Anda di halaman 1dari 8

Forum GSLC – Session 2 – LAB: FQAS

2440057230 – Yitro Hikmat I Putra – BD46


1. Tujuan: Tingkat kerusakan maksimal 1%.
 Faktor X (Independen): Jumlah Absen (Orang)
 Faktor Y (Dependen): Tingkat Kerusakan (%)
Berdasarkan data yang telah dianalisis, menggunakan tools: Diagram Sebar, berikut ini
adalah hasil dan interpretasinya:
6

f(x) = 0.80767754318618 x + 0.492610364683302


5 R² = 0.853190855266993

4
Tingkat Kerusakan (%)

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah Absen (Orang)

Interpretasi:
Berdasarkan grafik analisis di atas, ditemukan bahwa faktor ‘Jumlah Absen (Orang)’
memiliki korelasi yang kuat terhadap faktor ‘Tingkat Kerusakan (%)’. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan besar R2 yang bernilai 0,8532, yang lebih besar dari 0,5 dan
mendekati 1,0.
Selain itu, arah korelasi dari kedua faktor tersebut adalah positif. Artinya, kedua faktor
tersebut memiliki korelasi yang berbanding lurus.
Analisis:
Jika persamaan dari grafik di atas adalah y = 0,8077x + 0,4926, maka jika diinginkan
tingkat kerusakan maksimal 1%, berikut adalah perhitungannya:
y=0,8077 x +0,4926 … (i)
1=0,8077 x +0,4926
1−0,4926=0,8077 x
0,5074=0,8077 x
0,5074
x=
0,8077
x=0,6282

Artinya, untuk mencapai maksimal tingkat kerusakan sebesar 1%, maka perusahaan
harus mencegah adanya absensi lebih dari 0,6282 orang. Untuk lebih realistisnya,
perusahaan harus mencegah adanya absensi per hari 1 orang.
Langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah menganalisis kembali beberapa
faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingginya absensi karyawan, dalam rangka
menurunkan angka absensi dan tingkat kerusakan. Sebagai contoh, perusahaan dapat
melihat tingkat stress karyawan, jumlah jam kerja per hari, intensitas tugas per
karyawan, dan lain sebagainya.
Bila perusahaan telah mendapatkan faktor-faktor yang korelasinya kuat dengan jumlah
absen karyawan (satuan: orang), maka perusahaan dapat memulai memperbaiki hal-hal
tersebut agar jumlah absen karyawan menurun dan akhirnya tingkat kerusakan juga
menurun dan stabil di bawah 1%.

Kemungkinan-kemungkinan:
1. Jumlah absen yang tinggi diduga dapat menyebabkan kontrol pada unit operasional
(contoh: mesin pemanas, komputer, mesin pengemas, panel kontrol, dll.) menurun.
Dengan demikian, apabila kontrol atau pengawasan kurang maka saat unit
operasional mengalami kerusakan, tidak ada yang dapat segera mengatasi atau
memperbaiki. Kerusakan yang dibiarkan akan menimbulkan kerusakan permanen,
sehingga terbaca sebagai tingkat kerusakan dengan persentase yang tinggi.
2. Jumlah absen diduga dapat memengaruhi tingkat kerusakan, sebab bila unit
operasional (contoh: mesin pemanas, mesin pengemas, kendaraan angkut, dll.) tidak
digunakan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mulai terjadi penurunan fungsi
dari unit operasional tersebut. Sehingga ketika digunakan, akan terjadi masalah atau
penurunan angka produktivitas akibat kerusakan kronis atau bahkan akut.
3. Jumlah absen diduga dapat memengaruhi tingkat kerusakan, jika personel
perbaikan-perawatan sedang absen dalam masa perawatan/perbaikan/kalibrasi
rutin pada unit operasi (contoh: jembatan timbang, cooker, boiler, dll.). Jika absen
yang terjadi cukup tinggi pada personel perbaikan-perawatan dan tergolong sering,
maka kondisi dari unit operasional akan lebih cepat menurun. Apabila terus terjadi
hal yang demikian, maka tingkat kerusakan dari sebuah unit operasional akan
meningkat seiring berjalannya waktu (jika diasumsikan jumlah absen konstan atau
meningkat).
2. Berikut adalah 2 faktor yang dianalisis:
 Faktor X (Independen): Jumlah Kunjungan
 Faktor Y (Dependen): Hasil Penjualan
Berdasarkan data yang telah dianalisis, menggunakan tools: Diagram Sebar, berikut ini
adalah hasil dan interpretasinya:
14

12

10

f(x) = 0.126725712118138 x − 8.60548346403903


R² = 0.540241328713736
Hasil Penjualan

0
70 80 90 100 110 120 130 140 150

Jumlah Kunjungan

Interpretasi:
Berdasarkan grafik analisis di atas, ditemukan bahwa faktor ‘Jumlah Kunjungan’
memiliki korelasi yang cenderung lemah terhadap faktor ‘Hasil Penjualan’. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan besar R2 yang bernilai 0,5402 , yang berkisar pada 0,5.
Selain itu, arah korelasi dari kedua faktor tersebut adalah positif. Artinya, kedua faktor
tersebut memiliki korelasi yang berbanding lurus.

Analisis:
Karena korelasi antara keduanya cenderung lemah, maka perusahaan sebaiknya
melakukan analisis kembali pada faktor-faktor lainnya yang diduga dapat memengaruhi
hasil penjualan dari perusahaan. Dengan demikian, analisis dan perhitungan/prediksi
akan lebih tepat, serta mempermudah pengambilan keputusan selanjutnya.
Sebagai contoh, faktor yang diduga dapat memengaruhi faktor ‘Hasil Penjualan’ adalah
faktor ‘Pemasaran’, faktor ‘Kualitas Produk’, faktor ‘Kualitas Pelayanan Konsumen’,
faktor ‘Keterjangkauan Produk di Pasar (Jumlah Titik Sebaran Distribusi)’, dsb. Namun
demikian, semua faktor di atas, yang diduga dapat memengaruhi faktor ‘Hasil
Penjualan’ perlu dicek tingkat korelasinya sebelum dilakukan analisis lanjutan. Bila
didapati faktor-faktor tersebut berkorelasi kuat, maka perusahaan perlu memberikan
perhatian lebih pada faktor-faktor tersebut.

Kemungkinan-kemungkinan:
1. Jumlah kunjungan diduga kurang berpengaruh pada hasil penjualan karena
kunjungan yang dikerjakan tidak bertujuan jelas atau tidak disertai dengan tindakan
tegas. Dengan demikian, jumlah kunjungan yang tinggi tidak turut memperbaiki
kinerja para sales di pasar.
2. Jumlah kunjungan diduga kurang berpengaruh pada hasil penjualan karena
kunjungan diduga menjadi patokan bagi para sales untuk masuk pada ‘mode kerja’.
Sedangkan ketika jumlah kunjungan rendah, para sales juga mulai bersantai atau
bermalas-malasan. Apabila kunjungan yang dilakukan tidak rutin atau tidak
dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus yang membutuhkan kunjungan,
maka sales akan hanya bekerja saat dikunjungi saja. Hal tersebut menjadikan
kunjungan sebagai hal yang tidak diperhatikan oleh sales setiap waktu.
3. Hasil penjualan tidak terpengaruh kuat oleh jumlah kunjungan, karena terdapat
banyak faktor kuat lainnya yang memiliki dampak lebih signifikan pada ketertarikan
pasar pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Oleh karena itu, walaupun
jumlah kunjungan tinggi, namun jika kualitas produk, kualitas pelayanan, ketepatan
waktu delivery, dan lainnya tidak baik, maka hasil penjualan juga tidak akan naik
signifikan.
3. Tujuan: Kerusakan maksimal 1%.
 Faktor X (Independen): Downtime Mesin (menit)
 Faktor Y (Dependen): Kerusakan (%)
Berdasarkan data yang telah dianalisis, menggunakan tools: Diagram Sebar, berikut ini
adalah hasil dan interpretasinya:
12

10

8
KErusakan (%)

6
f(x) = 0.00165095659543169 x + 5.28872552546791
R² = 0.00232711629321947

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400

Machine Downtime (menit)

Interpretasi:
Berdasarkan grafik analisis di atas, ditemukan bahwa faktor ‘Machine Downtime
(menit)’ memiliki korelasi yang sangat lemah terhadap faktor ‘Kerusakan (%)’. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan besar R2 yang bernilai 0,0023, yang berada di bawah
0,5 dan mendekati 0.
Selain itu, arah korelasi dari kedua faktor tersebut adalah positif. Artinya, kedua faktor
tersebut memiliki korelasi yang berbanding lurus.
Namun demikian, terdapat 1 data yang nampak sangat signifikan perbedaannya dengan
29 data lainnya. Oleh sebab itu, terdapat 2 opsi yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Mengasumsikan 1 data tersebut adalah anomali yang dapat diabaikan dan
mengasumsikan bahwa kedua faktor memiliki korelasi yang sangat lemah.
b. Melakukan pengulangan pengambilan data sebanyak 30 kali dengan 2 faktor
tersebut.
Analisis (dan kemungkinan-kemungkinan):
a. Karena korelasi antara keduanya sangat lemah, maka perusahaan dapat mencari
kembali faktor lainnya yang diduga dapat memengaruhi faktor ‘Kerusakan (%)’. Hal
tersebut perlu dilakukan agar analisis dan pengambilan keputusan selanjutnya
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai contoh, faktor yang diduga dapat memengaruhi faktor ‘Kerusakan (%)’
adalah ‘Waktu Operasional Mesin (menit)’, ‘Jumlah Maintenance Rutin per
bulan/tahun’, dll. Namun demikian, data-data yang diperoleh perlu dicek nilai
korelasinya kembali agar dapat dianalisis dan diambil keputusan selanjutnya.
b. Karena bila 1 data anomali dikeluarkan akan menyebabkan analisis menjadi tidak
valid (minimal data untuk cek korelasi: 30 data), maka perlu dilakukan pengecekan
lapangan terkait kasus khusus tersebut atau langsung melakukan pengambilan data
ulang sebanyak 30 kali dengan 2 faktor yang sama. Untuk pengecekan lapangan
terkait kasus khusus tersebut, tujuannya adalah untuk melihat apakah perlakuan dan
waktu penggunaan mesin sama dengan waktu-waktu pengambilan data lainnya.
c. Bila diasumsikan terdapat kesalahan pencatatan pada data yang sekarang dianggap
anomali, maka data tersebut dapat dicek ulang angka korelasinya. Jika angka
korelasinya tinggi, maka dapat dikatakan bahwa Machine Downtime berpengaruh
kuat pada Kerusakan.
o Machine Downtime yang lama akan menyebabkan kerusakan kronis, akut,
atau bahkan permanen. Sebuah mesin yang masuk dalam masa downtime
perlu segera diperbaiki atau diistirahatkan.
o Tim perawatan-perbaikan perlu mengawasi cara penggunaan dan periode
penggunaan maksimal dari mesin tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya overproduction time pada mesin, yang akan
berakibat pada overheat dan inakurasi pada proses produksi.
o Setiap kali mesin masuk dalam masa downtime, tim perawatan-perbaikan
perlu menganalisa penyebab mesin mengalami down. Data-data yang
diperoleh perlu dicatat, dikelola, dan dianalisa. Dari hasil analisa tersebut,
kepala produksi dapat melakukan pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai