Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Hujan Asam
Guru Pengampu: Annisa Pratiwi S. Pd

Kelas: X.VIII
Penyusun: Kelompok III
1. Aydina Mayra faranisa
2. Brian khalish Athallah
3. Chelsy Rahmalisya
4. I Made Raditya Pangredana
5. Larasati Ayu Ramadhani

SMA Pusaka 1 Jakarta


Tahun Pelajaran 2022/2023
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

2
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................... 2
Daftar isi.............................................................................. 3
Bab 1................................................................................... 4
Pendahuluan.............................................................. 4
A. Latar Belakang............................................................. 4
B. Rumusan Masalah....................................................... 8
C. Tujuan Penelitian........................................................ 9
D. Manfaat Penelitian..................................................... 9
Bab II................................................................................... 10
Pembahasan.............................................................. 10
A. Pengertian Hujan Asam............................................... 10
B. Bagaimana Terjadinya Hujan Asam............................. 11
C. Penyebab Terjadinya Hujan Asam............................... 13
D. Kerugian Yang Ditimbulkan Hujan Asam..................... 14
Bab III................................................................................... 15
Penutup...................................................................... 15
A. Kesimpulan.......................................................... 15
B. Saran.................................................................... 15
Daftar Pusaka.............................................................. 16

3
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
A. Latar Belakang Besarnya jumlah penduduk dalam suatu kawasan dapat berperan
sebagai awal dari munculnya masalah lingkungan. Masalah jumlah penduduk tidak
sekedar pemenuhan kebutuhan pangan dan papan. Dewasa ini terjadi peningkatan
kuantitas dan ragam kebutuhan (Miller, 2007). Semakin banyak jumlah penduduk
serta semakin berkembangnya ragam kebutuhan yang harus dipenuhi
menyebabkan konsumsi energi meningkat. Sebagian besar sumber energi yang
digunakan berasal dari bahan bakar fosil (Lotfalipour et. al., 2010). Kebutuhan
sandang, perabotan dan sarana lainnya dapat dipenuhi oleh produk industri.
Industri memerlukan energi untuk menghasilkan produk. Pertumbuhan jumlah
penduduk suatu kota menuntut perkembangan hunian baru di kawasan pinggiran.
Jarak hunian dengan tempat kegiatan menyebabkan terjadinya mobilitas
penduduk dari suatu kawasan ke kawasan lain. Pergerakan penduduk dari kawasan
hunian ke pusat kegiatan di pusat kota maupun kawasan industri di pinggiran kota
menyebabkan pertambahan konsumsi bahan bakar, kemacetan dan pencemaran
udara. Industrialisasi, urbanisasi dan transrportasi menjadi beban lingkungan dan
bila tidak dikelola sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan dan menjadi bencana bagi kehidupan (Miller,
2007). Aktifitas kota memberi kontribusi besar terhadap polusi udara. Wilayah kota
hanya berkisar 3% dari luas daratan tapi ditempati oleh 50% populasi manusia. Laju
urbanisasi dan industrialisasi di negaranegara berkembang dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, disisi lain pertumbuhan 2 industri menyebabkan
peningkatan konsumsi energi, emisi polutan dan pencemaran lingkungan (Dulal
and Akbar 2012; Dulal et. al., 2011; Huber2008).
Dewasa ini hampir semua kebutuhan energi diperoleh dari konversi sumber energi
fosil. Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil juga melepaskan
4
gas-gas polutan, antara lain karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO),
nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2) dan partikulat yang menyebabkan
pencemaran udara (Manahan, 2000; Miller, 2007). Pencemaran udara dan hujan
asam merupakan masalah lingkungan serius (Larsen et al., 1999). Pencemaran
udara disebabkan oleh masuknya bahan pencemar ke atmosfer merupakan
dampak dari pembangunan ekonomi (Chernichan, 2012). Setiap negara berupaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan industrialisasi.
Pertumbuhan industri sebesar 1% mengakibatkan peningkatan emisi polutan total
sebesar 11,8% (Cherniwchan, 2012). Emisi polutan di Asia bertambah dengan cepat
seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. (Chantara, 2012). Konsumsi
energi dari bahan bakar fosil di Asia diperkirakan meningkat dua kali lipat dalam
dua dekade terakhir. Diperkirakan tahun 2030 konsumsi mencapai 6,3 Btoe
(billions ton oil equivalent) disebabkan oleh laju urbanisasi, industrialisasi dan
pertumbuhan penduduk (Mukherjee and Sovacool, 2012). Emisi gas NO2 dan SO2
ke udara dapat teroksidasi membentuk polutan sekunder berupa asam nitrat
(HNO3) dan asam sulfat (H2SO4). Kedua asam tersebut merupakan asam kuat dan
sangat larut dalam air sehingga dapat menyebabkan pH air hujan turun menjadi <
5,6 dan meningkatkan daya hantar listrik (DHL) air hujan. Air hujan yang
mengandung asam dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Saat ini telah terjadi
peristiwa hujan asam di berbagai Negara dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Kerusakan tanaman akibat hujan asam telah terjadi pada hutan di Jerman dikenal
sebagai Germany’s Black Forest (Manahan, 2000), 3 kerusakan hutan di California
Utara (Cunningham, 2004). Hujan asam berdampak pada ukuran kokon ulat sutera
menjadi lebih kecil (Prehatin, 2011). Peningkatan keasaman pada badan air (sungai
dan danau) menimbulkan efek toksik (keracunan) pada hewan dan tanaman yang
hidup di dalamnya terutama ikan. Banyak spesies ikan yang dapat hidup pada pH >
5,5 tetapi hanya sedikit spesies yang yang mampu bertahan hidup pada pH di
bawah ≤ 5 (Tietenberg, 2003). Di Kanada, lebih dari 50% danau-danau di Kanada
mempunyai pH ≤ 5,5 (Bellehumeur et.al., 2000). Di Italia bagian utara, hujan
dengan pH rerata 5,2 menyebabkan penurunan konsentrasi unsur hara sebagai
nutrisi tanaman (Bini et.al., 1998). Di Shaoshan China, hujan asam menyebabkan
pembilasan (leaching) Ca2+, K+ dan Cl- pada kanopi hutan (Xiang R., et.al., 2008).
Korosi pada bangunan, jaringan listrik, peralatan dan material logam disebabkan
karena efek ion Hidrogen [H+ ] (Tietenberg, 2003). Pelarutan logam menyebabkan

5
bertambahnya kandungan logam di perairan dan menyebabkan dampak lain akibat
pencemaran logam di perairan (Cunningham, 2004; Manahan, 2000) Di Indonesia,
menurut Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementrian
Lingkungan Hidup, berdasarkan data tahun 2001-2009 peristiwa hujan asam telah
terjadi di beberapa kota yaitu Jakarta, Serpong, Kototabang, Bandung dan Maros.
Air hujan pada kota-kota tersebut mempunyai pH 5,40 – 4,30
(www.antaranews.com). Derajat keasamam (pH) air hujan di Stasiun BMKG
Semarang dari Januari 2009 hingga April 2013, air hujan dengan pH 4,37 terjadi
pada bulan Nopember 2010 (www.bmkg.go.id). Sebaran pH air hujan di Semarang
terjadi secara tidak merata pada setiap wilayah, pH terendah di wilayah sekitar
BMKG dan Kali Banteng dengan pH 5,24 dan tertinggi di Mateseh dan Gunung Pati
dengan pH 6,02 (Reni, 2011). 4 Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran
udara dan kejadian hujan asam, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
berbagai kebijakan untuk mengendalikan emisi polutan yang dilepaskan ke udara
dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak serta menjaga mutu udara.
Peraturan-peraturan tersebut adalah: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 13 tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak, Keputusan
Kepala BAPEDAL Nomor 205 tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara, Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21
tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Pembangkit Listrik
Termal, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2009 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak Dan Gas
Bumi, Keputusan Gubernur Jawa Tengan Nomor 10 tahun 2000 tentang Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak di Provinsi jawa Tengah, Keputusan Gubernur Jawa
Tengan Nomor 8 tahun 2001 tentang Baku Mutu Udara Ambien di Provinsi jawa
Tengah. Pada dasarnya alam mempunyai mekanisme untuk kembali pada keadaan
semula (daya lenting) ketika ada polutan yang masuk ke dalamnya dengan
mekanisme daur yang disebut sebagai daya tampung lingkungan. Kemampuan
tersebut tergantung pada komponen alam yang berfungsi untuk mendekomposisi
polutan serta jumlah polutan yang masuk. Terjadinya pencemaran disebabkan
karena laju polutan yang masuk ke dalam lingkungan tidak sebanding dengan
kemampuan mekanisme daur atau melebihi daya tampung lingkungan (Miller,
2007). Kota Semarang merupakan ibukota dan pusat pertumbuhan ekonomi di

6
Jawa tengah. RPJMD Kota Semarang tahun 2010 – 2015 menetapkan arah
kebijakan Kota Semarang berkembang sebagai kota industri, perdagangan, jasa dan
pendidikan. Perkembangan kota dapat memicu terjadinya urbanisasi dan
peningkatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk pada tahun 5 2013 sebanyak
1.731.227 jiwa dan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk per tahun sebesar
0,96% (BPS Kota Semarang, 2014). Pertambahan jumlah penduduk di kota
Semarang berasal dari pertumbuhan alami dari kelahiran dan kematian serta
pertambahan penduduk disebabkan karena urbanisasi dengan tujuan untuk
pendidikan dan pekerjaan. Pertumbuhan penduduk Kota Semarang mengakibatkan
pengembangan wilayah hunian baru yang semakin jauh dari pusat kota di
Kecamatan Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Genuk dan Manyaran.
Pengembangan pemukiman yang semakin jauh dari pusat kegiatan di kota
menyebabkan peningkatan mobilisasi penduduk dari hunian ke tempat kegiatan
untuk pekerjaan, pendidikan maupun pemenuhan kebutuhan lainnya. Peningkatan
mobilitas penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan sarana transportasi dan
konsumsi bahan bakar. Sarana transportasi di Kota Semarang dalam 2005 – 2013
terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Peningkatan kendaraan roda
empat baik mobil pribadi, dinas maupun umum sebesar 12,4%, sedangkan
kendaraan roda dua sebesar 8,8%. Peningkatan jumlah kendaraan diikuti oleh
peningkatan konsumsi bahan bakar untuk kegiatan transportasi rerata dalam lima
tahun terakhir sebesar 8 % (BPS Kota Semarang, 2014). Perkembangan industri di
Kota Semarang dari tahun 2005 – 2009 mengalami fluktuasi, pertumbuhan industri
tahun 2005 sebesar 13,6%; tahun 2006 sebesar 2,6%; 2007 sebesar 10,6%; 2008
sebesar 5,9% dan 2009 sebesar 0,17% (Pemerintah Kota Semarang, 2010).
Pengembangan kawasan industri pada daerah pengembangan terutama di daerah
perbatasan. Sebelah selatan: Srondol Kulon. Sebelah timur: Kawasan Industri
Terboyo, Muktiharjo, Banjardowo dan Plamongan sari. Sebelah barat: kawasan
Industri Tugu, Candi, Tambakaji dan Jatibarang. Pemusatan industri pada satu
kawasan dapat menyebabkan penumpukan polutan dan pencemaran. 6
Berdasarkan uraian di atas, perkembangan Kota Semarang sebagai kota industri,
perdagangan, jasa dan pendidikan, meningkatnya sarana transportasi,
meningkatnya konsumsi bahan bakar serta telah terindikasi kejadian hujan asam
dan kecenderungan pH menurun dalam 4 (empat) tahun terakhir. Perlu diadakan
penelitian untuk menganalisis kejadian hujan asam dengan melakukan penelitian

7
terhadap emisi SO2 dan NO2 dari kegiatan industri dan transportasi, konsentrasi
SO2 dan NO2 di udara ambien, pH, DHL, SO4 2- dan NO3 - dalam air hujan,
pengaruh SO2 dan NO2 dari kegiatan industri dan transportasi terhadap SO4 2- dan
NO3 - dalam air hujan serta mengembangkan model hujan asam agar dapat
diketahui sumber emisi dominan penyebab terjadinya hujan asam di wilayah
tertentu di Kota Semarang sehingga dapat dilakukan upaya pengendalian dan
pencegahan terjadinya hujan asam

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah
yang akan dirumuskan adalah:
1. Bagaimana pola sebaran NO2 dan SO2 di Semarang dari aktifitas industri dan
transportasi?
2. Bagaimana pH, DHL, SO4 2- dan NO3 - air hujan di Kota Semarang?
3. Bagaimana pengaruh NO2 dan SO2 dari aktifitas industri dan transportasi
terhadap SO4 2- dan NO3 - dalam air hujan?
4. Bagaimana model sebaran SO4 2- dan NO3 - dalam air hujan di Kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian
8
Berdasarkan uraian analisis pada latar belakang, bahwa tujuan penelitian ini untuk:
1. Dampak Dari Hujan Asam
2. Untuk mengetahui kandungan Hujan Asam
3. Untuk mengetahui rangkaian Hujan Asam

D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi buat pembaca tentang Hujan Asam
2. Sebagai wawasan untuk pembaca mengenai Hujan Asam ini
3. Sebagai bahan untuk pembaca supaya bisa menghindari Bencana ini.

Bab II
9
Pembahasan
A. Pengertian Hujan Asam
Hujan asam adalah air hujan dengan pH (keasaman) 5,6 dimana air murni
berada dalam kesetimbangan dengan konsentrasi CO2 global (350 ppm) di
atmosfer.
Pengaruh keasaman air hujan selain dipengaruhi oleh unsur asam seperti SO4
2-, NO3-,Cl-., juga dipengaruhi unsur basa seperti NH3 dan CaCO3. Dampak dari
transportasi
dan industri akan mempengaruhi konsentrasi CO2 di atmosfer. Tahun 2004 di
beberapa lokasi di Bandung seperti Cipedes (Bandung Barat) dan Jl. Martadinata
(Bandung Timur) mewakili daerah padat transportasi dan Dago (Bandung Utara)
sebagai daerah perumahan mempunyai konsentrasi CO2 yang bervariasi.
Konsentrasi
rata-rata CO2 bervariasi 330-426 ppm untuk Cipedes dan 307-372 ppm untuk
Martadinata, sedangkan Dago bervariasi 254-290 ppm. Ternyata terdapat korelasi
antara konsentrasi CO2 dan terjadinya hujan asam di Bandung umumnya kecuali
wilayah Dago.

B. Bagaimana Terjadinya Hujan Asam


Peningkatan emisi gas-gas hasil pembakaran bahan bakar dan biomassa
10
seperti karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksida (NOx), dinitrogen oksida (N2O), metana (CH4), hidrokarbon
lain dan aerosol ke udara akan mempengaruhi konsentrasi ozon (O3)
(Houghton et al., 2001), dan berdampak pada terjadinya hujan asam. Polutan
seperti oksida sulfur (SO2) dan oksida nitrogen (NO2) melalui reaksi oksidasi
akan berubah menjadi SO3 dan NO3, selanjutnya berubah menjadi senyawa
sulfat dan senyawa nitrat. Emisi alkali (partikel debu dan gas NH3) akan
mempengaruhi keasaman air hujan secara signifikan, dengan menetralkan
beberapa faktor asam (Chandra Mouli P., et al., 2005). CO2 di atmosfer telah
meningkat sejak revolusi industri dikarenakan pertumbuhan dari aktivitas
manusia yang cepat. Sejumlah CO2 di atmosfer tidak hanya dipengaruhi oleh
emisi CO2 antropogenik tetapi berasal dari perubahan CO2 karena sistem
karbon, biosfer daratan dan lautan. Variasi secara spasial dan waktu dari CO2
memberikan informasi tentang karakteristik CO2 dikarenakan interaksi
atmosfer, daratan dan laut. Saat ini telah dilakukan pengukuran vertikal CO2
untuk mengurangi cara perhitungan flux CO2 yang sulit, khususnya di posisi diatas
planetary boundary layer (lapisan batas di atmosfer) seperti dilakukan
oleh Machida et al., (2007).
Konsentrasi CO2 di atmosfer bervariasi dengan lokasi dan musim.
Terdapat kesetimbangan CO2 terlarut dalam air dengan gas CO2 di atmosfer.
CO2 dan produk ionisasinya adalah ion bikarbonat (HCO3
-) dan ion karbonat (CO32-)
mempunyai peranan mempengaruhi kimia air (Manahan, 1999).
Karbon dioksida terdisosiasi dalam air membentuk H+ dan HCO3- dan

11
mempengaruhi pH air. Dalam air hujan nilai pH 5,6 adalah batas normal dari
keasaman air hujan, dimana air murni berada dalam kesetimbangan dengan
konsentrasi CO2 global (350 ppm) di atmosfer, dan pH 5,6 digunakan sebagai
garis batas untuk keasaman air hujan (Seinfeld and Pandis, 1998). Berdasarkan
penelitian sebelumnya, secara alami keberadaan CO2, NOx dan SO2 akan
dilarutkan oleh awan dan titik-titik hujan dan hasilnya nilai pH hujan dalam
atmosfer bersih berada antara 5,0 dan 5,6 (Charlson and Rodhe, 1982 dalam
Seinfeld dan Pandis (1998).

c. Penyebab Terjadinya Hujan Asam

12
Meskipun hujan asam tidak lagi menjadi tranding topik di media Amerika Utara
dan Eropa, para ilmuwan terus mengamati dan mempelajari tingkat pengendapan
serta status pemulihan ekosistem di banyak wilayah. Memang, banyak kemajuan
ilmiah telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir seperti meningkatnya
pemahaman kita tentang peran tanah dalam penanganan pemulihan ekosistem,
mengungkap berbagai faktor yang mempengaruhi bagaimana biota merespons
tingkat pengendapan yang lebih rendah, dan mendokumentasikan laju ekosistem
dalam pemulihan. Hujan asam merupakan salah satu eksperimen yang
menunjukkan gangguan ekosistem skala hemisfer yang tidak disengaja yang
memerlukan studi berkelanjutan. Pengamatan baru memberi informasi kepada
para ilmuwan tentang kapasitas ekosistem untuk pemulihan dari efek hujan asam.
Selain itu, semakin dikenalnya hubungan polutan udara seperti merkuri (Hg), ozon
(O3) dengan SO2 dan NOX, dapat mengakibatkan pemicu utama hujan asam.

D. Kerugian
13
Terdapat korelasi yang signifikan antara pH dengan CO2 yaitu berupa
persamaan garis lurus y (CO2) = -62,732pH + 701,8 dengan angka korelasi
0,89. Konsentrasi rata-rata CO2 di Dago masih aman untuk menyebabkan hujan
asam. Sedangkan konsentrasi rata-rata CO2 di Cipedes dan Martadinata adalah
360 ppm dengan pH = 5,53 dan 372 ppm dengan pH = 5,01. Jadi untuk
Cipedes dan Martadinata, konsentrasi CO2 telah berpotensi menyebabkan hujan
asam. Selama tahun 2004 telah terjadi hujan asam di Cipedes dan Martadinata
dengan frekuensi lebih besar dari 60%.

Bab III
14
Penutup
A. Kesimpulan
Terdapat korelasi yang signifikan antara pH dengan CO2 yaitu berupa
persamaan garis lurus y (CO2) = -62,732pH + 701,8 dengan angka korelasi
0,89. Konsentrasi rata-rata CO2 di Dago masih aman untuk menyebabkan hujan
asam. Sedangkan konsentrasi rata-rata CO2 di Cipedes dan Martadinata adalah
360 ppm dengan pH = 5,53 dan 372 ppm dengan pH = 5,01. Jadi untuk
Cipedes dan Martadinata, konsentrasi CO2 telah berpotensi menyebabkan hujan
asam. Selama tahun 2004 telah terjadi hujan asam di Cipedes dan Martadinata
dengan frekuensi lebih besar dari 60%.

B. Saran
Untuk para pembaca supaya terus menjaga lingkungan, memakai kendaraan
bermotor jika berpergian jauh saja, dan kurangi efek gas rumah kaca. Kami selaku
penulis memberi masukan untuk mencegah bencana ini terjadi lagi.

Daftar Pusaka
15
Tuti, Budiwati, ANALISIS HUJAN ASAM DAN CO2 ATMOSFER, Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas
Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009
https://ejournal.pnc.ac.id/index.php/jppl/article/download/788/pdf

https://www.academia.edu/27727307/Makalah_Hujan_Asam

16

Anda mungkin juga menyukai