Anda di halaman 1dari 40

Seri Mata Kuliah

Zufialdi Zakaria

2011
Dal
am pe nge m bangan w il
ayah m aupun dal
am pe rtam bangan, l
e re ng
dapat m e rupak an m as al
ah te rutam a pada l
e re ng raw an l
ongs or. Untuk
m e ngantis ipas i k e runtuh an l
e re ng pe rl
u dil
ak uk an anal
is is k e s tabil
an l
e re ng agar
didapat rancang-bangun l
e re ng s tabil
, yang k e m udian dil
ak s anak an pul
a
m anaje m e n l
ingk ungan pada l
e re ng dan w il
ayah s e k itarnya agar l
e re ng s tabil
te tap te rpe l
ih ara.

Se s udah m e ngik uti pe rk ul


iah an ini, para m ah as is w a dih arapk an dapat
m e m pe rol
e h m anfaat: 1) Me m pe rl
uas w aw as an te ntang pe ntingnya k ons e p
l
e re ng s tabil
, 2) Me ngas ah pol
a pik ir yang be rw aw as an l
ingk ungan, te rutam a
dal
am pe nge l
olaan l
ingk ungan untuk l
e re ng re k ayas a, 3) Dapat m e ngantis ipas i
l
e re ng l
abilde ngan cara m e ngh itung k e s tabil
an l
e re ng.

Se m oga be rm anfaat.

Pe nul
is

i
K ATA PENGANTAR, i
DAFTAR ISI, ii

1. Pe ndah ul
uan, 1
1.1. Tujuan Is truk s ionalK h us us , 1
1.2. Sum be r, 1
1.3. Bah an, 1
1.4. Latih an, 2
2. De finis i dan K l
as ifik as i Ge rak an Tanah , 2
3. Fak tor yang Me m pe ngaruh i K e tidak s tabil
an l
e re ng, 14
3.1. Ge m pa dan Ge taran, 15
3.2. Cuaca /Ik l
im , 17
3.3. K e tidak s e im bangan Be ban di Puncak dan di K ak i Le re ng, 17
3.4. Ve ge tas i /Tum buh -tum buh an, 18
3.5. Naik nya Muk a Air Tanah , 18
4. Fak tor K e am anan Le re ng, 19
5. Be rbagai Cara Anal
is is Ke s tabil
an Le re ng, 20
6. Upaya Pe nge l
olaan Lingk ungan, 22
7. Cara Se de rh ana Pe rh itungan Fak tor K e am anan Le re ng, 25
8. Latih an, 33

DAFTAR PUSTAK A, 36

ii
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

batuan/tanah atau campuran keduanya (lihat Tabel 1). Secara sederhana,


Coates (1977, dalam Hansen, 1984, lihat Tabel 2) membagi longsoran menjadi
luncuran atau gelinciran (slide), aliran (flow) dan jatuhan (fall).
Menurut Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) longsoran (landslide)
dapat diklasifikasikannya menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran
(slide) dan nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread),
dan gerakan majemuk (complex movement). Lihat Tabel 2.
Klasifikasi para peneliti di atas pada umumnya berdasarkan kepada
jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC,
Highway Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes
(1978) yang berdasarkan kepada: a) material yang nampak, b) kecepatan
perpindahan material yang bergerak, c) susunan massa yang berpindah, dan d)
jenis material dan gerakannya.

Tabel 1. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984)

BATU atau TANAH


Salju
Air
JENIS

Tanah atau Tanah atau batu kering Tanah atau batu


Salju

batu dengan atau dengan sedikit air dengan air


Air
es atau es

Rayapan (creep) batuan


BIASANYA Rayapan
TAK TERASA glasier batuan Rayapan (creep) talus
Solifluction Rayapan (creep) tanah Solifluction
DENGAN SISI SAMPING BEBAS

Lambat s.d. Aliran tanah


ALIRAN

cepat (earth flow)

TERASA Debris Aliran lumpur


avalance vulkanik
(runtuhan Debris avalance
bahan (runtuhan bahan
Cepat rombakan)
rombakan)
Lambat s.d. Nendatan (slump)
cepat Luncuran bahan
LUNCURAN

rombakan
Luncuran batu (rock
TERASA slides)

Jatuhan batu (rock fall)


Sangat Cepat
CEPAT
- atau Subsidence (penurunan)
LAMBAT

Zufialdi Zakaria 3
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Berdasarkan definisi dan klasifikasi longsoran (Varnes, 1978; Tabel 3),


maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass movement) adalah gerakan
perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas atau perpindahan massa
tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan
semula.

Longsoran (landslide) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya


terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump),
aliran (flow), gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan
(creep) dan longsoran majemuk

Untuk membedakan longsoran, landslide, yang mengandung pengertian


luas, maka istilah slides digunakan kepada longsoran gelinciran yang terdiri atas
luncuran atau slide (longsoran gelinciran translasional) dan nendatan atau slump
(longsoran gelinciran rotasional). Berbagai jenis longsoran (landslide) dalam
beberapa klasifikasi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

• Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu
dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain.
Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu,
bahan rombakan maupun tanah.

• Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan


oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamati
ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran
(slide) bila dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang
banyak berubah.. Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak
banyak berubah dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut
nendatan (slump), Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah
tanah maupun bahan rombakan, dan nendatan tanah.

Zufialdi Zakaria 4
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

• Gerak horisontal / bentangan lateral (lateral spread), merupakan jenis


longsoran yang dipengaruhi oleh pergerakan bentangan material batuan
secara horisontal. Biasanya berasosiasi dengan jungkiran, jatuhan batuan,
nendatan dan luncuran lumpur sehingga biasa dimasukkan dalam kategori
complex landslide - longsoran majemuk (Pastuto & Soldati, 1997). Prosesnya
berupa rayapan bongkah-bongkah di atas batuan lunak (Radbruch-Hall,
1978, dalam Pastuto & Soldati, 1997). Pada bentangan lateral tanah maupun
bahan rombakan, biasanya berasosiasi dengan nendatan, luncuran atau
aliran yang berkembang selama maupun setelah longsor terjadi. Material
yang terlibat antara lain lempung (jenis quick clay) atau pasir yang
mengalami luncuran akibat gempa (Buma & Van Asch, 1997).

Tabel 4. Laju kecepatan gerakan tanah (Hansen, 1984)

KECEPATAN KETERANGAN
> 3 meter/detik Ekstrim sangat cepat
3 meter/detik s.d. 0.3 Sangat Cepat
meter/menit
0.3 meter/menit s.d. 1.5 Cepat
meter/hari
1.5 meter/hari s.d. 1.5
meter/bulan Sedang

1.5 meter/bulan s.d. 1.5


meter/tahun Lambat

0.06 meter/tahun s.d. 1.5


meter/tahun Sangat lambat

< 0.06 meter/tahun Ekstrim sangat lambat

• Pada longsoran tipe translasional maupun rotasional, ada batas antara


massa yang bergerak dan yang diam (disebut bidang gelincir), kedalaman
batas tersebut dari permukaan tanah sangat penting bagi deskripsi
longsoran. Terdapat 4 (empat) kelas kedalaman bidang gelincir (Fernandez
& Marzuki,1987), yaitu:

Zufialdi Zakaria 7
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

a) Sangat dangkal (<1,5 meter);


b) Dangkal (1,5 s.d. 5 meter);
c) Dalam (antara 5 sampai 20 meter);
d) Sangat dalam (>20 meter).

Umur gerakan dan derajat aktivitas longsoran merupakan kondisi yang


cukup penting diketahui. Longsoran aktif selalu bergerak sepanjang waktu atau
sepanjang musim, sedangkan longsoran lama dapat kembali aktif sepanjang
adanya faktor-faktor pemicu longsoran. Zaruba & Mencl (1969) mempelajari
longsoran-longsoran yang berumur Plistosen dan menggunakan istilah fosil
longsoran untuk longsoran yang sudah tidak aktif lagi.
Berdasarkan bentuk suatu longsoran, maka tatanama tubuh longsoran
dapat diberikan dengan melihatnya dari bagian atas lereng atau di mahkota.
Tatanama tersebut secara sederhana dapat diuraikan (Gambar 1) berdasarkan
HWRBLC, (1978; dalam Pangular, 1985) yang mengacu pada Varnes (1978).
Gerakantanah berupa longsor (landslide) merupakan bencana yang
sering membahayakan. Longsor seringkali terjadi akibat adanya pergerakan
tanah pada kondisi daerah lereng yang curam, serta tingkat kelembaban
(moisture) tinggi, tumbuhan jarang (lahan terbuka) dan material kurang kompak.
Faktor lain untuk timbulnya longsor adalah rembesan dan aktifitas geologi seperti
patahan, rekahan dan liniasi . Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu
komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material,
kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula
dengan kondisi kestabilan lereng (Verhoef, 1985)
Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan Faktor Keamanan Lereng
dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika tanah (geoteknis tanah) dan
bentuk geometri lereng (Pangular, 1985). Secara khusus, analisis dapat
dipertajam dengan melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan
memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa kegempaan, iklim,
vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat. Kondisi lingkungan
tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan
merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Anwar & Kesumadharma, 1991;
Hirnawan, 1993, 1994).

Zufialdi Zakaria 8
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

3. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng

Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal


(dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain:
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun
situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat
kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti
patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991).
Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993,
dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :
• Pelapukan (fisika, kimia dan biologi) dan erosi,
• penurunan tanah (ground subsidence),
• deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),
• getaran dan aktivitas seismik,
• jatuhan tepra
• perubahan rejim air.

Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %)
dan kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan
sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menye-
babkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air
akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan
lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).
Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan
bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di
puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian
juga pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng.
Letak atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi
Faktor Keamanan Lereng (Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup
menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang
semakin meningkat akhirnya mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular,
1985). Dalam kondisi ini erosi tentunya memegang peranan penting.

Zufialdi Zakaria 14
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan


internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut-
sertanya peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak lepas dari pengaruh
luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat diciri-
kan oleh peningkatan kadar airtanah, derajat kejenuhan, atau muka airtanah.
Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan mening-
katkan tekanan pori (µ) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari massa
lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar dan erosi
di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat. Akibatnya
lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh
ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).
Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992); Bukit Lantiak, Padang dan
Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya
umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena kehadiran
air dalam tubuh lereng (Tabel 5).

3.1. Gempa atau Getaran.


Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di
Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam 27
Maret 1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985). Demikian
juga di Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam Tadjudin, 1996)
dan di Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi, et.al., 1990). Di jalur
keretaapi Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947 (Pangular, 1985)
akibat getaran dan di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April; 1995, selain
morfologi dan sifat fisik/mekanik material tanah lapukan breksi, getaran
kendaraan pun ikut ambil bagian dalam kejadian longsor. Gempa di India dan
Peru (2000) juga menyebabkan longsor. Gempa di pantai Tasikmalaya (2009)
memicu longsoran di Cikangkareng, Kabupaten Cianjur, dan di Ciwidey,
Bandung Selatan.

Zufialdi Zakaria 15
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Tabel 5. Penyebab longsor di beberapa tempat

Bukit (>70 ) tinggi - 39 meninggal


o
8 Januari 1999 Desa Pupuan, Tegal-
alang, Gianjar, Bali 100 m runtuh, - irigasi Subak ter-
ganggu

3 Februari 1999 Desa Gemawang, Kec. Hujan lebat - 7 orang meninggal


Jambu, Kab.Semarang - rumah hancur

Desa Bontosolama, - Meninggal > 11


7 Juli 1999 Hujan deras orang,
Sinjai, Sulawesi Selatan
- Kerugian Rp. 4,2 M
o
9 Desember Bukit Lantiak, Sungai Bukit tejal 45 ,
1999 Muara Padang tidak ada hujan - 56 orang tewas

24 Februari 2000 Desa Windusakti, Kab. Hujan deras - 10 orang tewas


Brebes, Jawa Tengah
- 34 tewas,
Kab. Cilacap & Hujan deras terus - 88 rumah tertutup
30 Oktober 2000 Banyumas, Jawa Tengah menerus lumpur,
- 113 rumah rusak

3-9 November Desa Somongari, Bukit Hujan deras terus - 56 orang tewas,
2000 Manoreh, Purworejo menerus - 531 KK kehilangan
tempat tinggal

11 Desember Dusun Ngaran dsk., Kab Hujan sangat - 17 tewas,


2000 Kulonprogo, Yogyakarta lebat dan lama - 80 KK kehilangan
tempat tinggal

Desa Kanding, Somo- Hujan terus - 39 rumah terendam


9 Januari 2001 menerus lumpur.
gede, Banyumas
- Cekdam rusak
- 34 rumah rusak
24 Januari 2001 Desa Aek Latong, Gempa struktur
berat,
Sipirok, Tapanuli Selatan sesar Sumatera
- tanah terban

Hujan deras 2 - Ruas jalan Padanan


Desa Wangunreja,
8 Februari 2001 pekan menerus KM 62 & KM 71
Nyalindung, Sukabumi
rusak berat

- 95 orang tewas,
8-12 Februari Lereng G. Pongkor, Kab. Cuaca buruk. - 41.000 jiwa
2001 Lebak, Banten Hujan lebat disertai
angin kencang menderita.
- Kerugian Rp. 6 M

Dari berbagai sumber surat kabar 1999-2001

Zufialdi Zakaria 16
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

α W sin α = S
α
τ
F= τ/s

W cos α. tan φ φ
sudut geser dalam

W cos α
α = kemiringan (sudut) bidang gelincir

τ
F=
c L = kohesi sepanjang bidang gelincir L
S

τ = W cos α. tan φ + c L

Gambar 7. Sketsa gaya yang bekerja ( τ dan S ) pada satu sayatan

5. Berbagai Cara Analisis Kestabilan Lereng


Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara
komputasi dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :

Zufialdi Zakaria 20
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

7. Cara Sederhana Perhitungan Faktor Keamanan Lereng

Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai


metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung
dengan metoda sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk
suatu lereng dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan
nilai faktor keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng
longsor, sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan
demikian antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan dalam
suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai F (faktor keamanan lereng)
adalah sebagai berikut :

a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng)


meliputi: sudut lereng, tinggi lereng, atau panjang lereng dari kaki lereng ke
puncak lereng.

b. Data mekanika tanah


• sudut geser dalam (φ; derajat)
• bobot satuan isi tanah basah (γwet; g/cm3 atau kN/m3 atau ton/m3)
• kohesi (c; kg/cm2 atau kN/m2 atau ton/m2)
• kadar air tanah (ω; %)

Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah tak
terganggu. Kadar air tanah ( ω ) diperlukan terutama dalam perhitungan yang
menggunakan komputer (terutama bila memerlukan data γdry atau bobot satuan
isi tanah kering, yaitu : γdry = γ wet / ( 1 + ω ). Pada lereng yang dipengaruhi oleh
muka air tanah nilai F (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah sbb.:

c L+ tan φ Σ (W i cos αi - µi x li )
F=
Σ (W i sin α i )

Zufialdi Zakaria 25
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

c = kohesi (kN/m2)
φ = sudut geser dalam (derajat)
α = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)
µ = tekanan air pori (kN/m2)
l = panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m);
L = jumlah panjang bidang gelincir
µi x li = tekanan pori di setiap sayatan (kN/m)
W = luas tiap bidang sayatan (M2) X bobot satuan isi tanah (γ, kN/m3)

Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah sbb.:

c L+ tan φ Σ (W i cos αi )
F=
Σ (W i sin α i )

Berikut ini adalah contoh perhitungan faktor keamanan cara Fellenius


pada lereng tanpa pengaruh muka air tanah, namun sebelumnya ada beberapa
langkah yang perlu diikut:

• Langkah pertama adalah membuat sketsa lereng berdasarkan data


penampang lereng,

• Dibuat sayatan-sayatan vertikal sampai batas bidang gelincir.

• Langkah berikutnya adalah membuat tabel untuk mempermudah


perhitungan.

Zufialdi Zakaria 26
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

KETERANGAN :
• Untuk menghitung nilai F (Faktor Keamanan lereng), data-data di atas
dimasukkan dalam tabel.
• Ukur pada masing-masing sayatan L, h dan x serta sudut α masing-
masing bidang gelincir
• Hitung luas pada masing-masing sayatan, sin α , cos α, W (=luas dikali γ),
(W sin α) dan (W cos α)
• Hitung jumlah L, jumlah W sin α dan W cos α, Masukkan dalam rumus
F, didapat nilai F

Contoh perhitungan:

Diketahui : Lereng tunggal – alami,


o
seperti pada gambar sketsa di bawah ini dengan sudut lereng 45
Skala gambar 1:100
2
Kohesi, c = 15.2 KN/M
Sudut geser-dalam, φ = 10.25 ο
3
Bobot satuan isi tanah, γ = 15.652 KN/M
Ditanyakan : Gunakan slice method.
Berapa Faktor Keamanan (F) lereng tunggal tersebut
dan apa maknanya menurut Bowles?.
Jika nilai Faktor Keamanan (F) berada pada rentang nilai kritis atau labil,
maka bagaimanakah antisipasi kelongsorannya?
Apakah lereng akan diperlandai? Ataukah akan dibuat dua teras (undak-
undak, terasering)?

SKALA 1:1.000

Gambar 11. Penampang lereng dengan irisan serta bidang gelincir yang dipa-
kai untuk perhitungan faktor Keamanan cara manual maupun cara
komputer. A-B adalah bidang gelincir

Zufialdi Zakaria 28
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Tabel 7. Perhitungan Faktor Keamanan cara sayatan (Fellenius)


Lereng tunggal 45o

Dari hasil hitungan didapat nilai F = 1,08 maka makna dari nilai F
sebesar itu dapat dibandingkan dengan Tabel 6. Artinya adalah lereng kritis,
pada kondisi F sebesar itu pada umumnya lereng pernah longsor.

Untuk memperbesar Faktor Keamanan, lereng tunggal 45o dibuat


terasering dua undak dengan masing-masing undak 45o. Maka:

Diketahui : Lereng dua teras


o
sesuai gambar sketsa dengan masing-masing sudut lereng 45
Skala gambar 1:100
2
Kohesi, c = 15.2 KN/M
Sudut geser-dalam, φ = 10.25 ο
3
Bobot satuan isi tanah, γ = 15.652 KN/M

Ditanyakan : Gunakan slice method. Berapa Faktor Keamanan (F) dua teras

Zufialdi Zakaria 29
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Gambar 12. Penampang lereng dengan dua undak dari lereng asal 45o

Tabel 8. Perhitungan Faktor Keamanan lereng dua undak

8. Cara perhitungan dengan SOILCOM2.BAS


SOILCOM2.BAS adalah salah satu program komputer dalam bahasa
BASIC untuk mempermudah perhitungan Faktor Keamanan dengan metoda
sayatan (slice-method). Sebagai contoh perhitungan Faktor Keamanan lereng
pada gambar yang sama seperti Gambar 6. Data mekanika tanah dan
penampang yang digunakan adalah sama dengan hitungan yang pertama. Cara
ini digunakan sebagai pembanding dengan memanfaatkan sarana komputer .

Zufialdi Zakaria 30
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Lereng yang sudah dibuat menjadi dua undak, memiliki Faktor


Keamanan F= 1,28. Artinya Faktor Keamanan meningkat. Dengan nilai F – 1,28,
lereng pada umumnya relatif stabil.
Cara p[erhitungan nilai F, dapat menggunakan program komputer.
Beberapa software yang umum digunakan mulai versi DOS sampai Windows
adalah SOILCOM2.BAS, Stabil-23, SlopeW. Pada setiap perhitungan nilai Faktor
Keamanan, langkah pertama adalah membuat sketsa lereng agar koordinat
dapat diketahui.

Tabel 9. Posisi koodinat lereng pada penggunaan software SOILCOM2.BAS

No. Koordinat X Koordinat Y (bawah) Koordinat Y (top)


Sayatan YB YT
A*) 1 6 6
1 3 3.7 6
2 4 2.8 6
3 5 2.2 6
4 6.9 1.3 4.6
5 8 1.0 3.8
6 9 0.7 3.1
7 10 0.6 2.3
8 12.5 0.5 0.5
* ) A = koordinat paling kanan dari lereng yang berpotongan dengan bidang gelincir (slip
surface)
B = koordinat paling kiri dari lereng yang berpotongan dengan bidang gelincir (slip
surface)

Dengan menggunakan SOILCOM2.BAS, didapat perhitungan sbb:

MASUKKAN ADA BERAPA POTONGAN (SLICE) :?


8
MASUKKAN KOORDINAT X PUNCAK
:? 1
MASUKKAN KOOR. Y BAWAH & PUNCAK YANG PALING KANAN :?
6,6
MASUKKAN KOORDINAT Y - MUKA AIR TANAH :?
0
MASUKKAN DATA TIAP POTONGAN (SLICE)
ENTER C, PHI, GAMMA, X, YB, YT, YW
Satuan: kN/m2, DEG, KN/m3, m, m, m, m
No. Sayatan ke-1
18.722,27.46,16.067,3,3.7,6,0
No. Sayatan ke-2
18.722,27.46,16.067,4,2.8,6,0
No. Sayatan ke-3
18.722,27.46,16.067,5,2.2,6,0
No. Sayatan ke-4
18.722,27.46,16.067,6.9,1.3,4.6,0
No. Sayatan ke-5

Zufialdi Zakaria 31
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

18.722,27.46,16.067,8,1,3.8,0
No. Sayatan ke-6
18.722,27.46,16.067,9,0.7,3.1,0
No. Sayatan ke-7
18.722,27.46,16.067,10,0.6,2.3,0
No. Sayatan ke-8
18.722,27.46,16.067,12.5,0.5,0.5,0
ENTER -2 MENGGANTI POSISI SLIP SURFACE
ENTER -1 MENGHITUNG FAKTOR KEAMANAN
ENTER 0 KEMBALI KE PROGRAM MENU (EXIT)
ENTER 1..N MENGGANTI DATA SLICE (MASUKKAN NO
SLICE)
? -1
FAKTOR KEAMANAN LERENG ADALAH 1.560782

Nilai Faktor Keamanan (F) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles
(1989) ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut
sebagai relatif stabil. Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas
yang aman selain F=1,25, karena nilai tersebut menandakan bahwa kejadian
longsor pernah terjadi (walaupun jarang). Untuk itu diusulkan nilai F > 2 sebagai
nilai yang aman bagi lereng (lereng stabil). Sebagai pebandingan, nilai F = 2 atau
F = 3 biasanya dipakai untuk nilai aman (faktor keamanan) bagi dayadukung
tanah untuk berbagai pondasi dangkal.
Dalam setiap perhitungan (cara manual maupun cara komputer), semua
satuan tiap-tiap variabel harus diperhatikan, seperti misalnya c (kohesi), φ(sudut
geser-dalam), dan γ (bobot sartuan isi tanah basah dan bobot satuan isi tanah
kering). Satuan disesuaikan melalui konversi dalam standar SI (Satuan
Internasional).

Tabel 9. Contoh penyesuaian satuan (konversi)

Nama variabel Satuan Faktor konversi


Satuan
3 3
Bobot satuan isi tanah 1 g/cm 9,807 9,807 kN/m
Berat jenis 3 3
1 g/cm 1 1 T/m
2 2
Kohesi 1 kg/cm 10 10 T/m
2 98,07 2
1 kg/cm 98,07 kN/m
Tekanan 2 1 kPa (= kilopascal)
1 kN/m 1

Zufialdi Zakaria 32
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

8. Latihan

A-A'= bidang gelincir


Skala 1:1.000

Gambar 10. Sketsa lereng di lapangan

SOAL (1) :
Gambar di atas adalah penampang lereng tanah. A-A'adalah bidang gelincir.
Bobot satuan isi tanah (γγ.wet, unit weight) diketahui = 16 kN/m3
Kohesi (c, cohession) diketahui = 9 kN/m2
Sudut geser dalam (φ, angle of internal friction) = 10o
Ditanyakan :
Berapa dan bagaimana F (Faktor Keamanan) lereng tersebut untuk kondisi
seperti gambar di atas apabila muka air tanah sangat dalam (tidak dipengaruhi
air tanah). Gunakan metoda sayatan seperti di atas dengan cara Fellenius.

CARA :
1. Buat sejumlah sayatan/slice pada penampang.
2. Buat tabel untuk perhitungan per-sayatan
3. Ukur panjang x, h dan
4. Ukur besar sudut bidang gelincir α tiap-tiap sayatan.
5. Hitung luas tiap-tiap sayatan
6. Hitung W tiap-tiap sayatan. W = luas masing-masing sayatan X bobot satuan
isi tanah
7. Hitung cos α kalikan dengan W pada masing-masing sayatan, sehingga
didapatkan W cos α
8. Hitung sin α kalikan dengan W pada masing-masing sayatan, sehingga
didapatkan Wsin α.
9. Jumlahkan . Hasil penjumlahan = L.

Zufialdi Zakaria 33
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

10. Langkah selanjutnya :


a. Hitung c X L
b. Jumlahkan (W cos α ) pada semua sayatan
c. Jumlahkan (W sin α ) pada semua sayatan
d. Hitung tan φ
11. Masukkan nilai-nilai tadi ke dalam rumus Fellenius.
12. Bandingkan hasil hitungan dengan hasil Bowles (1984) Tabel 6 (hal. 22)

Untuk lebih mempermudah perhitungan, gunakan tabel seperti di bawah


ini dan biasakan melakukan pemeriksaan ulang. Contoh tabel untuk perhitungan
dapat dilihat pada halaman 29 dan 30.

1 - 7 = sayatan (slice)
A - A' = bidang gelincir
Skala 1:1.000
γ.wet, unit weight = 16 kN/m3
2
c, cohession = 9 kN/m
φ, angle of internal friction = 10o
tan φ = tan (10) = 0,17632

Tabel hitungan :

No L x H Luas α Wt W sin α W cos α


Slice (m) (m) (m) (m) (o) Luas x γ (kN/m) (kN/m)
1

Σ = 1 3 2

Zufialdi Zakaria 34
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

c L + tan φ Σ ( W i cos αi )
F=
Σ ( W i sin α i )

( c X 1 ) + ( tan φ x 2 )
F= = ...............
3

F = ............. (bandingkan dengan Tabel 6, berikan makna nilai tsb.)

SOAL (2) :

Konversi dari suatu satuan ke satuan lainnya sangat diperlukan dalam


perhitungan faktor keamanan. Carilah berapa nilai masing-masing seusi dengan
nilai dengan satuan yang telah dicantumkan (diketahui).

1. 4 kg/cm2 ....... kg/m2 ....... kN/m2


2. 7 kg/m02 ....... kg/cm2 ....... KN/m2
3. 1.60 ton/m3 ....... g/cm3 ....... kN/m3
4 .... ton/m3 ....... g/cm3 16.67 kN/m3
6. 1.76 g/cm3 ...... ton/m3 ....... kN/m3
7. .... ton/m2 20 kg/cm2 ....... kN/m2

Zufialdi Zakaria 35
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

DAFTAR PUSTAKA
Anonympus, 2008, Scottish Road Network Landslides Study: Implementation, link
http://www.transportscotland.gov.uk/files/documents/reports/j10107/split/j
10107-06.pdf:
Anonymous, 2004, Landslide Types & Processes, US Departmen of Interior, & USGS
http://pubs.usgs.gov/fs/2004/3072/fs-2004-3072.html, Diakses tanggal 7
Maret 2011: pukul 15.52,
Anwar, H.Z., dan Kesumadhama, S., 1991, Konstruksi Jalan di daerah Pegunung-
an tropis, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, PIT ke-20, Desember
1991, hal. 471- 481
Attewel, P.B.,& Farmer, I. W., 1976, Principles of engineering geology, Chapman
& Hall, London, 104p.
Bowles, JE.,1989, Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, 562 hal.
Brunsden,D., Schortt,L., & Ibsen,M.L.(editor), 1997, Landslide Recognition, Identificat-
ion Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 137 - 148
Buma, J, & Van Asch, T., 1997, Slide (Rotational), dalam Dikau, R. (editor) et.al.,
1997, Landslide Recognition, John Willey & Sons, pp. 43-61
Dikau, R. (editor) et.al., 1997, Landslide Recognition, John Willey & Sons, 251 p.
Fandeli,C.,1992, Analisis mengenai dampak lingkungan, prinsip dasar dan pemam-
panannya dalam pembangunan, Liberty, Yogyakarta, 346 hal,
Hansen, M.J., 1984, Strategies for Classification of Landslides, (ed. : Brunsden, D,
& Prior, D.B., 1984, Slope Instability, John Wiley & Sons, p.1-25
Hirnawan, R.F., 1993, Ketanggapan Stabilitas Lereng Perbukitan Rawan Gerakan-
tanah atas Tanaman Keras, Hujan & Gempa, Disertasi, UNPAD, 302pp. .
Hirnawan, R. F., 1994, Peran faktor-faktor penentu zona berpotensi longsor di dalam
mandala geologi dan lingkungan fisiknya Jawa Barat, Majalah Ilmiah
Universitas Padjadjaran, No. 2, Vol. 12, hal. 32-42.
Hunt, R.E., 1984, Geotechnical engineering investigation manual, McGrawHill Book
Co., 984 p.
Lambe, T.W., & Withman, R.V., 1969, Soil Mechanics, John Willey & Sons Inc., New
York,553 p.
Parker, J.V., Means, R.E., 1974, Soil Mechanics and Foundations, Prentice Hall of
India, Ltd., New Delhi, 573p.
Pangular, D., 1985, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen
Pekerjaan Umum, 233 hal.
Pasuto, A., & Soldati, M., 1997. Rock Spreading, dari Dikau, R., Brunsden, D.,
Schortt, L., & Ibsen, M.L. (ed.), Landslide Recognition, Identification,
Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 122 – 136
Pikiran Rakyat, 18 Maret 1997, Harian Umum No, 347 / Tahun XXXI / 1997,
Gempa Guncang Jakarta dan JABAR.
Pikiran Rakyat, 15 April 1999, Harian Umum No. 21, Tahun XXXIV / 1999,
Bandung Rawan Bencana Gempa, hal 2 kolom 3-6.
Republika, 18 Maret 1997, Harian Umum No. 72/Th. 5/1997, Guncangan Gempa 6.0
Skala Richter, Warga Jakatra Panik,
Soemarwoto, O., 1990, Analisis Dampak Lingkungan, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 378 hal.
Strahler, A.N., & Strahler, A.H., 1983, Modern physical geography, John Willey &
Sons, 532 p.
Verhoef, P.N.W., 1989, Geologi untuk Teknik Sipil, Penerbit Erlangga, 322 hal.
Verruijt, 1982, Stabil2.3, Computer Program, Delft University.
Zakaria, Z., 2000, Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Per-
modelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor, YEAR
BOOK MITIGASI BENCANA 1999, Januari 2000, BPPT, hal. I.105 - I.123

Zufialdi Zakaria 36
Analisis Kestabilan Lereng Tanah (2011)

Zaruba, Q., & Mecl, V., 1976, Engineering geology, Elsevier Publisher, Co.,
Amsterdam, 504 p.

Sumber gambar halaman 11 dan 12:

http://www.transportscotland.gov.uk/files/documents/reports/j10107/split/j10107-06.pdf
http://pubs.usgs.gov/fs/2004/3072/images/Fig3grouping-2LG.jpg

Zufialdi Zakaria 37

Anda mungkin juga menyukai