Anda di halaman 1dari 12

Makalah

UPAYA RAKYAT MINAHASA DALAM MELAWAN VOC

Guru pembimbing: Ibu Nur Permata Sari S. Pd


Disusun oleh:
Aditya sahdianto

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata pelajar: sejarah wajib

SMAN 6 TAMBUN SELATAB


2022/2023
KATA PENGHANTAR

Puji-puji dan syukur kita panjatkan pada Allah SWT. Hanya


kepada-Nya lah kita memuji dan hanya kepada-Nya lah kita
meminta pertolongan. Tidak lupa shalawat serta salam kiita
lupa shalawat serta salam untuk nabi kita, Nabi Muhammad
SAW. Risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua
sebagai petunjuk menjalani kehidupan. Di sini Dengan
pertolongan-Nya, kita menyelesaikan menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “UPAYA RAKYAT MINAHASA MELAWAN
VOC”. Pada isi makalah akan diuraikan penyebab terjadi nya
perang tondano. Makalah ini di susun memenuhi tugas sejarah
wajib. Kitamenantikan kritik dan saran yang membangun dari
kalian selaku pembaca agar perbaikan dapat di lakukan.
Semoga makalah yang sudah kita buat ini bisa bermanfaat bagi
pembaca. Sayajuga sangat bertrima kasih ke pada:SMAN 6
TAMBUN SELATAN dan juga Ibu Nur permata sari s.pd selaku
guru sejarah wajib saya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................i
Daftar isi..........................................................ii

Bab 1......................................................................................1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................2
C. Tujuan Penelitian...........................................................3

Bab 2......................................................................................4
PEMBAHASAN
A. Tujuan VOC datang ke Sulawesi Utara
(Minahasa)..............................................................................5
B. Apa yang membuat VOC ingin membendung
sungai temberang...................................................................6
C. Pertemuan Para Walak dalam Mencapai Kesepakatan......7
D. Akhir perang rakyat minahasa melawan VOC....................8

Bab 3.......................................................................................9
PENUTUP
Kesimpulan............................................................................10
Daftar Pusaka.........................................................................1

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
melepaskan din dan belenggu penjajahan. Belanda yang telah
ratusan tahun untuk merasakan kekayaan Indonesia enggan
mengakui kemerdekaan Indonesia. Sekutu yang telah memenangkan
Perang Dunia II merasa memiliki hak atas nasib bangsa Indonesia.
Belanda mencoba masuk kembali ke Indonesia dan menancapkan
kolonialisme dan imperialismenya sementara kondisi sosial ekonomi
Indonesia masih sangat memeprihatinkan. perangkat-perangkat
kenegaraan juga baru dibentuk. Indonesia ibarat bayi baru lahir
masih lemah, tetapi merdeka adalah harga mati. Berbagai upaya
bangsa asing untuk menguasai kembali bangsa Indonesia ditentang
dengan berbagai cara. Pertempuran heroik dengan korban ribuan
jiwa terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tidak terhitung jelas
berapa jumlah korban jiwa dari pertempuran mempertahankan
bangsa Indonesia tersebut, bahkan banyak pahlawan tidak dikenal
yang berguguran.Setelah diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata tidak serta-merta
mengubah situasi dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang
merdeka scutuhnya. Hal ini dikarenakan berdasarkan perjanjian
Postdam, negara-negara Sekutu yang memenangkan perang
bersepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang diduduki
Negara yang kalah perang pada koloni sebelumnya (Saleh, 2000, hlm.
18). Oleh karenanya, Jepang, yang merupakan negara yang kalah
dalam perang, harus memberikan wilayah jajahannya kepada Sekutu
Kahin (1995, hlm. 179) menyatakan bahwa dalam peta politik dunia
saat itu wilayah Indonesia sebagian besar diserahkan kepada markas
besar komando pasukan Inggris yang bernama South East Asia
Command (SEAC) yang berkedudukan di Kolombo, Srilangka,
dibawah pimpinan Loni L. Mountbatten.
.1.2 Rumusan masalah
1.tantangan awal kemerdekaan
2.peristiwa perang dan diplomasi
3.nilai nilai perjuangan masa revolusi

1.3 Tujuan penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Tujuan pembuatan makalah ini untuk mengetahui awal kemerdekaan
2. Untuk mengetahuin kondisi perang dan Diplomasi
3.Menganalisis para penyebab terjadinya Perang tondano dan akhir Perang
tondano

BAB II
Pembahasan
2.1 kondisi awal kemerdekaan
Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum
begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih
terus terjadi. Hal ini tidak lain karena masih ada kekuatan asing yang
tidak rela kalau Indonesia merdeka. Sebagai contoh rakyat Indonesia
masih harus bentrok dengan sisasisa kekuatan Jepang. Jepang
beralasan bahwa ia diminta oleh Sekutu agar tetap menjaga
Indonesia dalam keadaan status quo. Di samping menghadapi
kekuatan Jepang, bangsa Indonesia harus berhadapan dengan
tentara Inggris atas nama Sekutu, dan juga NICA (Belanda) yang
berhasil datang kembali ke Indonesia dengan membonceng Sekutu.
Pemerintahan memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan
negara juga sudah tersedia, tetapi baru awal kemerdekaan tentu
masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya sudah
disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan
UUD dan memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan untuk menjaga
keamanan negara juga telah dibentuk TNI. Kondisi perekonomian
negara masih sangat memprihatinkan, sehingga terjadi inflasi yang
cukup berat. Hal ini dipicu karena peredaran mata uang rupiah
Jepang yang tak terkendali, sementara nilai tukarnya sangat
rendah.Permerintah RI sendiri tidak bisa melarang beredarnya mata
uang tersebut, mengingat Indonesia sendiri belum memiliki mata
uang sendiri. Sementara kas pemerintah kosong, waktu itu berlaku
tiga jenis mata uang: De Javasche Bank, uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang rupiah Jepang. Bahkan setelah NICA datang
ke Indonesia juga memberlakukan mata uang NICA. Kondisi
perekonomian ini semakin parah karena adanya blokade yang
dilakukan Belanda (NICA) Belanda juga terus memberi tekanan dan
teror terhadap pernerintah Indonesia. Inilah yang menyebabkan
Jakarta semakin kacau, sehingga pada tanggal 4 Januari 1946 Ibu
Kota RI pindah ke Yogyakarta. Pada 1 Oktober 1946, Indonesia
mengeluarkan uang RI yang disebut ORI, uang NICA dinyatakan
sebagai alat tukar yang tidak sah.Struktur kehidupan masyarakat
mulai mengalami perubahan, tidak ada lagi diskriminasi Semua
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sementara dalam hal
pendidikan, pemerintah mulai menyelenggarakan pendidikan yang
diselaraskan dengan alam kemerdekaan. Menter Pendidikan dan
Pengajaran juga sudah diangkat.perang yang dimulai sejak tahun
1661 sampai tahun 1809. Dikemukakan bahwa perang berlangsung
selama empat kali.

2.2 yang membuat VOC ingin membendung sungai temberang


Dilansir dari Ensiklopedia, strategi pembendungan sungai temberan
yang dilakukan belanda untuk menekan masyarakat minahasa justru
menjadi senjata makan tuan. hal itu dikarenakan mempersulit
pergerakan pasukan belanda.Perang ini terjadi pada periode tahun 1661
sampai 1664. Perang ini terjadi karena ambisi Vereenigde Oostindische
Compagnie [VOC] untuk memonopoli beras di semua kawasan Walak
Minahasa yang akhirnya ditandai dengan pembangunan pusat pemukiman
yang bernama Minawanua pada tahun 1644.Minawanua memiliki makna
bekas wanua yang kata mina bermakna sudah tiada sebagai penggambaran
bahwa wilayah ini telah tiada akibat keganasan perang yang terjadi kala itu.
Peperangan ini dimulai pada tanggal 1 Juni 1661 dengan beranggotakan 1400
pasukan yang juga diikuti para perempyan minahasa yang berlangsung di atas
perairan dan rawa. Para pasukan ini menaiki ratusan perahu yang mampu
ditumpangi empat sampai lima orang beserta peralatan perang, tapi tetap
mampu bergerak di atas air serta rumput-rumput rawa dengan kencang dan
sigap. Selain perahu-perahu yang juga dilengkapi meriam-meriam di atasnya,
pasukan Tondano ini juga memiliki rakit-rakit yang berukuran besar sebagai
transportasi dalam peperangan yang berlangsung selama berbulan-bulan dan
mengorbankan banyak korban jiwa dari kedua pihak. Ada beberapa tokoh
Tondano yang menjadi terkenal dalam peperangan ini yaitu, Kawengian,
Wengkang, Gerungan, Nelwan, Tawaluyan dan Rumambi. Namun, tak hanya
Tondano, Tokoh Wilayah Remboken seperti Kentei, Tellew, Tarumetor, serta
Wangko dari kakas juga merupakah tokoh dalam peperangan ini. Selain
diperangi dengan beberapa pasukan, VOC juga melakukan pembendungan
Sungai Temberan sehingga membanjiri tempat tinggal masyarakat. Minahasa
pun melawan usaha ini dengan membangun tempat tinggal mereka menjadi
rumah apung di sekitar Danau Tondano.

2.3 Pertemuan para walak dalam mencapai kesepakatan


Dalam pertemuan para walak dirumah Matulandi di Tondano touliang tanggal
2 Juni 1808 usulan Prediger tentang pengerahan pemuda itu kembali tidak
mendapatkan persetujuan. Pembicaraan tentang pengerahan itu menjadi
pokok utama dan menjadi bersifat sesegera mungkin karena sebagaimana
yang terjadi di Tomabariri telah terjadi pemanggilan pemuda secara sepihak
tanpa persetujuan ukung-nya. Di dalam pertemuan itu justru diungkapkan
ketidakpuasan para ukung terhadap kebijakan dan tindakan pihak Belanda
selama ini. Bukan hanya masalah pemuda yang menjadi pokok pembahasan
tetapi juga mengarah pada pemasokan beras secara sukarela dan kehadiran
tentara dari luar Minahasa, yang mana berdasarkan ketentuan adat-istiadat
keadaan itu tidak dapat dibenarkan atau dibiarkan hingga berlarut-larut.
Beberapa walak yang menghadiri pertemuan itu diantaranya adalah Kakas,
Remboken, Sonder, Tounsarongsong, Tompaso, Kawangkoan, Tombasian,
Tonsea, Klabat, Tondano, Tomohon-Sorongsong, dan lainnya. Puncak
pertemuan itu menghasilkan kesepakatan yang di antaranya adalah
menghentikan pasokan beras secara sukarela kepada Belanda, mendesak
penarikan armada kora-kora serta tentaranya, menolak rekrutmen pemuda
menjadi tentara Belanda dan akan melakukan perlawanan bersenjata apabila
Belanda memaksakan kehendaknya juga. Keputusan itu diperkuat secara adat-
istiadat dengan pernyataan ikrar atau sumpah bersama di antara para ukung
walak. Pada tanggal 6 Juni 1808 para peserta yang hadir di dalam pertemuan
setuju untuk menolak tuntutan itu dan mereka mengangkat sumpah untuk
kesepakatan yang dicapai yaitu; Bahwa pemerintahan Hindia-Belanda
menuntut dari pada apa yang disepakati di dalam kontrak seperti membagikan
uang kepada pemuda-pemuda agar mau diajak menjadi tantara hal ini tidak
pernah terjadi sebelumnya; Bawa harga kain sebagai alat pembayaran pada
saat itu sudah meningkat dibandingkan kesepakatan semula; Bahwa mereka
tidak ingin lagi membayar setengah ganteng padi Setiap keluarga untuk
membiayai kora kora yang menjaga keamanan pantai terhadap ancaman lanun
(bajak laut) Mindanao karena bajak laut tetap merajalela; Tidak mau lagi
melaksanakan kerja wajib seperti pemeliharaan benteng di Manado; Apabila
pemerintah Hindia Belanda tidak mau mengubah apa yang ada mereka akan
mengatur urusan mereka sendiri dan itu artinya mereka tidak lagi mengakuki
kekuasaan Belanda di Minahasa.

2.4 akhir Perang rakyat minahasa melawan voc


Dalam pertemuan para walak dirumah Matulandi di Tondano touliang tanggal
2 Juni 1808 usulan Prediger tentang pengerahan pemuda itu kembali tidak
mendapatkan persetujuan. Pembicaraan tentang pengerahan itu menjadi
pokok utama dan menjadi bersifat sesegera mungkin karena sebagaimana
yang terjadi di Tomabariri telah terjadi pemanggilan pemuda secara sepihak
tanpa persetujuan ukung-nya. Di dalam pertemuan itu justru diungkapkan
ketidakpuasan para ukung terhadap kebijakan dan tindakan pihak Belanda
selama ini. Bukan hanya masalah pemuda yang menjadi pokok pembahasan
tetapi juga mengarah pada pemasokan beras secara sukarela dan kehadiran
tentara dari luar Minahasa, yang mana berdasarkan ketentuan adat-istiadat
keadaan itu tidak dapat dibenarkan atau dibiarkan hingga berlarut-larut.
Beberapa walak yang menghadiri pertemuan itu diantaranya adalah Kakas,
Remboken, Sonder, Tounsarongsong, Tompaso, Kawangkoan, Tombasian,
Tonsea, Klabat, Tondano, Tomohon-Sorongsong, dan lainnya. Puncak
pertemuan itu menghasilkan kesepakatan yang di antaranya adalah
menghentikan pasokan beras secara sukarela kepada Belanda, mendesak
penarikan armada kora-kora serta tentaranya, menolak rekrutmen pemuda
menjadi tentara Belanda dan akan melakukan perlawanan bersenjata apabila
Belanda memaksakan kehendaknya juga. Keputusan itu diperkuat secara adat-
istiadat dengan pernyataan ikrar atau sumpah bersama di antara para ukung
walak. Pada tanggal 6 Juni 1808 para peserta yang hadir di dalam pertemuan
setuju untuk menolak tuntutan itu dan mereka mengangkat sumpah untuk
kesepakatan yang dicapai yaitu:
1. Bahwa pemerintahan Hindia-Belanda menuntut dari pada apa yang disepakati di dalam
kontrak seperti membagikan uang kepada pemuda-pemuda agar mau diajak menjadi
tantara hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
2. Bahwa harga kain sebagai alat pembayaran pada saat itu sudah meningkat dibandingkan
kesepakatan semula.
3. Bahwa mereka tidak ingin lagi membayar setengah ganteng padi Setiap keluarga untuk
membiayai kora kora yang menjaga keamanan pantai terhadap ancaman lanun (bajak laut)
Mindanao karena bajak laut tetap merajalela.
4. Tidak mau lagi melaksanakan kerja wajib seperti pemeliharaan benteng di Manado.
5. Apabila pemerintah Hindia Belanda tidak mau mengubah apa yang ada mereka akan
mengatur urusan mereka sendiri dan itu artinya mereka tidak lagi mengakuki kekuasaan
Belanda di Minahasa.

BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Perang Tondano adalah perang yang terjadi pada tahun 1808-1809 yang
melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan Pemerintahan Kolonial
Belanda. Perang Tondano terjadi karena Kolonial Belanda yang ingin
memonopoli beras yang ada di Sulawesi Utara namun di tolak oleh rakyat
Minahasa sehingga menimbulkan peperangan. Pada akhir perang Tondano I,
rakyat Minahasa dan pihak Belanda mengadakan perjanjian. Perjanjian itu
berisi bahwa rakyat Minahasa akan membantu Belanda, namun belanda
melakukan Tindakan licik dengan cara ikut campur dalam urusan walak-walak
Tondano. Pada tahun 1802, Carel Christoph Prediger Jr. diangkat sebagai
residen Manado. Prediger Jr menunjukan harapan-harapan bahwa ia akan
merubah keadaan masyarakat Minahasa dengan cara merubah peraturan yang
sebelumnya. Peraturan tersebut berisi bahwa rakyat Minahasa harus
menyumbangkan berasnya secara sukarela. Hal tersebut langsung di tolak oleh
para ukung karena Prediger dianggap melakukan pemerasan. Kemudian,
Gubernur Jendral H.W Daendels membutuhkan 2.000 pemuda Minahasa yang
akan dikirim ke Pulau Jawa untuk dilatih menjadi tentara dan akan kembali ke
kampung halaman selama 5 tahun. Pemerintah Kolonial memberikan kain dan
sejumlah uang kepada pihak ukung yang ditetapkan juga sebagai pemasok
pengerahan tenaga pemuda itu. Namun, para ukung tidak terlalu mempercayai
Belanda sehingga para ukung menolak. Walaupun para ukung menolak,
Prediger tidak mau menyerah. Prediger membuat pertemuan para walak
dirumah Matulandi di Tondano touliang tanggal 2 Juni 1808. Dalam pertemuan
tersebut, usulan Prediger tentang pengerahan pemuda itu kembali tidak
mendapatkan persetujuan. Di pertemuan itu justru diungkapkan
ketidakpuasan para ukung terhadap kebijakan dan tindakan pihak Belanda
selama ini. Akhirnya, pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang di
antaranya adalah menghentikan pasokan beras secara sukarela kepada
Belanda, mendesak penarikan armada kora-kora serta tentaranya, menolak
rekrutmen pemuda menjadi tentara Belanda dan akan melakukan perlawanan
bersenjata apabila Belanda memaksakan kehendaknya juga. Pada tanggal 6
Juni 1808 para ukung yang hadir di dalam pertemuan setuju untuk menolak
tuntutan itu dan mereka mengangkat sumpah. Salah satu ukung yang
melakukan perlawanan yaitu Ukung menegaskan bahwa rakyat Minahasa
harus melawan sebagai bentuk penolakan terhadap program mobilisasi
pemuda ke Jawa dan penolakan kebijakan Kolonial Belanda yang memaksa
rakyat Minahasa untuk menyerahkan beras secara cuma- cuma kepada
Belanda. Prediger Jr yang melihat suasana tersebut semakin buruk akhirah
mengirimkan pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa.
Belanda kembali menggunakan strategi membendung Sungai Temberan.
Strategi tersebut justru memperlambat pergerakan Belanda. Namun, pada
tanggal 24 Oktober 1808, Belanda berhasil meluluh lantahkan kampung
pertahanan rakyar Minahasa. Perang Tondano II berlangsung cukup lama
hingga Agustus 1809. Pada tanggal 4-5 Agustus 1809, benteng pertahanan
Moraya milik orang-orang Minahasa berhasil di hancurkann oleh orang
Belanda Bersama rakyat yang berusahan mempertahankannya. Para pejuang
Minahasa memilih jalan kematian dari pada menyerah kepada Belanda. Saat ini
Benteng Moraya menjadi destinasi wisata. Benteng Moraya “Genangan Dara”
memiliki 12 pilar. Enam pilar di sebelah selatan dan enam yang lain di sebelah
utara. Beneng Morara juga terdapat kuburan-kuburan kuno (waruga) yang
disusun ulang untuk memerlihatkan kekayaan budaya Minahasa, menjadikan
daya tarik tersendiri.
3.2 Daftar Pustaka

https://abhisevahttps://m.merdeka.com/peristiwa/sejarah-perang-
tondano-kisah-heroik-warga -minahasa-melawan-belanda.html

https://faperta.umsu.ac.id/2022/02/14/ada-10-provinsi-penghasil-beras
.id/sejarah-perang-tondano.html

https://mynewblogcrush.blogspot.com/2015/11/perang-tondano.html?m=1
https://www.selasar.com/perang-tondano/

https://pauddikmassulut.kemdikbud.go.id/berita-380-sejenak-di-benteng

Anda mungkin juga menyukai