Anda di halaman 1dari 9

BERPIKIR STRATEGIS DALAM MEMBANGUN SOCIOPRENEUR

(STUDI KASUS SUPER LEARNING COMMUNITY)


Oleh : Sofyan Ashari Nur
Magister Manajemen
Universitas Islam Indonesia

A. Latar Belakang
Di Indonesia saat ini muncul sebuah istilah baru yang sangat tren di media
massa maupun elektronik, yaitu socio-preneur. Sebagian masyarakat belum
memahami apa itu socio-preneur yang sebenarnya. Socio-preneur merupakan
wirausaha yang melakukan kegiatan usahanya dengan tujuan untuk membantu
masyarakat kecil yang kurang mampu secara ekonomi maupun jasmani. Mereka tidak
semata-mata hanya memikirkan keuntungan pribadi saja, tetapi juga memikirkan
untuk membangun dan mengembangkan komunitasnya agar lebih berdaya.
Tingkat kewirausahaan di Indonesia memang masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara di dunia, akan tetapi selalu mengalami
pertumbuhan setiap tahunnya. Pada tahun 2016 tingkat kewirausahaan di Indonesia
mencapai 1,65%. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat dan semua pihak mulai
menyadari pentingnya eksistensi wirausaha di Indonesia. Tetapi, kebanyakan dari
para pengusaha itu belum berniat menjadi seorang socio-preneur. Karena, seorang
entrepreneur belum tentu seorang socio-preneur.
Sebenarnya melalui sociopreneur, dapat mengurangi dua masalah di
Indonesia.
Pertama adalah masalah kemiskinan dan yang kedua adalah masalah pengangguran
yang tidak pernah ada habisnya. Sebab, seorang sociopreneur akan mempekerjakan
dan memberikan modal serta pembagian profit usaha kepada orang-orang yang
kurang berpendidikan yang hanya memiliki keterampilan tertentu. Sehingga, seorang
sociopreneur akan merasa bahagia karena telah membantu orang lain.
Untuk meningkatkan jumlah sociopreneur di Indonesia, maka penulis
membuat
paper ini dengan tujuan untuk membangkitkan semangat para calon pengusaha agar
mau menjadi seorang sociopreneur. Terutama generasi muda, kita perlu memupuk

1|Page
rasa peduli para calon wirausaha maupun wirausaha muda terhadap keuntungan
masyarakat banyak sehingga masalah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia
dapat segera diselesaikan.
Dalam rangka membangun semangat socio-preneur, maka diperlukan sebuah
perencanaan yang matang sehingga usaha yang akan dilaksanakan dapat memiliki
manfaat yang maksimal dan kualitas yang tidak kalah dengan perusahaan-perusahaan
yang berorientasi profit saja, sehingga dalam perencanaan socio-preneur dibutuhkan
metode berpikir strategis yaitu metode berfikir dengan mempertimbangkan kondisi
disekitarnya sehingga terciptalah pemikiran yang kreatif, inovatif dan tentunya
memberikan manfaat lebih besar terhadap masyarakat.
Dalam paper ini penulis memaparkan studi kasus terkait Super Learning
Comunity sebuah komunitas mahasiswa mengajar dimana penulis sendiri aktif
didalamnya, komunitas ini bergerak di dua aspek, yaitu aspek bisnis dan aspek sosial
sehingga sangat menarik jika dikaitkan dengan topik paper ini yaitu mengenai socio-
preneur. Oleh karena itu penulis memaparkan sebuah paper dengan judul Berpikir
Strategis Dalam Membangun Sociopreneur (Studi Kasus Super Learning
Community).

B. Landasan Teori
1. Berpikir Strategis
Pemikiran strategis membentuk dasar bagi pengambilan keputusan strategis.
Tanpa dasar ini, keputusan dan tindakan setelahnya kemungkinan akan terpecah
dan tidak sejalan dengan kesehatan organisasi dalam jangka panjang. Karena itu,
pemikiran strategis jauh lebih merupakan proses intuitif atau perasaan
dibandingkan perencanaan jangka panjang atau taktis. Pada awalnya yang penting
adalah memperoleh kesatuan pendapat di antara anggota tim manajemen
mengenai sifat dan lingkup bisnis, prinsip yang akan menjadi dasar operasi, dan
arah yang akan dituju sebagai suatu organisasi. Jadi penekanannya bukan pada
mempersoalkan cara mencapai hasil yang diperlukan. Pemikiran strategis adalah
arena untuk memimpikan masa depan tanpa harus dihambat oleh hal-hal praktis.
Dengan kata lain, bukan saja memproyeksikan seperti apakah bentuk organisasi di
masa datang tanpa perlu mengkhawatirkan apakah hal itu bisa dilaksanakan.
Sebagai permulaan, akan diterangkan tentang pemberian batasan mengenai
penggunaan istilah nilai-nilai, misi, visi, dan strategi (Morrisey, 1997):
2|Page
 Nilai-nilai. Mewakili pendirian filosofis manajer yang bertanggung jawab
untuk menuntun organisasi meniti perjalanan yang berhasil. Sebagian dari
nilai ini ada yang bersifat tetap, seperti etika, kualitas, dan keselamatan.
Nilai lain, seperti respons terhadap pelanggan, keberagaman produk/jasa,
dan profitabilitas, bisa berubah pada suatu saat, bergantung pada sifat
bisnis. Nilai berfungsi sebagai landasan pemikiran pada saat mengolah
misi, visi, dan strategi.
 Misi. Adalah pernyataan yang menjelaskan konsep organisasi, sifat bisnis
yang digeluti, pihak yang dilayani, dan prinsip serta nilai yang jadi
landasan untuk berbisnis.
 Visi. Adalah representasi dari apa yang diyakini sebagai bentuk organisasi
di masa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik, dan
stakeholder penting lainnya. Pernyataan visi bisa tersendiri atau menjadi
bagian dari pernyataan misi.
 Strategi. Menunjukkan arah yang harus dituju oleh organisasi, sebagai
daya dorong,dan faktor utama lainnya yang akan membantu menentukan
produk, jasa, dan pasar di masa depan.

Dalam hal ini, maksimal tiga pernyataan terpisah akan dihasilkan oleh proses
pemikiran strategis: pernyataan misi, pernyataan visi, dan pernyataan strategis.
Walaupun demikian, ada manfaatnya jika kita sebelumnya melihat nilai, misi, visi
dan strategi secara terpisah untuk mengetahui apa wawasan yang dapat
diberikannya. Sehingga dapat memutuskan apakah akan lebih menguntungkan,
jika mengkombinasikan beberapa di antaranya atau seluruhnya, atau
membiarkannya tetap terpisah. Paling tidak, perlu mempunyai pernyataan misi
yang menurut penilaian merupakan dokumen terpenting satu-satunya yang akan
dibuat dalam proses perencanaan.

2. SL (Super Learning)
SL Super Learning adalah sebuah komunitas mahasiswa mengajar yang
didirikan pada tanggal 21 Agustus 2013, bermula dengan pembelajaran khusus
bahasa Inggris yang dulunya bernama Super Language kemudian berkembang ke

3|Page
pembelajaran semua mapel dari SD - SMA hingga akhirnya berubah menjadi
seperti nama saat ini yaitu Super Learning. adapun kegiatan yang kami lakukan
dalam komunitas ini adalah sebagai berikut (Super Learning, 2017) :
 Les Privat. Dilatar belakangi oleh banyaknya pengaruh pergaulan dan
teknologi yang mulai mengganggu cara belajar bahkan karakter siswa,
sehingga dirasa perlu untuk memberikan pengawasan dan pendekatan
lebih bagi anak dalam meningkatkan potensi mereka, dan salah satu sosok
yang paling berpengaruh bagi karakter siswa adalah seorang guru,
alangkah indah dan bermanfaatnya apabila seorang guru bisa
mendampingi siswa secara intens dan mendalam, sehingga karakter siswa
bisa terbentuk dengan baik dan terjaga dari pengaruh pergaulan dan
teknologi yang bisa mengancam masa depan anak bangsa, dan kami
menawarkan sebuah jasa les privat dengan pengajar datang ke rumah
siswa.
 SL Go to School, sebuah program kerjasama antara SL dan sekolah-
sekolah yang ada di Yogyakarta, dimana program ini memiliki target
pembelajaran intensif bagi siswa-siswa yang mendpat peringkat terbawah
di sekolah dan kami akan memberikan bimbingan belajar gratis.
 SL for Children, merupakan program pengabdian masyarakat dimana SL
membantu masyarakat dalam mendirikan TPA dan mengirim pengajar
TPA selama waktu yang dibutuhkan. Program ini bertujuan untuk
mendidik generasi bangsa dan berusaha menjadikan mereka generasi yang
Alim, Sholih dan Kafi.

C. Pembahasan
Berbicara tentang kewirausahaan maka diperlkan sebuah perencanaan dan
dalam menyususn sebuah perencanaan dibutuhkan metode berpikir strategis. Dalam
berpikir strategis melibatkan 2 aspek yaiti perencanaan dan pemikiran. Perencanaan
adalah melibatkan analisis masalah, melibatkan pembangunan sistem dan prosedur
sedangkan pemikiran melibatkan sintesis mendorong pemikiran yang intuitif, inovatif
dan kreatif di semua tingkat organisasi.

Membangun sebuah sociopreneur bukanlah hal yang mudah, akan tetapi juga
bukan hal yang sangat sulit. Banyak perusahaan –perusahaan di Indonesia yang

4|Page
termasuk dalam golongan sociopreneur, seperti LAZIS, Dompet Dhuafa, ACT,
Gubuk Sedekah, Damai Islamic Center dan masih banyak lagi yang lain . Bahkan
banyak juga perusahaan-perusahaan di Indonesia yang awalnya berorientasi pada
profit akan tetapi juga bergerak dalam hal sosial seperti Waroeng Group yang
mendirikan rumah tahfidz, donatur tetap masjid Nurul Asri, memberi bantuan pada
kaum dhuafa dan lain-lain. Sehingga perlu disadari bahwa kesadaran untuk berbagi
sudah mulai tumbuh bahkan menjadi tren dikalangan para pengusaha, bahkan dapat
dikatakan bahwa kegiatan sosial perusahaan juga merupakan marketing bagi
perusahaan itu sendiri.

Dalam paper ini penulis membahas sebuah komunitas yang bergerak dalam 2
aspek yaitu bisnis dan sosial, komunitas tersebut vernama Super Learning. SL (Super
Learning) memang masih tergolong kecil dan belum memiliki banyak anggota, akan
tetapi dalam sejarah berdirinya dan dalam operasionalnya banyak hal terkait berpikir
srategis yang dapat diambil dan dipelajari. Dalam jurnal yang berjudul Exploring
Cognitive Bias Inentrepreneurial Startup Failure dijelaskan bahwa membangun
sebuah organisasi maupun perusahaan faktor pendidikan sangatlah berpengaruh
terhadap kelangsungan perusahaan atau organisasi tersebut (Kuntze, 2016), karena
tingat pengetahuan pelaku usaha sangatlah mempengaruhi gaya berpikirnya, semakin
banyak pengetahuan maka berpikir strategis yang dilakukan semakin baik. Dalam
jurnal lain yang berjudul juga sependapat bahwa metode berpikir dalam mengambil
keputusan berpengaruh pada kelangsungan perusahaan (Overall, 2016) . Menurut
George L. Morrisey berpikir strategis dalam sebuah organisasi atau perusahaan
mencakup 4 aspek yaitu nilai, visi, misi dan strategi. Berikut akan dibahas mengenai 4
aspek tersebut dan bagaimana SL menerakannya dalam organisasi.

1. Nilai
Mewakili pendirian filosofis manajer yang bertanggung jawab untuk
menuntun organisasi meniti perjalanan yang berhasil. Sebagian dari nilai
ini ada yang bersifat tetap, seperti etika, kualitas, dan keselamatan. Nilai
lain, seperti respons terhadap pelanggan, keberagaman produk/jasa, dan
profitabilitas, bisa berubah pada suatu saat, bergantung pada sifat bisnis.
Nilai berfungsi sebagai landasan pemikiran pada saat mengolah misi, visi,
dan strategi.

5|Page
Nilai yang diterapkan di SL adalah metode pengajaran dan nilai sosial.
Dalam metode pengajaran SL mempunyai motto “Learn what you love, or
love what you learn” Belajarlah apa yang amu suka atau sukailah apa yang
kamu pelajari. Dari motto tersebut SL menggunaan strategi mengajar
dimulai dengan merangsang siswa agar mencintai pelajaran yang aan
mereka pelajari. Setiap pelajaran itu baik dan menyenangkan tergantung
cara menyampaikannya kepada siswa, sehingga metode yang digunaan
adalah Fun learning. Sistem mengajar yang dipilih adalah privat sehigga
guru lebih memahami karakter siswa, lebih dekat dan dapat menentukan
metode yang cocok untu siswa. Adapun nilai sosial, SL mengadakan
beberapa program sosial yaitu SL go to school dan SL for chldren.
Program yang gratis dan ditujukan untuk siswa-siswa tidak mampu agar
mendapatkan ilmu dan fasilitas pendidikan.

2. Visi
Representasi dari apa yang diyakini sebagai bentuk organisasi di masa
depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik, dan stakeholder
penting lainnya. Pernyataan visi bisa tersendiri atau menjadi bagian dari
pernyataan misi. Dalam hal ini SL memilii visi yaitu menjadi perusahaan
yang unggul dalam kualitas dan terdepan dalam kemanfatan. Maksud dari
visi tersebut hampir sama dengan definisi sociopreneur, yaitu perusahaan
yang tetap berkualitas layaknya perusahaan yang profit oriented akan
tetapi selalu memberikan manfaat yang terbai bagi masyarakat.

3. Misi
Pernyataan yang menjelaskan konsep organisasi, sifat bisnis yang
digeluti, pihak yang dilayani, dan prinsip serta nilai yang jadi landasan
untuk berbisnis. Dalam hal ini SL memiliki misi yaitu mengajat apa yang
siswa cintai dan menumbuhkan rasa cinta siswa terhadap apa yang mereka
pelajari. Misi yang kedua yaitu mengajar untuk belajar dan menebaran
kebaikan. Adapun misi yang ketiga adalah mengajar kepada siapa saja
tanpa unsur apa-apa.

4. Strategi
6|Page
Menunjukkan arah yang harus dituju oleh organisasi, sebagai daya
dorong,dan faktor utama lainnya yang akan membantu menentukan
produk, jasa, dan pasar di masa depan. Adapun strategi yang digunakan SL
dalam bisnis adalah dimulai dari memberikan bimbingan belajar privat
secara maksimal dan berkualitas kemudian selanjutnya sedikit demi sedikit
beralih dan memberian inovasi yaitu digital learning, sistem pembelajaran
virtual yang lebih simpel dan fleksibel.
Terkait aktifitas sosial SL memiliki strategi dengan merekrut
mahasiswa untuk mengajar sekaligus beramal. Mendirikan atau merintis
TPA ataupun kelompok belajar di lokasi-lokasi yang membutuhkan.
Bekerjasama dengan instansi-instansi yang berperan langsung di
masyarakat sehingga kegiatan yang dilaksanakan lebih mengena dan
sesuai sasaran, kemudian memberikan pengajaran inovatif yang
menekankan pada kemandirian sehingga siswa mendapatkan bekal
motivasi dan semangat untuk mengembangkan diri dan potensi mereka.

Keempat hal tersebut adalah langkah-langkah berpikir strategi yang telah


diterapan oleh SL dimana penulis juga salah satu pelaku dan pemegang keputusan
didalamnya. Menjalankan sebuah perusahaan maupun organisasi memang tidak bisa
terlepas dari metode berpikir strategis. Setiap keputusan yang diambil pasti
membutuhkan berpikir secara strategis didalamnya, sehingga sudah selayaknya bagi
stakeholders dalam organisasi maupun perusahaan lebih-lebih bagi sociopreneur
untuk melatih kemampuan berpikir strategis, karena apabila pemikiran yang tercipta
itu bagus dan berkualitas maka manfaat yang diperoleh juga lebih besar apalagi bagi
sociopreneur yang bertujuan untuk membantu masyarakat maka dengan berpikir
strategis bantuan yang diberikan akan lebih besar, lebih berkualitas dan sesuai dengan
apa yang sesungguhnya diperlukan masyarakat.

D. Kesimpulan
Membangun sebuah sociopreneur bukanlah hal yang mudah, akan tetapi juga
bukan hal yang sangat sulit. Dalam prosesnya diperlkan sebuah perencanaan dan
dalam menyususn sebuah perencanaan dibutuhkan metode berpikir strategis Menurut
George L. Morrisey berpikir strategis dalam sebuah organisasi atau perusahaan
mencakup 4 aspek yaitu nilai, visi, misi dan strategi. Berikut akan dibahas mengenai 4
aspek tersebut dan bagaimana SL menerakannya dalam organisasi.

7|Page
a. Nilai
Nilai yang diterapkan di SL adalah metode pengajaran dan nilai sosial.
Dalam metode pengajaran SL mempunyai motto “Learn what you love, or
love what you learn” Belajarlah apa yang amu suka atau sukailah apa yang
kamu pelajari. Adapun nilai sosial, SL mengadakan beberapa program sosial
yaitu SL go to school dan SL for chldren. Program yang gratis dan ditujukan
untuk siswa-siswa tidak mampu agar mendapatkan ilmu dan fasilitas
pendidikan.
b. Visi
SL memilii visi yaitu menjadi perusahaan yang unggul dalam kualitas
dan terdepan dalam kemanfatan. Maksud dari visi tersebut hampir sama
dengan definisi sociopreneur, yaitu perusahaan yang tetap berkualitas
layaknya perusahaan yang profit oriented akan tetapi selalu memberikan
manfaat yang terbai bagi masyarakat.
c. Misi
SL memiliki misi yaitu mengajat apa yang siswa cintai dan
menumbuhkan rasa cinta siswa terhadap apa yang mereka pelajari. Misi yang
kedua yaitu mengajar untuk belajar dan menebaran kebaikan. Adapun misi
yang ketiga adalah mengajar kepada siapa saja tanpa unsur apa-apa.
d. Strategi
strategi yang digunakan SL dalam bisnis adalah dimulai dari
memberikan bimbingan belajar privat secara maksimal dan berkualitas
kemudian selanjutnya sedikit demi sedikit beralih dan memberian inovasi
yaitu digital learning, sistem pembelajaran virtual yang lebih simpel dan
fleksibel.
Terkait aktifitas sosial SL memiliki strategi dengan merekrut
mahasiswa untuk mengajar sekaligus beramal. Mendirikan atau merintis TPA
ataupun kelompok belajar di lokasi-lokasi yang membutuhkan. Bekerjasama
dengan instansi-instansi yang berperan langsung di masyarakat sehingga
kegiatan yang dilaksanakan lebih mengena dan sesuai sasaran.

8|Page
E. Daftar Pustaka

Kuntze, R. (2016). Exploring Cognitive Bias In Entrepreneurial Startup Failure.


Academy of Entrepreneurship Journal, 54-66.

Morrisey, G. (1997). Pedoman Pemikiran Strategis. Jakarta: Prenhallindo.

Overall, J. (2016). The Dark Side Of Entrepreneurship: A Conceptual Framework Of


Cognitive Biases, Neutralization, And Risky Entrepreneurial Behaviour. Academy of
Entrepreneurship Journal, 1-12.

Super Learning. (2017, Desember Thursday). About SL. Retrieved from SL Course:
http://slsuperlearning.blogspot.co.id/

9|Page

Anda mungkin juga menyukai