Anda di halaman 1dari 6

Oleh: Dr. Canra K.J. MA.

(Sek. Komisi Dakwah MUI Pusat)

Tiga Ciri Sukses Ramadhan


Khutbah I

‫ اهللُ َأ ْكَب ُر‬،‫ اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر‬،‫اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر‬
،‫ْح ْم ُد لِلَّ ِه َكثِ ًيرا‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ،‫ا‬ ‫ير‬ ِ
‫ب‬ ‫ك‬
َ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫ك‬
ْ ‫َأ‬ ‫اهلل‬ ، ‫د‬
ُ ‫م‬ ‫ْح‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ِ ِ‫ ول‬،‫اهلل َأ ْكبر اهلل َأ ْكبر‬
‫له‬
َ َ ً َُ ُ َْ َ َُ ُ َُ ُ
‫ َواَل‬،ُ‫ َونَ ْش َه ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل اهلل‬، ‫َأصياًل‬ِ ‫اهلل وبِحم ِد ِه ب ْكر ًة و‬ ِ ‫وس ْبحا َن‬
َ َ ُ ْ َ َ َ َُ
ِ ‫ول‬
‫ َو َر ْح َمتُ ُه‬،‫اهلل‬ ُ ‫َأن َسيِّ َدنَا َونَبَِّينَا ُم َح َّم ًدا َر ُس‬َّ ‫ َونَ ْش َه ُد‬،ُ‫َن ْعبُ ُد ِإاَّل ِإيَّاه‬
‫ َو َعلَى آلِ ِه‬،‫صلَّى اهللُ َو َسلَّ َم َوبَ َار َك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ،ُ‫ال ُْم ْه َداة‬
،‫ُأوص ْي ُك ْم َو َن ْف ِسي بَِت ْق َوى اللَّ ِه‬ ِ َ‫ ف‬،‫ أما بعد‬.‫اه ِريْن‬ ِ َّ‫وَأصحابِ ِه الطَّيِّبِين الط‬
َ َْ َْ َ
‫ين‬ ِ‫آمن‬ِ ‫ اُ ْد ُخلُوها بِساَل ٍم‬،‫ون‬ ٍ ‫ي‬ ‫ع‬ ‫و‬ ٍ
‫َّات‬ ‫ن‬‫ج‬ ‫ي‬ ِ
‫ف‬ ‫ين‬ ِ
‫َّق‬
‫ت‬ ‫ْم‬‫ل‬ ‫ا‬ َّ
‫ن‬ ‫ِإ‬ :‫ال َت َعالَى‬َ َ‫ق‬
َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َ ُ
٤٦-٤٥ :‫(الحجر‬

Allahu Akbar 3 x, walillahil hamd,

Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah. Lebaran atau momen Idul Fitri


hampir selalu diwarnai dengan gegap gempita kegembiraan umat Islam di
berbagai penjuru. Gema takbir dikumandangkan di malam harinya,
kadang disertai sejumlah aksi pawai. Pada pagi harinya pun mayoritas
dari mereka mengenakan pakaian serba baru, makan makanan khas dan
istimewa, serta bersiap bepergian untuk silaturahim ke sanak kerabat
hingga berkunjung ke beberapa wahana liburan yang menarik.
Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka sebut-sebut sebagai
“hari kemenangan”. Tapi kemenangan atas apa?

Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah…


Idul Fitri tiba ketika umat Islam menjalankan ibadah wajib puasa
Ramadhan selama satu bulan penuh. Sepanjang bulan suci tersebut,
mereka menahan lapar, haus, hubungan seks, dan hal-hal lain yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam.
Secara bahasa, shaum (puasa) memang bersinonim dengan imsâk yang
artinya menahan. Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri
dari segala macam godaan material yang bisa membuat kita lupa diri.

Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-


hal yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Inilah proses
penempaan diri. Targetnya: bila manusia menahan diri dari yang halal-
halal saja mampu, apalagi menahan diri dari yang haram-haram. Puasa
itu ibarat pekan ujian nasional bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu
para murid digembleng untuk belajar lebih serius, mengurangi jam
bermain, dan menghindari hal-hal lain yang bisa mengganggu hasil ujian
tersebut.

Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia wahana penempaan diri


sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan
(maghfirah), dan pembebasan dari api neraka (itqun minan nâr). Aktivitas
ibadah sunnah diganjar senilai ibadah wajib, sementara ibadah wajib
membuahkan pahala berlipat-lipat.

Selayak siswa sekolah yang mendapatkan rapor selepas melewati masa-


masa krusial ujian, demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah
melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak
mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah
predikat “takwa”, sebagaimana terdapat di al-Baqarah ayat 183:

‫ين ِم ْن‬
َ
ِ َّ‫الص يام َكم ا ُكتِب َعلَى ال‬
‫ذ‬ َ ُ
َ َ ِّ ‫م‬
ُ ‫ك‬
ُ ‫ي‬
ْ ‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ‫ب‬
َ
ِ‫ي ا َُّأي َه ا الَّ ِذين آمنُ وا ُكت‬
َ َ َ
‫َق ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia.
Seberapa tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi
takwanya. Inna akramakum ‘indallâhi atqâkum. Dalam konteks puasa
Ramadhan, tentu takwa tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar
dan dahaga. Ada yang lebih substansial yang perlu ditahan, yakni
tergantungnya manusia kepada hal-hal selain Allah, termasuk hawa
nafsu. Orang yang berpuasa dengan sungguh- sungguh akan mencegah
dirinya dari segala macam perbuatan tercela semacam mengubar
syahwat, berbohong, bergunjing, merendahkan orang lain, riya’, menyakiti
pihak lain, dan lain sebagainya. Tanpa itu, puasa kita mungkin sah secara
fiqih, tapi belum tentu berharga di mata Allah subhanahu wata’ala.

Rasulullah sendiri pernah bersabda:

Artinya: “Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari
puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu
Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan bukan saja “kemenangan
atas apa yang sedang kita Idul Fitri?” tapi juga “apa tanda-tanda kita telah
mencapai kemenangan?”. Jangan-jangan kita seperti yang disabdakan
Nabi, termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga,
tanpa pahala?

Jika standar capaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda


bahwa kita sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri
muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa kita,
indikasi semakin tinggi pula kesuksean kita berpuasa. Demikian juga
sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda
semakin gagal kita sepanjang Ramadhan.

Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat
dalam Surat Ali Imran:

“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’


(senang) dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,


Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa.

Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi


senang ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan
diri sendiri. Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta
rela berkorban untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak
hanya suka memberi kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada
orang-orang memang membutuhkan.

Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini
sebenarnya sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah.
Zakat fitrah merupakan simbol bahwa “rapor kelulusan” puasa harus
ditandai dengan mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh
kepedulian kepada mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il
mudhari’ yunfiqûna yang bermakna aktivitas itu berlangsung
konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat dipahami bahwa zakat fitrah
hanyalah awal atau “pancingan” bagi segenap kepedulian sosial tanpa
henti pada bulan-bulan berikutnya.

Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah


merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan
mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan)
serumpun kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai
fungsi membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua
membendung air panas.

Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan


panas di dadanya sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia
sedang marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan mencegahnya
melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos
hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan
betul-betul dibutuhkan.

Patutlah pada kesempatan lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya


sebaik mungkin. Mencegah amarah menguasai dirinya, dan bersikap
kepada orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan biasa-
biasa saja. Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang
dada, bijak sana, dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.

Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain.


Sepanjang Ramadhan, umat

Islam paling dianjurkan memperbanyak permohonan maaf kepada Allah


dengan membaca: “Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai
orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”

Kata ‘afw (maaf) diulang tiga kali dalam kalimat tersebut, menunjukkan
bahwa manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah
SWT. Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya
sebagai hamba yang banyak kesalahan dan tak suci.

Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya


melatih orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita
sendiri saja tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak
mau memaafkan kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang
singkat namun bisa terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi,
dan unsur-unsur nafsu lainnya.

Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi


bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah,
ketika kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada
Allah, selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di
antara manusia.

Sudah berapa kali puasa kita lewati sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-
ciri sukses Ramadhan tersebut melekat dalam diri kita? Wallahu a’lam
bish shawab.

Khutbah II
‫اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر اهللُ َأ ْكَب ُر‪ ،‬اهللُ َأ ْكَب ُر َولِلَّ ِه‬
‫يك لَهُ‪َ ،‬وَأ ْش َه ُد َّ‬
‫َأن َسيِّ َدنَا‬ ‫ْح ْم ُد‪َ ،‬وَأ ْش َه ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِر َ‬ ‫ال َ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا َونَبِِّينَا‬ ‫َ‬ ‫م‬‫َّ‬ ‫الله‬
‫ُ‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫‪،‬‬ ‫ه‬
‫ُ‬ ‫ُ‬‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬
‫ََ ُ‬‫و‬ ‫ونَبَِّينَا مح َّم ًدا َعب ُد اللَّ ِ‬
‫ه‬ ‫ْ‬ ‫َُ‬ ‫َ‬
‫ان ِإلَى َي ْوِم‬ ‫َأصحابِ ِه المي ِام ْين‪ ،‬والتَّابِ ِعين لَ ُهم بِِإ ْحس ٍ‬
‫َ ْ َ‬ ‫َ َ ََ َ َ‬ ‫ْ‬ ‫و‬ ‫مح َّم ٍد‪ ،‬و َعلَى آلِ ِ‬
‫ه‬ ‫َُ َ‬
‫ُأوصي ُك ْم َو َن ْف ِسي بَِت ْق َوى اللَّ ِه َع َّز َو َج َّل َو َّات ُقوا اللَّهَ َت َعالَى ِفي‬ ‫الدِّي ِن‪ .‬أما بعد فَ ِ‬
‫‪،‬ه َذا الَْي ْوِم ال َْع ِظ ِ‬
‫يم‬ ‫َ‬
‫ت ِم ْن َش َّو ٍال‪،‬‬ ‫صيَ ِام ِس ٍّ‬ ‫ضا َن بِ ِ‬ ‫الصيَ ِام َوال ِْقيَ ِام‪َ ،‬وَأتْبِعُوا َر َم َ‬ ‫َوا ْش ُك ُروهُ َعلَى تَ َم ِام ِّ‬
‫الله َّم َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا َونَبِِّينَا ُم َح َّم ٍد‪َ ،‬ك َما‬ ‫صيَ ِام َّ‬ ‫لِي ُكو َن لَ ُكم َك ِ‬
‫ص ِّل ُ‬ ‫الد ْه ِر َو َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫صلُّو َن َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا َُّأي َها‬ ‫ِئ‬
‫ْحقُّ‪ِ :‬إ َّن اللَّهَ َو َماَل َكتَهُ يُ َ‬ ‫ك ال َ‬ ‫ْت َو َق ْولُ َ‬ ‫ََأم ْرَتنَا‪َ ،‬ف ُقل َ‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َوبَا ِر ْك َعلَى‬ ‫الَّ ِذين آم ُنوا صلُّوا َعلَي ِه وسلِّموا تَسلِ‬
‫الله َّم َ‬‫يما‪ُ ،‬‬ ‫َ َْ َْ ْ ََ ُ ْ ً‬
‫ين‪،‬‬ ‫اش ِ‬
‫د‬ ‫الر ِ‬ ‫َّ‬ ‫سيِّ ِدنَا ونَبِِّينا مح َّم ٍد وعلَى آلِ ِه وصحبِ ِه‪ ،‬وارض الله َّم ع ِن الْ ُخلَ َف ِ‬
‫اء‬
‫َ‬ ‫َ َْ َْ َ ُ َ‬ ‫َ َ َ َُ ََ‬
‫الحين‬
‫الص َ‬ ‫الص َحابَِة َّ‬ ‫‪َ،‬أبِي بَ ْك ٍر َوعُ َم َر َوعُثْ َما َن َو َعلِ ٍّي‪َ ،‬و َع ْن َساِئ ِر َّ‬
‫ات‪ ،‬اَأْل ْحيَ ِاء ِم ْن ُه ْم‬ ‫ات‪ ،‬والْمْؤ ِمنِين والْمْؤ ِمنَ ِ‬
‫َ ُ ََ ُ‬
‫الله َّم ا ْغ ِفر لِلْمسلِ ِمين والْمسلِم ِ‬
‫ْ ُْ ََ ُْ َ‬ ‫ُ‬
‫اج َع ْل ِعي َدنَا َه َذا‬ ‫الله َّم ْ‬‫ات‪ُ ،‬‬ ‫الد َعو ِ‬
‫يب َّ َ‬
‫ِ‬
‫يب ُمج ُ‬ ‫يع قَ ِر ٌ‬ ‫ك َس ِم ٌ‬ ‫ات‪ِ ،‬إنَّ َ‬ ‫واَأْل ْمو ِ‬
‫َ َ‬
‫ِِ ِ‬
‫اء َو َم َحبَّةً‪،‬‬ ‫اح ًما‪َ ،‬و ِز ْدنَا فيه طُ َمْأنينَةً َوُألْ َفةً‪َ ،‬و َهنَ ً‬ ‫اد ًة َوتَالَ ُح ًما‪َ ،‬و َم َس َّر ًة َوَت َر ُ‬ ‫َس َع َ‬
‫اج َع ِل ال َْم َو َّد َة‬ ‫م‬ ‫الله‬ ‫‪،‬‬ ‫ِ‬
‫ات‬ ‫ك‬ ‫ر‬ ‫ْب‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ن‬‫ِ‬ ‫م‬ ‫ْي‬‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫ِ‬
‫ات‬ ‫م‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ُ ْ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ ُْ َ ََ‬ ‫َو ُ َ ْ َ َ ْ َ َ َ‬
‫ح‬ ‫الر‬
‫َّ‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫خ‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ا‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ي‬‫ل‬
‫َ‬ ‫ع‬ ‫ه‬‫د‬‫ْ‬ ‫َأع‬
‫ش ِر‬ ‫اد َة َعلَى َوطَنِنَا‪َ ،‬وانْ ُ‬ ‫ََ‬ ‫ع‬ ‫الس‬
‫َّ‬ ‫م‬‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َأد‬ ‫م‬‫َّ‬ ‫الله‬ ‫ا‪،‬‬ ‫ن‬‫ب‬ ‫ْأ‬‫د‬ ‫ِ‬
‫َّاس‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ِ‬
‫ل‬ ‫ِ‬
‫ر‬ ‫ي‬ ‫خ‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫ذ‬‫ْ‬ ‫ب‬‫و‬ ‫ا‪،‬‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫يم‬ ‫ش‬ ‫ِ‬
‫َ ََ ُ‬ ‫ْ‬ ‫َََ َ َ‬
‫ك فِي ُّ‬
‫الد ْنيَا‬ ‫اح َفظْنَا فِي َْأهلِينَا َو َْأر َح ِامنَا‪َ ،‬وَأ ْك ِر ْمنَا بِ َك َر ِم َ‬ ‫ا‪،‬‬ ‫ن‬ ‫ِ‬
‫الَْب ْه َجةَ ُ ُ َ َ ْ‬
‫و‬ ‫وت‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫ِ‬
‫ف‬
‫‪،‬واآْل ِخ َر ِة‬
‫َ‬
‫اب النَّا ِر‪َ ،‬وَأ ْد ِخلْنَا‬ ‫ذ‬
‫َ‬ ‫ع‬
‫َ َ ََ َ َ َ َ‬ ‫ا‬ ‫ن‬‫ِ‬
‫ق‬ ‫و‬ ‫‪،‬‬‫ً‬‫ة‬ ‫ن‬‫س‬ ‫ح‬ ‫ِ‬
‫ة‬ ‫ر‬ ‫خ‬‫الد ْنيا حسنةً‪ ،‬وفِي اآْل ِ‬
‫َ َ ََ َ‬ ‫ُّ‬ ‫ي‬ ‫ِ‬
‫ف‬ ‫َر َّبنَا آتِنَا‬
‫إن اهللَ يَْأ ُم ُر بِال َْع ْد ِل‬‫اهلل‪َّ ،‬‬ ‫اد ِ‬ ‫الْجنَّةَ مع اَأْلبرا ِر‪ ،‬يا ع ِزيز يا غَ َّف ِ‬
‫ار‪ .‬عبَ َ‬ ‫َ َ َ َْ َ َ ُ َ ُ‬
‫البغْ ِي‪،‬‬ ‫و‬ ‫ِ‬
‫ر‬ ‫ك‬
‫َ‬ ‫ن‬
‫ْ‬ ‫ْم‬
‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ان‪ ،‬وِإيت ِاء ِذي الْ ُقربى وي ْنهى ع ِن ال َفح َش ِ‬
‫اء‬ ‫واإْل ْحس ِ‬
‫َ ُ َ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬
‫ي ِعظُ ُكم لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن‪ .‬فَاذ ُكروا اهلل الْع ِظ ْيم ي ْذ ُكر ُكم ولَ ِذ ْكر ِ‬
‫اهلل َأ ْكَب ُر‪،‬‬ ‫ُ َ َ ََ ْ َْ ُ‬ ‫َ ْ َ ْ ُْ‬
‫ِع ْي ٌد َس ِع ْي ٌد َو ُك ُّل َع ٍام َوَأْنتُ ْم بِ َخ ْي ٍر‬

Anda mungkin juga menyukai