PENDAHULUA
Hipotermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
(36,5 – 37,5 ° C). Sejak awal tahun 1900-an, hipotermi menjadi masalah yang penting pada
bayi baru lahir, karena bayi baru lahir belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
baik. Hipotermi telah diketahui menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi baru lahir hampir di setiap benua di dunia.1
Bayi baru lahir memiliki kemampuan yang belum sempurna dalam termoregulasi
suhu tubuhnya sehingga perlu dilindungi dari udara dingin dan panas. Data dari suatu
penelitian di California, Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat
sekitar 64 % kasus hipotermi pada bayi baru lahir dengan berat lahir cukup (≥2500 gr) dan
insidennya semakin meningkat seiring dengan semakin rendahnya berat bayi baru lahir. Hal
ini menunjukkan pentingnya pengetahuan mengenai hipotermi pada bayi baru lahir sehingga
dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mengurangi angka kematian bayi. Sebagai
lini pertama pelayanan kesehatan, dokter umum diharapkan memiliki kompetensi yang
memadai mengenai hipotermi pada bayi baru lahir ,sehingga dapat memberikan pelayanan
yang maksimal sekaligus melakukan promosi dan prevensi hipotermi pada bayi baru lahir.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Karena adanya keterbatasan ini, maka seorang bayi baru lahir harus dapat dijaga
suhunya dibawah suhu lingkungan yang netral. Suhu kulit normal dari seorang bayi baru lahir
adalah 36,0 - 36,5°C. Suhu inti (rektal) normal adalah 36,5-37,5°C. Suhu aksila mungkin
dapat 0,5 - 1°C lebih rendah dari suhu inti. Suhu lingkungan yang diharapkan pada bayi baru
lahir dengan berat badan > 2500 gr dan masa kehamilan > 36 minggu dapat dirinci dalam
tabel berikut 5:
Tabel 1. Suhu lingkungan yang diharapkan untuk bayi dengan berat badan lahir >2500 gr
atau usia gestasi >36 minggu.5
Usia bayi Suhu lingkungan yang diharapkan (°C)
0 – 24 jam 31,0 – 33,8
24 – 48 jam 30,5 – 33,5
48 – 72 jam 30,1 – 33,2
72 – 96 jam 29,8 – 32,8
4 – 14 hari 29,0 – 32,6
2.3. Epidemiologi
Hipotermi pada bayi baru lahir terjadi di seluruh dunia dan terjadi lebih sering
daripada yang diperkirakan. Hipotermi terjadi lebih sering pada musim dingin di daerah-
daerah yang memiliki perbedaan suhu yang tinggi antara siang dan malam. Akan tetapi, suhu
lingkungan yang rendah bukan merupakan faktor terpenting dalam terjadinya hipotermi.
Insiden yang tinggi dilaporkan pada daerah dengan suhu rata-rata 26 – 30 ° C.1
4
Suatu penelitian di sebuah rumah sakit di Ethiopia, menunjukkan bahwa 67 % bayi
baru lahir dengan berat badan lahir rendah dan berisiko tinggi, dirawat di unit intensif karena
hipotermi. Di Nepal, suatu penelitian yang dilaksanakan pada bulan-bulan di musim dingin,
ditemukan lebih dari 80 % bayi yang lahir di rumah sakit maternitas di Kathmandu
mengalami hipotermi setelah lahir dan 50 % tetap hipotermi setelah 24 jam. Data ini
mencakup bayi baru lahir sehat dengan berat lahir cukup dan bayi sakit dengan berat lahir
rendah.1
Suatu penelitian besar di beberapa provinsi di Cina memperoleh insiden sklerema
sebesar 6,7 per 1000 bayi yang banyak diderita bayi prematur dan berat lahir rendah dengan
penyebab dasarnya adalah hipotermi. Perlu ditekankan bahwa hipotermi merupakan masalah
yang dapat terjadi pada area tropis maupun area pegunungan dengan iklim dingin.1
Risiko hipotermi lebih tinggi pada bayi yang lahir di rumah daripada di rumah sakit.
Hipotermi ini menjadi salah satu faktor mortalitas pada bayi muda usia 0-2 bulan, sehingga
WHO merekomendasikan suatu perlindungan termal pada bayi baru lahir yang adekuat. Akan
tetapi hal ini lebih sulit dicapai pada negara-negara Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika.7
Hipotermi sering terjadi pada lebih dari 50 % bayi yang waktu menyusuinya ditunda
24 jam dan 75 % pada bayi yang umbilikusnya tidak dipotong langsung saat lahir. Selain itu,
faktor berat badan bayi baru lahir juga berpengaruh. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
risiko hipotermi akan meningkat sekitar 7,4 % pada bayi dengan penurunan berat badan 100
gr pada rentang berat badan 2500-3000 gr, dan akan lebih tinggi pada bayi dengan rentang
berat badan 2000-2500 gr dan < 2000 gr. Faktor jenis kelamin belum dapat dibuktikan
berperan secara signifikan dalam insiden hipotermi ini, sama halnya dengan faktor sosial
ekonomi.7
6
Pada bayi baru lahir yang sakit berat, misalnya mengalami asfiksia dan hipoksia serta
adanya riwayat pemakaian sedatif pada ibu seperti diazepam, produksi panasnya akan
terganggu, termasuk juga bayi prematur dengan cadangan lemak coklat yang sedikit. Berikut
disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan produksi panas pada
bayi.4
7
dengan produksi yang baik dan
melanin yang rendah konsentrasi melanin
normal
Dermo-epidermal Kohesi antara dermis Kohesi antara dermis Kohesi antara dermis
junction dan epidermis sedikit dan epidermis sedikit dan epidermis baik
Dermis Serat elastis sedikit, Serat elastis sedikit, Serat elastis penuh
lebih tipis lebih tipis
Kelenjar keringat Duktus paten, sel-sel Distribusi kelenjar Distribusi kurang
sekret belum keringat lebih rapat, rapat, mampu
berdiferensiasi, tetapi kemampuan berkeringat dengan
kemampuan berkeringat masih baik
berkeringat rendah rendah
Rambut Lanugo Rambut pendek dan Rambut pendek halus
halus dan rambut dewasa
Kelenjar sebasea Besar dan aktif Besar dan aktif Besar dan aktif
Sistem saraf dan Belum sepenuhnya Nervus kecil, tidak Struktur dewasa
vaskuler terorganisir, nervus termielinisasi,
tidak termielinisasi, berkembang penuh
seperti struktur janin pada usia 3 bulan
Permeabilitas Sangat permeabel Meskipun ketahanan Ketahanan terhadap
terhadap zat yang terhadap penetrasi penetrasi baik
larut lemak dan sudah baik, tetapi
absorpsinya akan permeabilitas
meningkat seiring terhadap zat larut
dengan rasio lemak dan
permukaan kulit absorpsinya masih
dibanding berat meningkat seiring
badan dengan rasio
permukaan kulit
dibanding berat
badan
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa adanya perbedaan struktur kulit antara bayi
baru lahir dengan dewasa akan meningkatkan risiko hilangnya panas pada bayi. Mekanisme
kehilangan panas ini dapat diuraikan sebagai berikut :
8
Gambar 1. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir.1
Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua
obyek. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit bayi baru lahir dengan
permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang
berada pada permukaan atau alas dingin, seperti pada waktu proses penimbangan3. Konduksi
ini juga dapat terjadi bila bayi baru lahir memakai selimut yang dingin atau pakaian yang
basah. Akan tetapi, jumlah panas yang hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini
cenderung sedikit dan dapat diabaikan.4
Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi sehingga
sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara udara dan bayi. Kehilangan panas secara
konveksi ini juga bergantung pada kecepatan udara sekitar. Semakin cepat udara yang
melewati permukaan tubuh bayi, maka penyekat antara bayi dan udara akan hilang sehingga
kehilangan panas akan meningkat.4 Sumber kehilangan panas disini dapat berupa inkubator
dengan jendela yang terbuka, ruangan perawatan yang dingin dan pada waktu proses
transportasi bayi baru lahir ke rumah sakit.3
Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin yang
ada di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin.3 Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu
9
inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan
langsung terpapar ruangan dingin.4
Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air yang
menguap akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm
terjadi sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi
ini mencakup yang keluar melalui saluran nafas dan difusi pasif air melalui epidermis
(transepidermal water loss/TEWL). Bayi prematur memiliki TEWL yang lebih besar
daripada bayi aterm, sekitar 6 kali per unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26
minggu. Hal ini terjadi karena kulit bayi preterm yang tipis dan resistensi yang kurang,
seperti dijelaskan dalam tabel 2 di atas.4
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi secara tidak
langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran udara dan kelembaban lokal
yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan fototerapi ini perlu dibarengi dengan
pencegahan tertentu misalnya dengan pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening
yang akan mengurangi TEWL hingga 75 % .4
3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin /saat
persalinan/postpartum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anestesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan
mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.3
10
Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi pengumpulan
produksi panas melalui peningkatan laju metabolik yang meliputi ketidakcukupan suplai
oksigen akibat peningkatan konsumsi oksigen, hipoglikemi sekunder akibat deplesi
penyimpanan glikogen, asidosis metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer,
hambatan pertumbuhan, apneu dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.5
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan terlewati maka
akan terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti disseminated intravascular
coagulation dan perdarahan pulmonal dapat terjadi pada hipotermi berat dan syok sebagai
hasil dari pengurangan tekanan arteri sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan
intraventrikel dansinus bradikardi berat.5
2.6.Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. Hipotermi berat3
1. Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ), lakukan manajemen
gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam
batas normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
13
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35°C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5°C/jam, berarti
upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu bayi normal :
Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
B. Hipotermi sedang3
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memkai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care)
3. Bila ibu tidak ada :
Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan
inkubator dan ruangan hangat, bila perlu
Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.
Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafas, kejang,
tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
14
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani gangguan nafasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5°C/jam, berarti usaha
mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5°c/jam, cari tanda sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :
Lakukan perawatan lanjutan
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
15
Cara pemakaian : 5
a. Menggunakan servocontrol, dengan pengaturan suhu untuk kulit perut 36,0-
36,5°C.
b. Penggunaan inkubator dengan dua lapis dinding, bila memungkinkan.
c. Tutup kepala bayi dengan topi.
d. Jaga kelembapan pada level ≥40-50%. Kelembapan yang berlebihan dan pakaian
yang basah dapat memicu terjadinya kehilangan panas yang berlebihan dan
pengumpulan cairan yang dapat memungkinkan terjadinya infeksi.
e. Jaga suhu ventilator pada suhu ≥34,0-35,0°C.
f. Letakkan matras penghangat di bawah tubuh bayi yang memiliki suhu bervariasi
antara 35,0-38,0°C. Untuk perlindungan, suhu dapat diatur antara 35,0 dan
36,0°C. Untuk menghangatkan bayi yang hipotermi, suhu dapat diatur mencapai
37,0 dan 38,0°C.
g. Bila temperatur sulit untuk diatur, tingkatkan level kelembapan atau gunakan
pancaran penghangat ( di beberapa institusi)
Secara praktis, perawatan dalam inkubator dengan suhu diatur sesuai dengan berat
badan bayi baru lahir, yakni : 3
16
Pemanas ini digunakan dalam waktu yang terbatas seperti dalam ruang persalinan.
Kehilangan air yang tak disadari dapat terjadi ekstrim pada bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah ( mencapai 7 ml/kg/jam). Penutupan kulit dengan bahan semipermeabel dapat
membantu mengurangai kehilangan air transepidermal (TEWL) yang tak disadari.5
Cara pengaturan pemanas5
1. Pengaturan suhu pada bayi yang sehat ( berat badan > 2500 gram) :
a. Tempatkan bayi di bawah pancaran penghangat segera setelah persalinan.
b. Keringkan bayi dengan segera untuk mencegah kehilangan panas secara evaporasi
c. Tutup kepala bayi dengan penutup kepala atau topi.
d. Letakkan bayi dan tutup dengan selimut di tempat tidur bayi
2. Pengaturan suhu pada bayi yang sakit :
Sama dengan pengaturan suhu pada bayi yang sehat, kecuali letakkan bayi dibawah
pancaran penghangat dengan temperature servoregulation.
3. Pengaturan suhu pada bayi prematur (berat badan 1000-2500 gram)
a. Untuk bayi dengan berat badan 1800-2500 gram tanpa masalah medis,
penggunaan selimut, topi dan tempat penyimpanan biasanya cukup.
b. Untuk bayi dengan berat badan 1000-1800 gram dan sehat dapat ditempatkan di
inkubator dengan servokontrol. Sedangkan bayi yang sakit dapat ditempatkan di
bawah pancaran penghangat dengan servokontrol.
4. Pengaturan suhu pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
Di dalam ruang persalinan, kehilangan panas secara evaporasi dapat terjadi segera
setelah persalinan. Karena itu pengeringan secara cepat pada bayi merupakan hal yang
sangat penting dalam tatalaksana pada bayi berat badan lahir rendah. Pendekatan yang
berbeda dan lebih efisien adalah dengan ditemukannya selimut dari polietilen yang
dapat dipakai menutupi bahu sampai kaki tanpa pengeringan segera setelah proses
persalinan. Di tempat perawatan, dapat digunakan pemanas ataupun inkubator,
tergantung mana yang lebih disukai.
Dengan adanya keseluruhan terapi ini, sebaiknya dapat membantu kita sebagai tenaga
kesehatan untuk lebih sensitif dan tanggap dalam menangani masalah hipotermi. Penanganan
yang tepat pada bayi preterm maupun aterm dengan hipotermi dapat mengurangi masalah
pada bayi baru lahir dalam perkembangan selanjutnya.12
17
Pencegahan Hipotermi dengan 10 Langkah Proteksi Termal1
Sepuluh langkah proteksi termal adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada
bayi baru lahir dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermi maupun
hipertermi, serta menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara
36,5-37,0°C.
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat dengan suhu
antara 25-28°C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu ataupun kipas angin.
Selain itu, sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan bayi baru lahir sudah
disiapkan serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi bayi baru
lahir sebagai penanggung jawab pada perawatannya.3
Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, keringkan kepala dan tubuhnya dan segera ganti kain yang basah
dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian letakkan di permukaan yang hangat seperti
dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan
pompa jantung pada waktu resusitasi sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin
yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.3
Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya
panas pada bayi baru lahir, baik pada bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu,
merupakan tempat yang sangat ideal bagi bayi baru lahir untuk mendapatkan suhu
lingkungan yang tepat. Kontak kulit dengan kulit adalah suatu bentuk sentuhan yang dapat
menstimulasi saraf-saraf yang tidak bermielin pada bayi (ujung saraf C). Nantinya sensasi
sentuhan pada saraf ini akan mengaktivasi korteks insular pada sistem limbik di otak
sehingga dilepaskan neuropeptida seperti kolesistokinin dan opioid yang akan menyebabkan
vasodilatasi kulit. Sentuhan ini juga akan menstimulasi aksis pituitari-tiroid yang akan
meningkatkan metabolisme serta suhu kulit ibu dan bayi. Selanjutnya, kalsitonin lokal dan
hormon pelepas kortikotropin kutan diaktifkan sehingga suhu akan meningkat dan bayi
beserta ibu menjadi lebih hangat.14
Apabila oleh karena sesuatu hal tidak memungkinkan pelekatan bayi ke dada atau ke
perut ibunya, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam
dekapan lengan ibunya. Metode perawatan kontak kulit dengan kulit dalam perawatan bayi
selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil. Dari beberapa penelitian
18
dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayi-
bayi kecil.3
Langkah ke 4 ; Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan bayi baru lahir. Pemberian ASI secara dini dan dalam jumlah yang mencukupi
akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi serta berperanan dalam proses termoregulasi bayi
baru lahir3. Selain itu, ibu post-partum baik bayinya aterm maupun preterm akan mengalami
kenaikan temperatur payudara. Stimulasi menyusui dini akan meningkatkan produksi
prolaktin yang memicu aktivasi lebih baik dari kelenjar susu. Aktivasi ini selanjutnya akan
memicu efek parasimpatis ke pembuluh darah di payudara sehingga suhunya meningkat dan
dapat menghangatkan bayi sekaligus di saat menyusui.14
Gambar 2. Usaha pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir.1
19
terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi,
timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.3
20
Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi yang dilahirkan di rumah ataupun di rumah sakit,seyogyanya digabung dalam
tempat tidur yang sama dengan ibunya selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup
hangat (minimal 25°C). Hal ini sangat menunjang pemberian ASI on demand , serta
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.3
Langkah ke 8 : Transportasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau bagian lain di lingkungan
rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau NICU sangat penting untuk selalu memjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, rujuklah bayi bersamaan
dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat. Hal ini merupakan cara sederhana dan aman.
Cara merujuk bayi dapat melalui teknik KMC (Kangaroo Mother Care) dengan meletakkan
bayi di dada ibunya dimana bayi berada di dalam baju ibu dengan kontak kulit ke kulit yang
adekuat. Bayi tidak memakai pakaian atasan, dapat memakai topi, kaus kaki dan sarung
tangan. Selanjutnya dari luar bayi dapat ditutupi dengan selimut atau kain. Tindakan ini dapat
membuat bayi lebih hangat, lebih mudah disusui dan komplikasi hipoterminya dapat
dikurangi.6
21
hipotermi. Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, berikanlah lingkungan yang
hangat dan kering, yaitu dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas. Hal ini
merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi bayi baru lahir.3
Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai
hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah perlu diberikan
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat.3
22
BAB III
PENUTU
3.1. Kesimpulan
1. Bayi baru lahir memiliki keterbatasan dalam termoregulasi tubuhnya. Pengaturan suhu
tubuh merupakan kombinasi dari keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran
panas, ditunjang oleh faktor lingkungan, hormonal dan lainnya
2. Hipotermi adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki suhu tubuh di bawah
36,50C (97,70F) pada pengukuran dengan aksila. Klasifikasi hipotermi yakni hipotermi
ringan dengan suhu 36-36.50C atau 96,8-97,70F, hipotermi sedang dengan suhu 32-360C
atau 89,6-96,80F, dan hipotermi berat dengan suhu di bawah 320C atau 89,60F.
3. Mekanisme terjadinya hipotermi meliputi penurunan produksi panas, peningkatan
kehilangan panas (konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi) dan kegagalan
termoregulasi
4. Diagnosis hipotermi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
tepat, cepat dan adekuat sehingga dapat ditatalaksana dengan segera.
5. Tatalaksana hipotermi mencakup tatalaksana umum, langkah proteksi termal, pemakaian
inkubator, pemakaian pemanas dan terapi medikamentosa
3.2. Saran
Dokter sebagai pemberi layanan kesehatan di lini pertama sebaiknya memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang maksimal dalam tatalaksana hipotermi pada bayi baru
lahir. Hal ini juga dapat diwujudkan melalui kerjasama dengan teman sejawat atau mitra kerja
sehingga bayi mendapatkan perawatan optimal.
23
DAFTAR PUSTAKA
24