Anda di halaman 1dari 11

TUGAS AKHIR SEMESTER III Mata Kuliah " PERPAJAKAN"

Dosen : Drs. ANWAR MADE, MM., Ak.

RANGKUMAN
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21, 22, 23, 24, 25, 26

                                         

RAngkuman Ini Disusun Sebagai Tugas Akhir Semester III

Penyusun :
SUHENDRO
NIM : 18120177

UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG


PROGRAM STUDI MANAJEMEN 2020
Kata Pengantar

Puji Syukur kami ucapkan hanya kepa Allah swt yang telah memberikan kemudahan
untuk merangkum pjak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 23, 24, 25 dan 26 sebagai tugas
akhir semester III Mata Kuliah Perpajakan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannnya makalah ini.
Dan kami menyadari sepenuhnya, makalah yang kami sajikan jauh dari sempurna.
Oleh karenanya saran dan kritik atas makalah ini, akan sangat kami harapkan.

Penyusun,
Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21, 22, 23, 24, 25, dan 26

1.    Pajak Penghasilan Pasal 21


PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.[1]
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dijelaskan dalam pasal 5 ayat 1
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 yaitu:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun sacara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pasokan, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenisnya.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara
bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

Tarif PPh 21 dijelaskan pada Pasal 17 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor  PER-32/PJ/2015. Tarif PPh 21 berikut ini berlaku pada
Wajib Pajak (WP) yang memiliki NPWP:
a. WP dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50 juta adalah 5%
b. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta - Rp 250 juta adalah 15%
c. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta adalah 25%
d. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%
Untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tarif pph 21
sebesar 20% lebih tinggi dari mereka yang memiliki NPWP.

2.    Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak penghasilan pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan
badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.[2]
Tarif PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
a. Atas impor :
1)      Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
2)      non-API = 7,5% x nilai impor;
3)      yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
c. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
1)      Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
2)      Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
3)      Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4)      Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1)      Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk
PPN)
f. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
g. Atas penjualan
1)      Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
2)      Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
3)      Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
4)      Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari
400 m2.
5)      Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose
vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
h. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
22.

3.    Pajak Penghasilan Pasal 23


Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21, yang dibayarkan
atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri,
penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainya.[3]
Penghasilan modal dapat berupa bunga, dividen, royalti, hadiah, bonus,
penghargaan, sewa, dan jasa manajemen atau jasa konstruksi. Subjek pajak atau
penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap.
Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh 23 tersebut. Berikut ini adalah daftar tarif PPh 23 dan
objek PPh Pasal 23:
1.      Tarif 15% dari jumlah bruto atas :
a.       Dividen, kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan
final;
b.      Bunga;
c.       Royalti;
d.      Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
2.      Tarif 2% dari jumlah bruto atas:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis
b.Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali
sewa tanah dan/atau bangunan.
c. Jasa teknik, Manajemen dan Konsultan
d.Jasa lain:
1) Jasa penilai
2) Jasa aktuaris
3) Jasa akuntansi
4) Jasa perancang (design)
5) Jasa pengeboran di bidang penambangan minyak dan gas bumi,
kecuali yang dilakukan oleh BUT
6) Jasa penunjang dibidang penambangan migas
7) Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain
migas
8) Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara
9) Jasa penebangan hutan
10) Jasa pengolahan/ pembuangan limbah
11) Jasa rekruitmen/ penyediaan tenaga kerja
12) Jasa perantara
13) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan KSEI dan KPEI;
14) Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan
oleh KSEI;
15) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
16) Jasa mixing film;
17) Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
18) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,
gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi
19) Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan,
listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi
20) Jasa maklon
21) Jasa penyelidikan dan keamanan;
22) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
23) Jasa pengepakan;
24) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media
luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
25) Jasa pembasmian hama;
26) Jasa kebersihan atau cleaning service;
27) Jasa katering atau tata boga.

4.    Pajak Penghasilan Pasal 24


PPh Pasal 24 adalah sebuah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk
memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di
Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar
negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang
ingin dibayar di Indonesia.
Maksimum PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan =
Penghasilan di LN  x PPh Terutang
PKP

5.    Pajak Penghasilan Pasal 25


PPh Pasal 25 adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Tujuannya
adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak
bisa diwakilkan.
Adapun tarifnya adalah:
1)      Untuk WPOP
a.   Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa –
dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet
bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
b.  Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu
pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25
bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a
UU PPh (12 bulan).
2)      Untuk WP Badan, PPh Pasal 25= PKP x 25%

6.    Pajak Penghasilan Pasal 26


PPh pasal 26 yaitu pajak penghasilan yang dikenakan/ dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari indonesia yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) diindonesia.[4] Penduduk asli
indonesia dikenakan PPh pasal 21, sedangkan untuk penduduk asing dikenakan PPh
pasal 26 atau dengan kata lain bagi wajib pajak luar negeri yang memperoleh
penghasilan diindonesia dikenakan PPh pasal 26.
Subjek PPh pasal 26 adalah wajib pajak luar negeri, baik berupa badan maupun
orang pribadi, selain bentuk usaha tetap diindonesia.
Adapun tarif PPh pasal 26 adalah sebagai berikut:
1.      20% (final) atas jumlah bruto dari:
a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
c. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
d. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
h. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
2.      20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
a. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia
b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3.  Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT)
didirikan di Indonesia.
4.   Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.

B.  Penghitungan Pajak

1.   PPh Pasal 21
Menghitung PPh pasal 21 Pegawai Tetap:
Ahmad Zakaria adalah pegawai tetap PT ABC sejak 1 januari 2010. Ia memperoleh
gaji sebulan Rp 6.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00
sebulan. ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan
PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan                                                                   Rp  6.000.000,00
Pengurangan:
-       Biaya jabatan:
5% X Rp 6.000.000,00              Rp     300.000,00
-       Iuran pensiun                            Rp     100.000,00
Rp    400.000,00 -
Penghasilan neto sebulan                                                Rp  5.600.000,00
Penghasilan neto setahun:
12 X Rp5.600.000,00                                                     Rp 67.200.000,00
PTKP setahun
-       Untuk WP sendiri                      Rp 54.000.000,00
-       Tambahan WP kawin                Rp   4.500.000,00
Rp 58.500.000,00 -
Penghasilan kena pajak setahun                                    Rp   8.700.000,00
PPh pasal 21 terutang:
5% X Rp 8.700.000,00                                                  Rp      435.000,00
PPh pasal 21 sebulan
Rp 435.000,00 : 12                                                        Rp        36.250,00

2. PPh Pasal 22
Menghitung PPh Pasal 22:[6]
Zabila mengimpor mesin cetak dari USA seharga US$ 700,00 termasuk bea
masuk untuk dijual di Indonesia. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan yang
berlaku pada waktu pengimporan tersebut adalah US$ 1= Rp 10.000,00. Hitunglah PPh
pasal 22 atas impor tersebut!
PPh pasal 22= (US$ 700,00 x Rp 10.000,00) x 7,5% = Rp 525.000,00.

3.  PPh Pasal 23
Menghitung PPh Pasal 23:
PT. GYA memberikan pekerjaan berupa jasa teknik kepada PT. GYANTI dengan nilai
sebesar Rp 45.000.000 tidak termasuk PPN. Hitunglah PPh pasal 23 atas imbalah jasa
teknik tersebut!
PPh Pasal 23 = (Rp 45.000.000,00 x 2%) = Rp 900.000,00.

4.  PPh Pasal 24
Menghitung PPh Pasal 24:
Tn. Farrel Wijaya dengan status belum menikah, memperoleh Penghasilan
Netto Dalam Negeri Rp 300.000.000 dan memperoleh Penghasilan dari Luar Negeri
sebesar Rp 95.000.000 dengan tarif pajak 25%. Hitunglah pasal 24 yang dikreditkan!
PKP = Penghasilan Netto Dalam Negeri + Penghasilan Netto Luar Negeri – PTKP
PKP =(Rp 300.000.000 + Rp 95.000.000) – Rp 54.000.000 = Rp  341.000.000
Pajak Terutang:
5%   x Rp 50.000.000   = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 91.000.000   = Rp 22.750.000 +
                                          Rp 55.250.000
Pajak atas Penghasilan Netto Luar Negeri 25% x Rp 95.000.000 = Rp 23.750.000
Maka Batas maksimum PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan adalah:
Rp 95.000.000    x Rp 55.250.000 = Rp 15.392.228
Rp 341.000.000

5.  PPh Pasal 25
Cara menghitung PPh Pasal 25:
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai wajib pajak pada
awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000
dan biaya-biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000. Hitungla PPh Pasal 25 atas
ilustrasi tersebut!
Penjualan                                  Rp 100.000.000
Biaya                                        Rp   60.000.000
Penghasilan Netto sebulan       Rp   40.000.000
Penghasilan Netto disetahunkan
(12 x Rp 40.000.000)                                                   Rp 480.000.000
PPh terutang
(28% x Rp 480.000.000)=                                            Rp 134.400.000
PPh Pasal 25 sebulan
Rp 134.400.000/12         =                                            Rp   11.200.000

6.  PPh Pasal 26
Menghitung PPh Pasal 26:
PT. KUSUMAWARDANA membayar bunga pinjaman kepada Bank Birma sebesar
Rp 95.000.000. Berdasarkan transaksi tersebut, hitunglah PPh pasal 26 yang wajib
dipotong!
PPh pasal 26 = Rp 95.000.000 x 20% = Rp 19.000.000

7.   PPh Pasal 4 ayat (2)


Menghitung PPh Pasal 4 ayat 2:
PT. Dipta dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan
undian dengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000.
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh PT. Dipta adalah:
25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

Anda mungkin juga menyukai