Anda di halaman 1dari 34

CRITICAL BOOK REPORT

MK. ILMU PENDIDIKAN

PRODI S1 PGSD – FIP

Skor Nilai:

ILMU PENDIDIKAN

DWI SISWOYO, DKK.2013

Nama Mahasiswa : NATACIA OUNIKE SIMANJUNTAK

NIM : 1213311008

Jurusan : Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Kelas : J 2021

Dosen Pengampu : Sorta Simanjuntak, S.Pd., M.Pd

Mata Kuliah : ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga tugas
Critical Book Review mata kuliah Ilmu Pendidikan ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu atas bimbingannya. Tak
lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan pemikirannya.

Dan harapan penulis semoga critical book review ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Dan untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi Critical book review ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman menulis, penulis masih banyak


kekurangan dalam critical ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan critical book review ini.

Medan, September 2022

Natacia Ounike Simanjuntak

(1213311008)

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Resionalisasi CBR
Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam
meringkas dan menganalisi sebuah buku serta membandingkan buku yang dianalisis
dengan buku yang lain, mengenal dan memberi nilai serta mengkritik sebuah karya tulis
yang dianalisis.
Seringkali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami,
terkadang kita hanya memilih satu buku untuk dibaca tetapi hasilnya masih belum
memuaskan misalnya dari segi analisis bahasa dan pembahasan, oleh karena itu penulis
membuat CBR Ilmu Pendidikan ini untuk mempermudah pembaca dalam memilih buku
referensi terkhusus pada pokok bahasa tentang Keterampilan.

B. Tujuan Penulisan
Critical book review ini bertujuan
a. Mengulas isi sebuah buku
b. Mencari dan mengetahui informasi yang ada didalam buku
c. Melatih diri untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan oleh setiap
bab dari buku

C. Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan
a. Untuk menambah pengetahuan para pembaca
b. Memudahkan pembaca dalam memahami isi buku
c. Menambawah wawasan penulis
d. Melatih penulis berpikir kritis

3
D. Identitas Buku
 Buku Utama

1. Judul : Ilmu Pendidikan


2. Pengarang : Dwi Siswoyo,dkk
3. Penerbit : UNY Press
4. Kota Terbit : Yogyakarta
5. Tahun Terbit : 2013
6. ISBN : 979-8418-17-4

 Buku Pembanding

1. Judul : Ilmu Pendidikan


2. Pengarang : Mohammad Yahya, S.Ag. M.Pd.I
3. Penerbit : UNY Press
4. Kota Terbit : Jember
5. Tahun Terbit : 2020
6. ISBN : : 978-602-414-092-2

4
BAB II

RINGKASAN BUKU

A. Ringkasan Buku Utama

BAB 1

Dasar, Fungsi, Tujuan, dan Asas Pendidikan

A. Dasar Pendidikan
1. Pentingnya dasar pendidikan
Pendidikan merupakan gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung
sepanjang hayat manusia, di manapun manusia berada. Di mana ada kehidupan
manusia, di situ pasti ada pendidikan (Driyarkara, 1980: 32). Pendidikan sebagai
usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada
landasan pemikiran tertentu. Dengan kata lain, upaya memanusiakan manusia
melalui pendidikan, didasarkan atas pandangan hidup atau filsafat hidup, bahkan
latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta pemikiran-pemikiran
psikologis tertentu.
Dasar pendidikan adalah landasan berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai
wahana pengembangan manusia dan masyarakat. Walaupun pendidikan itu
universal, namun bagi suatu masyarakat, pendidikan akan diselenggarakan
berdasarkan filsafat dan atau pandangan hidup serta berlangsung dalam latar
belakang sosial budaya masyarakat tersebut.
Ada hubungan antara filsafat dengan pendidikan. Filsafat memberi pandangan
yang luas tentang realita, termasuk pandangan dunia dan pandangan hidup. Jika
semuanya digunakan dalam praktik pendidikan, maka akan memberi landasan
tentang tujuan dan metodologi pendidikan. Sebaliknya, jika pengalaman pendidik
dalam menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak berkaitan dengan realita,
diberikan kepada filsafat, maka akan menjadi bahan pertimbangan dan peninjauan
untuk memperkembangkan filsafat.
Menurut Imam Barnadib (1973: 8-10), berdasarkan uruturutan timbulnya
dalam sejarah alam filsafat, filsafat dapat digolongkan menjadi empat tipe yaitu:
naturalisme, idealisme, realisme, dan pragmatisme. Masing-masing aliran filsafat
ini dalam pertumbuhannya lahir beberapa aliran filsafat baru. Misalnya dari filsafat
naturalisme, lahir naturalisme obyektif, naturalisme naïf, dan naturalisme kritis.
Dari filsafat idealisme, lahir idealisme subyektif, idealisme obyektif, dan idealisme
personalistis. Dari filsafat realisme, lahir realisme baru (realisme kritis),
positivisme dan materialisme. Dari filsafat pragmatisme, lahir pragmatisme, dan
instrumentalisme (ibid., 11-12).

5
Filsafat naturalisme berpandangan bahwa semua datang dari alam yang bersifat
fisik. Naturalisme obyektif berpandangan bahwa yang merupakan kenyataan
adalah alam. Naturalisme naif berpendirian bahwa alam ini merupakan sistem
yang mekanistis dan materialistis. Naturalisme kritis memandang bahwa alam itu
merupakan wadah yang mengandung berbagai benda yang dialami atau didapati
oleh manusia dalam hidupnya (ibid., 10-11).
Filsafat idealisme berpandangan bahwa kenyataan itu terdiri atas substansi-
substansi yang berupa ide-ide atau gagasan-gagasan atau spirit, atau jiwa. Alam ini
merupakan pancaran atau ekspresi dari ide-ide. Semua yang nampak ini hanya
gambaran dari benda- enda yang sesungguhnya, yang ada di alam ide. Alam fisik
tergantung dari jiwa universal atau Tuhan. Idealisme subyektif berpendapat bahwa
kenyataan itu merupakan proyeksi dari jiwa yang terbatas (masih tergantung dari
subyek yaitu manusia yang mengetahui).
Filsafat realisme berpandangan bahwa hakikat segala sesuatu adalah sesuatu
yang real, terbebas dari subyek atau manusia yang mengetahui (sepanjang segala
sesuatu itu nyata atau real). Realisme baru berpendapat bahwa manusia dapat
mengetahui sesuatu melalui melalui indera. Hal-hal yang dijangkau oleh indera itu
merupakan pengalaman, jadi pengalaman merupakan faktor yang sangat penting
bagi manusia. Bagi realisme kritis di dunia ini ada dua entitet yaitu benda-benda
materiil dan gagasan-gagasan atau keadaan jiwa.
Filsafat pragmatisme berpandangan bahwa kegunaan, manfaat, utilita
menempati kedudukan utama dari segala sesuatu. Pragmatisme tidak mengakui
ada kebenaran mutlak, karena kebenaran itu tergantung kegunaan, manfaatnya,
sedangkan kegunaan atau manfaat itu relatif. Sesuatu yang dulu berguna atau
bermanfaat, dapat saja saat ini atau kelak di kemudian hari tidak berguna atau
tidak bermanfaat lagi. Jadi realita itu terjadi dalam proses dan waktu. Positivisme
cenderung mengidentikkan pengetahuan dengan ilmu alam kodrat. Tingkatannya,
tingkat teologi, tingkat metafisika dan tingkat positif. Ilmu-ilmu yang positiflah
yang mestinya diutamakan, misalnya matematika, fisika, biologi.
Filsafat menjadi dasar bagi pemikiran-pemikiran pendidikan secara filosofis.
Artinya berdasarkan pandangan-pandangan filsafat, kemudian melahirkan berbagai
pemikiran pendidikan secara filosofis, yang kemudian dinamakan filsafat
pendidikan. Menurut Imam Barnadib, ada empat pemikiran filsafat pendidikan:
a. Yang menghendaki bahwa pendidikan itu pada hakekatnya progresif, dan
tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang
terus menerus. Ini disebut progresivisme.
b. Yang menghendaki bahwa pendidikan itu hendaknya didasarkan atas nilai-
nilai yang tinggi, yang kedudukannya essensial dalam kebudayaan. Ini disebut
essensialisme.

6
c. Yang menghendaki konsepsi pendidikan didasarkan oleh pertanyaan, apakah
yang paling utama untuk menghadapi tantangan krisis masa depan. Ini disebut
perenialisme.
d. Yang berpendapat bahwa pendidikan hendaknya mampu membangkitkan
anak didik agar dapat merekonstruksi pengalaman hidupnya. Ini dinamakan
rekonstruksionisme.
Empat pemikiran filosofis tentang pendidikan tersebut setidaknya melahirkan
empat aliran filsafat pendidikan tersebut, yaitu progresivisme, essensialisme,
perenialisme, dan rekonstruksionisme.

2. Macam-macam Dasar Pendidikan


Telah dikatakan bahwa pendidikan itu diselenggarakan dan dilaksanakan oleh
manusia berdasarkan landasan pemikiran filsafat tertentu. Apakah hakekat
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu dapat dan harus berlangsung atau
diberikan pada manusia, apa tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan, merupakan
contoh perlunya kajian terhadap landasan pendidikan. Jawaban ini dapat
dikembalikan pada siapa manusia itu atau hakekat manusia. Kajian terhadap
hakekat manusia merupakan kajian filosofis terhadap manusia yang dipakai
sebagai landasan pendidikan, merupakan salah satu contoh dasar atau landasan
pendidikan yaitu landasan filosofis.
Jadi, ada beberapa landasan pendidikan yang perlu diperhatikan, yaitu landasan
filosofis, landasan sosiologis, landasan kultural, landasan historis dan landasan
psikologis, bahkan landasan ilmiah dan teknologis (Umar Tirtarahardja dan La
Sulo, 1994: 86-87). Di samping itu ada yang menambahkan landasan yuridis
(legalistik), ekonomi, dan politik (Manca, W: 2007: 2).Berikut ini akan dibahas
beberapa landasan pendidikan.

a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis berkaitan dengan kajian mengenai makna terdalam atau
hakekat pendidikan, mengapa pendidikan dapat dilakukan dan atau diberikan
oleh dan kepada manusia, apa yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan.
Filsafat sebagai kajian khusus formal seperti logika, epistemologi, etika,
estetika, theologi, metafisika, filsafat pendidikan dan lain-lain, dipakai sebagai
landasan bagi pendidikan dan sangat besar pengaruhnya bagi pendidikan. Hal
ini disebabkan prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut
diterapkan dalam pendidikan. Misalnya, keberadaan dan kedudukan manusia
sebagai makhluk di dunia ini, hakekat masyarakat dengan kebudayaannya,
keterbatasan manusia sebagai makhluk hidup yang selalu menghadapi
tantangan, dan perlunya landasan pemikiran dalam pendidikan terutama
filsafat pendidikan.

7
filsafat dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu aliran tradisional
dan modern. Aliran filsafat tradisional meliputi idealisme, realisme, neo-
skolastikisme, sedangkan aliran filsafat modern meliputi pragmatisme dan
eksistensialisme. Kelak, filsafat idealisme dan realisme (positivisme)
melahirkan teori pendidikan essensialisme dan behaviorisme. Aliran filsafat
Neo-skolastisisme melahirkan perenialisme. Aliran filsafat pragmatisme
melahirkan teori pendidikan progresivisme yaitu rekonstruksionisme yang
berorienta-si pada futurisme dan humanisme. Demikian juga aliran filsafat
eksistensialisme, kelak melahirkan teori pendidikan humanisme yang
menentang persekolahan atau deschooling.

b. Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan itu merupakan suatu proses interaksi antara pendidik
dengan peserta didik, antara generasi yang satu dengan generasi yang lain.
Kajian sosiologi pendidikan sangat esensial merupakan sarana untuk
memahami sistem pendidikan dengan keseluruhan hidup masyarakat.
Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang memiliki ciri-ciri, antara
lain (1) ada interaksi di antara para warganya, (2) pola tingkah laku para
warganya diatur dengan institusi tertentu apakah, cara, kebiasaan, tata
kelakuan, dan adat istiadat atau norma-norma tertentu, dan (3) ada rasa
identitas yang kuat mengikat para warga. Kasatuan wilayah, adat istiadat, rasa
identitas, loyalitas pada kelompok merupakan awal dan rasa bangga dalam
masyarakat tertentu, yang semuanya ini merupakan landasan bagi pendidikan.
Masyarakat atau bangsa Indonesia, berbeda dengan masyarakat atau bangsa
lain. Bangsa Indonesia mempunyai karakteristik tersendiri karena memiliki
proses pembentukan yang panjang. Hal-hal yang berkaitan dengan perwujudan
tata tertib sosial, perubahan sosial, interaksi sosial, komunikasi, dan
sosialisasi, merupakan indikator bahwa pendidikan menggunakan lansasan
sosiologis. Salah satu perwujudan bahwa pendidikan berlandaskan pada
kondisi masyarakat tertentu, ialah dengan diadakannya muatan lokal dalam
kurikulum.

c. Landasan Kurikulum
Setiap manusia selalu menjadi anggota suatu masyarakat, dan ia menjadi
pendukung kebudayaan tertentu. Kebudayaan adalah keseluruhan hasil cipta
rasa dan karya manusia. Jelasnya, setiap manusia sebagai anggota masyarakat,
pasti memiliki budaya. Kompleks pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
norma dari cara, kebiasaan, tata kelakuan sampai adat istiadat dan hukum serta
berbagai kemampuan manusia berupa teknologi, semuanya merupakan
kebudayaan. Budaya dalam masyarakat ini juga menjadi landasan bagi
pendidikan. Di Indonesia, telah ditegaskan bahwa pendidikan nasional berakar
8
pada kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai
hubungan timbal balik. Kebudayaan dapat diwariskan dan dikembangkan
melalui pendidikan, sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan
ditentukan oleh kebudayaan yang ada dalam masyarakat.

d. Landasan Historis
Telah dikatakan bahwa manusia hidup berkelompok-kelompok dalam
suatu wilayah tertentu yang relatif dalam waktu lama. Akibatnya, masing-
masing kelompok mempunyai karakteristik yang berbeda. Kehidupan manusia
mempunyai sejarah yang panjang sehingga manusia tidak mampu melacak
titik awal kapan mulainya kehidupan ini. Sejak manusia hidup, sejak saat itu
pula pendidikan ada, dari yang paling sederhana sampai pada pendidikan yang
sangat kompleks seperti sekarang ini. Keadaan dan pemikiran tentang
pendidikan sejak zaman kuno seperti Mesir, India, Cina, Yunani dan Romawi
pada saat itu, pendidikan pada zaman pertengahan dan renaissance, pendidikan
abad 17, 18, 19, dan abad 20 merupakan pemikiran-pemikiran yang penting
hingga saat ini. Di Indonesia, pendidikan sejak zaman purba, zaman Hindu
Budha, mulainya pengaruh Islam, masa penjajahan Belanda, Jepang dan
usaha-usaha ke arah pendidikan nasional hingga sekarang, merupakan bahan
pemikiran atau kajian yang sangat penting bagi pendidikan kita saat ini dan
esok.

e. Landasan Psikologis
Kegiatan pendidikan melibatkan aspek kejiwaan manusia. Karena itu
landasan psikologis merupakan salah satu landasan pendidikan yang penting.
Pada umumnya pendidikan berkaitan dengan pemahaman dan penghayatan
akan perkembangan manusia, khususnya dalam proses belajar mengajar. Jadi
pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan
kunci keberhasilan pendidikan. Beberapa contoh aspek kejiwaan tersebut
adalah perbedaan individual karena perbedaan aspek kejiwaan, misalnya
bakat, minat, kecerdasan dan lain-lain. Kebutuhan dasar yang bermacam-
macam pada manusia dan perkembangan peserta didik termasuk
perkembangan kepribadian peserta didik, perkembangan kognitif,
perkembangan moral, intelligensi, teori belajar, semuanya mendasarkan pada
teori-teori yang ada di psikologi.

f. Landasan ilmiah, Teknologi dan Seni


Pendidikan dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS)
mempunyai hubungan yang sangat erat. IPTEKS merupakan salah satu materi
pengajaran sebagai bagian dan pendidikan. Jadi, peran pendidikan dalam
pewarisan dan pengembangan IPTEKS sangat penting. Di satu sisi
9
perkembangan IPTEKS akan segera diakomodasi oleh pendidikan, di sisi lain
pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEKS, sehingga tersedia
berbagai informasi yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dijadikan program,
alat dan cara kerja teknologi pendidikan.

g. Landasan Politik
Politik sebagai cita-cita yang harus diperjuangkan melalui pendidikan,
dimaksudkan agar tujuan dan atau cita-cita suatu bangsa dapat tercapai.
Caranya dilakukan dengan menanamkan pengertian akan peranan kekuasaan,
hak dan kewajiban, ideologi serta berbagai aturan yang harus ditaati oleh
setiap warga negara di tiap-tiap negara yang bersangkutan, supaya negaranya
lestari. Penanaman kesadaran akan hak dan kewajiban, nilai-nilai demokrasi
merupakan pertanda bahwa di dalam pendidikan menggunakan landasan
politik. Demikian juga kalau dalam pendidikan ada materi pendidikan
kewarganegaraan, maka pertanda juga bahwa di dalam pendidikan itu ada
landasan politiknya.

h. Landasan Ekonomi
Di satu sisi, manusia terdidik yang kemudian berfungsi sebagai tenaga
kerja dan memiliki kemampuan teknologis, dapat membantu pertumbuhan
ekonomi, yaitu naiknya GNP atau pendapatan nasional. Makna pembangunan
dari kaca mata ekonomi itu ialah adanya pertumbuhan ekonomi,
industrialisasi, modernisasi, pertumbuhan dan perubahan teknologi, institusi
dan nilai, serta adanya penurunan kemiskinan. Memang tidak sembarang
pendidikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ini tergantung dari
pendidikan apa dan mutu pendidikan yang seperti apa. Pendidikan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi jika pendidikan itu anti tradisional dalam
arti mampu mencerdaskan, merangsang dan menginformasikan peserta didik
dan guru tentang bagaimana dan mengapa manusia atau seseorang
membutuhkan pendidikan. Peran pendidikan untuk menumbuhkan
perekonomian akan signifikan jika diikuti dengan penggunaan teknologi yang
memadai. Peran pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan tidak dapat
dilepaskan dari peran kapital (modal), teknologi, informasi, mobilisasi dan
tabungan individual. Kapital merupakan unsur input yang perlu ada dalam
pembangunan, sebanding dengan kebutuhan tenaga kerja terdidik. Kapital
akan meningkatkan peran pendidikan apabila diperoleh dari hasil tabungan
individual. Informasi dan mobilisasi berperan dalam menyesuaikan antara
kebutuhan dan pasokan tenaga kerja terdidik. Oleh karena itulah diperlukan
pengembangan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, seperti
mobilitas sosial, melek aksara, komunikasi, kemampuan dalam tata buku dan
perbankan.
10
i. Landasan Yuridis
Pendidikan itu tidak berlangsung dalam ruang hampa, melainkan ada
dalam lingkungan masyarakat tertentu dengan budaya tertentu. Indonesia,
Belanda, Amerika, Australia dan lain-lain, merupakan contoh dari masyarakat
tertentu tersebut. Oleh karena pendidikan melekat pada masyarakat tertentu,
lalu masyarakat itu menginginkan pendidikan yang sesuai dengan latar
belakang masyarakat tersebut. Supaya pendidikan tidak melenceng dari
keinginan masyarakat itu, maka perlu diatur dalam regulasi yang berlaku di
masyarakat/bangsa tersebut. Di Indonesia pendidikan yang dipakai dituangkan
dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003,
yang kemudian dijabarkan dalam peraturan-peraturan hukum lainnya.
Semuanya ini berdasarkan falsafah bangsa Indonesia dan UUD 1945 yang
berlaku bagi masyarakat/bangsa Indonesia. Demikian halnya di negara-negara
lain, tidak mustahil jika sistem pendidikan yang dianut di negara tersebut juga
diatur dalam peraturan-peraturan hukum yang berlaku dinegara tersebut. Jadi
pendidikan menggunakan landasan yuridis atau legal.

B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan


1. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan
harus dilaksanakan oleh pendidikan (Dirto Hadisusanto, dkk, 1995: 57). Tugas atau
misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik maupun kepada
masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi
menyiapkan dirinya agar manjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan
tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia. Fungsi
pendidikan terhadap masyarakat setidaktidaknya ada dua bagian besar, yaitu fungsi
preserveratif dan fungsi direktif. Fungsi preserveratif dilakukan dengan melestarikan
tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan fungsi direktif
dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan sosial, sehingga dapat
mengantisipasi masa depan. Selain itu pendidikan mempunyai fungsi (1) menyiapkan
sebagai manusia, (2) menyiapkan tenaga kerja dan (3) menyiapkan warga negara
yang baik.
Pendidikan untuk menyiapkan manusia sebagai tenaga kerja. Pernyataan mi dapat
dimengerti karena dalam hidupnya manusia pasti harus melakukan suatu karya demi
hidupnya. Untuk dapat berkarya atau tegasnya tenaga kerja yang bekerja untuk
mencari nafkah, maka ia harus disiapkan. Penyiapan manusia menjadi tenaga kerja ini
dilakukan melalui pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pendidikan menyiapkan manusia sebagai warga negara yang baik. Maksud
pernyataan ini adalah agar manusia sebagai warga suatu negara menjadi warga negara
yang baik, yang dapat melaksanakan semua kewajiban dan menyadari akan haknya
11
secara baik. Melalui pendidikan dimaksudkan agar para warga negara ini menjadi
patriotisme nasional.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan
pendidikan. Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan
tujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Tanpa sadar tujuan, maka dalam praktek
pendidikan tidak ada artinya (Moore, T.W.,1974: 86). Dasar pendidikan sebagaimana
telah diuraikan di muka, berhubungan sangat erat secara fungsional dengan tujuan
pendidikan, karena tujuan pendidikan itu dirumuskan berdasarkan dasar pendidikan.
Tujuan umum adalah tujuan paling akhir dan merupakan keseluruhan/kebulatan
tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.
Tujuan khusus adalah penghususan tujuan umum atas dasar berbagai hal,
misalnya usia, jenis kelamin, inteligensi, bakat, minat, lingkungan sosial budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.
Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek
kehidupan manusia. Misalnya aspek psikologis, biologis, sosiologis saja. Salah satu
aspek psikologis misalnya hanya mengembangkan emosi atau pikirannya saja.
Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara saja,
sedangkan kalau tujuan sementara itu sudah dicapai, lalu ditinggalkan dan diganti
dengan tujuan yang lain. Misalnya orang tua ingin agar anaknya berhenti merokok,
dengan dikurangi uang sakunya. Kalau sudah tidak merokok, lalu ditinggalkan dan
diganti tujuan lain misalnya agar tidak suka bergadang.
Tujuan intermedier, yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok.
Misalnya anak dibiasakan untuk menyapu halaman, maksudnya agar ia kelak
mempunyai rasa tanggung jawab. Membasakan membagi-bagi tugas pada anak satu
dengan lainnya, juga berarti melatih tanggung jawab dengan maksud agar kelak
mereka memiliki rasa tanggung jawab.
Tujuan insidental, yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, seketika,
spontan. Misalnya guru menegur anak yang bermain kasar pada waktu bermain sepak
bola, orang tua meminta anaknya agar duduk dengan sopan, dan sebagainya.
Semuanya itu adalah tujuan insidental atau seketika.

C. Asas Pendidikan
Asas atau prinsip pendidikan adalah ketentuan-ketentuan yang dijadikan pedoman atau
pegangan dalam melaksanakan pendidikan agar tujuannya tercapai dengan benar dan
dapat dipertanggungjawabkan (Dirto Hadisusanto, dkk., 1995: 47). Dengan prinsip atau
asas ini maka pelaksanaan pendidikan dapat berjalan lancar, efektif, dan efisien. Asas
pendidikan adalah prinsip atau kebenaran yang menjadi tumpuan berfikir, baik pada
perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Asas pendidikan ini akan memberi corak
khusus pada penyelenggaraan pendidikan, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada
hasil pendidikan bagi suatu masyarakat, misalnya masyarakat dan bangsa Indonesia.
12
Bab 2

Urgensi Memahami hakikat manusia

A. Pengertian Manusia
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia
dan untuk manusia. Itulah mengapa pembicaraan tentang pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Dari beberapa pendapat tentang
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumya sepakat bahwa
pendidikan itu diberikan atau diselengarakan dalam rangka mengembangkan seluruh
potensi kemanusiaan ke arah yang positif. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat
meningkat dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga menjadi
manusia yang relatif lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi. Agar kegiatan
pendidikan lebih terarah, sehingga nantinya dapat berdaya guna dan berhasil guna, maka
diperlukan pemahaman yang relatif utuh dan komprehensif tentang hakekat manusia.
Ilmu-ilmu kemanusiaan termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab pertanyaan
mendasar tentang manusia itu, sehingga dapat dibayangkan betapa banyak rumusan
pengertian tentang manusia. Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa rumusan atau
definisi lain tentang manusia adalah sebagai berikut: homo sapiens, homo faber, homo
economicus, dan homo religiosus. Dengan ungkapan yang berbeda kita mengenal definisi
tentang manusia, di antaranya, manusia sebagai: animal rationale, animal symbolicum
dan animal educandum.
B. Wujud Hakikat Manusia
Menurut kaum eksistensialis (dalam Tirta Raharja dan La Sulo, 1985: 4-11) wujud sifat
hakekat manusia melputi:
1. Kemampuan menyadari diri: yakni bahwa manusia itu berbeda dengan makhluk lain,
karena manusia mampu mengambil jarak dengan obyeknya termasuk mengambil
jarak terhadap dirinya sendiri. Dia bisa mengambil jarak terhadap obyek di luar
maupun ke dalam diri sendiri. Pengambilan jarak terhadap obyek di luar
memungkinkan manusia menegmbangkan aspek sosialnya. Sedangkan pengambilan
jarak terhadap diri sendiri, memungkinkaan manusia mengembangkan aspek
individualnya.
2. Kemampuan bereksistensi: dengan kemampuan mengambil jarak dengan obyekya,
berarti manusia mampu menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan hanya dalam kaitannya
dengan soal ruang melainkan juga soal waktu. Manusia tidak terbelenggu oleh ruang
(di ruang ini atau di sini), dia juga tidak terbelenggu oleh waktu (waktu ini atau
sekarang ini), tetapi mampu menembus ke masa depan atau ke masa lampau.
Kemampuan menempatkan diri dan menembus inilah yang disebut kemampuan
bereksistensi. Justru karena mampu bereksistensi inilah, maka dalam dirinya terdapat
unsure kebebasan.

13
3. Kata hat (geweten atau conscience yang artinya pengertian yang ikut serta): kata hati
adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan yang buruk bagi
manusia sebagai manusia. Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan
untuk mengambil keputusan tentang yang baik atau yang buruk, atau pun
kemampuannya dalam mengambil keputusan tersebut dari sudut pandang tertentu
saja, misalnya dari sudut kepentingannya sendiri dikatakan bahwa kata hatinya tidak
cukup tajam. Manusia memiliki pengertian yang menyertai tentang apa yang akan ,
yang sedang dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti pula akibat keputusannya
baik atau buruk bagi manusia sebagai manusia.
4. Tanggung jawab: adalah kesediaan untuk menanggung akibat dari perbuatan yang
menuntut jawab. Wujud tanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab
kepada diri sendiri, kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Tanggung jawab kepada
diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan
yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan
norma-norma social, yang berarti siap menanggung sangsi social manakala tanggung
jawab social itu tidak dilaksanakan. Tanggung jawab kepada Tuhan berarti
menanggung tuntutan norma-norma agama, seperti siap menanggung perasaan
berdosa, terkutuk dsb.
5. Rasa kebebasan: adalah perasaan yang dimiliki oleh manusia untuk tidak terikat oleh
sesuatu, selain terikat (sesuai) dengan tuntutan kodrat manusia. Manusia bebas
berbuat sepanjang tidak bertentangan (sesuai) dengan tuntutan kodratnya sebagai
manusia. Orang hanya mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-
ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan menjiwai segenap perbuatannya.
6. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai manifestasi dari
manusia sebagai makhluk social. Keduanya tidak bisa dilepaskan satu sama lain,
karena yang satu mengandaikan yang lain. Hak tak ada tanpa kewajiban, dan
sebaliknya. Dalam kenyataan sehari-hari, hak sering diasosiasikan dengan sesuatu
yang menyenangkan, sedangkan kewajiban sering diasosiasikan dengan beban.
Ternyata, kewajiban itu suatu keniscayaan, artinya, selama seseorang menyebut
dirinya manusia dan mau dipandang sebagai manusia, maka wajib itu menjadi suatu
keniscayaan, karena jika mengelaknya berarti dia mengingkari kemanusiaannya
sebagai makhluk sosial.
7. Kemampuan menghayati kebahagiaan: bahwa kebahagiaan manusia itu tidak terletak
pada keadaannya sendiri secara factual, atau pun pada rangkaian prosesnya, maupun
pada perasaan yang diakibatkannya, tetapi terletak pada kesanggupannya atau
kemampuannya menghayati semuanya itu dengan keheningan jiwa, dan
mendudukkan hal-hal tersebut dalam rangkaian atau ikatan tiga hal, yaitu: usaha,
norma-norma dan takdir.
C. Unsur-unsur Hakekat Manusia
Menurut Notonagoro, manusia adalah makhluk monopluralis, maksudnya makhluk
yang memiliki banyak unsur kodrat (plural), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh
14
(mono). Jadi, manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan
yang utuh. Tetapi dilihat dari segi kedudukannya, susunannya, dan sifatnya masing-
masing bersifat monodualis. Riciannya sebagai berikut: dilihat dari kedudukan kodratnya
manusia adalah makhluk monodualis: terdiri dari dua unsur (dualis), tetapi merupakan
satu kesatuan (mono), yakni sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sekaligus sebagai
makhluk Tuhan Dilihat dari susunan kodratnya, manusia sebagai makhluk monodualis,
maksudnya terdiri dari dua unsur yakni unsur raga dan unsur jiwa (dualis), tetapi
merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Dilihat dari sifat kodratnya, manusia juga
sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari unsur individual dan unsur sosial (dualis),
tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Secara keseluruhan, manusia adalah
makhluk monopluralis seperti disebutkan di depan.
D. Dimensi-dimensi Kemanusiaan
Untuk melengkapi uraian tentang hakekat manusia, berikut disajikan pandangan–
pandangan lain yang diambil dari sumber lain pula. Manusia adalah makhluk berdimensi
banyak, yakni dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan
dimensi keberagamaan (Tirtarahardja dan La Sulo, 1985: 16). Jose Ortega Y. Gasset
sebagaimana dimuat dalam Manusia Multi Dimensional; Sebuah renungan filsafat (1982:
101), mengusulkan dimensi kesejarahan manusia.

Bab 3

Arti Pendidikan dan Tantangan Batas Pendidikan

A. Arti Pendidikan
Secara historis, pendidikan dalam arti luas telah mulai dilaksanakan sejak manusia
berada di muka bumi ini. Adanya pendidikan adalah setua dengan adanya kehidupan
manusia itu sendiri. Dengan perkembangan perabadan manusia, berkembang pula isi dan
bentuk termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Ini sejalan dengan
kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan.
Menurut pendapat Suroso Prawiroharjo, sebagaimana dimuat dalam tulisan Raka
Joni, dkk. (1984: 5), salah satu konsep tentang pendidikan yang banyak diajarkan di
lembaga pendidikan guru adalah yang menggambarkan pendidikan sebagai bantuan
pendidik untuk membuat peserta didik dewasa. Ini bearti, kegiatan pendidik berhenti dan
tidak diperlukan lagi, apabila kedewasaan telah tercapai. Kedewasaan yang dimaksud
adalah kemampuan menetapkan pilihan atau keputusan serta mempertanggungjawabkan
perbuatan atau tindakan secara mandiri. Konsep ini memaknai pendidikan sama dengan
persekolahan, terutama pembemberian bekal pengetahuan kepada peserta didik untuk
dapat dipergunakan menghadapi masa depannya. Konsep inilah yang dominan sehingga
pembaharuan isi kurikulum dilakukan, yang umumnya dengan menambah bobot kegiatan
belajar yang terlalu tinggi.
Adapun mengenai unsur-unsur yang secara esensial yang tercakup dalam pengertian
pendidikan adalah sebagai berikut:

15
1. Dalam pendidikan terkandung pembinaan (pembinaan kepribadian),
pengembangan (pengembangan kemampuankemampuan atau potensi-
potensi yang perlu dikembangkan) peningkatan (misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak tahu tentang dirinya menjadi tahu tentang
dirinya) serta tujuan (ke arah mana peserta didik akan diharapkan dapat
mengaktualisasikan dirinya seoptimal mungkin).
2. Dalam pendidikan, secara implisit tenjalin hubungan antara dua fihak,
yaitu fihak pendidik dan fihak peserta didik yang di dalam hubungan itu
benlainan kedudukan dan peranan setiap fihak, akan tetapi sama dalam
hal dayanya yaitu saling mempengaruhi, guna terlaksananya proses
pendidikan (transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan
keterampilanketerampilan) yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang
diinginkan.
3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan upaya perwujudan
pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi
dalam pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, sebagai
makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan. 4. Aktivitas pendidikan
dapat berlangsung dalam keluarga, dalam sekolah dan dalam masyarakat
B. Tantangan dan Batas batas Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus sebagai upaya sadar untuk membantu
seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya sepenuhnya dan selengkapnya, tidak
terlepas dari keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan itu terdapat pada
peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, serta lingkungan dan sarana pendidikan
(Depdikbud, 1985: 73-76).

Bab 4

Pendidikan Sebagai Ilmu dan Sebagai Sistem

A. Pendidikan Sebagai Ilmu


Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia.
Kita dapat mengatakan, bahwa di mana ada kehidupan manusia, bagaimanapun juga di
situ pasti ada pendidikan (Driyarkara, 1980: 32). Pendidikan sebagai gejala yang
universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia, karena disamping pendidikan
sebagai gejala sekaligus juga sebagai upaya memanusiakan manusia itu sendiri. Dengan
perkembangan kebudayaan manusia, timbullah tuntutan akan adanya pendidikan yang
terselenggara lebih baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang.
Manusia ingin lebih mempertanggungjawabkan caranya dia mendidik generasi
penerusnya agar lebih berhasil dalam melaksanakan hidupnya, dalam pertemuan dan
pergaulannya dengan sesama dan dunia serta dalam hubungannya dengan Tuhan. Di
sinilah muncul keharusan pemikiran teoritis tentang pendidikan.
B. Pendidikan Sebagai Sistem

16
Pengertian sistem menurut Roger A. Kaufman (1972: 1) adalah jumlah keseluruhan
dari bagian-bagian yang bekerja secara independen dan bekerja bersama untuk mencapai
hasil-hasil yang dikehendaki berdasarkan atas kebutuhan-kebutuhan. Sedangkan menurut
Notonagoro (1973), yang dimaksud sistem adalah suatu rangkaian keseluruhan kebulatan
kesatuan. Di dalam suatu sistem terdapat komponen yang membentuk sekaligus juga
menjadi bagiannya. Namun pada dasarnya suatu sistem itu juga berkaitan sehingga
terdapatlah sistem dalam arti makro dan sistem dalam arti mikro, dimana terdapat suatu
sistem besar yang mencakup sistem-sistem bagian subsistem di dalamnya Dengan
demikian, suatu konsep sistem itu mengandung kompleksitas dan interdependensi.
Sistem merupakan suatu hal yang aktif, bergerak, dan menuju ke arah atau produk
tertentu. Maka perlu disadari bahwa sistem itu diciptakan, dan dibalik sistem itu terdapat
suatu konsep dasar dan cita-cita. Sistem tersebut merupakan gerak aktualiasasi dari
konsep dasar dan cita-cita. Sebagai suatu gerak untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
secara terus-menerus suatu sistem pendidikan akan selalu bersifat dinamis kontekstual
dan untuk itu suatu system pendidikan haruslah terbuka terhadap tuntutan kualitas
(tingkat baik buruknya sesuatu) dan relevansi (kegunaan secara langsung).

Bab 5

Peserta didik dan Pendidik

A. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa tumbuh dan berkembang ke arah
kedewasaan. Ia adalah sosok yang selalu mengalami perkembangan sejak lahir sampai
meninggal dengan perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar (Sutari Imam
Barnadib, 1995). Istilah peserta didik pada pendidikan formal/ sekolah jenjang dasar dan
menengah, dikenal dengan nama anak didik atau siswa; pada pendidikan pondok
pesantren disebut santri, dan pada pendidikan keluarga disebut anak. Namun pendidikan
pada lembaga nonformal tertentu seperti kelompok belajar paket C atau lembaga kursus,
peserta didik disebut peserta ajar yang terkadang bisa terdiri dari para orang tua.
Pandangan modern tentang pendidikan dewasa ini melihat peserta didik adalah subyek
atau pesona, yakni mahluk yang mempribadi tidak lagi sebagai obyek yang non-pribadi
sebagaimana pandangan para ahli pada abad pertengahan. Peserta didik adalah subyek
yang otonom, memiliki motivasi, hasrat, ambisi, ekspresi, cita-cita, mampu merasakan
kesedihan, bisa senang dan bisa marah, dan sebagainya. Selaku subyek atau pesona yang
memiliki otonomi, ia inggin mengembngkan diri (mendidik diri) secara terus menerus
agar bisa memecahkan masalah-masalah hidup yang di jumpai sepanjang hidupnya.
B. Pendidik
Pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. (Sutari Iman Barnadib, 1994). Pendapat

17
ahli lain mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang bertaggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik (Umar Tirtarahardja dan La Sulo
1994). Pendidik adalah orang yang yang dengan sengaja membantu orang lain untuk
mencapai kedewasaan (Langeveld).
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai
kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik
kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan kriteria yang ditetapkan.
Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat
seorang pendidik adalah: (1) mempunyai perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2)
mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang
didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang yang merasa terpanggil untuk mendidik
maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan
tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinngi atau bertanggung jawab.
Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi
pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan
dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas, paling
menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian
hasil pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa. Oleh karena itu pendidik
merupakan sosok yang amat menentukan dalam proses keberlangsungan dan
keberhasilan pendidikan dan pembelajaran.
Dapat dimengerti bahwa bila guru melakukan kesalahan maka dampaknya walaupun
tidak secara langsung akan terasa tidak kurang gawatnya dibandingkan dengan dampak
negatif dari kesalahan medis yang dilakukan oleh dokter. Bila kesalahan yang dilakukan
oleh dokter berdampak pada “kematian” pasien (anak) dalam waktu yang singkat, sedang
kesalahan yang dilakukan oleh guru akan berakibat “kematian”anak dalam jangka waktu
yang cukup lama (potensi-potensi kemanusiannya “terbunuh” oleh praktek pendidikan
yang salah). Praktek pendidikan yang salah ini dalam ilmu pendidikan disebut “mal-
education” atau “demagogie”.
Profesionalisme berasal dari kata dasar profesi. Mc Cully (Sunaryo Kartadinata dan
Nyoman Dantes, 1997) mengartikan profesi adalah “a vocation in which professed
knowledge of some departement of learning or science is used in its application to the
affairs of others or in the practice of an art founded upon it”. Hal ini mengandung makna
bahwa dalam suatu pekerjaan professional selalu digunakan teknik serta prosedur yang
bertumpu pada landasan intelektual yang secara sengaja harus dipelajari, dan kemudian
secara langsung dapat diabdikan bagi kemaslahatan orang lain.

Bab 6

Isi, Metode, Alat dan Lingkungan Pendidik

A. Isi Pendidik

18
Mendidik dan dididik merupakan perbuatan yang fundamental, ini tidak dapat
disangkal. Perbuatan ini mengubah dan menentukan hidup manusia. Dengan pendidikan,
anak menjadi tumbuh menjadi manusia. ”Mendidik adalah pertolongan atau pengaruh yang
diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak supaya anak menjadi dewasa”,
(Driyarkara, 2006 : 414).
Nilai yang dimaksud dalam alinea di atas adalah nilai-nilai kemanusiaan yang berupa
pengalaman dan penghayatan manusia mengenai hal-hal yang berharga bagi hidup
manusia. Nilai tersebut akan membentuk sikap dan kepribadian peserta didik pada hidup
yang baik. Salah satu parameter keberhasilan suatu pendidikan adalah internalisasi nilai
dalam beberapa tahap yakni kognitif, afektif, konatif, praktik. Setelah pelajar mengerti
sesuatu, mereka haruslah menghargai apa yang dipelajari, kemudian muncullah komitmen
untuk melaksanakannya secara konsisten. Mengintegrasikan nilai bukan proses yang
sederhana. Hal tersebut melibatkan ”hati nurani”. Nilai dikembangbiakkan lewat refleksi
dan ekspresi bebas, tetapi bermartabat. Proses pembelajaran tidak hanya berhenti di otak,
tetapi harus ”dilakoni”. Siswa menerima pelajaran selanjutnya diolah oleh pikiran (akal
budi) dan selalu diperbarui. Siswa diajak untuk memikirkan dunia yang indah dan
bermanfaat bagi kehidupannya.
B. Metode Pendidikan
Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Metode
pendidikan adalah cara-cara yang dipakai oleh orang atau sekelompok orang untuk
membimbing anak/peserta didik sesuai dengan perkembangannya kearah tujuan yang
hendak dicapai. Metode pendidikan tersebut selalu terkait dengan proses pendidikan, yaitu
bagaimana cara melaksanakan kegiatan pendidikan agar tercapai tujuan pendidikan.
Metode pendidikan berkaitan dengan bentuk pendidikan. Dalam hal ini kita mengenal
adanya bentuk-bentuk pendidikan sebagai berikut:
a. bentuk pendidikan otoriter
b. bentuk pendidikan liberal
c. bentuk pendidikan demokratis
Untuk memilih metode yang tepat dalam proses pendidikan perlu diperhatikan hal-hal
berikut ini:
a. Tujuan yang hendak dicapai
b. Kemampuan pendidik
c. Kebutuhan peserta didik
d. Isi atau materi pendidikan.
C. Alat Pendidikan
Alat Pendidikan Alat pendidikn ialah segala sesuatu yang secara langsung membantu
terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan, atau dengan kata lain alat pendidikan adalah
situasi dan kondisi yang segaja dibuat oleh guru untuk membantu terwujudnya pencapaian
tujuan pendidikan.
Macam alat pendidikan menurut wujudnya meliputi:

19
a. Perbuatan pendidik, yakni alat pendidikan yang bersifat non material, sering disebut
software. Alat pendidikan non material ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni bersifat
mengarahkan dan mencegah. Mengarahkan antara lain: memberi teladan, membimbing,
menasehati, perintah, pujian dan hadiah. Mencegah antara lain: melarang atau mencegah,
menegur, megamcam dan bahkan menghukum.
b. Benda-benda sebagai alat bantu pendidikan. Dengan demikian bersifat materi. Sering
pula disebut hardware. Alat pendidikan yang bersifat material ini contohnya buku-buku,
gambar, alat permainan, alat peraga, alat laboratorium, meja kursi, papan tulis, OHP, kapur
dsb. Sesuai dengan metode pendidikan, agar alat pendidikan tersebut dapat dikatakan baik
jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
2. Pendidik
3. Peserta didik
D. Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan pada hakikatnya merupakan sesuatu yang ada di luar diri
individu, walaupun ada juga yang mengatakan bahwa ada lingkungan yang terdapat dalam
individu. Lingkungan pendidikan meliputi:
1. Lingkungan phisik (keadaan iklim, keadaan alam).
2. Lingkungan budaya (bahasa, seni, ekonomi, politik, pandangan hidup, keagamaan
dan lainnya.
3. Lingkungan sosial/masyarakat (keluarga, kelompok bermain, organisasi)

Bab 7

Pendidikan Sepanjang Hayat

Pendidikan sepanjang hayat, yang sering juga disebut pendidikan seumur hidup dan dalam
bahasa Inggris disebut Lifelong Education merupakan permasalahan yang banyak dibicarakan
dalam bidang pendidikan.

Pendidikan sepanjang hayat mulai menjadi aktual saat topik itu dilontarkan oleh UNESCO
sebagai pandangan tentang pendidikan yang mengantisipasi perubahan-perubahan yang ada di
masyarakat seluruh dunia dan negara berkembang pada khususnya. UNESCO dan lembaga
internasional lainnya mulai melihat problem-problem ketertinggalan, kemiskinan hanya dapat
diatasi dengan pendidikan dalam format yang menyesuaikan kebutuhan dan dikenakan pada
berbagai kelompok umur termasuk orang dewasa.

Adanya fasilitas internet juga merupakan tantangan bagi mereka yang membutuhkan
informasi terkini. Lembaga-lembaga lokal dan internasional menyajikan informasi program
kegiatan, penerbitan, dalam home page nya di internet.

Dengan demikian, bagi mereka yang tidak mau mengikuti sajian internet dan menunggu
adanya publikasi cetak yang dikirim lewat pos akan sangat tertinggal. Pada saat ini, pendaftaran

20
ikut ujian, kursus dan pengumuman kelulusan maupun diterima di suatu kursus juga dilewatkan
internet sehingga bagi mereka yang terdidik ketergantungan pada teknologi baru dalam informasi
makin meningkat.

Bab 8

Ki Hajar Dewantara : Peletak Dasar Pendidikan Nasional

A. Lahirnya Taman Siswa


Dalam seluruh kehidupan dan perjuangannya, tokoh Ki Hadjar Dewantara sebagai
pendiri Perguruan Tamansiswa tidak mungkin dipisahkan dari Tamansiswanya. Seolah-
olah jiwa dan perjuangan Ki Hadjar sudah menyatu dengan Tamansiswa (Ki Suratman,
1985). Tamansiswa lahir ditandai dengan candrasengkala “Lawan Sastra Ngesti mulyo”
yang mengandung makna “Dengan ilmu pengetahuan (kebudayaan) mengusahakan
kemuliaan”, yang mencatat tahun Saka 1852 yang bertepatan dengan tahun Masehi 1922
dengan nama aslinya “Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswo”, yang jika di-
Indonesiakan “lembaga Pendidikan Nasional Taman Siswo”. Pendidirinya adalah
Suwardi suryaningrat dan kawan-kawan, sebagai hasil musyawarah sebuah kelompojk
saresehan “Soso-Kliwonan”, yang memperhatikan situasi dan nasib bangsa Indonesia
yang terjajah. Secara khusus, Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan Tamansiswa sebagai
“Badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat, yang menggunakan
pendidikan dalam arti luas sebagai saranya. Dengan demikian wajarlah kiranya bahwa
perjuangan Tamansiswa, juga tidak mungkin lepas dari permasalahan kebudayaan
tersebut”.
B. Pemberian Gelar Doctor Honoris Causa
Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. M. Sardjito, selaku promotor dalam
pemberian gelar Doctor honoris Causa dalam “Ilmu Kebudayaan” kepada Ki Hadjar
Dewantara, pada tanggal 19 Desember 1956 di Sitihinggil Yogyakarta, menyatakan Ki
Hadjar Dewantara dipandang sebagai perintis kemerdekaan nasional, perintis pendidikan
nasional dan perintis kebudayaan nasional. Di dalam diri Ki Hadjar Dewantara, Senat
universitas Gadjah Mada mengganggap menemukan perintis hidup kebudayaan dalam
arti luas isinya dan luas lingkungannya, terutama hidup kebudayaan Indonesia dan juga
hidup kebudayaan umumnya.
C. Peletak Dasar Pendidikan Nasional
Presiden Sukarno dalam kata sambutannya (Jakarta, 20 Januari 1962), dalam buku
Karya Ki Hadjar Dewantara : bagian pertama Pendidikan, menegaskan Kita kenal Ki
Hadjar Dewantara sebagai Tokoh Nasional, Tokoh Kemerdekaan dan Tokoh Pendidikan
Nasional, yang dengan keuletan dan ketabahan hati berjoang terus, “sepi ing pamrih rame
ing gawe” … Karangan-karangan beliau adalah sangat luas dan mendalam, yang tidak
saja dapat membangkitkan semangat perjoangan nasional sewaktu jaman penjajahan,
tetapi juga meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang progresif untuk generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.

21
22
B.Ringkasan Buku Pembanding

Bab 1

Hakikat Manusia dan Kebutuhannya Akan Pendidikan Serta Perkembangan Anak

A. Hakikat Manusia
Secara etimologi, hakikat adalah kebenaran atau yang sebenarnya, asal segala sesuatu.
Bisa juga hakikat itu merupaan intisari dari segala hal atau yang menjadi ruh sesuatu.
Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri insan yang sebenarnya, sebab itu
istilahnya diri mencari sebenar-benar jati diri. Sama halnya menggunakan pengertian itu
mencari hakikat jasad, hati, roh, nyawa, dan misteri.
Manusia merupakan paling sempurnanya makhluk yang diciptakan Allah swt.
Manusia memiliki kesempurnaan tentu memiliki konsekuensi karena mereka dibebani
tugas sebagai pemimpin di muka bumi ini. Di dalam suci disebutkan bahwa manusia
berasal dari tanah.
B. Manusia Sebagai Makhluk Etis Dan Estetis:
Hakikat manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk yang memiliki kesadaran
susila (etika) dalam arti ia dapat memahami norma-norma sosial dan mampu berbuat
sesuai dengan norma dan kaidah etika yang diyakininya. Sedangkan makna estetis yaitu
pemahaman tentang hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki rasa keindahan
(sense of beauty) dan rasa estetika (sense of estetics).
a. Wujud Sifat Hakekat Manusia
1. Kemampuan menyadari diri, manusia berbeda dengan mahluk lain.
2. Kemampuan bereksistensi, manusia mampu menembus dan mengatasi batas
yang membelenggu dirinya.
3. Kata hati, kemampuan membuat keputusan tentang yang baik dan buruk bagi
manusia sebagai manusia.
4. Tanggungjawab, kesediaan menanggung akibat dari perbuatan yang menuntut
jawab.
5. Rasa kebebasan, perasaan yang dimiliki manusia untuk tidak terikat oleh sesuatu
6. Kewajiban dan hak, merupakan manifestasi dari mahluk social
7. Kemampuan menghayati kebahagiaan, kesanggupan menghayati dengan
keheningan jiwa dan mendudukkan dalam rangkaian , yaitu usaha, norma dan
takdir
C. Dimensi-dimensi Kemanusiaan
a) Dimensi Keindividualan
b) Dimensi Kesosialan
c) Dimensi Kesusilaan
d) Dimensi Keberagamaan
e) Dimensi Kesejarahan
D. Hakekat Manusia & Kebutuhan akan Pendidikan

23
1) Pentingnya hakekat anak sebagai manusia
2) Hakekat anak sebagai manusia
E. Urgensi Mempelajari Hakekat Manusia
1. Kebutuhan Manusia akan Pendidikan
2. Pengarahan dari orang-orang yang bertanggung jawab.
F. Kebutuhan Anak akan Pendidikan
Setiap anak mempunyai kebutuha-kebutuhan khusus dan tahap-tahap bagaimana mereka
bertumbuh. Karena itu setiap orang tua seharusnya mengerti apa yang menjadi kebutuhan
dasar seorang anak dan prinsip perkembangannya. Hal ini penting karena anak adalah
seorang individu, anak mengalami proses perkembangan, dan pendidikan harus
disesuaikan dengan kemampuan anak.

Bab 2

Konsep Pendidikan

A. Pengertian Konsep Dan Ilmu Pendidikan


Konsep berasal dari bahasa latin conceptum artinya sesuatu yang dipahami. Menurut
istilah Konsep merupakan sesuatu yang memiliki komponen, unsur, ciri - ciri yang dapat
diberi nama atau simbol. Konsep juga bisa disebut ide yang mewakili suatu bentuk hanya
dapat dimengerti oleh akal pikiran.
B. Dasar Dan Tujuan Ilmu Pendidikan
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi setiap masyarakat
untuk dapat melakukan perubahan sikap atau perilaku dengan cara berlatih dan belajar
dan tidak terbatas pada lingkungan sekolah,sehingga meskipun sudah selesai sekolah
akan tetap belajar apa-apa yang tidak ditemui di sekoah hal ini lebih penting
dikedepankan supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar
pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup
tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan.
Tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah
mengalami proses pendidikan baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya
maupun kehidupan masyarakat dari alam sekitarnya dimanapun individu itu hidup.
C. Fungsi Dan Peran Lembaga Pendidikan
Fungsi Pendidikan Pendidikan sebagai sebuah aktivitas tidak lepas dari fungsi. Fungsi
utama pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian
serta peradaban yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain
pendidikan berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai
dengan norma yang dijadikan landasannya.
Peran Lembaga Pendidikan Tanggung jawab pendidikan diselenggarakan dengan
kewajiban mendidik. Secara umum pendidik ialah membantu anak didik didalam
perkembangan dari daya-dayanya didalam penetapan nilai-nilai. Bantuan atau bimbingan

24
itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan
yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga (keluarga), sekolah, maupun masyarakat.

Bab 3

Konsep Ilmu Pendidikan

A. Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu Pengetahuan


Ilmu pendidikan atau paedagogie adalah teori pendidikan perenungan tentang
pendidikan dalam arti luas. Ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
berbagai permasalahan yang timbul dalam praktik. Ilmu pengetahuan memiliki syarat
pokok yaitu memiliki obyek sendiri, metode penyelidikan, sistematika, dan tujuan
sendiri. Ilmu pengetahuan memiliki 3 syarat pokok yang harus dipenuhi yaitu suatu ilmu
pengetahuan harus mempunyai obyek tertentu (khususnya obyek formal), harus
menggunakan metodemetode tertentu yang sesuai, dan harus menggunakan sistematika
tertentu. Nah dengan itu, kita melakukan tinjauan apakah ilmu pendidikan itu telah
memenuhi syarat-syaratnya untuk menjadi suatu ilmu pengetahuan itu sendiri.
B. Kedudukan Ilmu Pendidikan
Kedudukan ilmu pendidikan itu berada ditengah-tengah ilmu yang lain dalam
penyelenggaraan atau pelaksanaannya. Kedudukan ilmu pendidikan dalam
penyelenggaraannya antara lain membimbing seseorang untuk dapat mewujudkan
impiannya agar dia memjadi manusia yang ideal.
Dalam artian manusia yang tau akan harkat atau usaha untuk menaikkan kedudukan
dan martabatnya. Dan mendidik agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dalam hidup
di dunia seperti interaksi sosialnya dalam bermasyarakat ataupun di akhirat kelak.
C. Sifat-sifat Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah-masalah yang
bersifat ilmu, bersifat teori, yang bersifat pengetahuan ansich. Ansich berasal dari bahasa
Jerman yang artinya didalam atau oleh dirinya sendiri, berarti pengetahuan ansich adalah
obyek pengetahuan yang berkaitan dengan dirinya sendiri.
D. Obyek-obyek ilmu pendidikan
Obyek ilmu pendidikan menurut Langevelt dan Driyakara adalah fenomena
pendidikan, yaitu gejala yang tampak, dihayati, dirasakan, diekspresikan atau
mengekspresikan diri dalam kehidupan sehari- hari. Dalam pendidikan banyak segi dan
pihak yang turut serta langsung ataupun tidak langsung. Dan perlu kalian ketahui bahwa
obyek ilmu pendidikan itu tidak hanyalah peserta didik. Adapun obyek-obyek dari ilmu
pendidikan itu adalah :
1. Peserta didik : yaitu setiap orang yang menerima pengaruh dan menjalankannya
dalam kegiatan pendidikan atau pihak yang menjadi obyek pokok dari pendidikan bahkan
sekarang peserta didik tidak hanya menjadi obyek pendidikan saja, melainkan menjadi
subyek dari pendidikan.

25
2. Pendidik : yaitu pihak yang merupakan subyek dari pelaksana pendidikan, yang
memiliki tanggung jawab besar terhadap peserta didiknya.
3. Materi pendidikan : yaitu bahan-bahan atau pengalamanpengalaman belajar yang
disusun menjadi suatu kurikulum.
4. Metodologi pengajaran/pembelajaran : yang memuat caracara bagaimana
menyajikan materi pembelajaran kepada peserta didik.
5. Evaluasi pendidikan/pembelajaran : yaitu cara-cara bagaiman mengadakan penilaian
terhadap hasil-hasil belajar murid
6. Alat-alat pendidikan : yaitu langkah-langkah atau tindakantindakan guna menjaga
kelangsungan pekerjaan mendidik. Terdiri dari hukuman dan ganjaran, perintah dan
larangan, cacian dan pujian dari segi kebiasaan.
E. Ilmu-ilmu bantu Ilmu Pendidikan
Peserta didik yang menjadi obyek juga subyek dalam pendidikan yaitu anak yang
sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai obyek, peserta didik akan
menerima perlakuan-perlakuan tertentu tetapi dalam pandangan pendidikan modern
peserta didik lebih pada subyek pelakasanaan pendidikan.
Sebagai pendidik kita harus mengetahui ilmu pengetahuan tentang anak agar kita
bisa mendidik anak tepat sesuai dengan usianya. Dan sebagai pembimbing dan pengaruh
untuk menumbuhkan aktivitas peserta didik sekaligus sebagai penanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan.

Bab 4

Faktor-Faktor Atau Komponen-Komponen Pendidikan

A. Faktor Tujuan
Bagaimanapun segala sesuatu atau usaha yang tidak mempunyai tujuan tidak akan
mempunyai arti apa-apa. Dengan demikian, tujuan merupakan faktor yang sangat
menentukan, cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai harus dinyatakan dengan jelas,
sehingga semua pelaksana dan sasaran pendidikan memahami atau mengetahui suatu
proses kegiatan seperti pendidikan, jika tidak mempunyai tujuan yang jelas untuk dicapai
maka prosesnya akan mengabur.
Tentang tujuan ini, di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, secara jelas disebutkan Tujuan
Pendidikan Nasional, yaitu :
“Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”
B. Faktor pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik. Dwi Nugroho
Hidayanto mengemukakan bahwa pengertian pendidik meliputi :

26
a.) Orang dewasa
b.) Orang tua
c.) Guru
d.) Pemimpin masyarakat e.) Pemimpin agama.
C. Faktor Peserta Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan, anak didik memiliki beberpa
karakteristik diantaranya :
1.) Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab
pendidik
2.) Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya.
3.) Sebagai manusia memiliki sifat-sifat dasar yang sedang ia kembangkan secara
terpadu, menyangkut seperti kebutuhan biologis, rohani, sosial, inteligensi, emosi,
kemampuan berbicara, perbedaan individual dan sebagainya.
D. Macam Alat Pendidikan
a.) Macam-macam alat pendidikan
b.) Dasar-dasar Pertimbangan Penggunaan Alat
Secara universal pendidikan dapat di definisikan sebagai suatu cara untuk
mengembangkan keterempilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat
membuat seseorang menjadi warga negara yang baik, tujuannya untuk
mengembangkan atau mengubah konasi seseorang. Terdapat lima faktor ilmu
pendidikan : Faktor tujuan, faktor pendidik, faktor anak didik, faktor alat didik, dan
faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat membentuk sebuah pola interaksi atau
saling mempengaruhi.

Bab 5

Lembaga Pendidikan, Pusat Pendidikan, Serta Pengaruh Timbal Balik Antara Sekolah
dan Masyarakat

Pendidikan adalah hal mutlak yang wajib di miliki oleh semua individu, di dalam ajaran agama
mengajarkan setiap individu wajib berusaha untuk mendapatkan pendidikan, pendidikan disini di
dapat dari lingkungan formal, non formal dan informal yang mana pusat pendidikan, lembaga
pendidikan, dan hubungan timbal balik antara masyarakat dan sekolah yang penting kita ketahui
dan kaji bersama. Karena semua lembaga itu berkaitan dengan pendidikan anak, dan sangat
berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak, yang mana anak merupakan
generasi yang mampu menyongsong masa depan dengan hal-hal yang di harapkan mampu
menjadi insan yang bukan hanya berguna untuk dirinya dan keluarganya, tetapi berguna bagi
Bangsa dan Negara.

Bab 6

27
Aliran-Aliran Dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam membangun karakter manusia, dan semua
sepakat bahwa pendidikan merupakan hal yang paling strategis untuk menentukan sebuah arah
masa depan bagi sebuah bangsa dan negara. Namun, dalam perkembangan pendidikan, sering
dianggap tidak penting bahkan dianggap tidak diperlukan. Saat manusia sadar bahwa pendidikan
merupakan aspek luar yang membangun keterampilan dan kemampuan manusia lain. Dalam
fase-fase tersebut dapat terlihat dari teori-teori pendidikan yang muncul, mulai dari teori
nativisme, empirisme, natralisme, dan konvegrensi. Masing-masing teori tersebut membahas
tentang kelebihan dan kekurangan pendidikan serta bagaimana peran pendidikan dalam
kehidupan masyarakat.

Bab 7

Persyaratan Pendidik Dan Kewibawaan Dalam Pendidikan

Tenaga pendidik guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap ,kreatif, mandiri, dan mejadi warga negara
yang demokratis dan bertanggungjawab,serta bisa membawa Indonesia lebih sejahtera
kedepannya. Salah satu aspek keefektifan kinerja seorang guru adalah unsur kewibawaan pribadi
dan professional, Kewibawaan sangat di perlukan dalam berbagai bentuk interaksi sosial yang
mengandung aspek saling mempengaruhi seperti dalam kehidupan keluarga. Kewibawaan
merupakan prasyarat bagi terjadinya interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang bersifat
pedagogis dalam proses pendidikan. Kinerja seorang guru akan lebih efektif apabila di dukung
dengan kualitas kewibawaan. Hal itu sudah melekat sebagai salah satu unsur interaksi antar
manusia dalam kehidupannya sebagai salah satu unsur interaksi antara manusia dalam
kehidupannya sebagai mahluk sosial yang berbudaya dan beragama.

Bab 8

Konsep Pendidikan Seumur Hidup

Pendidikan adalah usaha manusia dalamproses pembentukan manusia seutuhnya mencakup


kemampuan mental, fikir dan kepribadian, sebagai bekal manusia untuk meraih keberhasilan dan
kesuksesan dalamhidup.Pendidikan adalah karya bersama yang berlangsung dalam suatu pola
kehidupan insani tertentu, sebagai Proses pelatihan dan pengembangan pengetahuan,
keterampilan, pikiran dan karakter manusia. Pendidikan adalah lembaga atau usaha
pembangunan watak bangsa, yang mencakup ruang lingkup kemampuan mental, fikir dan
kepribadian manusia. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
kehidupan.Dengan pendidikan, kita dapat keluar dari suatu lingkaran yang menyeret kepada
suatu kebodohan.Maka dari itu, diterapkan konsep pendidikan seumur hidup yang berlangsung

28
pada lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan pemerintahan. Konsep pendidikan ini
dilakukan secara berlanjutdari bayi sampai meninggal atau prosesnya berlangsung selama
manusia hidup. Proses pendidikan ini mencakup bentuk belajar secara formal, informal maupun
non formal.

Bab 9

Inovasi Pendidikan

Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat merambah ke dalam berbagai aspek
kehidupantanpa terkecuali dalam bidang pendidikan merupakan upaya untuk menjembatani masa
sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan
yang membawa kecenderungan menuju efisiensi dan efektivitas . Suatu pembaharuan berjalan
seiring perputaran zaman yang tidak ada hentinya dan terus berputar sesuai batas waktu yang
ditentukan.Dalam hal ini kebutuhan mengenaii llayanan individual terhadap peserta didik dan
segala macam perbaikan terhadap kesempatan belajar bagi mereka telah menjadi faktor
pendorong utama timbulnya suatu pembaharuan dalam pendidikan.Sehubungan dengan hal
tersebut ,dalam suatu instansii atau lembaga pendidikan harus mampu mengatasi perkembangan
tersebut dengan selalu mengupayakan suatu program yang sesuai dengan perkembangan
anak,perkembangan zaman,situasi,kondisi dan kebutuhan peserta didik.

Bab 10

Demokrasi Pendidikan di Indonesia

Demokrasi pendidikan merupakan suatu sistem yang mengutamakan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi setiap warga negara dalam pendidikan. Dalam makalah ini akan
dibahas tentang pengertian Demokrasi pendidikan, prinsipprinsip demokrasi pendidikan,
bagaimana prinsip-prinsip demokrasi dalam pandangan islam dan demokrasi pendidikan di
Indonesia. Demokrasi pendidikan terdiri dari dua kata yaitu „‟demokrasi‟‟ dan „‟pendidikan‟‟.
Demokrasi ini secara bahasa berarti pemerintahan dari,oleh dan untuk rakyat. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai “gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta pelakuan yang sama bagi semua warga
negara.” Demokrasi di samping merupakan pelaksanaan dan prinsip kesamaan sosial dan tidak
adanya perbedaan yang mencolok, dan juga menjadi cara hidup, suatu way of life yang
menekankan nilai individu dan intelegensi serta manusia percaya bahwa dalam berbuat bersama
manusia menunjukkan adanya hubungan sosial.

Bab 11

Pendidikan Berbasis Multikultural

Pendidikan adalah salah satu bidang yang sangat menentukan dalam kemajuan suatu
Negara.Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam suku, adat, agama,

29
bahasa, dan lain-lain. Kesatuan ini akan menjadi bentuk Negara secara plural melalui
pendidikan. Perbedaan ini dapat disatukan agar tidak terjadi diskriminasi yang menyudutkan
pada salah satu golongan sehingga pembangunan Indonesia terlambat. Pada prinsipnya,
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan. Pendidikan
multikultural senantiasa menciptakan struktur dan proses dimana setiap kebudayaan bisa
melakukan ekspresi. Tentu saja untuk mendesain pendidikan multicultural secara praksis, itu
tidaklah mudah.Tetapi, paling tidak kita mencoba melakukan ijtihad untuk mendesain sesuai
dengan prinsip-prinsip pendidikan multikulturalisme. Setidaknya ada dua hal bila kita akan
mewujudkan pendidikan multikulturalisme yang mampu memberikan ruang kebebasan bagi
semua kebudayaan untuk berekspresi.

Bab 12

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan
pengakuan dari masyarakat Indonesia. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan.
Pendidikan itu sendiri mempertimbangkan suatu media yang paling jitu dalam mengembangkan
potensi anak. Oleh karena itu,pendidikan terus menerus di bangun dibangun agar dari proses
pelaksanaannya menghasilkan generasi yang diharapkan. Sumber daya manusia juga perlu di
tingkatkan, agar mampu menghasilkan sumber daya yang cerdas, terampil, mandiri dan
berakhlak mulia terus diupayakan melalui proses pendidikan. Perilaku buruknya karakter atau
tidak berkarakter dapat dilihat seksama dengan semakin maraknya terjadi tawuran antar pelajar,
ada pergaulan bebas, dan ada kaitan dengan sosialekonomi-politik di masyarakat. Pendidikan
karakter tidak hanya di emban pada guru agama saja, akan tetapi pada semua pihak yang
berkepentingan juga. Karakter dalam pendidikan selanjutnya harus dilakukan oleh seluruh
lapisan masyarakat, di seluruh lembaga pemerintah, ormas, partai politik. Juga dalam
pelaksanaanya, pendidikan karakter memerlukan peneladanan dan pembiasaan.

Bab 13

Pendidikan Agama di Indonesia

Pendidikan Agama yang diberikan secara formal disekolah khususnya yang diselenggarakan oleh
lembaga keagamaan seperti pesantren, gereja, yayasan islam, dan lain sebaginya,oleh masyarakat
dinilai gagal,karena menurut penilaian masyarakat tujuanya tidak tercapai. Agama ternyata tidak
membantu dalam upaya menanggulangi konflik sosial,padahal agama dibanggakan dan
diandalkan. Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani Paedagogie yang berarti
“pendidikan” dan Paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak-anak”. Sistem Pendidikan
Nasional dilaksanakan secara semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di suatu
wilayah Negara; menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur,jenjang,jenis pendidikan; dan
terpadu dalam artinya adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dan seluruh usaha
seluruh usaha pembangunan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya system

30
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan untuk semua
warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas,sehingga mampu dan
proaktif menjawab tentang perubahan zaman. Pada hakikatnya di lembaga pendidikan ini peserta
didik harus mendapat suri tauladan yang baik, karena sebagian besar hasil pembentukan
kepribadian adalah kteladanan yang diamatinya dari para pendidiknya. Di rumah, keteladanan ini
diteri manya dari kedua orang tuanya dari orang-orang dewasa dalam keluarga.

31
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perbandingan Kedua buku yang diriview


Kedua buku ini sama sama mengenai tentang ilmu pendidikan. Akan tetapi ada
perbedaanya yaitu, di dalam buku utama berisi tentang banyak sekali mengenai teori
sedangkan di buku pembanding teori umumnya saja.

B. Kelebihan dan Kekurangan buku yang diriview


Kelebihan buku utama
1. Penyajian materinya bagus. Sangat mudah di pahami materinya.
2. Bahasanya mudah dipahami
3. Buku ini banyak pendukung para ahlinya
Kekurangan buku
1. Buku ini masih ada kekurangnnya adalah tidak menampilkan contoh soal

Kelebihan buku pembanding


1. Penyajian materinya bagus. Sangat mudah di pahami materinya.
2. Bahasanya mudah dipahami
3. Buku ini banyak pendukung para ahlinya
4. Buku ini masih ada kekurangnnya adalah tidak menampilkan contoh soal

Kekurangan
1. Buku ini sangat banyak sekali nomor-nomor di dekat kalimatnya.
2. Materinya kurang meluas

32
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari buku yang sudah saya bandingkan saya dapat menyimpulkan bahwa buku ilmu
pendidikan kajian teorinya ini lebih luas, Kedua buku ini bagus walaupun mempunyai
kelebihan dan kekurangan, tetapi memiliki tujuan agar bagaimana seorang pembaca
dapat dengan mudah mengeri dan memahami.
B. Saran
Agar buku ini mudah dipahami oleh mahasiswa/pembaca alangkah baiknya di buku
pembanding materinya diperluas pada buku, sehingga dapat dimengerti ataupun dicerna
oleh pembaca dan juga harapan saya kedepan buku ini dapat mencantumkan soal latihan
disetiap bab agar dapat menjadi evaluasi kembali bagi pembaca dan dapat lebih di
pahami.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dwi Siswoyo, Dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta.

Mohammad Yahya, S.Ag. M.Pd.I. 2020. Ilmu Pendidikan. UNY Press.Jember.

34

Anda mungkin juga menyukai