Penyelidikan Ilmiah PM 2.5-By Ghaitsha Rumaisha
Penyelidikan Ilmiah PM 2.5-By Ghaitsha Rumaisha
Tujuan
Menyelidiki tren kenaikan cemaran PM2.5 (µg/m3) di wilayah Indonesia dari tahun ke tahun
menggunakan data AQLI (Air Quality Life Index)
Alat dan Bahan
− Laptop/komputer
Prosedur Kerja
− Unduh data cemaran PM2.5 di Indonesia dari data AQLI di
https://aqli.epic.uchicago.edu/country-spotlight/indonesia/
− Kelompokkan data tersebut berdasar pulau-pulau utama atau wilayah di Indonesia.
− Analisis data tersebut untuk menunjukkan laju kenaikan cemaran PM2.5 di wilayah
Indonesia dari tahun ke tahun.
− Supaya pembahasan lebih mendalam, kalian bisa mencari data terkait populasi, industry
ataupun berbagai aktivitas manusia lainnya di wilayah tersebut yang kiranya dapat
mempengaruhi besaran dari nilai cemaran PM2.5.
− Unggah hasil penyelidikan ini di media social kalian sehingga bisa mengedukasi kolega
kalian.
Data Pengamatan
Cemaran PM2.5 (µg/m3) pada tahun
Wilayah
1998 1999 2000 2001 2002 2003
Sumatera 10,78144729 10,95210528 12,79618421 12,60375003 17,24473683 15,38342111
Jawa 14,35462187 15,08865546 16,13655467 17,33050423 18,49596634 17,36361349
Bali & Nusa 7,710499992 8,298166622 7,895999968 8,635166693 8,760000013 7,710500032
Tenggara
Kalimantan 10,66454548 9,90545454 8,743818204 12,40854546 31,52036361 13,60727279
Sulawesi 7,79382981 8,626382967 9,63212763 10,50904259 10,98351065 9,651383012
Papua 3,336250013 4,030749988 6,547 9,712500078 10,65575 9,943250023
Rerata Nasional 9,106865741 9,483585809 10,29194745 11,86658485 16,27672124 12,27657341
Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh, buatlah grafik antara tahun dan cemaran PM2.5 serta
identifikasikan laju kenaikan cemaran PM2.5 di masing-masing wilayah pada kurun waktu
tersebut.
PULAU SUMATERA
Sumatera
30
25
20
CEMARAN
15
10
y = 0,2817x - 549,14
5 R² = 0,1846
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020
TAHUN
Pada tahun 1998 di pulau Sumatra, cemaran PM2.5 merupakan angka terendah dari kurun
waktu 1998-2018 yaitu sebesar 10,78144729 µg/m3. Kemudian, angka cemaran tersebut mengalami
kenaikan pada kurun waktu 1999-2001 dan mengalami cukup banyak kenaikan pada tahun 2002
yaitu sebesar 17,24473683 µg/m3. Pada tahun 2003, angka cemaran PM2.5 mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 15,38342111 µg/m3, namun 2 tahun setelahnya, angka
cemaran kembali mengalami kenaikan. Pada tahun 2006, angka cemaran PM2.5 mengalami kenaikan
yang cukup drastic yaitu sebesar 24,0411843 µg/m3. Kemudian, kembali terjadi penurunan angka
cemaran PM2.5 pada tahun 2007 menjadi 15,55993419 µg/m3 dan sampai tahun 2013 tidak
mengalami kenaikan maupun penurunan angka cemaran yang terlalu drastis. Kenaikan angka
cemaran Kembali terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 22,74059209 µg/m3 dan terjadi lonjakan
angka cemaran PM2.5 yang cukup drastis setahun setelahnya (tahun 2015) yaitu menjadi sebesar
27,3658552 µg/m3. Pada tahun 2016-2017 angka cemaran PM2.5 mengalami penurunan dan pada
tahun 2018 angka cemaran PM2.5 sebesar 14,94111841 µg/m3.
PULAU JAWA
Jawa
25,00000
20,00000
CEMARAN
15,00000
10,00000
Pada tahun 1998, rerata angka cemaran PM2.5 yaitu sebesar 14,35462187 µg/m3. Kemudian,
selama kurun waktu 3 tahun dari tahun 1999-2002, angka cemaran PM2.5 mengalami kenaikan
secara konstan mencapai 18,49596634 µg/m3 pada tahun 2002. Angka cemaran PM2.5 mengalami
penurunan pada tahun 2003 yaitu menjadi sebesar 17,36361349 µg/m3. Setahun setelahnya, yaitu
pada 2004, angka cemaran PM2.5 mengalami kenaikan menjadi sebesar 19,42151259 µg/m3 yang
kemudian terus mengalami kenaikan secara konstan selama 3 tahun berikutnya hingga pada tahun
2007 angka cemaran PM2.5 mencapai 20,53999998 µg/m3. Pada tahun 2008, angka cemaran PM2.5
kembali turun di angka 18,89134452 µg/m3 yang kemudian secara konstan kembali naik selama 7
tahun berikutnya dan pada tahuun 2015 menccapai angka 22,56310916 µg/m3. Kemudian, pada
tahun 2016 terjadi penurunan angka cemaran PM2.5 menjadi 21,61966388 µg/m3 dan menurun
kembali pada tahun 2017 menjadi 17,87067225 µg/m3. Pada tahun 2018, angka cemaran PM2.5
mengalami kenaikan menjadi 19,91201682 µg/m3.
PULAU BALI & NUSA TENGGARA
6 y = 0,106x - 203,62
4 R² = 0,4292
2
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020
TAHUN
Pada tahun 1998, rerata angka cemaran PM2.5 yaitu sebesar 7,710499992 µg/m3. Kemudian,
pada tahun 1999 angka cemaran PM2.5 mengalami sedikit kenaikan menjadi sebesar 8,298166622
µg/m3. Angka cemaran PM2.5 pada 4 tahun berikutnya tidak mengalami perubahan yang
signifikan, namun pada tahun 2004, angka cemaran PM2.5 naik menjadi 9,278833343 µg/m3.
Selanjutnya, pada tahun 2005 sampai 2008 angka cemaran PM2.5 tidak mengalami kenaikan
maupun penurunan yang signifikan dan berkisar antara 8-9 µg/m3. Pada tahun 2009, angka
cemaran PM2.5 naik menjadi 10,01483336 µg/m3 dan 7 tahun berikutnya berada di kisaran anggka 9-
10 µg/m3. Kemudian, pada tahun 2017, angka cemaran PM2.5 mengalami penurunan menjadi
8,830500027 µg/m3 dan pada tahun 2018, angka cemaran PM2.5 tidak jauh dari setahun sebelumnya
yaitu sebesar 8,987999998 µg/m3.
PULAU KALIMANTAN
Kalimantan
40
35
30
CEMARAN
25
20
15
10
y = 0,2572x - 498,47
5
R² = 0,0323
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020
TAHUN
Pada tahun 1998, rerata angka cemaran PM2.5 yaitu sebesar 10,66454548 µg/m3. Kemudian,
angka cemaran PM2.5 mengalami penurunan pada tahun 1999 menjadi 9,90545454 µg/m3 dan pada
tahun 2000 menjadi 8,743818204 µg/m3. Angka cemaran PM2.5 mengalami kenaikan pada tahun
2001 menjadi 12,40854546 µg/m3 dan melonjak drastis pada tahun 2002 hingga mencapai
31,52036361 µg/m3. Pada tahun 2003, angka cemaran PM2.5 turun mencapai 13,60727279 µg/m3 dan
kembali naik hingga 21,44618173 µg/m3 di tahun 2004. Angka cemaran PM2.5 mengalami
penurunan pada tahun 2005 mencapai 15,21199994 µg/m3 dan kembali melonjak drastis pada tahun
2006 yaitu sebesar 36,44945424 µg/m3. Penurunan angka cemaran PM2.5 terjadi pada 2007-2008
hingga mencapai angka 12,41745454 µg/m3 dan kembali melonjak drastis hingga mencapai
30,42581818 µg/m3 pada tahun 2009. Angka cemaran PM2.5 pun kembali turun hingga pada angka
11,4521818 µg/m3 pada tahun 2010 dan terus mengalami kenaikan sampai pada angka 17,494
µg/m3 di tahun 2012. Pada tahun 2013, angka cemaran PM2.5 turun mencapai 14,02854543 µg/m3,
namun mengalami lonjakan pada tahun 2014 hingga sebesar 26,78781836 µg/m3 dan terus naik
hingga pada 2015 mencapai 37,0903636 µg/m3. Penurunan drastis terjadi pada tahun 2016-2017 di
kisaran angka yang hampir sama yaitu 12,1-12,4 µg/m3. Pada tahun 2018, angka cemaran PM2.5
mengalami sedikit kenaikan yaitu berada pada 15,8061818 µg/m3.
PULAU SULAWESI
Sulawesi
16
14
12
CEMARAN
10
8
6 y = 0,1895x - 369,04
4 R² = 0,5412
2
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020
TAHUN
Pada tahun 1998, rerata angka cemaran PM2.5 terdapat pada angka 7,79382981 µg/m3. Angka
cemaran PM2.5 secara konstan naik pada kurun waktu 1999-2001 hingga pada tahun 2001 mencapai
10,50904259 µg/m3 dan pada tahun 2002 angka cemaran mengalami kenaikann yang tidak terlalu
banyak yaitu mencapai 10,98351065 µg/m3. Pada tahun 2003 angka cemaran PM2.5 mengalami
sedikit penurunan yaitu pada angka 9,651383012 µg/m3 dan kembali naik pada tahun 2004
mencapai 11,4296809 µg/m3. Penurunan angka cemaran PM2.5 kembali terjadi pada tahun 2005
yaitu pada angka 10,28478721 µg/m3. Kemudian, angka cemaran PM2.5 mengalami kenaikan dan
berkisar di angka 11 µg/m3 pada kurun waktu 2006-2008. Pada tahun 2009, angka cemaran naik
mencapai 12,98861702 µg/m3 dan mengalami penurunan pada tahun 2010 pada angka 11,37361703
µg/m3. Kemudian, kenaikan angka cemaran PM2.5 kembali terjadi pada tahun 2011 yaitu
12,97585109 µg/m3 dan pada kurun waktu 2012-2014 angka cemaran PM2.5 berkisar diantara 13
µg/m3. Angka cemaran PM2.5 pun berangsur turun pada kurun waktu 2015-2018 hingga pada 2018
angka cemaran PM2.5 berada di angka 11,05585107 µg/m3.
PULAU PAPUA
Papua
20
15
CEMARAN
10
5 y = 0,3633x - 718,55
R² = 0,5553
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020
TAHUN
Pada tahun 1998, rerata angka cemaran PM2.5 yaitu sebesar 3,336250013 µg/m3. Kemudian,
angka cemaran PM2.5 secara konstan terus naik pada kurun waktu 1999-2002 hingga pada tahun
2002 mencapai 10,65575 µg/m3. Pada tahun 2003, angka cemaran PM2.5 mengalami sedikit
penurunan yaitu pada angka 9,943250023 µg/m3 dan pada tahun 2004 angka cemaran PM2.5
mengalami kenaikan yang cukup banyak yaitu pada angka 12,97674998 µg/m3. Penurunan angka
cemaran PM2.5 terjadi pada tahun 2005 yaitu 10,29624999 µg/m3, namun kembali naik pada tahun
2006 mencapai 12,12675007 µg/m3. Angka cemaran PM2.5 mengalami sedikit penurunan pada
kurun waktu 2007-2008 yaitu berkisar antara 11 µg/m3 dan kembali naik pada 2009 yaitu padda
angka 12,73599999 µg/m3. Pada tahun 2010, angka cemaran PM2.5 mengalami sedikit penurunan
yaitu pada angka 11,85174997 µg/m3. Kenaikan secara konstan terjadi pada kurun waktu 2011-2014
dan pada 2014 angka cemaran PM2.5 mencapai 15,19375008 µg/m3. Pada tahun 2016, terjadi
pennurunan angka angka cemaran PM2.5 yaitu pada angka 10,96149997 µg/m3 dan pada 2018,
angka cemaran PM2.5 menunjukkan pada angka 11,42850001 µg/m3.
Penjelasan Ilmiah
Menggunakan berbagai sumber ilmiah (artikel jurnal/website/buku), buatlah penjelasan terhadap
data kenaikan dan kelajuan cemaran PM2.5 di masing-masing wilayah pada kurun waktu tersebut.
➢ PULAU SUMATERA
Particulate Matter atau PM2.5 merupakan partikel di udara yang memiliki ukuran
kurang dari atau sama dengan 2,5 mikron dan dalam jumlah banyak keberadaannya dapat
mengganggu kesehatan makhluk hidup. Partikel dengan ukuran yang sangat kecil ini
dapat diakibatkan oleh hasil pembakaran. BMKG menentukan bahwa angka cemaran
kategori baik yaitu berkisar antara 0-15,5 µg/m3. Sehingga, berdasarkan data angka
cemaran PM2.5 di pulau Sumatera dalam kurun waktu 1998-2018, terdapat tahun-tahun
tertentu yang kualitas udaranya sudah tidak termasuk dalam kategori Baik.
Pada awal tahun 1998-2001, kualitas udara di Sumatera masih dalam kaetgori baik,
meskipun pada tahun 1997 sempat terjadi kebakaran hutan, namun setahun setelahnya
yaitu pada tahun 1998, kondisi udara di pulau Sumatera sudah membaik. Kemudian,
memasuki tahun 2002, angka cemaran PM2.5 sudah termasuk dalam kategori Sedang (15,6-
55,4 µg/m3) dan terdapat lonjakan pada tahun 2006 yaitu mencapai 24,0411843 µg/m3.
Kenaikan angka cemaran PM2.5 pada tahun 2006 diakibatkan oleh adanya kebakaran hutan
dan lahan atau yang biasa disebut dengan “Karhutla” yang cukup besar. Pembakaran ini
dilakukan di rawa gambut yang luas dan akan digunakan sebagai perkebunan sawit
sehingga menimbulkan banyaknya partikel cemaran. Angka cemaran tertinggi yaitu pada
tahun 2015 mencapai 27,3658552 µg/m3 karena terjadinya kebakaran hutan yang
dipengaruhi oleh adanya El Nino dan siklon tropis. Dilansir dari BBC, Kepala Pusat Data
dan Iinformasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa El Nino dan adanya
siklon tropis dapat mengakibatkan wilayah menjadi kering dan mudah terbakar.
Kemudian, angka cemaran PM2.5 pada kurun waktu 2016-2018 pun berangsur turun dan
termasuk dalam kategori Baik.
➢ PULAU JAWA
➢ PULAU KALIMANTAN
Berdasarkan data, diketahui bahwa pada kurun waktu 1998-2001 angka cemaran
PM2.5 di Pulau Kalimantan masih dalam kategori Baik (0-15,5 µg/m3) yaitu antara
8,743818204 µg/m3 (pada tahun 2000) sampai 12,40854546 µg/m3 (pada tahun 2001).
Namun, pada tahun 2002, angka cemaran PM2.5 melonjak naik menjadi 31,52036361 µg/m3
yang diakibatkan oleh terjadinya fenomena alam “Kebakaran Bawah”. Kebakaran Bawah
adalah kebakaran yang terjadi di bawah permukaan tanah lahan gambut yang polusi
asapnya tidak secara kasat mata dapat terlihat, tetapi harus menggunakan infra merah.
Peristiwa Kebakaran Bawah inilah yang nantinya akan memicu terjadinya kebakaran
hutan pada musim kemarau.
Penurunan angka cemaran PM2.5 juga sempat terjadi, namun angka cemaran
kembali meningkat pesat di tahun 2006 mencapai 36,44945424 µg/m3. Hal tersebut
diakibatkan oleh fenomena El Nino, efek gas rumah kaca, dan kekeringan sehingga
menyebabkan terjadinya kebakaran hebat di Pulau Kalimantan tepatnya di Provinsi
Kalimantan Tengah. Kebakaran tersebut sangat hebat hingga menyebabkan berkurangnya
wilayang vegetatif sehingga secara drastis merubah kondisi indeks lahan yang ada di
Indonesia tepatnya di Pulau Kalimantan.
Puncak tertinggi angka cemaran PM2.5 di Pulau Kalimantan yaitu terjadi pada tahun
2015 yang menunjukkan angka sebesar 37,0903636 µg/m3 dimana lagi-lagi Kalimantan
Tengah menjadi titik terparah terjadinya kebakaran. Penyebab terjadinya kebakaran yaitu
faktor manusia, lahan gambut yang kering sehingga mempermudah terjadinya kebakaran,
dan fenomena El Nino yang kembali terjadi sehingga curah hujan semakin menurun.
Diperkirakan, lebih dari 2,6 juta ha lahan di Indonesia terbakar di sepanjang tahun 2015
sehingga meningkatkan emisi gas karbon dioksida sebanyak lebih dari 15,95 juta ton per
harinya.
➢ PULAU SULAWESI
Angka cemaran PM2.5 di Pulau Sulawesi dalam kurun waktu 1998-2018 masuk
dalam kategori Baik (0-15,5 µg/m3) yaitu dalam rentang 7,79382981 µg/m3 (pada tahun
1998) sampai 13,84478725 µg/m3 (pada tahun 2014). Laju kenaikan angka cemaran pada
kurun waktu 1998-2014 dapat dikatakan naik secara konstan namun masih dalam batas
kategori Baik, yaitu tidak lebih dari 15,5 µg/m3. Kemudian, pada kurun waktu 2014-2018,
angka cemaran berangsur turun. Tidak terdapat peristiwa khusus yang menyebabkan
adanya cemaran partikel polusi di Pulau Sulawesi. Oleh karena itu dapat dinyatakan
bahwa penyebab utama dari adanya partikel polusi di Pulau Sulawesi ini yaitu karena
asap buangan kendaraan, asap pabrik, dan dari sisa pembakaran lainnya. Di sisi lain,
aktivitas sektor pertambangan di Pulau Sulawesi yang cukup tinggi tidak memiliki
pengaruh besar pada cemaran partikel polusi udara, melainkan mempengaruhi kondisi air
dan tanah.
➢ PULAU PAPUA
Pulau Papua dikenali sebagia kawasan yang memiliki kondisi alam dan
keanekaragaman hayati yang sangat indah. Namun, akhir-akhir inni, Pulau Papua
menghadapi permasalahan yang mengancam kondisi alam mereka. Pada tahun 1998,
angka cemaran PM2.5 di Pulau Papua menunjukkan angka yang paling rendah
dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia yaitu sebesar 3,336250013 µg/m3.
Seiring berjalannya waktu, angka cemaran PM2.5 tersebut pun secara konstan naik hingga
mencapai puncak data tertingginya yaitu 15,19375008 µg/m3. Naiknya angka cemaran
tersebut dikarenakan adanya perusahaan sawit yang gencar melakukan pembukaan lahan
untuk memperluas kebun sawit. Pembukaan lahan yang dilakukan dengan menebang
pohon sekaligus dengan pembakaran, mengakibatkan tingginya cemaran partikel polusi
serta semakin berkurangnya area hutan di Pulau Papua. Kendati demikian, berdasarkan
data diketahui bahwa dalam kurun waktu 2015-2018, angka cemaran PM2.5 mengalami
penurunan.
Kesimpulan
Buatlah kesimpulan dari penyelidikan ilmiah yang sudah kalian lakukan.
Berdasarkan data angka cemaran PM2.5 di Indonesia, dapat diketahui bahwa kondisi udara
dalam negeri yaitu berada pada kategori Baik (0-15,5 µg/m3) dan Sedang (15,6-55,4 µg/m3).
Kenaikan angka cemaran di Indonesia diakibatkan oleh tingginya mobilitas transportasi sehingga
asap kendaraan pun menjadi banyak, kegiatan industri pabrik dan pertambangan, serta kebakaran
lahan maupun “pembakaran” lahan. Penyebab dari cemaran partikel polusi ini harus segera
ditanggulangi karena partikel PM2.5 merupakan jenis partikel yang berbahaya. Hal ini karena
kecilnya ukuran partikel tersebut (2,5 mikron) sehingga dapat dengan mudah terhirup dan masuk
ke dalam aliran darah manusia yang kemudian menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Selain
itu, cemaran PM2.5 dapat meningkatkan polusi lingkungan dan berpengaruh buruk pada kondisi
tanah dan kejernihan air juga nantinya akan mempengaruhi tumbuhan serta ekosistemnya.
Daftar Pustaka
Amindoni, A. (2020, November 12). BBC.com. From Hutan di Papua menghadapi ancaman
serius akibat perluasan kebun kelapa sawit.: https://www.bbc.com/indonesia/media-
54913225
Amindoni, A. (2021, Maret 22). BBC.com. From Hari Air Sedunia: Hutan Perempuan di Papua,
‘surga kecil yang dirusak manusia’: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
56276719
Fajri, D. L. (2021, September 27). KataData. From Mengenal PM 2.5 dan PM 10, Partikel
Berbahaya bagi Tubuh: https://katadata.co.id/intan/berita/615177e7d841c/mengenal-pm-
25-dan-pm-10-partikel-berbahaya-bagi-tubuh/
IQAir. (2022). From PM 2.5: https://www.iqair.com/id/newsroom/pm2-5
Lumbanrau, R. E. (2021, Juni 7). BBC.com. From 'Di mana ada tambang di situ ada penderitaan
dan kerusakan lingkungan', nelangsa warga dan alam di lingkar tambang:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57346840
Prastyani, E. (2021, Juli 28). Forum Geosaintis Muda Indonesia. From Rekam Jejak Kebakaran
Hutan di Indonesia: https://fgmi.iagi.or.id/berita/berita-dunia-geosaintis/rekam-jejak-
kebakaran-hutan-di-indonesia/
Sutrisno, D. (2019, Juli 27). IDN Times JABAR. From Kualitas Udara Jawa Barat Kian
Memburuk: https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/kualitas-udara-jawa-
barat-kian-memburuk
Wijaya, L. D. (2020, September 23). Tempo.co. From 8 sumber Polusi Udara Jakarta: Ada Asap
Kendaraan dan Pembakaran Batu Bara: https://metro.tempo.co/read/1389310/8-sumber-
polusi-udara-jakarta-ada-asap-kendaraan-dan-pembakaran-batu-bara