Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II

PERKEMBANGAN FISIK REMAJA

Dosen: Ibu Dr. Dra. Istiyani, M.M

Disusun Oleh
BENNY HAMONANGAN (21700014)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI (S-1)


FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA


2022
KATA PENGANTAR

Segala puja bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena dengan
rahmat dan karuniaNya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan II.

Selanjutnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Mata
Kuliah Perkembangan II yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada saya
dalam pengerjaan makalah ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati
saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak.
Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Demikian yang dapat saya ungkapkan sebagai kata pengantar dan semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberkahi makalah ini.

Jakarta, 13 Maret 2023

Benny Hamonangan
NPM 21700014
KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB I 
PENDAHULUAN ................................................................................ iv
1.1 Latar Belakang ........................................................................ iv
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... iv

BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................. v
2.1 Pengertian Masa Remaja ........................................................ v
2.2 Perkembangan Fisik pada Masa Remaja ................................ vi
2.3 Perkembangan Kognitif Remaja .............................................. x
2.4 Perkembangan Psiko Sosial Remaja ...................................... xii

BAB III
PENUTUP .......................................................................................... xviii
3.1 Kesimpulan .............................................................................. xviii

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ xix

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap individu pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terus berlangsung
sampai dewasa, sebelum memasuki masa dewasa setiap individu melewati fase-fase
perkembangan  termasuk perkembangan pada masa remaja. Masa remaja ini merupakan
masa transisi  atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 1995)
Perubahan-perubahan pada masa remaja sangat membingungkan oleh remaja saat
mereka menjalaninya. Pertumbuhan dan perkembangan yang dramatis di dalam tubuh
seorang remaja menimbulkan kekhawatiran yang akut akan tubuh mereka dan
menimbulkan berbagai pertanyaan, keraguan dan ketakutan. Dalam proses
perkembangan kematangan psikologis dan biologis remaja kerap menghadapi
ketegangan dan kekhawatiran. Remaja mengalami perasaan labil, mencoba sesuatu hal
yang baru dan sering melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. Karena pada masa ini
juga dikenal dengan masa pencarian jati diri diperlukan pengetahuan bagaimana
perkembangan psikologi masa remaja dan bagaimana masa ini terlewati dengan berbagai
kesulitan sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat
mencegah konflik yang timbul pada masa remaja dalam keseharian bermasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa yang dimaksud dengan masa remaja ? Dan kapankah masa remaja tersebut
dimulai dan berakhir ?
B. Bagaimana perkembangan psikososial pada masa remaja?
C. Bagaimana perkembangan kognitif pada masa remaja?
D. Bagaimana perkembangan psikososial pada masa remaja?

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masa Remaja dan Perkembangannya


Perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai oleh periode
transisional panjang yang dikenal dengan masa remaja. Remaja sebetulnya
tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak termasuk golongan anak,tetapi ia
tidak pula termasuk golongan orang dewasa ataupun golongan tua. Remaja
ada di antara anak dan orang dewasa. Secara jelas masa anak-anak dapat
dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Seorang anak masih belum
selesai perkembangannya, orang dewasa dapat dianggap sudah berkembang
penuh, ia sudah menguasai sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya; pada
masa tua pada umumnya terjadi kemunduran terutama dalam fungsi-fungsi
fisiknya. Sedangkan remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-
fungsi fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut remaja masih
termasuk golongan kanak-kanak (Monks, 1982).
Berhubung ada macam-macam persyaratan untuk dapat dikatakan dewasa,
maka lebih mudah untuk dimasukkan kategori anak-anak daripada kategori
dewasa. Meskipun begitu kedudukan dan status remaja berbeda daripada
anak-anak. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi
atau peralihan (Calon,1953) karena remaja belum memperoleh status orang
dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak.
Ausubel (1965) menyebut status orang dewasa sebagai status primer,
artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri. Status
anak adalah status diperoleh (derived), artinya tergantung daripada apa yang
diberikan oleh orang tua (dan masyarakat). Remaja ada dalam status
interim sebagai akibat daripada posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua
dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan
prestise tertentu padanya. Status interim berhubungan dengan masa peralihan
yang timbul sesudah pubertas. Masa peralihan tersebut diperlukan untuk
bagaimana remaja mampu memikul tanggung jawab nanti dalam masa
dewasa. Makin maju masyarakatnya makin sukar tugas remaja untuk
mempelajari tanggung jawab ini (Monks, 1982).
Suatu pendidikan yang emansipatoris akan berusaha untuk melepaskan
remaja dari status interimnya supaya ia dapat menjadi dewasa yang
v
bertanggung jawab. Masa remaja secara umum dianggap dimulai dengan
pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan seksual, atau fertilitas
kemampuan untuk bereproduksi. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12
sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut
membawa perubahan besar saling bertautan dalam semua ranah
perkembangan (Papalia, 2008).
Dengan menggunakan definisi sosiologis, orang dapat menyatakan diri
mereka orang dewasa ketika mereka mandiri atau telah memilih karier,
menikah atau membentuk hubungan yang signifikan, atau memulai sebuah
keluarga. Ada pula definisi psikologis, kematangan kognitif sering kali dianggap
bertepatan dengan kemampuan berpikir abstrak. Kematangan emosional dapat
bergantung kepada pencapaian seperti menemukan jati diri, independen dari
orang tua, mengembangkan system nilai, dan membentuk hubungan.
Sebagian orang tidak pernah meninggalkan masa remaja, tidak peduli berapa
pun usia mereka (Papalia, 2008).
Masa remaja secara umum berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun,
dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja
pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir. Masa remaja awal (sekitar usia
11 atau 12 sampai 14 tahun), transisi keluar dari masa kanak-kanak,
menawarkan peluang untuk tumbuh bukan hanya dalam dimensi fisik, tetapi
juga dalam kompetensi kognitif dan social. Sebagian anak muda kesulitan
menangani begitu banyak perubahan yang terjadi dalam satu waktu di antara
anak muda mayoritas, yang diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan
menjadikannya produktif, dan minoritas yang akan berhadapan dengan
masalah besar (Offer 1987:Offer & Schonert-Reichl. 1992).

2.2 Perkembangan Fisik Masa Remaja

Pubertas

Pubertas (puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan


seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan tetapi
pubertas bukanlah suatu peristiwa tunggal yang tiba-tibaterjadi. Pubertas
adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-angsur (gradual)
(Santrock, 1995).
vi
Perubahan biologis pubertas, yang merupakan tanda akhir masa kanak-
kanak, berakibat peningkatan pertumbuhan berat dan tinggi, perubahan dalam
proporsi dan bentuk tubuh, dan pencapaian kematangan seksual. Perubahan
fisik dramatis ini merupakan bagian dari proses kematangan panjang dan
kompleks yang dimulai bahkan sebelum lahir, dan pencabangan psikologis
mereka terus berlanjut sampai masa dewasa.
Pubertas dimulai dengan peningkatan tajam pada produksi hormon seks.
Pertama-tama, antara usia 5 dan 9 tahun, kelenjar adrenal mulai
mengeluarkan androgen dalam jumlah besar, yang memainkan peran utama
dalam pertumbuhan, bulu ketiak, dan bulu di muka. Beberapa tahun kemudian,
ovaris dalam tubuh anak perempuan, meningkatkan produksi estrogen mereka,
yang merangsang perumbuhan alat kelamin wanita dan perkembangan
payudara. Pada anak laki-laki, testis meningkatkan pembuatan androgen,
khususnya testosterone, yang merangsang pertumbuhan alat kelamin pria,
massa otot, dan rambut tubuh (Papalia, 2008). Baik anak laki-laki maupun
anak perempuan sama-sama memiliki kedua jenis hormone tersebut dalam
tubuh mereka, hanya saja anak perempuan memiliki level estrogen yang lebih
tinggi dan anak laki-laki memiliki androgen yang lebih tinggi. Pada anak
perempuan, testosterone memengaruhi pertumbuhan klitoris, begitu pula
tulang dan rambut kemaluan serta rambut wajah. Dalam suatu penelitian,
diketahui bahwa selama masa pubertas, tingkat testosteron meningkat delapan
kali lipat pada anak perempuan; estradiol meningkat delapan kali lipat pada
anak perempuan tetapi pada anak laki-laki hanya dua kali lipat
(Santrock,1995).
Perubahan hormonal dan perubahan tubuh ini terjadi rata-rata 2 tahun lebih
awal pada perempuan (usia 10 1/2 tahun) daripada anak laki-laki (12 1/2 tahun).
Empat perubahan tubuh yang paling menonjol pada perempuan ialah
pertambahan tinggi badan yang cepat, menstruasi, pertumbuhan payudara,
dan pertumbuhan rambut kemaluan; empat perubahan tubuh yang paling
menonjol pada laki-laki ialah pertambahan tinggi badan yang cepat,
pertumbuhan penis,pertumbuhan testis, dan pertumbuhan rambut kemaluan
(Malina, 1991; Tanner,1991). Diantara variasi-variasi normal yang paling
menonjol adalah ialah bahwa dua anaklaki-laki atau dua anak perempuan
mungkin memiliki usia kronologis yang sama,tetapi seorang anak mungkin
sudah mengalami perubahan pubertas secara lengkap sementara anak yang
vii
lain belum mengalaminya. Sebagai contoh, bagi kebayakan anak-anak
perempuan, periode menstruasi pertama dapat terjadi secepat-cepatnya pada
usia 10 tahun atau selambat-lambatnya pada usia 15 1/2 tahun dan masih
dianggap normal (Santrock, 1995). Ada 3 kriteria yang membedakan anak laki-
laki daripada anak perempuan, yaitu dalam hal:
(1) Kriteria pemasakan seksual.
Kriterianya nampak lebih jelas pada anak perempuan daripada anak laki-
laki. Menstruasi atau permulaan haid dipakai sebagai tanda permulaan
pubertas. Sesudah itu masih dibutuhkan satu sampai satu setengah
tahun lagi sebelum anak perempuan dapat betul-betul masak untuk
reproduksi. Menstruasi merupakan ukurang yang baik karena hal itu
menentukan salah satu ciri kemasakan seksual yang pokok, yaitu suatu
disposisi untuk konsepsi (hamil) dan melahirkan. Di samping itu
menstruasi juga merupakan manifestasi yang jelas meskipun pada
permulannya masih terjadi perdarahan sedikit (Konopka, 1976). Kriterium
sejelas ini tidak terdapat pada anak laki-laki. Berhubung ejakulasi
(pelepasan air mani) pada anak laki-laki pada permulaannya masih
sangat sedikit hingga tidak jelas, dipakai juga kriteria yang lain. Sering
dipakai juga percepatan pertumbuhan sebagai kriteria karena diketahui
adanya korelasi antara percepatan pertumbuhan itu dengan timbulnya
tanda-tanda kelamin sekunder maupun primer. Meskipun begitu
pertumbuhan sendiri tidak dapat dipandang mempunyai hubungan
langsung dengan seksualitas.
(2) Permulaan pemasakan seksual
Pada anak perempuan kira-kira 2 tahun lebih dulu mulainya daripada
pada anak laki-laki, seperti halnya juga pada percepatan pertumbuhan.
Menstruasi merupakan tanda permulaan pemasakan seksual dan terjadi
sekitar usia 13 tahun, denga penyebaran normal antara 10 sam pai 16
tahun, jadi kira-kira satu tahun sesudah dilaluinya puncak percepatan
pertumbuhan. Juga  pada anak laki-laki baru terjadi spermatozoa hidup
selama kira-kira satu tahun sesudah puncak percepatan perkembangan
(± 14  tahun). Namun ejakulasi pertama mendahului puncak percepatan
perkembangan.
(3) Urutan gejala-gejala pematangan seksual.
Pada anak perempuan pemasakan dimulai dengan suatu tanda
viii
sekunder, tumbuhnya payudara yang nampak dengan sedikit
mencuatnya bagian punting susu. Hal ini terjadi pada usia antara sekitar
8 dan 13 tahun. Baru pada stadium yang kemudian, menjelang masa
menstruasi maka jaringan pengikat di sekitarnya mulai tumbuh hingga
payudara mulai memperoleh bentuk yang dewasa. Kelenjar payudara
sendiri baru mengadakan reaksi pada masa kehamilan dengan suatu
pembengkakan sedangkan produksi air susu terjadi pada akhir
kehamilan. Hal ini merupakan akibat reaksi fisiologis yang menyebabkan
perubahan pada organ-organ kelamin internal dalam hipofisa lobus
frontalis.
Pada anak laki-laki masa pemasakan seksual dengan pertumbuhan testis
yang dimulai antara 9 dan 13 tahun berakhir antara 13 dan 17 tahun.
Pada usia kurang lebih 15-16 tahun anak laki-laki mengalami suatu
perubahan suara. Baik pada anak laki-laki maupun pada anak
perempuan pangkal tenggorok mulai membesar yang menyebabkan pita
suara menjadi lebih panjang. Suara anak perempuan menjadi lebih
penuh. Suara anak laki-laki berubah menjadi agak berat. Karena
pertumbuhan anatomic yang cepat mendahului penyesuaian urat
syarafnya makatimbullah keadaan yang khas pada anak laki-laki (Monks,
1982).

Aspek-aspek Psikologis yang Menyertai Perubahan Fisik


Serangkaian perubahan psikologis akan menyertai perkembangan fisik
seorang remaja. Remaja disibukkan dengan tubuh mereka dan
mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka.
Kesibukan dengan citra tubuh seseorang sangat kuat selama masa remaja,
tetapi kesibukan itu secara khusus meningkat selama masa pubertas, suatu
masa ketika remaja awal lebih tidak puas dengan tubuh mereka daripada akhir
masa remaja (Wright, 1989).
Masa pubertas mempengaruhi beberapa remaja lebih kuat daripada remaja
lain dan mempengaruhi beberapa perilaku lebih kuat daripada perilaku lain.
Citra tubuh, minat berkencan, dan perilaku seksual dipengaruhi oleh
perubahan masa pubertas. Berdasarkan hal yang kerap dipertanyakan tentang
dampak-dampak masa pubertas tampak bahwa, bila kita
melihat perkembangan dan penyesuaian diri secara keseluruhan dalam siklus
ix
kehidupan manusia, keragaman masa pubertas adalah tidak sedramatis
daripada yang umumnya diduga. Dalam memandang dampak masa pubertas,
ingatlah bahwa dunia seorang anak remaja meliputi perubahan social dan
kognitif serta perubahan fisik. Sama seperti semua periode perkembangan,
proses-proses ini bekerja sama untuk menghasilkan siapa kita dimasa remaja
(Block, 1992; Eccles&Buchanan, 1992).

2.3 Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja.


Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala
kognitif dan cakrawala social yang baru. Pemikiran remaja semakin abstrak,
logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran
orang lain,dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta
cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia social (Santrock,1995).

Tahap Operasi Formal Piaget.


Merujuk kepada Piaget, remaja memasuki level tertinggi perkembangan
kognitif operasi formal ketika mereka mengembangkan kemampuan berpikir
abstrak. Perkembangan ini, yang biasanya terjadi pada usia 11 tahun,
memberikan cara baru yang lebih fleksibel kepada mereka untuk mengolah
informasi (Papalia, 2008).
Orang-orang di tahap operasi formal dapat mengintegerasikan apa yang telah
mereka pelajari dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana
untuk masa datang. Pikiran pada tahap ini memiliki fleksibelitas yang tidak
dimiliki di tahap operasi konkret. Kemampuan berpikir abstrak juga memiliki
implikasi emosional. Sebelumnya, seorang anak dapat mencintai orang tua
dan membenci teman sekelas. Sekarang, si remaja “dapat mencintai
kebebasan dan membenci eksploitasi kemungkinan dan cita-cita yang menarik
bagi pikiran dan perasaan”  (H. Ginsburg & Opper, 1979. hlm. 201).
Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja  mulai berpikir tentang
ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dan membandingkan diri
mereka dan orang lain dengan standar-standar ideal ini, sementara anak-anak
lebih berpikir tentang apa yang nyata dan apa yang terbatas. Selama masa
remaja, pemikiran-pemikiran sering berupa fantasi yang mengarah ke masa
depan (Santrock, 1995).

x
Penalaran Hipotesis-Deduktif.
Pada saat yang sama, ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistis,
mereka juga  berpikir lebih logis (Kuhn, 1991). Remaja mulai berpikir seperti
ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memeahkan masalah-
masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Tipe
pemecahan masalah ini diberi nama penalaran hipotesis deduktif. Penalaran
hipotesis deduktif (Hypotheticaldeductive reasoning) ialah konsep operasional
formal Piaget, yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif
untuk mengembangkan hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara
memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik
kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan, pola mana yang diterapkan
dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, anak-anak cenderung memecahkan
masalah secara coba-coba (trial and error). (Santrock, 1995).

Perkembangan Bahasa
Walaupun anak usia sekolah cukup cakap menggunakan bahasa, masa
remaja memunculkan penghalusan bahasa lebih lanjut. Kosakata terus tumbuh
seiring dengan bahasa bacaan yang semakin dewasa. Walaupun ada
perbedaan individual yang besar, pada usia 16 sampai 18 tahun, seorang
remaja rata-rata mengetahui 80.000 kata.(Owens, 1996).
Dengan kemunculan pemikiran formal, para remaja dapat menentukan dan
membahas abstraksi seperti cinta, keadilan, dan kebebasan. Mereka lebih
sering menggunakan istilah however (walaupun), otherwise (sebaliknya),
anyway (bagaimanapun juga),  therefore (oleh karena itu), really dan probably
(mungkin) untuk menunjukkan relasi logis antara klausa dan kalimat. Mereka
makin sadar akan kata sebagai sebuah symbol dengan berbagai macam
makna; mereka menikmati menggunakan ironi, permainan kata, dan metafora
(Owens,1996).
Para remaja juga menjadi lebih terampil dalam penyerapan perspektif sosial
(social perspective taking), kemampuan memahami sudut pandang orang lain
dan level pengetahuannya serta kemampuan berbicara menjadi sepadan
dengan kedua hal tersebut. Kemampuan ini sangat esensial untuk membujuk
atau hanya sekadar dapat mengikuti pembicaraan. Denga kesadaran akan
audien mereka, para remaja berbicara dengan cara yang berbeda kepada
orang dewasa dan kepada teman sebaya. Bahasa “gaul” para remaja
xi
merupakan bagian dari proses perkembangan identitas independen yang
terpisah dari orang tua dan dunia orang dewasa. Dalam menciptakan ekspresi
seperti “keren” dan “kuper”, anak muda menggunakan kemampuan yang baru
ditemukannya untuk bermain dengan kata “untuk mendefenisikan penyerapan
unik generasi mereka terhadap nilai, rasa, dan pilihan” (Elkind, 1998, hlm. 29)
(Papalia, 2008).
Kognisi Sosial
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi social menjadi ciri
perkembangan remaja. Pemikiran remaja bersifat egosentrisme. David Elkind
(1976) yakin bahwa egosentrisme remaja (adolescent egocentrisme) memiliki
dua bagian; penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton
khayalan (imaginary audience) ialah keyakinan remaja bahwa orang lain
memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku
mengundang perhatian, umum terjadi pada masa remaja, mencerminkan
egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan, dan
terlihat (Santrock, 1995). Dongeng pribadi (the personal fable) ialah bagian dari
egosentrisme remaja yang  meliputi perasaan unik seorang remaja. Rasa unik
pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat
mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya.. sebagai bagian dari
upaya mereka untuk mempertahankan suatu rasa unik pribadi, remaja dapat
mengarang suatu cerita tentang dirinya sendiri yang dipenuhi dengan fantasi,
yang menceburkan diri mereka dalam suatu dunia yang jauh terpencil dari
realitas. Dongeng-dongeng pribadi sering muncul di dalam buku harian
remaja (Santrock, 1995).

Elkind: Karakteristik Ketidakdewasaan Pemikiran Remaja


Walaupun menjadi seseorang yang mampu memecahkan masalah abstrak dan
membayangkan masyarakat ideal, dalam beberapa hal pemikiran para remaja
masih terlihat kurang matang. Mereka mungkin kasar kepada orang dewasa,
memilki kesulitan untuk menyusun pikiran mereka tentang apa yang hendak
dipakainya tiap hari, dan sering kali bertindak seolah dunia mengelilingi mereka
(Papalia, 2008)
Menurut Elkind, pemikiran belum matang ini memanifestasikan dirinya sendiri
ke dalam enam karakteristik:
A. Idealisme dan kekritisan.
xii
Ketika para remaja memimpikan dunia yang ideal, mereka menyadari
betapa jauhnya mereka dengan dunia nyata, di mana mereka memegang
tanggung jawab orang dewasa, mereka menjadi sangat sadar akan
kemunafikan. Mereka yakin bahwa mereka lebih mengetahui bagaimana
menjalankan dunia ketimbang orang dewasa dan mereka sering kali
mengkritik orang tua mereka.
B. Argumentativitas.
Para remaja senantiasa mencari kesempatan untuk mencoba atau
menunjukkan kemampuan penalaran formal baru mereka. Mereka
menjadi argumentative ketika menyusun fakta dan logika untuk mencari
alasan.
C. Ragu-ragu.
Para remaja dapat menyimpan berbagai alternative dalam pikiran mereka
pada waktu yang sama, tetapi karena kurangnya pengalaman, mereka
kekurangan strategi efektif untuk memilih.
D. Menunjukkan hypocrisy.
Remaja sering kali tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan
sesuatu yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk
mewujudkannya.
E. Kesadaran diri.
Para remaja sekarang dapat berpikir tentang pemikiran pikiran mereka
sendiri dan orang lain. Akan tetapi, dalam keasyikan mereka akan kondisi
mental mereka, para remaja sering kali berasumsi bahwa yang dipikirkan
orang lain sama dengan yang mereka pikirkan, yaitu: diri mereka sendiri.
Elkind merujuk kondisi kesadaran diri ini sebagai imaginary audience,
“pengamat” yang terkonseptualisasikan yang berkaitan dengan pemikiran
dan perilaku mereka. Menurut Elkind, imaginary audience amat kuat
dimasa remaja dini tetapi kemudian menurun dalam kehidupan
orang dewasa.
F. Kekhususan dan ketangguhan (personal fable).
Menurut Elkind, bentuk egosentrisme khusus ini mendasari perilaku self
destructive dan berisiko. Seperti imaginary audience, personal fable terus
berlanjut hingga masa dewasa.

2.4 Perkembangan Psikososial pada Masa Remaja


xiii
Pencarian Identitas
Pencarian identitas yang didefenisikan Erikson sebagai konsepsi tentang
diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh
seseorang menjadi focus pada masa remaja. Perkembangan kognitif
remaja memungkinkan mereka menyusun “teori tentang diri”
(Elkind, 1998).

Erikson: Identitas vs Kebingungan Identitas

Selama masa remaja, pandangan-pandangan dunia menjadi penting bagi


individu, yang memasuki apa yang disebut oleh Erikson (1968) suatu “penundaan
psikologis” (psychological moratorium), suatu kesenjangan antara keamanan masa
anak-anak dan otonomi masa dewasa. Eksperimen remaja dengan sejumlah peran
dan identitas, mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya. Kaum muda yang
berhasil mengatasi identitas-identitas yang salung bertentangan selama masa
remaja ini, muncul dengan suatu kepribadian baru yang menarik dan dapat
diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas ini bingung,
menderita apa yang oleh Erikson sebut “kebingungan identitas” (identity
confusion). Kebingungan ini muncul dalam satu dari dua pilihan: individu menarik
diri, memisahkan diri dari teman-teman sebaya dan keluarga; atau mereka dapat
kehilangan identitas mereka dalam kelompok (Santrock, 1995).
Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas mereka dengan
meniru orang lain, sebagaimana yang dilakukan anak-anak, tetapi dengan
memodifikasi dan menyintesis identifikasi lebih awal ke dalam “struktur psikologi
baru yang lebih besar”. Untuk membentuk identitas, seorang remaja harus
memastikan dan mengorganisir kemampuan, kebutuhan, ketertarikan, dan hasrat
mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks social. (Papalia, 2008).
Erikson melihat bahaya utama tahap ini adalah kebingungan identitas yang
dapat memperlambat pencapaian kedewasaan psikologis. Sampai tingkat tertentu
kebingungan identitas merupakan sesuatu yang wajar. Hal tersebut memengaruhi
karakter caostik alamiah perilaku remaja dan kesadaran diri remaja yang
menyakitkan. Berkelompok dan tidak menoleransi perbedaan dua hal yang
menandai suasana social remaja merupakan banteng dalam menghadapi
kebingungan identitas. Remaja juga dapat menunjukkan kebingungan dengan
xiv
mundur ke masa kanak-kanak untuk menghindari konflik atau dengan melibatkan
diri mereka secara impulsive kedalam serangkaian tindakan yang buruk
(Papalia, 2008).

Empat Status Identitas


Pakar psikologi, James Marcia ,menganalisi teori perkembangan identitas
Erikson dan menyimpulkan bahwa empat status identitas atau mode resolusi,
nampak dalam teori itu:
A. Pencapaian Identitas (identity achievement)
Ialah istilah Marcia bagi remaja yang telah mengalami suatu krisis dan
sudah membuat suatu komitmen.
B. Pencabutan identitas (identity foreclosure)
Ialah istilah yang digunakan oleh Marcia untuk menggambarkan remaja
yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu
krisis.
C. Penundaan Identitas (identity moratorium)
Ialah istilah yang digunakan Marcia yang menggambarkan remaja yang
berada di tengah-tengah krisis, tetapi komitmen mereka tidak ada atau
hanya didefenisikan secara samar.
D. Penyebaran Identitas (identity diffusion)
Ialah istilah yang digunakan Marcia untuk menggambarkan remaja yang
belum mengalami krisis (yaitu mereka belum menjajaki pilihan-pilihan
bermakna) atau membuat komitmen apapun.

Gender dan Perkembangan Identitas


Sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang dalam
konteks hubungan dengan teman sebaya, khususnya yang berjenis kelamin sama.
Sejalan dengan pandangan Giligan, harga diri pria tampaknya dapat dikaitkan
dengan pergulatan demi prestasi individual, sedangkan wanita lebih tergantung
kepada koneksi dengan orang lain (Papalia, 2008).
Tugas ekplorasi identitas dapat lebih kompleks bagi kaum perempuan daripada
kaum laki-laki. Dalam tugas eksplorasi identitas, kaum perempuan dapat mecoba
membangun identitas dalam bidang-bidang yang lebih banyak daripada kaum laki-
laki. Dewasa ini, pilihan-pilihan bagi kaum perempuan bertambah dan dengan
bertentangan, khususnya bagi kaum perempuan yang berharap  berhasil
xv
mengintegrasikan peran-peran keluarga dan karir (Santrock, 1995).

Faktor Etnis dalam Pembentukan Identitas


Di seluruh dunia, kemlompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk
mempertahankan identitas-identitas kebudayaan mereka saat berbaur ke dalam
kebudayaan yang dominan. Bagi orang-orang minoritas, masa remaja sering
merupakan suatu titik khusus dalam perkembangan mereka. Walaupun anak-anak
sadar akan beberapa perbedaan etnis dan kebudayaan, kebanyakan etnis
minoritas secara sadar menghadapi etnisitas mereka untuk pertama kalinya pada
masa remaja. Berbeda dengan anak-anak, remaja memiliki kemampuan untuk
menginterpretasikan informasi etnis dan kebudayaan, untuk merefleksikan masa
lalu, dan berspekulasi tentang masa depan (Harter, 1990). Ketika mencapai
kematangan kognitif, remaja etnis minoritas menjadi benar-benar sadar akan
penilaian terhadap kelompok etnis mereka oleh kelompok mayoritas.

Seksualitas
Orientasi Seksual, dipengaruhi oleh interaksi faktor biologis dan lingkungan
dan mungkin genetis. Perilaku seksual pada saat ini jauh lebih bebas dibandingkan
masa lalu. Aktivitas seksual remaja mencakup risiko kehamilan dan penyakit
menular seksual. Remaja yang memiliki risiko terbesar adalah mereka yang
memulai aktivitas seksualnya lebih dini, memiliki banyak pasangan, tidak
menggunakan kontrasepsi, dan kurang mendapatkan informasi tentang seks.

Hubungan dengan Keluarga, Teman Sebaya dan Masyarakat Dewasa


Interaksi keluarga berubah sepanjang tahun-tahun masa remaja. Disana ada
lebih banyak intimasi, akan tetapi juga terdapat konflik berkaitan dengan kasus
otonomi. Konflik dengan orang tua menjadi yang paling sering terjadi pada masa
awal remaja dan yang paling intens pada masa pertengahan remaja. Pengasuhan
otoritatif diasosiasikan dengan hasil yang paling positif.
Efek dari perceraian dan orang tua tunggal pada perkembangan remaja
tergantung pada cara mereka memengaruhi atmosfer keluarga. Faktor genetik bisa
saja memengaruhi cara remaja beradaptasi dengan perceraian. Tekanan ekonomi
memengaruhi hubungan dalam keluarga berorang tua tunggal dan pasangan
orangtua lengkap. Hubungan dengan saudara kandung cenderung menjadi sama
dan semakin berjarak pada masa remaja. Kelompok teman sebaya dapat memiliki
xvi
pengaruh positif dan negatif. Remaja yang ditolak oleh teman sebaya cenderung
memiliki masalah penyesuaian diri terbesar. Pertemanan, terutama di kalangan
anak perempuan, menjadi lebih intim dan mendukung pada masa remaja
(Papalia, 2008).

Tekanan Teman Sebaya dan Tuntutan Konformitas


Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat
bersifat positif maupun negative. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk
perilaku konformitas yang negative, seperti: menggunakan bahasa yang jorok,
mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Akan tetapi banyak
sekali konformitas teman sebaya yang tidak negative dan terdiri atas keinginan
untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-
teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu
kelompok. Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, kita lebih
mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masak
anak-anak (Santrock, 1995)

xvii
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dibandingkan pertumbuhan pada masa anak-anak yang relative berjalan
lambat, kematangan masa pubertas atau masa remaja awal ini terjadi dengan
sangat cepat. Ditandai dengan perubahan fisik yang sangat menonjol baik laki-laki
maupun perempuan begitu pula halnya dengan perubahan-perubahan kognitif
yang mengesankan yang membedakannya dengan anak-anak.
Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan
pemasakan seksualitas, juga mengakibatkan suatu perubahan dalam
perkembangan sosial remaja.

xvii
DAFTAR PUSTAKA

1. Santrock, J. W. (1995). Life Span Development Fifth Edition. Texas: Brown and


Benchmark.
2. Monks, F. J.,  & Knoers, A. M. (1982). Ontwikkelings Psychologie: Inleiding tot de
verschillende deelgebieden. Njimegen: Dekker & Van de Vegt.
3. Papalia, D. E. (2008). Human Development. New York: Mc Graw Hill.

xix

Anda mungkin juga menyukai