iritasi kulit,
bahaya jantung
Penyimpanan : Dalam wadah kedap air dan kering (Mustari, 2012)
Kegunaan : Sebagai zat aktif
V. PREFORMULASI EKSIPIEN
5.1 Sukrosa

Rumus Molekul : C12 H22 O11


Pemerian : Hablur putih, atau tidak berwarna, massa hablur
atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa manis (Sheskey ed 8th , 2017 :
958)
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak
larut dalam kloroform dan dalam eter (Sheskey ed
8th , 2017 : 958)
Titik didih : 160ºC - 186ºC (Sheskey ed 8th , 2017 : 958)
Bobot jenis : 1,6 g/cm3 (Sheskey ed 8th , 2017 : 958)
Stabilitas : Udara stabil dalam kelembaban yang cukup, stabil
pada suhu ruang, stabil pada pH maksimum 9
(Sheskey ed 8th , 2017 : 958)
Inkompabilitas : Serbuk sukrosa bias terkontaminasi oleh logam
berat, yang dapat mengakibatkan inkombpabilitas
dengan bahan aktif. Dapat terkontaminasi dengan
sulfit dari proses penyulingan (Sheskey ed 8th ,
2017 : 958)
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, tempat kering,
dan sejuk
Kegunaan : Sebagai agen pemanis, pengikat tablet

5.2 Sirup glukosa

Rumus Molekul : C6 H12 O6


Pemerian : Larutan cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan
cairan kental berasa manis (Sheskey ed 8th , 2017 :
408)
Kelarutan : Bercampur dengan air, bercampur secara parsial
dengan etanol 90% (Sheskey ed 8th , 2017 : 408)
Titik didih : 160ºC - 186ºC (Sheskey ed 8th , 2017 : 408)
Bobot jenis : 1,6 g/cm3 (Sheskey ed 8th , 2017 : 408)
Stabilitas : Stabil pada wadah tertutup baik, sejuk, dan kering
(Sheskey ed 8th , 2017 : 408)
Inkompabilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat (Sheskey ed 8th ,
2017 : 408)
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, tempat kering,
dan sejuk
Kegunaan : Sebagai cooling agent, agen pemanis.
5.3 Perisa (kopi)

Rumus Molekul : C5 H8 NO4 Na


Pemerian : Bening kekuningan, bau kopi khas sesuai jenis
kopi yang digunakan (Sjahwil et al, 2014)
Kelarutan : Larut dalam air, sebagian larut dalam minyak
(Sjahwil et al, 2014)
Stabilitas : Stabil dalam wadah kedap udara dan terlindung
dari cahaya matahari langsung (Sjahwil et al,
2014)
Inkompabilitas : Inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat
(Sjahwil et al, 2014)
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, tempat kering,
dan sejuk (Flament, 2022)
Kegunaan : Untuk memberikan warna dan rasa kopi

5.4 Aquadest
Rumus Molekul : H2 O
Pemerian : Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
cair (Sheskey ed 8th , 2017 : 1012)
Kelarutan : Bercampur dengan kebanyakan pelarut polar
(Sheskey ed 8th , 2017 : 1012)
pH : 7 (Sheskey ed 8th , 2017 : 1012)
Stabilitas : Stabil dalam semua situasi (Sheskey ed 8th , 2017 :
1012)
Inkompabilitas : Dengan bahan yang bersifat hidrolisis (Sheskey ed
8th , 2017 : 1012)
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup rapat, tempat kering,
dan sejuk (Sheskey ed 8th , 2017 : 1012)
Kegunaan : Sebagai pelarut (Sheskey ed 8th , 2017 : 1012)

VI. PREFORMULASI WADAH DAN KEMASAN


6.1 Kemasan Primer
Kemasan primer adalah lapisan pertama yang membungkus dan bersentuhan
langsung dengan produk. Kemasan ini dapat memiliki efek langsung pada stabilitas
dan umur simpan produk. Kemasan primer yang digunakan untuk formula ini yaitu
kemasan tang terbuat dari plastic dengan berukuran 6x6 cm sebanyak 20 lembar untuk
menyelimuti pastilles sehingga terlindung dari air karena plastic mudah larut dalam air,
sediaan tablet dibungkus secara satu-persatu agar tidak saling menempel satu sama
lain. (Krosovir, 2006).
6.2 Kemasan Sekunder
Kemasan sekunder berada di lapisan kedua setelah kemasan primer. Kemasan ini
berfungsi untuk menambah proteksi terhadap kemasan dan dapat digunakan untuk
mengelompokkan kemasan primer bersama. Kemasan sekunder dapat berbentuk kotak,
karton, baki injeksi, dan sebagainya. Kemasan sekunder yang digunakan pada formula
ini yaitu menggunakan kertas tebal sebagai kemasan sekunder, (Pareek et al, 2014)
6.3 Kemasan Tersier
Kemasan tersier digunakan untuk mengemas produk yang telah ada dalam
kemasan sekunder dan berfungsi saat proses distribusi atau pengiriman produk.
Kemasan tersier dapat berbentuk dus, kontainer, barel, dan sebagainya. Kemasan
primer yang digunakan yaitu kardus atau kertas tebal serta informasi obat di delam nya
(Krosovir, 2006)

VII. ANALISIS PERTIMBANGAN FORMULA


7.1 Minyak Atsiri Jahe
Pada formula ini minyak atsiri jahe digunakan sebagai zat aktif yang akan
memberikan efek terapeutik jika berikatan dengan reseptornya, adapun khasiat minyak
atsiri jahe yaitu sebagai pencahar, penguat lambung, memperbaiki rasa, pelega
tenggorokan, muntah-muntah, bengek, peluluh masuk angin, memperbaiki pencernaan,
dan antimabuk. Jahe memiliki kandungan minyak atsiri 2,58-2,72% sehingga banyak
digunakan dalam industry obat-obatan. Minyak ini memiliki kandungan sineol,
limonen, borneol, sitral, dan zingiberal serta zat antioksidan alami. Dibuatnya zat aktif
ini sebagai pastiles untuk memudahkannya dalam penggunaan karena ditujukan untuk
pelega tenggorokan. Pastiles juga dibuat menjadi bentuk yang menarik dan rasa yang
enak sehingga akan meningkatkan penerimaan pasien terhadap obat (Nissa, 2016).
7.2 Sukrosa
Pada formula ini sukrosa digunakan sebagai basis dari pastiles karena miliki rasa
yang manis dan tidak bereaksi dengan hampir semua bahan obat. Selain itu sukrosa
juga memiliki sifat alir yang baik dan dapat membentuk ikatan yang kuat sehingga
dapat meningkatkan kekerasan tablet hisap (Sheskey dkk, 2017).
7.3 Sirup Glukosa
Pada formula ini sirup glukosa digunakan sebagai pemanis yang akan menutupi
rasa tidak enak dari zat aktif dan akan meningkatkan penerimaan pasien terhadap obat
karena memiliki rasa yang manis terutama untuk anak-anak. Sirup glukosa dapat
digunakan untuk memperbaiki profil rasa pada sediaan sehingga dapat dikonsumsi oleh
anak-anak dan mengubah viskositas atau kekentalan sesuai yang diinginkan.
Konsentrasi yang digunakan pada formula adalah 25% dan 30% hal ini sesuai dengan
rentang sirup glukosa yang digunakan untuk pemanis adalah sebesar 20-60% (Sheskey
dkk, 2017).
7.4 Perisa Kopi
Pada formula ini perisa kopi digunakan sebagai agen perasa (flavoring agent)
yang akan memberikan rasa pada sediaan pastiles agar menjadi lebih enak sehingga
akan menutupi rasa tidak enak dari zat aktif dan meningkatkan penerimaan pasien
terhadap obat. Perisa kopi adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
memberikan rasa kopi pada produk makanan atau minuman. Pada formulasi pastiles,
perisa kopi berfungsi untuk memberikan rasa kopi pada pastiles tersebut. Menurut
BPOM (2016), perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat,
dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi
flavour, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam (BPOM RI, 2016).
7.5 Coklat HT
Pada formulasi ini digunakan sebagai pewarna yang akan meningkatkan daya
tarik pasien terhadap obat. Coklat HT adalah pewarna makanan sintetik diazo yang
banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan seperti es krim, kue,
biskuit, saos olesan dan juga minuman. Coklat HT memiliki batas maksimum
penggunaan yang rendah dan umum digunakan sebagai pewarna dalam makanan
berbasis coklat yang banyak disukai anak-anak (Rusdi dan Wisnuwardani, 2014).

VIII. FORMULA
8.1 Formula 1

R/ Minyak Atsiri Jahe 1%


Sukrosa 60%
Sirup Glukosa 25%
Perisa Kopi 3 tts
Coklat HT 3 tts
Aquadest ad 100
8.2 Formula 2
R/ Minyak Atsiri Jahe 1%
Sukrosa 60%
Sirup Glukosa 30%
Perisa Kopi 3 tts
Coklat HT 3 tts
Aquadest ad 100

IX. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


9.1 Perhitungan
9.1.1 Formula 1
1. Minyak Atsiri Jahe 1%
1
× 250𝑚𝑙 = 2,5𝑚𝑙
100
2. Sukrosa 60%
60
× 250𝑚𝑙 = 150𝑔
100
3. Sirup Glukosa 25%
25
× 250𝑚𝑙 = 62,5𝑚𝑙
100
4. Perisa Kopi
3 tetes
5. Coklat HT
3 tetes
6. Aquadest ad 100
100
× 250𝑚𝑙 = 250𝑚𝑙
100
250𝑚𝑙 − 2,5𝑚𝑙 + 150𝑔 + 62,5𝑚𝑙 = 35𝑚𝑙
9.1.2 Formula 2
1. Minyak Atsiri Jahe 1%
1
× 250𝑚𝑙 = 2,5𝑚𝑙
100
2. Sukrosa 60%
60
× 250𝑚𝑙 = 150𝑔
100
3. Sirup Glukosa 30%
30
× 250𝑚𝑙 = 75𝑚𝑙
100
4. Perisa Kopi
3 tetes
5. Coklat HT
3 tetes
6. Aquadest ad 100
100
× 250𝑚𝑙 = 250𝑚𝑙
100
250𝑚𝑙 − 2,5𝑚𝑙 + 150𝑔 + 75𝑚𝑙 = 22,5𝑚𝑙

9.2 Penimbangan
9.2.1 Formula 1

Nama Zat Konsentrasi Penimbangan

Minyak Atsiri Jahe 1% 2,5 mL


Sukrosa 60% 150 g
Sirup Glukosa 25% 62,5 mL
Perisa 3 tts 3 tts
Coklat HT 3 tts 3 tts
Aquadest ad 100 35 mL
9.2.2 Formula 2

Nama Zat Konsentrasi Penimbangan

Minyak Atsiri Jahe 1% 2,5 mL


Sukrosa 60% 150 g
Sirup Glukosa 30% 75 mL
Perisa 3 tts 3 tts
Coklat HT 3 tts 3 tts
Aquadest ad 100 22,5 mL

X. EVALUASI DAN DATA PENGAMATAN


10.1 PROSEDUR EVALUASI
a. Uji organeleptis
Pengujian yang dilakukan agar dapat diketahuinya karakteristik fisik dari
sediaan tablet yang dibuat. Hal ini meliputi: bentuk, yang dapat diamati dengan
kaca pembesar, lalu juga warna dan bau pada sediaan.
b. Uji keseragaman ukuran
Pengujian dilakukan dengan alat Micrometer scale yang telah dipastikan
dalam kondisi bersih dan kering terlebih dahulu. Pengujian dilakukan terhadap
20 sampel tablet secara acak, lalu dilakukannya pengukuran ketebalan dan
diameter dari tablet dengan alat uji. Setelah dilakukannya evaluasi, dibersihkan
dan dirapikannya alat uji yang telah digunakan kembali seperti semula.
c. Uji kekerasan
Pengujian dilakukan dengan alat Hardness tester dimana alat sebelumnya
telah dipastikan dalam kondisi bersih dan kering terlebih dahulu. Pengujian ini
dilakukan terhadap sampel tablet secara acak sebanyak 20 buah, lalu pengujian
ini dilakukan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan oleh pabrikan alat uji
yang digunakan. Diamati dan dicatatnya nilai kekerasan dari masing-masing
tablet dan dihitungnya nilai kekerasan rata-rata tablet sediaan tersebut.
d. Uji friabilitas
Pengujian dilakukan dengan alat Friability abrason tester dimana
sebelumnya telah dipastikan dalam kondisi bersih dan kering (gunakan sikat).
Pengujian dilakukan terhadap 20 (jika bobot tablet > 250 mg atau 40 tablet jika
bobot tablet < 250 mg) sampel tablet secara acak, yang diletakkan pada
masingmasing jari-jari drum alat uji. Sebelum itu, dilakukannya penimbangan
bobot terhadap seluruh tablet terlebih dahulu sebelum dimasukkannya ke dalam
drum alat uji, dan dilakukannya pengujian selanjutnya sesuai dengan protab yang
telah ditetapkan oleh pabrikan alat uji. Setelah sampel selesai diuji, tablet
dikeluarkan dari masing-masing drum, dibersihkan satu persatu (dengan kuas),
lalu ditimbang kembali bobot seluruh tablet tersebut. Setelah dilakukannya
evaluasi, dibersihkan dan dirapikannya alat uji yang telah digunakan kembali
seperti semula.
10.2 DATA PENGAMATAN
• Uji organeleptis

Tablet Warna Bentuk Rasa Bau

Formula 1 2 1 1 2 1 2

1 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

2 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

3 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

4 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

5 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

6 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

7 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

8 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

9 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

10 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

11 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

12 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

13 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

14 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

15 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

16 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

17 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

18 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

19 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

20 Coklat Coklat Segilima Heksagonal Manis Manis Jahe Kopi

• Kesimpulan : formula 1 dan 2 memenuhi syarat karena sudah sesuai dengan


monografi zat
• Uji keseragaman ukuran

• Dmax = 3 x rata-rata tebal tablet


Formula 1 = 3 x 10,55 =31,65
Formula 2 = 3 x 6,35 = 19,05
• Dmin = 1 1/3 x rata-rata tebal tablet
Formula 1 = 1 1/3 x 10,55= 15,3
Formula 2 = 1 1/3 x 6,35 = 8,47
• Penafsiran hasil : diameter tablet tidak > 3 kali dan tidak < 13 1 kali tebal tablet
• Kesimpulan : untuk formula 1 dan 2 tidak memenuhi syarat, karena diameter
tablet >3x dan <1 1/3 kali tebal tablet
• Uji kekerasan

Tablet Gaya (N) N/9,8 Kg/cm²

Formula 1 2 1 2 1 2

1 198 31,3 198 / 9,8 31,3/ 9,8 20,2 3,19

2 198 30 198 / 9,8 30/ 9,8 20,2 3,09

3 198 45,3 198 / 9,8 45,3/ 9,8 20,2 4,62

4 198 30,1 198 / 9,8 30,1/ 9,8 20,2 3,07

5 198 23,3 198 / 9,8 23,3/ 9,8 20,2 2,38

6 198 26,5 198 / 9,8 26,5/ 9,8 20,2 2,7

7 198 34,1 198 / 9,8 34,1/ 9,8 20,2 3,48

8 198 26,5 198 / 9,8 26,5/ 9,8 20,2 3,7

9 198 35,5 198 / 9,8 35,5/ 9,8 20,2 3,62

10 198 36,8 198 / 9,8 36,8/ 9,8 20,2 3,76

11 198 48,9 198 / 9,8 48,9/ 9,8 20,2 4,99

12 198 39,4 198 / 9,8 39,4/ 9,8 20,2 4,02

13 198 34,4 198 / 9,8 34,4/ 9,8 20,2 3,51

14 198 30,8 198 / 9,8 30,8/ 9,8 20,2 3,14

15 198 27 198 / 9,8 27/ 9,8 20,2 2,76

16 198 33,3 198 / 9,8 33,3/ 9,8 20,2 3,4

17 198 34,8 198 / 9,8 34,8/ 9,8 20,2 3,55

18 198 34,8 198 / 9,8 34,8/ 9,8 20,2 3,55

19 198 30,5 198 / 9,8 30,5/ 9,8 20,2 3,11

20 198 38,7 198 / 9,8 38,7/ 9,8 20,2 3,95


Σx 3960 672 404 68,59
x 198 33,6 20,2 3,43
• Penafsiran hasil :
Tablet kecil (BB tablet tidak sampai 300 mg) = 4-7 kg/cm2
Tablet besar (BB tablet tidak sampai 400-700 mg) = 7-12 kg/cm2
• Kesimpulan : untuk formula 1 tidak memenuhi syarat karena hasil
didapatkan 2,21 kg/cm2, sedangkan formula 2 memenuhi syarat karena rata-
rata kekerasan tablet masuk rentang 4-7 kg/cm2,sedangkan sediaan kami
didapatkan 3,43 dan20,2 kg/cm2.

• Uji friabilitas

Tablet Friabilitas

Formula a(mg) b(mg) %f

1 7783 7720 0,75%

2 9280 31,3 0,43%

𝑎−𝑏 3,12−3,07
Formula 1 = F = x 100 % = x 100 % = 1,60 %
𝑎 3,12
𝑎−𝑏 3018−3000
Formula 2 = F = x 100 % = x 100 % = 0,60 %
𝑎 3018

• Penafsiran hasil : tablet yang baik memiliki nilai F < 1 %


• Kesimpulan : untuk formula 1 tidak memenuhi syarat karena nilai F > 1 %
yaitu friabilitas 1,60 %, sedangkan formula 2 memenuhi syarat karena nilai F
< 1 % yaitu friabilitas 0,60 %.
• Uji keseragaman sediaan

Tablet Bobot (mg)

Formula 1 2

1 8270 5550

2 1060 4170

3 9000 3950

4 8500 4530

5 9170 4780

6 8200 5360

7 8860 4340

8 8440 4280

9 9000 5460

10 8500 4550

11 8800 5090

12 9160 4140

13 8700 4740

14 9000 3700

15 9100 6100

16 9200 4980

17 8600 4650

18 8700 4500

19 8500 4520

20 9000 4100
Σx 167760 93490
x 8388 4674,5
Formula 2
7,5
Ketentuan kolom A = x 46,74 = 350,59 mg
100
Batas atas = 4674 mg + 350,59 mg = 5025,09
Batas bawah = 4674 mg - 350,59 mg = 4323,9
Interval tab A = batas bawah – batas atas
= 4323-91-5025,09
15
Ketentuan kolom B = x 4674,5 = 701,18 mg
100
Batas atas = 4674,5mg + 701,18 mg = 5375,68
Batas bawah = 4674,5mg - 701,18 mg = 3973,32
Interval tab B = batas bawah – batas atas
= 3973,32-5375,68
Penafsiran hasil :
Bobot rata- Penyimpanan bobot rata-rata
rata A B
< 25 mg 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
> 300 mg 75 0

Tidak boleh ada 2 tablet > 7,5 % (kolom A) dan tidak boleh ada 1 pun tablet >
15% (kolom B)

Kesimpulan : untuk formula 1 memenuhi syarat karena tidak ada tablet yang
melebihi rentang > 10% (139,82-170,89) dan tidak ada tablet yang melebihi
rentang > 20% (124,28-186,42), untuk formula 2 juga memenuhi syarat karena
tidak ada tablet yang melebihi rentang > 7,5 % (132,64-154,16) dan tidak ada tablet
yang melebihi rentang 15% (121,90-164,91).
• Uji waktu larut

Formula

1 2

8 mnt 24
42 mnt
detik

Penafsiran hasil : waktu yang diperlukan untuk larut 5 -10 mnt


Kesimpulan : untuk formula 1 dan 2 tidak memenuhi syarat karena waktu yang
diperlukandiluar rentang 5-10mnt

XI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan tablet hisap (lozenge)
dengan metode pembuatan secara tuang yang umum disebut sebagai tablet hisap
pastiles. Tablet hisap (lozenge) adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih
bahan obat, biasanya dengan bahan tambahan beraroma dan rasa manis, yang dapat
membuat tablet larut atau hancur perlahan dalam mulut. Tujuannya untuk mengobati
iritasi lokal atau infeksi pada mulut atau tenggorokan, tetapi dapat mengandung bahan
aktif yang ditujukan untuk absorbsi sistemik setelah ditelan. Pemilihan bentuk sediaan
pastiles dipilih untuk meningkatkan minat masyarakat dalam mengonsumsi suplemen
antioksidan dari bahan alam karena pastiles ini sangat diterima dengan baik karena
rasanya yang manis dan bentuknya menarik. (Narayanam, 2018).

Tujuan dari percobaan ini sendiri adalah untuk mengetahui proses pembuatan
tablet hisap dengan zat aktif, untuk mengetahui komponen dan fungsi setiap bahan
dalam formulasi tablet hisap (pastilles), melakukan evaluasi terhadap tablet hisap
dengan cara membandingkan hasil uji dengan persyaratan yang ada pada literatur dan
menimpulkan formulasi terbaik untuk tablet hisap berdasarkan hasil evaluasi.

Berdasarkan cara pembuatannya tablet hisap dapat dibedakan menjadi troches


dan pastiles. Troches merupakan tablet hisap yang dibuat dengan metode kempa,
sedangkan pastiles merupakan tablet hisap yang dibuat dengan cara tuang dengan
bahan dasar yang biasa digunakan adalah gelatin atau sukrosa yang dilelehkan atau
sorbitol (Depkes RI, 2020). Sedangkan berdasarkan tekstur dan komposisinya tablet
hisap dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis diantaranya:

a) Chewable lozenges, Chewable lozenges adalah bentuk sediaan obat yang


dirancang untuk dikunyah sebelum ditelan. Umumnya, lozenge ini
memiliki tekstur yang mudah hancur dan rasa yang menyenangkan agar
lebih mudah dikonsumsi, terutama oleh anak-anak atau orang dewasa yang
memiliki kesulitan menelan tablet atau kapsul. Chewable lozenges
seringkali digunakan untuk meredakan gejala di tenggorokan, seperti sakit
tenggorokan atau batuk, dan dapat mengandung berbagai bahan aktif,
seperti analgesik lokal atau agen pereda batuk. Chewable lozenges biasanya
memiliki rasa yang menyenangkan dan dapat dengan mudah dikonsumsi
tanpa perlu diminum dengan air. Mereka dapat digunakan untuk
memberikan efek lokal di dalam mulut atau tenggorokan, atau untuk
memberikan formulasi obat atau suplemen yang dapat diserap dengan cepat
melalui saliva (Pothu et al., 2014).
b) Compressed tablet lozenges, Compressed tablet lozenges adalah tablet
hisap yang dibuat untuk zat aktif termolabil yang dibuat dengan cara kempa
langsung(Choursiya et al., 2018).
c) Soft lozenges, Soft lozenges merupakan suatu bentuk sediaan obat atau
suplemen yang dirancang untuk melarut di dalam mulut dengan cepat.
Biasanya, soft lozenges memiliki tekstur lembut dan dapat dengan mudah
diserap melalui saliva tanpa perlu dikunyah. Mereka sering digunakan
untuk memberikan efek lokal di dalam mulut atau tenggorokan, seperti
meredakan sakit tenggorokan, batuk, atau gejala lainnya. Soft lozenges
dapat mengandung bahan aktif seperti analgesik, antiseptik, atau bahan lain
yang memiliki efek terapeutik. Selain itu, formulasi soft lozenges juga dapat
mencakup bahan-bahan penambah seperti perasa, pemanis, atau zat
pewarna untuk meningkatkan rasa dan daya terima konsumen (Pothu et al.,
2014).

Pada praktikum ini digunakan teknik melting and mold yaitu sukrosa dilelehkan
terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan eksipien lain hingga homogeny,
kemudian campuran dimasukkan ke dalam cetakan (Kasturi et al., 2019). Teknik ini
dalam pembuatan tablet dapat meningkatkan kelarutan dimana tablet hisap akan
melepaskan obat lebih cepat dari formulasi tablet hisap lainnya. Namun penggunaan
metode ini menghasilkan campuran yang lengket pada cetakan sehingga perlu
penambahan terigu atau sagu sebagai pelapis pada permukaan sediaan tablet
(Vidyadhara et al, 2015).

Digunakan minyak atsiri jahe (Zingiber officinale) sebagai zat aktif. Jahe
memiliki konstituen aktif yaitu senyawa fenolik dan terpen yang berlimpah. Senyawa
fenolik utama pada jahe adalah gingerol, shogaol, dan paradol. Beberapa komponen
utama dalam minyak atsiri dalam jahe berupa terpen, seperti β-bisabolene, α-
curcumene, zingiberene, farnesene, dan sesquiphellandrene. Selain itu, polisakarida,
lipid, asam organik, dan serat mentah juga ada dalam jahe (Prasad & Tyagi, 2015; Yeh,
et al., 2014).
Gambar 1. Senyawa Aktif pada Jahe (Sanchez et al, 2017)

Aksi farmakologi jahe antara lain mencegah mual dan postoperative nausea
dengan mekanisme aksi meningkatkan motilitas pada gastrointestinal. Aksi
farmakologi yang lain adalah hiperemesis gravidarum, muntah yang diinduksi oleh
kemoterapi dan osteoarthritis (Altman dan Marcussen, 2001).

Pada praktikum dibuat jenis soft lozenges atau pastiles yang merupakan salah
satu jenis dari tablet hisap yang dapat melepaskan zat aktifnya langsung di dalam mulut
atau tenggorokan dengan pertimbangan sifat dari minyak atsiri yaitu mudah menguap.
Bentuk dan rasa pastiles diharapkan lebih disukai karena lebih mudah dalam
penyimpanan dan penggunaan, sehingga sangat menguntungkan bagi konsumen yang
memiliki kesulitan dalam menelan karena cukup dengan mengulum soft lozenges dan
tidak diperlukan air minum. Bentuk dan rasa pastiles diharapkan lebih disukai karena
lebih mudah dalam penyimpanan dan penggunaan, sehingga sangat menguntungkan
bagi konsumen yang memiliki kesulitan dalam menelan karena cukup dengan
mengulum soft lozenges dan tidak diperlukan air minum (Allen, 2002).

Sediaan ini membutuhkan bahan yang dapat membentuk


konsistensi menjadi kenyal atau gummy. Bahan yang paling berpengaruh untuk
membentuk kekenyalan tersebut adalah basis. Oleh karena itu dibutuhkan formulasi
basis yang tepat agar menghasilkan soft lozenges dengan konsistensi gel yang elastis.
Basis yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah liquid glucose atau sirup
glukosa. Sirup glukosa sering digunakan dalam pembuatan lozenges karena memiliki
sifat yang menguntungkan untuk formulasi lozenges. Sirup glukosa juga memberikan
kelembutan dan kekenyalan pada lozenges, membuatnya mudah larut dalam air atau
saliva saat dikonsumsi. Hal ini dapat meningkatkan pengalaman konsumen dan
membantu dalam penyerapan bahan aktif. Sirup glukosa dapat meningkatkan rasa
lozenges dan memberikan kelembutan tambahan serta dapat memberikan stabilitas
formulasi lozenges dan membantu meningkatkan umur simpannya (Sareen et al, 2013).
Persentase dari sirup glukosa yang digunakan yaitu 25%.

Pada formula ini dibuat kombinasi antara sukrosa dan sirup


glukosa, sukrosa dan sirup glukosa sering digunakan dalam formulasi pastiles. Pada
basis ini sukrosa berfungsi sebagai bahan pengisi dan pemanis (Alkarim, 2012).
Sukrosa dapat membentuk struktur pastiles yang padat dan memberikan tekstur yang
cocok untuk mengunyah atau meleleh di dalam mulut tanpa perlu dikonsumsi dengan
air. Sukrosa juga diketahui dapat larut dengan baik di dalam saliva, sehingga
memungkinkan pelepasan bahan aktif secara perlahan-lahan dan memberikan efek
yang diinginkan (Rowe et al, 2009).

Perlu dibuat perbandingan konsentrasi antara sukrosa dan sirup


glukosa pada basis karena akan menentukan sifat fisik sediaan. Tablet hisap yang akan
dibuat adalah jenis soft lozenges yang memiliki tekstur lembut dan mampu larut dalam
mulut atau bisa juga dikunyah. Makin tinggi konsentrasi sukrosa yang digunakan dapat
meningkatkan kekerasan, mempercepat proses kristalisasi dan meningkatkan absorbsi
kelembaban. Sedangkan persentase sirup glukosa yang makin tinggi akan menjadikan
sediaan menjadi lebih kompak (Aulton, 2013). Salah satu hal yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan tablet hisap adalah kelarutan sukrosa. Pasta yang mengandung
sukrosa murni mudah mengkristal. Bagian sukrosa yang mengalami difusi ini
menyebabkan kristalisasi pada produk akhir. Oleh karena itu perlu digunakan bahan
lain seperti sirup glukosa atau gula invert untuk meningkatkan kelarutan dan mencegah
kristalisasi. Perbandingan jumlah sukrosa dan sirup glukosa yang digunakan dalam
manisan sangat menentukan komposisi yang dihasilkan. Mencampur sukrosa dengan
sirup glukosa dapat membuat komposisi yang dihasilkan lebih menarik, namun
biasanya mengurangi kekerasan (Engka, 2016). Aquadest juga perlu digunakan sebagai
pelarut Perhatikan konsentrasinya, karena jumlah aquadest yang ditambahkan ke dalam
campuran mempengaruhi kekerasan formula. Semakin tinggi kadar air maka semakin
rendah kekerasan produk dan semakin rendah pula kadar airnya tingkat kekerasan
pembuatannya menjadi lebih sulit (Priani, 2021).

Digunakan perisa dan pewarna makanan pada pastiles adalah


untuk meningkatkan daya tarik dan menutupi karakter-karakter seperti rasa dan bau
yang tidak menyenangkan. Perisa pada sediaan pastiles merujuk pada komponen yang
ditambahkan ke formulasi untuk memberikan rasa yang menyenangkan atau menutupi
rasa obat yang mungkin kurang enak. Perisa dapat berupa senyawa kimia atau
campuran bahan alami yang memberikan karakteristik rasa tertentu pada pastiles.
Penambahan perisa tidak hanya meningkatkan akseptabilitas konsumen tetapi juga
dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan produk (BPOM, 2004).

Langkah pertama yang dilakukan pada pembuatan formula 2


adalah memasukkan sukrosa sebanyak 150 gram, sirup glukosa 62,5 ml dan aquadest
35 ml ke dalam gelas kimia diatas penangas air. Pada pembuatan formula 1 dimasukkan
sukrosa sebanyak 150 gram, sirup glukosa 75 ml dan aquadest 22,5 ml. Keduanya
kemudian dicampur menjadi massa yang homogeny sembari ditambahkan perisa kopi
sesuai dengan warna dan rasa yang diinginkan dan juga di campurkan pewarna atau
coloring agent yaitu coklat HT. Pewarna sering ditambahkan ke dalam sediaan pastiles
dengan tujuan estetika, mengidentifikasi produk, atau membedakan variasi produk.
Penggunaan pewarna dapat memberikan warna yang menarik dan konsisten pada
pastiles, membuatnya lebih menarik secara visual bagi konsumen. Selain itu, pewarna
juga dapat membantu dalam mengidentifikasi jenis atau varian produk tertentu,
memudahkan konsumen untuk memilih produk yang diinginkan (BPOM, 2012).

Kemudian lanjutkan pengadukan hingga membentuk massa


lilin (mengeras) bila diteteskan ke dalam wadah berisi air dengan suhu sekitar 70-
80°C. Pemanasan dan pencampuran dilakukan agar basa larut sempurna dan homogen
serta membentuk massa seperti lilin untuk memudahkan pencetakan dan penuangan
tablet karena viskositasnya yang tinggi. Kemudian gelas kimia yang berisikan basis
tersebut di celupkan permukaan bawahnya kedalam bejana yang berisikan air,
tujuannya agar menurunkan suhu basis agar pasa saat penambahan minyak atsiri tidak
menguap karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu panas dan juga karena bahan
dasarnya mudah mengeras pada suhu ruangan sehingga ditakutkan akan sulit untuk
dituangkan ke dalam cetakan nantinya.

Setelah itu dilakukan pencetakan dengan menuangkan sediaan


pada cetakan tablet hisap yang berbentuk heksagonal diaman penuangan harus cepat
karena apabila lambat maka sediaan akan memadat dan sulit untuk dituang. Setelah
dituang, sediaan didiamkan pada suhu ruang selama beberapa menit. Kemudian
dimasukkan ke freezer dengan tujuan untuk mempercepat proses pemadatan tablet.
Setelah padat, tablet di keluarkan dari freezer dan dilepaskan dari cetakan lalu
dibungkus. Kemudian dilakukan evaluasi uji terhadap tablet hisap baik pada formula
yang meliputi uji organoleptis, keseragaman ukuran, keseragaman bobot dan dan
friabilitas.

Evaluasi pertama yang dilakukan adalah uji organoleptis yang


bertujuan untuk melihat karakteristik fisik sediaan tablet yang dihasilkan. Uji
organoleptis pada sediaan tablet dilakukan untuk mengevaluasi sifat-sifat sensorik
produk secara subjektif, melibatkan indera manusia seperti pandangan, penciuman, dan
perasa. Dengan uji organoletis kita dapat mengevaluasi apakah tablet dapat dikenali
dan diidentifikasi dengan benar oleh konsumen, menilai rasa dan bau tablet untuk
memastikan kualitas sensorik yang dapat diterima oleh pengguna serta mengevaluasi
apakah tablet memiliki warna dan bentuk yang sesuai dengan standar formulasi dan
spesifikasi produk (Ansel, 2014). Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati
bentuk, warna, dan bau terhadap 20 tablet acak. Hasil pengujian yang dilakukan adalah
tablet yang diperoleh memiliki heksagonal , berwarna cokelat, berbau aromatic seperti
jahe dan rasa manis sedikit rasa kopi. Karakteristik tersebut sudah sesuai dengan
monografi tablet hisap minyak atsiri dalam Farmakope Indonesia VI, yaitu memiliki
bentuk bulat, warna cokelat, berbau jahe dan rasa manis.

Evaluasi kedua yang dilakukan adalah uji keseragaman ukuran


bertujuan untuk melihat karakter fisik dari sediaan tablet yang dibuat yaitu dengan
perbandingan antara tebal dan diameter (2009). Prinsip dari uji keseragaman ukuran
adalah perhitungan rasio antara diameter terhadap tebal tablet. Tebal tablet harus
seragam dalam satu batch dan antar batch produksi. Pengukuran tebal dapat dilakukan
menggunakan micrometer scale atau alat pengukur tebal tablet yang sesuai (USP,
2021). Diameter tablet juga harus seragam dalam satu batch dan antar batch produksi.
Pengukuran diameter dapat dilakukan menggunakan kaliper atau alat pengukur
diameter tablet yang sesuai (USP, 2021 Keseragaman ukuran dinilai dengan mengukur
ketebalan dan diameter tablet yang diproduksi dengan jangka sorong. Ketebalan tablet
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tekanan pada saat tablet dikempa, banyaknya
massa yang terisi dalam ruang kompresi tablet, dan massa jenis tablet yang dikempa.
Pada saat yang sama, diameter tablet dipengaruhi oleh ukuran ruang pencetakan tablet
(Syukri et.al., 2018). Pengujian dilakukan dengan cara mengukur diameter dan tebal
20 tablet acak menggunakan jangka sorong untuk selanjutnya dihitung perbandingan
diameter terhadap tebalnya. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan kesesuaian
ukuran tablet yang akan berpengaruh pada karakteristik dan stabilitas tablet. Sebagai
persyaratan, suatu tablet harus memiliki diameter yang kurang dari 3x tebalnya, namun
lebih besar dari 1 1⁄3 tebalnya. Hasil pengujian yang dilakukan pada formula 1 adalah
tablet tidak memenuhi syarat karena diameter tablet lebih dari 3x dan kurang dari 1(1/3)
tebal tablet. Sedangkan pada formula 2 memenuhi syarat karena diameter tablet tidak
lebih dari 3x dan tidak kurang dari 1(1/3) tebal tablet.

Evaluasi ketiga adalah uji keseragaman bobot yang bertujuan untuk menjamin
keseragaman bobot tiap tablet yang dibuat. Tablet harus mempunyai bobot yang
hampir sama antara satu dengan yang lainnya sehingga keseragaman kadar zat aktif
dapat tercapai pula. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah analytical balance.
Keragaman bobot merupakan salah satu parameter baik tidaknya suatu produksi tablet.
Uji keragaman bobot tablet bertujuan untuk melihat apakah tablet yang dicetak
mempunyai bobot yang seragam atau tidak. Keragaman bobot tablet terutama
memberikan pengaruh pada keseragaman kandungan zat aktifnya yang akhirnya akan
mempengaruhi efek terapi yang dihasilkan. Sebuah tablet dirancang dengan sejumlah
tertentu zat aktif yang terdapat pada tiap formula tablet. Pada evaluasi ini bertujuan
untuk menguji bahwa tablet mengandung jumlah zat aktif yang tepat. Keragaman bobot
dapat dianggap sebagai indikasi keseragaman dosis zat aktif yang diberikan dan
keseragaman distribusi zat aktif pada saat granulasi (Irfan et.al., 2015). Prinsipnya
sebanyak 10 tablet diambil secara acak lalu ditimbang masing-masing tablet. Rata rata
bobot kemudian dihitung bersama penyimpangan terhadap bobot rata-rata. Tidak boleh
ada 2 tablet yang masing-masing menyimpang dari bobot rata-

lebih besar dari 5 %, dan tidak boleh ada satupun tablet yang menyimpang dari
bobot rata-rata lebih dari 10%. impangan beratnya yaitu diharapkan tidak lebih dari 2
tablet dari masing- masing tablet yang menyimpang sebanyak 5% dari rata-ratanya dan
tidak satupun tablet yang menyimpang sebanyak 10%. Berdasarkan hasil pengamatan,
tablet formula 1 dan 2 pada pengujian ini telah memenuhi syarat, dapat diketahui bahwa
tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 5 % dan 10 % dari
bobot rata-rata pada masing-masing formula.

Dilakukan juga evaluasi uji kekerasan. Uji kekerasan tablet


dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan kekuatan tablet
secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet.
Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari
berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat
yang biasa digunakan adalah hardness tester. Kekerasan adalah parameter yang
menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan,
kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan
pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin
besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan meningkatkan kekerasan tablet.
(Kailaku et al, 2012). %. Berdasarkan hasil pengamatan, tablet formula 1 dapat
disimpulkan tidak memenuhi syarat dan formula 2 pada pengujian ini tidak memenuhi
syarat karena bobotnya melebihi rentang dari pustaka yaitu tablet kecil bobot sampai
300mg memiliki kekerasan 4-7kg/cm2.

Evaluasi selanjutnya yaitu evaluasi uji friabilitas atau


kerapuhan. Kerapuhan merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur
ketahanan permukaan tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan
dan pengiriman. Kerapuhan diukur dengan friabilator. Prinsipnya adalah menetapkan
bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama waktu
tertentu. Pada proses pengukuran kerapuhan, alat diputar dengan kecepatan 25 putaran
per menit dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Uji kerapuhan berhubungan
dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin
besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang.
Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih
terdapat pada tablet. Tablet dengan konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot
kecil), adanya kehilangan massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang
masih terdapat dalam tablet. Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas
adalah jika dalam proses pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah,
maka tablet tersebut tidak diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran
meragukan (bobot yang hilang terlalu besar), maka pengujian harus diulang sebanyak
dua kali. Selanjutnya tentukan nilai rata-rata dari ketiga uji yang telah dilakukan
(Anwar, 2010). Dari hasil pengujian yang dilakukan, Tablet memenuhi syarat karena
menunjukkan nilai friabilitas sebesar 0,43 dimana syarat friabilitas tablet yang baik
adalah <1%.

Evaluasi yang terakhir yaitu uji waktu larut, tujuan dari uji
waktu larut ini yaitu untuk menggambarkan cepat atau lambatnya tablet larut dalam
mulut. Waktu larut dilakukan dengan memasukkan sebuah tablet hisap ke dalam saliva
simulasi dengan volume 100 ml. Waktu larut dihitung dengan stopwatch mulai tablet
hisap tercelup sampai tablet hancur dan larut. Tablet hisap yang baik akan terlarut
dengan cepat dalam waktu 5-10 menit (Kalyan, 2012). Dari hasil evaluasi, uji waktu
larut pada formula 1 larut selama 8 menit 24 detik, maka dapat disimpulkan tablet
formula 1 memenuhi persyaratan karena masuk kedalam rentang 5-10 menit.
Sedangkan pada formula 2, tablet dapat larut selama 42 menit, maka dapat disimpulkan
tablet formula 2 tidak memenuhi persyaratan karena tidak masuk kedalam rentang.
Perbedaan waktu larut tiap formula dikarenakan perbedaan konsentrasi kombinasi
pengisi yaitu semakin rendah konsentrasi dari pengisi dan semakin tinggi konsentrasi
dari glukosa menghasilkan tablet yang lebih kompak dengan waktu hancur yang lebih
lama. Hal ini disebabkan oleh penggunan konsentrasi sukrosa dan glukosa yang
dominan menyebabkan pertumbuhan Kristal oleh sukrosa sehingga merubah bentuk
fisik dari tablet yang dihasilkan (Musazzi et.al., 2019).

XII. KESIMPULAN
1. Berdasarkan cara pembuatannya tablet hisap dapat dibedakan menjadi 2 yaitu troches
dan pastiles. Pada percobaan kali ini dilakukan pembuatan tablet hisap yang dibuat
dengan cara tuang (pastiles), prinsip kerjanya Dimana sukrosa dilelehkan terlebih
dahulu kemudian dicampurkan dengan zat aktif dan eksipien lain hingga homogen,
kemudian campuran dimasukkan ke dalam cetakan.
2. Hasil sediaan yang didapatkan pada percobaan dilakukan beberapa evaluasi yaitu uji
organoleptis dimana pada uji ini didapatkan bahwa tablet memenuhi persyaratan uji
organoleptis karena semua tablet seragam dan sesuai dengan karakteristik, lalu
dilakukan evaluasi keseragaman ukuran tablet didapatkan ketebalan dan diameter
memenuhi syarat. Lalu dilakukan evaluasi keseragaman bobot dimana kedua formula
tidak memenuhi syarat karena Pencampur serbuk yang tidak homogen dan
penimbangan yang tidak seragam untuk tiap tabletnya menyebabkan bobot tablet yang
diperoleh tidak seragam. Evaluasi uji kekerasan dimana hasilnya tidak memenuhi
syarat karena tidak masuk rentang tablet kecil yaitu 4 – 7 Evaluasi yang terakhir yaitu
evaluasi waktu larut dimana hasilnya tidak memenuhi persyaratan karena tidak masuk
kedalam rentang 5-10 menit.
3. Berdasarkan hasil evaluasi, pengujian ada yang memenuhi syarat pada evaluasi:
organoletis, uji keseragaman ukuran, dan uji friabilitas, dan tidak meemnuhi syarat
pada evaluasi: uji keseragaman bobot, uji kekerasan dan uji waktu larut.

XIII. SEDIAAN AKHIR

13.1 Kemasan Primer


13.2 Kemasan Sekunder
13.3 Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Alkarim, M. (2012). Formulasi Hard Candy Lozenges Ekstrak Daun
Legundi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ansel C H, Loyd V, Popovich G., (2014). Bentuk Sediaan Farmasetis & Sistem
Penghantaran Obat Edisi 9. Jakarta: EGC.

Ansel. (2006). Pharmaceutical Calculation 12th edition, Lippincott William & Wikins,
Philadelphia – Tokyo.

Anwar, K., (2010), Formulasi sediaan tablet effervescent dari ekstrak kunyit (Curcuma
domestica Val.) dengan variasi jumlah asam sitrat – asam tartrat sebagai
sumber asam, Jurnal Sains dan Terapan Kimia, 4(2): 168- 178.

Aulton, M. E. dan K. M. G. Taylor. (2013). Pharmaceutics The Science of Dosage


Form Design. Fourth Edition. China: Elsevie.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). (2012). Hasil kegiatan pengawasan
obat dan makanan tahun 2012. Tersedia di: www.pom.go.id. Diakses
Desember 2023.

BPOM RI. (2016). Peraturan Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Perisa. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

Choursiya, G. (2018). A review on pharmaceutical preformulation studies in


formulation. International Journal Od Pharmaceutical Sciences and Research,
7(6), 2313–2320.

Depkes RI. (2020). Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Engka, D. L. (2016). Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Dan Sirup Glukosa Terhadap Sifat
Kimia Dan Sensori Permen Keras Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Jurnal Teknologi Pertanian. Universitas Sam Ratulangi.

Flament, C. (1971). Social categorization and intergroup behaviour. European


journal of social psychology, 1(2), 149-178.

Irfan, M. S. (2015). Orally disintegrating films: A modern expansion in drug delivery


system. Saudi Pharm. J. Vol. 24, no. 5, pp. 537–546, doi:
10.1016/j.jsps.2015.02.024.

Kailaku, S.I., Jayeng, S., dan Hernani, (2012), Formulasi granul effervesen kaya
antioksidan dari ekstrak daun gambir, Jurnal Pascapanen, 9(1): 27- 34.

Klimchuk, Marianne Rosner dan Sandra A. Krasovec. (2006). Desain Kemasan


Perencanaan Merek Produk yang berhasil mulai dari konsep sampai
Penjualan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Musazzi, G. M. (2019). Trends in the production methods of orodispersible films.


Elsevier B.V. doi: 10.1016/j.ijpharm.2019.118963.

Mustari, M. (2012). Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: LaksBang


PRESSindo.

Narayanan M, Shanmugam S, Suresh PM. (2018). Physical properties of


microencapsulated anthocyanin obtained by spray drying of Red Amaranthus
extract with maltodextrin. Malays J Nutr.24(1):139-147.

Natural Sourcing. (2014). Tamanu Oil Calophyllum inophyllum L Specifications.


England United Kingdom: Natural Sourcing Specialist in
Cosmeceutical Ingridient.
NISSA, M. (2016). FORMULASI TABLET HISAP EKSTRAK JAHE MERAH
(Zingiber officinale Roxb) DENGAN PENGIKAT GELATIN (Doctoral
dissertation, Universitas Andalas).

Pareek et.al. (2014) Pharmaceutical Packaging: Current Trend ad Future. Int J of


Pharmaceutical Sciences. Vol. 6 (6).

Pothu R, Yamsani MR. (2014). Lozenges Formulation And Evaluation: A Review.


International Journal of Advances in Pharmaceutical Research. 5(5): 290-8.

Priani, D. (2021). Buku Ajar Teknologi Sediaan Solida. Bandung: CV. Sadari.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. E. (Eds.). (2009). Handbook of Pharmaceutical


Excipients. Pharmaceutical Press.

Rusdi, B., & Wisnuwardhani, H. A. (2014). PENGEMBANGAN METODE


ANALISIS PEWARNA MAKANAN COKLAT HT DALAM BISKUIT
COKLAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI. Prosiding SNaPP: Sains, Teknologi, 4(1), 139-146.

Sareen, S., Dua, K., & Saini, S. (2013). Chewable Tablets: A Comprehensive Review.
International Journal of Research in Pharmacy and Chemistry, 3(1), 97-105.

Sheskey, J.P. Cook, G.W. Cable, G.C. (2017). Handbook of Pharmaceutical


Excipients. London: Pharmaceutical Press

Sheskey,. et al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients. 8th Ed. London: The
Pharmaceutical Press.
Sjahwil LN, Andarwulan N, Hariyadi P. (2014). Tren flavour produk pangan di
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. J Mutu Pangan 1(1): 9-18.
Syukri, W., J. T. (2018). Pemilihan Bahan Pengisi untuk Formulasi Tablet Ekstrak
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Boerl). Jurnal Sains Farmasi &
Klinis. 5(1): 66-71.
XIV. Lampiran 1 Penyusunan

NO NAMA BAGIAN
1 Fatika Hira Winda Sabaha pembahasan
(10060321168)
2 Indah Prayesti cover, tujuan percobaan,
(10060321169) prinsip
percobaanpreformulasi zat
aktif & tambahan,
preformulasi wadah kemasan
3 Angelica Khusuma Wardani analisis pertimbangan,
(10060321171) perhitungan & penimbangan
sediaan
4 Muhammad Fauzan prosedur pembuatan &
Mutaqien evaluasi sediaan, data
(10060321172) pengamatan
5 Irham Maulanarrasyid kesimpulan, sediaan akhir
(10060321173) wadah dan kemasan, daftar
pustaka, nyusun

Anda mungkin juga menyukai