Anda di halaman 1dari 6

2.

5 Contoh Kasus Mental Model


a. Penerapan Mental Model Pada Organisasi Pembelajaran Di PTN X”

Perguruan Tinggi memiliki kapasitas untuk belajar. Perubahan lingkungan strategik


organisasi pendidikan Perguruan Tinggi yang sangat cepat dalam berbagai dimensi, seperti
teknologi, sosial, ekonomi, perundangan, persaingan global, dan lain-lain menuntut kemampuan
beradaptasi pada perubahan itu. Apabila organisasi terlambat untuk berubah, maka sangat besar
kemungkinan organisasi akan mundur kinerjanya. Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan oleh
organisasi untuk tetap bertahan dan bekembang adalah mempelajari perubahan lingkungan
strategik dan segera beradaptasi pada perubahan itu. Organisasi seperti ini dinamakan organisasi
pembelajaran, karena akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi
(Senge, 1995). Salah satu konsep organisasi pembelajaran adalah prinsip lima disiplin, yang
diperkenalkan oleh Senge (1995), yang teridiri dari prinsip personal mastery (efektifitas
Individu), mental model (model mental), shared vision (berbagi visi), team learning
(pembelajaran tim) dan system thinking (berfikir sistem).

Penerapan prinsip lima disiplin tersebut akan menghasilkan proses pembelajaran yang terus
berkesinambungan dengan tetap mengacu pada kondisi internal organisasi yang pada akhirnya
mengacu pada kondisi dan tuntutan eksternal di luar organisasi. Pada kasus ini, berfokus pada
bagaimana persepsi responden tentang penerapan organisasi pembelajaran di PTN “X” dan
bagaimana model organisasi pembelajaran yang sesuai di PTN “X”. salah satu prinsip organisasi
pembelajaran yang digunakan adalah mental model dan digunakan beberapa pernyataan yang
menggambarkan mengenai penerapannya di lingkungan PTN “X”. isi pernyatan tersebut antara
lain adalah

 Kebiasaan tiap personil atau individu dalam membantu dan mengembangkan organisasi
pembelajaran (kebiasaan individu)
 Perilaku mendukung terciptanya kondisi kerja yang nyaman dan inovasi (perilaku
individu
 Mengantisipasi kondisi eksternal untuk mempertahankan keunggulan bersaing dalam
Perguruan Tinggi
 Menciptakan iklim kerja yang kondusif
 Citra indivdu empengaruhi kerja yang kondusif
Dalam penelitian kasus ini, kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui beberapa metode,
yaitu pembagian Kuesioner, untuk menggali informasi yang dibutuhkan, maka para personil
organisasi diajukan lembaran kuesioner. Tujuannya adalah untuk menghasilkan persepsi
penerapan organisasi pembelajaran di PTN “X” dan melakukan wawancara, kepada para personil
organisasi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menggali informasi yang lebih mendalam
mengenai pelaksanaan konsep organisasi pembelajaran di PTN “X”.

Sampel dalam penelitian kasus ini ditentukan secara sengaja yaitu Rektor/Wakil Rektor,
Dekan/Wakil Dekan, Ketua/Sekretaris Departemen, dan Direktur/Wakil Direktur. Jumlah
responden untuk analisa persepsi adalah dua puluh tujuh responden dari pejabat PTN “X”. Para
responden yang mewakili pejabat pimpinan PTN “X” dipilih karena mereka adalah personel
yang berpengalaman mengelola PTN “X” dan memiliki kewenangan untuk mengambil
keputusan. Analisis persepsi digunakan untuk melihat persepsi para responden terhadap
implementasi organisasi pembelajaran di PTN “X”,dan berbagai informasi yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses organisasi pembelajaran di PTN “X”. Skala
yang digunakan dalam analisis persepsi adalah skala likert. Skala Likert adalah suatu skala
psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak
digunakan dalam riset berupa survei. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert,
responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih
salah satu dari pilihan yang tersedia. Disediakan lima pilihan skala dengan format: sangat tidak
setuju, tidak setuju, cukup setuju, setuju, dan sangat setuju.

Model mental individu mencakup indikator-indikator sudut pandang individu, kompetensi


individu, kebiasaan dan komitmen belajar individu. Beberapa pernyataan yang berkaitan model
mental, pernyataan yang penerapannya masih terlihat belum optimal adalah kebiasaan tiap
personil/individu membantu dalam mengembangkan organisasi pembelajaran, demikian juga
dalam hal citra individu yang akan mempengaruhi citra organisasi. Padahal baik atau buruk nya
citra organisasi sangat dipengaruhi oleh citra individu atau model mental individu di lingkungan
sekitar. Selain itu, dalam hal menciptakan iklim kerja yang kondusif kepemimpinan dinilai telah
cukup baik mendukung penerapan organisasi pembelajaran di PTN “X”. Hal ini terbukti dari
hasil yang diperoleh pada nilai rata-rata yang paling tinggi. Responden menganggap iklim kerja
yang kondusif dirasakan telah mempengaruhi kinerja para karyawan yang ada, sehingga tujuan
penerapan ke arah organisasi pembelajaran semakin dekat. Dari pernyataan atau indikator
tersebut menunjukkan bahwa model mental individu dapat mencerminkan dan membentuk
model mental bersama dalam suatu organisasi. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan
responden bahwa pembentukan model mental bersama adalah sudut pandang dan pemahaman
kolektif melalui berbagi pemahaman, berbagi pengetahuan, dan pemecahan masalah dalam
kelompoknya untuk membangkitkan pengetahuan (Dixon, 2002; Marquardt, 1996; Senge, 1995).

b. Penerapan Learning Organization Pada Institusi Publik (Studi Di Kelurahan Sago


Kecamatan Senapelan Kota Pekanbaru) Dengan Berfokus Pada Prinsip Mental Model

Kelurahan Sago adalah salah satu Kelurahan dari Kecamatan Senapelan yang
merupakan Kecamatan tertua di Kota Pekanbaru. Pekanbaru merupakan sebuah ibukota
sekaligus kota terbesar yang ada di provinsi Riau. Kota ini merupakan salah satu sentra ekonomi
terbesar di pulau Sumatera, dan termasuk sebagai kota dengan tingkat pertumbuhan migrasi dan
urbanisasi yang tinggi. Saat ini Kota Pekanbaru memiliki 12 Kecamatan dan 83 Kelurahan
termasuk didalamnya Kelurahan Sago. Memiliki luas wilayah sebesar 0,68 Km2/ 68 Ha,
Kelurahan Sago merupakan Kelurahan terkecil yang ada di Kecamatan Senapelan.

Pada tahun 2018 Kelurahan Sago berhasil meraih juara satu Lomba EPDESKEL
(Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan) di tingkat Provinsi serta berhasil meraih prestasi
lainnya ditahun yang sama. Dipercaya oleh Walikota Pekanbaru dalam mengikuti lomba
EPDESKEL Kelurahan Sago berhasil membuktikan perkembangannya menjadi Kelurahan
terbaik. Dalam prosesnya Kelurahan Sago tidak mendapatkan prestasi tanpa adanya usaha,
kegiatan-kegiatan yang menunjang kemampuan para pegawai serta kualitas organisasinya rutin
mereka lakukan demi mencapai hasil yang diinginkan. Tidak hanya pegawai, namun beberapa
masyarakat juga diikutsertakan dalam kegiatan yang dirasa dapat menunjang keberhasilan dalam
meraih cita-cita bersama

Kelurahan Sago merupakan salah satu kelurahan yang terusmenerus melakukan


pengembangan dan mengintegrasikan kegiatan belajar secara sistematis dengan kehidupan
organisasi. Bagi kelurahan Sago, konsep learning organization sebenarnya sudah mulai
dilakukan. Terutama dalam waktu 2 tahun terakhir ini. Kegiatan pengembangan skill dan
kompetensi karyawan dihubungkan dengan pengembangan organisasi secara keseluruhan.
Kegiatan di luar SOP pun rutin dilakukan guna meningkatkan kemampuan dan pengetahuan di
Kelurahan Sago. Dalam prosesnya, kelurahan Sago telah banyak melakukan perubahan dan
membuang pemikiran - pemikiran lama yang selama ini membuat Kelurahan Sago hanya
berjalan ditempat dan tidak pernah ada kemajuan. Jika dulu Kelurahan Sago hanya mempunyai
pemikiran sebatas melayani masyarakat dalam urusan administrasi namun sekarang Kelurahan
Sago juga memperhatikan hal-hal di luar administrasi, mulai dari memberdayakan kemampuan
para pegawai, mengangkat kuliner khas masyarakat Sago, mengangkat even-even tahunan yang
diadakan di yang diadakan di Kelurahan Sago yang menarik minat masyarakat bahkan dari luar
kota hingga masalah kebersihan. Selain hal tersebut Lurah Sago pemimpin di
Kelurahan Sago juga selalu memotivasi para pegawai dalam bekerja dengan memberikan reward
kepada pegawai yang selalu meningkatkan kemampuannya dan juga komunikasi yang harmonis
dengan para pegawai untuk meningkatkan kinerja pegawai. Lurah Sago juga mempunyai
keinginan untuk membuat masyarakat lebih bersahabat dan lebih mengenal siapa lurah mereka.
Melalui serangkaian hal-hal yang mulai dijalankan oleh Kelurahan Sago maka proses learning
organization secara bertahap mulai berkembang. Kelima disiplin yang merupakan aspek untuk
menentukan learning organization yang dikemukakan oleh Senge dalam Wen (2014) yakni
personal mastery (keahlian pribadi), mental mode (model mental), shared vision (visi bersama),
team learning (belajar tim), dan system thinking (berpikir sistem) terdapat dalam proses
berkembangnya kelurahan Sago.

Pada kasus ini, Komponen Learning Organization berfokuus pada Model Mental yang
dimana asumsi yang sangat dalam melekat, umum, atau bahkan suatu gambaran dari
bayangan/citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita
mengambil tindakan. Model mental atas apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan dalam kondisi
manajemen yang berbeda kurang begitu berakar. Proses bercermin, memperjelas, dan
meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia luar, dan melihat bagaimana mereka membentuk
keputusan dan tindakan kita. Dalam organisasi pembelajar. mental model ini di diskusikan,
dicermati, dan di revisi pada level individual, kelompok dan organisasi. Model mental membuat
seseorang yang dulunya tidak memahami bagaimana mengambil tindakan dalam kondisi
manajemen tertentu menjadi lebih memahami bagaimana mengambil tindakan itu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mental models adalah asumsi-asumsi yang terdapat dalam pikiran kita yang
mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi,
seorang pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat
dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-
pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk pengetahuan-pengetahuan yang
akan menuntun dia dalam bertindak.Dengan mental model, pemimpin memiliki kemapuan untuk
mengatasi model-model mental yang tidak sejala dengan tujuan organisasi. Mental model yang
tidak sesuai dengan realita obyektif akan menimbulkan keputusan atau tindakan salah terhadap
realitas sehingga dapat menimbulkan konflik dan masalah baru. Mental model memungkinkan
pekerjaan dalam organisasi dapat lebih cepat. Namun, dalam organisasi terus berubah, terkadang
metal model ini tidakberfungsi dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai