Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KURIKULUM MERDEKA

SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KRISIS BELAJAR

Oleh:

M Fadli Nurfaiz

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN

UNIVERSITAS LINGGABUANA PGRI SUKABUMI

2023

1
KATA PENGANTAR

Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya Makalah dengan
judul Kurikulum Merdeka sebagai solusi mengatasi krisis belajar dapat disusun dan disajikan
dengan lancar dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi kewajiban Widyaprada Ahli Madya dalam pengembangan profesi di Balai Guru
Penggerak Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2022. Makalah dengan judul Kurikulum
Merdeka sebagai solusi mengatasi krisis belajar ini dibuat dalam rangka kegiatan
pengembangan penjaminan mutu Pendidikan. Sebagai salah satu acuan bagi guru rangka
mengubah pembelajaran yang berlandaskan paradigma pengajaran (teaching) menjadi strategi
pembelajaran kreatif berlandaskan paradigma pembelajaran (learning), berpusat pada peserta
didik dan mendorong peserta didik untuk saling berinteraksi, berargumen, berdebat. Terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Semoga
bermanfaat.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Pembahasan.....................................................................................................................5
C. Kesimpulan.....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9

3
KURIKULUM MERDEKA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KRISIS BELAJAR

A. Latar Belakang

Sejak tahun 2009 Pemerintah Republik Indonesia telah berkomitmen untuk


meningkatkan anggaran di bidang Pendidikan, peningkatan ini dilakukan sebagai upaya
untuk meningkatkan dan memeratakan mutu pendidikan di Indonesia.

Salah satu amanat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD 1945) yaitu bahwa Pemerintah Negara Indonesia harus dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
dengan cara meningkatkan mutu pendidikan serta pemerataanya pada setiap wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Peningkatan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, diantaranya dalam
bentuk bantuan operasional sekolah (BOS), sertifikasi guru dan peningkatan
kesejahteraannya, standarisasi dan akreditasi sekolah serta berbagai kebijakan lainnya.
Pemerintah juga berkomitmen melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia, mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana sampai pada guru-guru
yang berkualitas. (Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1, No. 02, 2017). Pemerintah
baik pusat maupun daerah memiliki perannya masingmasing. Sagala (2011:83)
mengungkapkan adanya dukungan pendidikan dari pemerintah pusat kaitannya dengan
standarisasi, dukungan pendidikan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota kaitanya
dengan pelayanan anggaran dan fasilitas sekolah.

Hasil survei dan penelitian menunjukkan bahwa, berbagai indicator keberhasilan


pendidikan di Indonesia terutama kualitas hasil belajar siswa belum menampakkan hasil yang
menggembirakan. Berbagai pengukuran menunjukkan tidak terjadi peningkatan kualitas
pembelajaran yang signifikan. Dari hasil tes PISA selama kurun waktu tahun 2000 sampai
dengan tahun 2018, peserta didik Indonesia menunjukkan adanya stagnan dan bahkan
penurunan prestasi. Untuk bidang matematika, misalnya, Indonesia berperingkat 72 dari 78
negara yang berpartisipasi dalam PISA. Hasil yang kurang lebih sama ditunjukkan untuk tes
sains dan membaca. Nilai tes PISA Indonesia juga memperlihatkan tren stagnan. Contohnya,
selisih nilai matematika peserta didik Indonesia dengan negara-negara OECD sebesar 139
poin pada tahun 2000. Selisih nilai itu berkurang menjadi 115 poin pada tahun 2018. Harus

4
diakui masih banyak yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peringkat dan nilai
Indonesia.

Berdasarkan hasil survei non akademik, seperti pendidikan sikap dan perilaku, data
yang dimiliki Kemendikbudristek juga menunjukkan perlunya perbaikan. Dalam hal
perundungan (bullying) dan kerangka pikir kemajuan (growth mindset), peserta didik
Indonesia memiliki kerangka piker kemajuan rendah, karena mereka tidak melihat perlunya
memajukan diri mereka dalam segi akademis. (sumber dari OECD 2019).

Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) menggambarkan rendahnya kompetensi dasar


dan ketimpangan yang tinggi. Indonesia telah berhasil meningkatkan secara signifikan akses
(angka partisipasi), terutama pada jenjang pendidikan dasar. Namun data berbagai survei
nasional dan internasional, serta trend skor Ujian Nasional (data dari Kemendikbudristek)
mengindikasikan bahwa dalam 15-20 tahun terakhir, hasil belajar tidak mengalami
peningkatan. Ketertinggalan pembelajaran mempunyai indikasi di antaranya ketika peserta
didikkesulitan untuk memahami kompetensi yang dipelajari sebelumnya, juga ketika mereka
tidak mampu menuntaskan pembelajaran di jenjang kelas, atau ketika peserta didik
mempunyai kompleksitas permasalahan karena tidak mampu menguasai pembelajaran di
setiap jenjang. Adapun ketimpangan dikarenakan peserta didik tidak mempunyai akses
terhadap: (1) perangkat digital; (2) guru adaptif dan berkemampuan IT yang mencukupi; (3)
kondisi finansial; dan (3) orangtua yang aktif memberikan dukungan (The SMERU Research
Institute, 2020).

Kehadiran Pandemi COVID-19, semakin memperparah krisis pembelajaran yang


memang sebelumnya sudah terjadi di Indonesia. Selama 2 tahun Pandemi COVID-19, telah
terjadi peningkatan kehilangan pembelajaran (loss learning) yang signifikan ditinjau dari
pencapaian kompetensi literasi dan numerasi siswa. Indonesia bukan hanya berjuang dalam
menghadapi learning loss dan learning gap akibat pandemi. Studi INOVASI dan Puslitjak
(2020) menunjukkan risiko yang lebih besar dari semakin melebarnya kesenjangan
pembelajaran ini. Menurut studi tersebut, “pembelajaran selama COVID-19 memiliki
dampak yang lebih besar pada beberapa kelompok siswa, di mana siswa yang berasal dari
keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi lebih rendah lebih berisiko tidak terdaftar lagi
atau tidak lagi berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

B. Pembahasan

5
Fenomena learning loss akibat pandemic Covid 2019, bukan hanya terjadi di
Indonesia. Hampir seluruh negara di dunia merasakan penderitaan akibat penutupan sekolah
karena pandemi (Engzell, Frey,and Verghan, 2021; Jonson et al., 2014). Untuk mengejar
ketertinggalan, tiap-tiap negara membuat kebijakan untuk merespon krisis Covid-19. Studi-
studi lebih lanjut memberi perhatian pada dampak-dampak yang terjadi dalam perubahan
radikal dalam proses pembelajaran selama pandemi. Temuan studi-studi tersebut antara lain
menunjukkan terjadinya ketertinggalan pembelajaran (learning loss) yaitu ketika siswa
kehilangan kompetensi yang telah dipelajari sebelumnya, tidak mampu menuntaskan
pembelajaran di jenjang kelas maupun mengalami efek majemuk karena tidak menguasai
pembelajaran pada setiap jenjang. Studi Indrawati, Prihadi dan Siantoro (2020) di sembilan
provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa pada awal PJJ, hanya 68% anak yang
mendapatkan akses pembelajaran dari rumah.Kondisi ini diperburuk dengan siswa yang
melaksanakan PJJ pun tidak mendapatkan kualitas pembelajaran yang sama sebagaimana
sebelum pandemi. Banyak siswa hanya menerima instruksi, umpan balik, dan interaksi yang
terbatas dari guru mereka (Indrawati, Pihadi, dan Siantoro, 2020).

Pada akhir Agustus dimana Pandemi COVID-19 sedang berlangsung,Pemerintah


mengeluarkan kebijakan dalam rangka melakukan mitigasi kehilangan pembelajaran akibat
Pandemi COVID-19 dengan memberikan pilihan kepada sekolah untuk menggunakan
kurikulum yang disederhanakan (kurikulum darurat) agar dapat berfokus pada penguatan
karakter dan kompetensi mendasar. Di samping itu, pemerintah juga menyediakan modul
literasi dan numerasi untuk membantu guru menerapkan kurikulum. Juga tersedia modul
untuk orang tua yang dapat digunakan dirumah. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor719/P/2020 yang intinya memberikan
keleluasaan kepada satuan pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 secara
penuh, menggunakan kurikulum darurat yang merupakan penyederhanaan dari kurikulum
2013 yang dikembangkan oleh pemerintah, atau satuan pendidikan melakukan
penyederhanaan kurikulum 2013 secara mandiri.

Kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) ini pada pada intinya merupakan
penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum darurat dilakukan pengurangan
kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada
kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat
selanjutnya. Penggunaan kurikulum darurat secara signifikan juga mampu mengurangi

6
indikasi learning-loss selama pandemi baik untuk capaian literasi maupun numerasi (sumber :
Kemendikbud 2021).

Pemerintah Indonesia melalui Kemdikbudristek mengambil langkah dengan


memberikan opsi penggunaan kurikulum: Kurikulum K-13 secara utuh, Kurikulum darurat;
dan Kurikulum Merdeka (Paparan Kemdikbudristek, 2021a). Oleh karena itu untuk
menjawab beberapa tantangan di atas, diperlukan kurikulum yang: (1) Sederhana, mudah
dipahami dan diimplementasikan; (2) Fokus pada kompetensi dan karakter semua peserta
didik; (3) Fleksibel; (4) Selaras; (5) Bergotong royong; dan (6) Memperhatikan hasil kajian
dan umpan balik (Kajian Akademik Pemulihan Pembelajaran).

Landasan utama perancangan Kurikulum Merdeka adalah filosofi Merdeka Belajar


yang juga melandasi kebijakan-kebijakan pendidikan lainnya, sebagaimana yang dinyatakan
dalam Rencana Strategis Kementerian pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024
(Permendikbud Nomor 22 Tahun 2020). Permendikbud tersebut mengindikasikan bahwa
Merdeka Belajar mendorong perubahan paradigma, termasuk paradigma terkait kurikulum
dan pembelajaran. Perubahan paradigma yang dituju antara lain menguatkan kemerdekaan
guru sebagai pemegang kendali dalam proses pembelajaran, melepaskan kontrol standar-
standar yang terlalu mengikat dan menuntut proses pembelajaran yang homogen di seluruh
satuan pendidikan di Indonesia, dan menguatkan student agency, yaitu hak dan kemampuan
peserta didik untuk menentukan proses pembelajarannya melalui penetapan tujuan
belajarnya, merefleksikan kemampuannya, serta mengambil langkah secara proaktif dan
bertanggung jawab untuk kesuksesan dirinya.

Melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek)


Nadiem Anwar Makarim, untuk mengatasi krisis pembelajaran, pemerintah telah
meluncurkan Merdeka Belajar Episode Kelima belas: Kurikulum Merdeka dan Platform
Merdeka Mengajar, secara daring, Jumat (11/2/2022). Beberapa keunggulan Kurikulum
Merdeka. Pertama, lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada
materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. Kemudian,
tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena bagi peserta didik, tidak ada
program peminatan di SMA, peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan
aspirasinya. Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan
perkembangan peserta didik. Lalu sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan

7
mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan
peserta didik.

Penerapan Kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui
kegiatan proyek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara
aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk
mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila. Satuan
pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka pada
Tahun Ajaran 2022/2023. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum
Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua,
menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan.
Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat
ajar.

Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal sebagai Kurikulum Prototipe telah


diimplementasikan di hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak
(PGP) dan 901 SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran
paradigma baru. Mulai tahun 2022, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan satuan pendidikan
meskipun bukan Sekolah Penggerak, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP
dan SMPLB kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X.

C. Kesimpulan

Krisis belajar di di Indonesia pemerintah salah satunya telah melakukan beberapa


kebijakan seperti penyederhanaan kurikulum, penyempurnaan kurikulum baru, dan
pemberian kebebasan dan keleluasaan kepada tingkat satuan pendidikan untuk menggunakan
kurikulum yang dianggap sesuai dengan keperluan masing-masing tingkat satuan pendidikan.

Ada tiga hal kunci yang melandasi strategi implementasi Kurikulum Merdeka, yaitu:
(1) kurikulum merdeka adalah pilihan, (2) implementasi kurikulum adalah proses belajar,dan
(3) dukungan perlu diberikan kepadasatuan pendidikan dan pendidik sesuai kebutuhan baik
dari segi situasi yang ada maupun dari segi waktu. Kurikulum merupakanaspek esensial
dalam pembelajaran dan dapat dilihat sebagai poros bagi kebijakankebijakan pendidikan
lainnya. Oleh karenaitu dukungan yang perlu diberikan olehpemerintah tidak cukup hanya
sebatasdukungan teknis (misalnya pelatihan pendidik, sarana prasarana satuan pendidikan),
tetapi juga penyesuaian kebijakan-kebijakan lainnya yang berkaitan dengan Kurikulum
Merdeka.

8
Satuan pendidikan dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum
Merdeka.

Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti
kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum
Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan
Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar.

9
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah. A. (2020). Transformas pendidikan dan berbagai problemnya.
https://kependudukan.lipi.go.id/id/ berita/53-mencatatcovid19/838-covid-19-
transformasipendidikan-dan-berbagai problemnya Ahmad, S. (2014) Problematika kurikulum
2013 dan kepemimpinan instruksional kepala sekolah. Jurnal Pencerahan. Vol. 8. No. 2
Alifia, U., Barasa, A. R., Bima, L., Pramana, R. P., Revina, S., & Tresnatri, F. A. (2020).
Belajar dari rumah: potret ketimpangan pembelajaran pada masa pandemi COVID-19.
Catatan Penelitian SMERU No. 1/2020 Dewantara, Ki Hadjar. (2009). Menuju Manusia
Merdeka. Yogyakarta: Leutika. Djaelani, A.R., Pratikno, H.H., & Setiawan, T. (2019).
Implementasi kurikulum dan permasalahannya (Studi kasus di SMK Ganesa Kabupaten
Demak Kementerian Keuangan. (2021). Usaha meningkatkan kualitas pendidikan melalui
mandatory spending anggaran pendidikan. https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/ usaha-
meningkatkan-kualitas-pendidikanmelaluimandatory-spending-anggaranpendidikan-
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Analisis survei cepat pembelajaran dari
rumah dalam masa pencegahanCOVID-19. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020,
Juni 2). Peraturan menteripendidikan dan kebudayaan RepublikIndonesia nomor 22 Tahun
2020 tentang rencana strategis kementerian pendidikandan kebudayaan Tahun 2020-2024.
Pratiwi, Solihin., Rahmah, U. (2019). Regulasi guru dalam meningkatkan kreativitas
pembelajaran. Pusat Penelitian Kebijakan.

10

Anda mungkin juga menyukai