Anda di halaman 1dari 15

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2023


UNIVERSITAS HASANUDDIN

HIPOTERMIA

Disusun Oleh:
Maychintya Puspitasari Rachmat
C014222967

Residen Pembimbing
dr. Nursyamsuddin
dr. Wa Ode Kasriyanti Munifa

Dosen Pembimbing
dr. Besse Sarmila, M.Kes, Sp.A (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

Hipotermia merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan suhu tubuh terus
menerus dibawah 35,5 C per rectal atau dibawah suhu tubuh normal (36,5-37,5 C per axillar).
Hipotermi umumnya masih terjadi pada bayi baru lahir karena belum beradaptasi terhadap lingkungan
baru dengan suhu lebih rendah dari suhu di dalam perut ibunya. Hipotermi masih menjadi penyebab
utama kesakitan dan kematian bayi di negara berkembang.1

Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu penyebab bayi mengalami hipotermi. Studi
yang dilakukan di RSUD Abdoer Rahem Situbondo didapatkan sebanyak 48 bayi dari 73 bayi sejak
januari hingga maret 2014 mengalami hipotermi akibat faktor berat badan lahir rendah. 2

Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 1995 hampir semua 98% dari 5 juta
kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari 2/3 kematian terjadi pada periode
neonatal, dimana umumnya terjadi pada bayi dengan BBLR (<2500 gram). 3

Beberapa penelitian telah membuktikan dampak negatif hipotermia terhadap pasien, seperti risiko
perdarahan meningkat, iskemia miokardium, pemulihan pasca anestesi yang lebih lama, gangguan
penyembuhan luka, serta meningkatnya risiko infeksi. Hipotermia akan menambah kebutuhan oksigen,
produksi karbon dioksida, dan juga peningkatan kadar katekolamin di dalam plasma yang akan diikuti
dengan peningkatan laju nadi, tekanan darah, serta curah jantung. Bila keadaan ini terus berlanjut dan
tidak mendapat penanganan yang tepat, maka dapat menimbulkan kematian pada bayi.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipotermia merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal (36,5
– 37,5° C). Hipotermia menjadi masalah yang penting pada bayi baru lahir, karena pada bayi baru lahir
belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan baik. 5 Hipotermia pada bayi baru lahir merupakan
kondisi bayi dengan suhu dibawah 36,5°C, diklasifikasi menjadi hipotermi ringan atau Cold stress
dengan rentang suhu 36-36.5°C, sedangkan hipotermi sedang yaitu suhu bayi antara 32-36°C dan
hipotermi berat dengan suhu <32°C. Pada hipotermi berat dapat berakibat sampai kematian jika
berlanjut dan tidak ditangani dengan cepat karena pembuluh darah bayi akan menyempit dan terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen sehingga akan berlanjut menjadi hipoksemia dan kematian.5

Sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi, baik yang normal sekalipun belum berfungsi secara
optimal, sehingga bayi yang baru lahir akan mudah kehilangan suhu tubuh terutama pada masa 6-12
jam setelah kelahiran. Kondisi lingkungan dingin, bayi tanpa selimut dan yang paling sering adalah
subkutan yang tipis mampu mempercepat proses penurunan suhu.6

Bayi yang lahir preterm memiliki predisposisi untuk terjadinya kehilangan panas karena bayi
yang lahir preterm memiliki lemak subkutan yang lebih sedikit, tingginya rasio permukaan tubuh
terhadap berat badan dan kurangnya glikogen serta lemak coklat yang tersimpan. Namun, secara
fisiologis bayi memiliki postur hipotonik (seperti katak) yang menyebabkan proporsi kulit terpapar
area dingin lebih berkurang.7

2.2 Epidemiologi Hipotermia


Hipotermia pada bayi baru lahir terjadi di seluruh dunia. Hipotermi terjadi lebih sering pada
musim dingin di daerah - daerah yang memiliki perbedaan suhu yang tinggi antara siang dan malam.
Namun, suhu lingkungan yang rendah bukan merupakan faktor dalam terjadinya hipotermi. Insiden
yang tinggi terjadinya hipotermi dilaporkan pada daerah dengan suhu rata-rata 26 – 30 °C.6

Suatu penelitian di sebuah rumah sakit di Ethiopia, menunjukkan bahwa 67 % bayi baru lahir
dengan berat badan lahir rendah dan berisiko tinggi, dirawat di unit intensif karena hipotermi. Di
Nepal, suatu penelitian yang dilaksanakan pada bulan-bulan di musim dingin, ditemukan lebih dari 80
% bayi yang lahir di rumah sakit maternitas di Kathmandu mengalami hipotermi setelah lahir dan 50
% tetap hipotermi setelah 24 jam. Data ini mencakup bayi baru lahir sehat dengan berat lahir cukup
dan bayi sakit dengan berat lahir rendah.9
Sehingga dapat diketahui bahwa hipotermi merupakan masalah yang dapat terjadi di daerah
dengan iklim tropis maupun area dengan iklim dingin.

2.3 Etiologi Hipotermia


1. Jaringan lemak subkutan tipis
Pada bayi baru lahir jaringan lemak subkutan masih sangat tipis sehingga kemampuan
untuk melindungi diri dari suhu udara yang dingin masih lemah. Hipodermis atau jaringan
lemak subkutan ini merupakan lapisan kulit lemak/jaringan ikat yang bertanggung jawab
untuk mengatur suhu tubuh.6

2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar


Bayi baru lahir memiliki permukaan luas tubuh yang lebih besar jika dibandingkan
dengan berat tubuhnya. Jika suhu bayi menurun, maka akan lebih banyak energi/kalori yang
akan digunakan untuk produksi panas sebagai upaya mempertahankan suhu tubuhnya dan
akan terjadi ketidakseimbangan antara jumlah energi yang ada dan kebutuhannya.6

3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit


Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga akan mengalami stres
dengan perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang lebih dingin.
Pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi untuk
mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan
hasil penggunaan/pengolahan lemak coklat yang ada di dalam tubuh bayi. Timbunan lemak
coklat ini terdapat di seluruh tubuh bayi, untuk membakar lemak coklat bayi harus
menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas.
Lemak coklat ini tidak dapat di produksi ulang oleh bayi baru lahir. Cadangan lemak coklat
ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya suhu udara yang dingin di sekitar bayi.6

4. Bayi baru lahir tidak mempunyai respon menggigil


Hal ini di sebabkan karena pusat pengaturan suhu yang ada di hipotalamus belum
sepenuhnya matur sehingga proses menggigil dan berkeringat masih belum terbentuk dan
berfungsi dengan baik. Menggigil adalah respon perlindungan tubuh untuk menghasilkan
panas melalui aktifitas otot.6

5. Gangguan Termoregulasi
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara pembentukan
panas dan kehilangan panas agar dapat mempertahankan suhu tubuh didalam batas normal.
Pada bayi baru lahir belum memiliki mekanisme pengaturan suhu tubuh yang efisien dan
masih lemah sehingga mudah sekali terjadi gangguan termoregulasi. Suhu tubuh dikendalikan
di bagian otak (hipotalamus). Hipotalamus bertanggung jawab untuk mengenali perubahan
suhu tubuh dan merespon dengan tepat.6

2.4 Patofisiologi Hipotermia

Suhu di dalam rahim ibu adalah sekitar 38°C. Saat lahir, bayi baru lahir akan berada pada lingkungan
yang lebih dingin sehingga dapat mengalami kehilangan panas secara tiba- tiba. Penurunan suhu
tubuh bayi terjadi pada menit-menit pertama setelah lahir. Dalam 10-20 menit, bayi baru lahir yang
tidak terlindungi, dapat mengalami penurunan suhu tubuh sekitar 2 - 4°C, bahkan bisa lebih bila tidak
diberikan perawatan yang memadai. Hal inilah yang nantinya akan memicu terjadinya hipotermi.2

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipotermi :


1. Penurunan produksi panas.
Disebabkan oleh kegagalan pusat pengaturan suhu tubuh pada area preoptik di
hipotalamus yang mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif pada panas serta kegagalan pada
sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan
produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar-kelenjar tiroid, adrenal, ataupun pituitari.

2. Peningkatan panas yang hilang.


Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, adapun mekanisme tubuh
kehilangan panas dapat terjadi secara:2

 Konduksi, yaitu perpindahan panas yang terjadi akibat perbedaan suhu antara kedua objek.
Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit neonatus dengan permukaan
yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada neonatus yang berada pada
permukaan atau alas yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih
rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila
bayi diletakkan di atas benda tersebut. Akan tetapi, jumlah panas yang hilang pada bayi baru
lahir ini cenderung sedikit dan dapat diabaikan.
 Konveksi, yaitu transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih temperatur antara
permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh atau sekitar bayi.
Kehilangan panas secara konveksi ini juga bergantung pada kecepatan udara sekitar. Sumber
kehilangan panas disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu
proses transportasi neonatus ke rumah sakit.
 Radiasi, yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin yang tidak
memiliki kontak antara satu sama lain, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi
suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan
yang dingin atau suhu inkubator yang dingin.
 Evaporasi, yaitu panas terbuang akibat penguapan. Contohnya melalui keringat, melalui kulit
dan traktus respiratoirus. Sumber kehilangan panas dapat berupa neonatus yang basah setelah
lahir, atau pada waktu dimandikan.

3. Kegagalan Termoregulasi.
Disebabkan kegagalan hipothalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai
penyebab. Keadaan hipoksia saat intrauterine, saat persalinan, post partum, atau defek neurologic
bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam
pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.3

2.5 Faktor resiko Hipotermia


Faktor risiko terjadinya hipotermia pada bayi baru lahir antara lain:

 Bayi kurang bulan (premature)

 Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)

 Bayi kecil masa kehamilan

 Bayi dengan masa resusitasi yang berkepanjangan

 Bayi sepsis, sakit berat dan penyakit lainnya

 Bayi dengan masalah neurologi, jantung dan endokrin

 Bayi dengan masalah bedah mayor (defek pada dinding perut yang terbuka)
 Bayi kurang aktif atau hipotoni karena sedasi, analgetik, anestesi atau paralitik

 Faktor lingkungan seperti lingkungan dingin, pakaian basah, bayi yang sering terpisah dari ibu
dan menghangatan yang tidak maksimal.3

2.6 Klasifikasi dan Gejala Hipotermia

4
Menurut World Health Organization (WHO) derajat hipotermi dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Hipotermia ringan (36 – 36,4 ˚C) : Bayi lesu / mengantuk, kemampauan


menghisap lemah, takikardi, takipnea, hiperventilasi, sulit berjalan dan berbicara,
mengigil, dan sering berkemih karena “cold diuresis”.
2. Hipotermia sedang (32 – 35,9 ˚C) : aktivitas berkurang, tangisan lemah, kulit
berwarna tidak rata, kemampuan menghisap lemah, kaki dingin, nadi berkurang,
pernapasan dangkal dan pelan, berhenti menggigil, refleks melambat, pasien
menjadi disorientasi, sering terjadi aritmia.
3. Hipotermia berat (< 32˚C) : bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat, bunyi
jantung lambat, hipoglikemi dan asidosis metabolik, seluruh tubuh dingin,
hipotensi, nadi lemah, edema paru, koma, aritmia ventrikel, henti jantung.

Dirasakan dengan
Kategori Suhu (°C) Gambaran Klinis
sentuhan
Tungkai dan ekstremitas
Normal 36,5-37,5°C Bayi normal
teraba hangat

- Ekstremitas terlihat
Hipotermia ringan Tungkai teraba hangat
36,0-36,4°C kebiruaan dan dingin
(Cold stress) Ekstremitas dingin
- Bayi tampak lemah

- Kemampuan menghisap bayi


lemah
- Letargi
Tungkai dan ekstremitas
Hipotermia Sedang 32,0-35,9°C - Mengalami gangguan
teraba dingin
pernafasan
- Warna kulit bayi tidak merata
(Cutis marmorata)
- Letargi
- Kulit bayi teraba keras
Tungkai dan ekstremitas
Hipotermia Berat - Pola pernapasan tidak teratur
<32,0°C teraba dingin
- Bibir dan kuku bayi tampak
kebiruan
ETIOLOGI
1. Jaringan lemak subkutan tipis
2. Perbandingan luas permukaan tubuh
dengan berat badan besar
3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit
4. BBL tidak memiliki respon menggigil
5. Gangguan termoregulasi

MEKANISME KEHILANGAN PANAS


1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radiasi
4. Evaporasi

TANDA DAN GEJALA


1. Hipotermia ringan (36 – 36,4 ˚C) bayi lesu
/mengantuk, kemampauan menghisap lemah.
2. Hipotermia sedang (32 – 35,9 ˚C) aktivitas
berkurang, tangisan lemah, kulit berwarna
tidak rata, kemampuan menghisap lemah, kaki
dingin.
3. Hipotermia berat (< 32˚C) bibir dan kuku
kebiruan, pernafasan lambat, bunyi jantung
lambat, hipoglikemi dan asidosis metabolik,
seluruh tubuh dingin.

AKIBAT HIPOTERMI
Penyempitan pembuluh darah –
metabolic anaerobic – peningkatan
kebutuhan oksigen – hipoksemia –
kematian

HIPOTERMI
2.7 Diagnosis Hipotermia

Untuk menedgakkan diagnosis hipotermia dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan suhu tubuh bayi. Pengukuran suhu sangat penting dalam menjadi skrining awal
untuk deteksi adanya suatu penyakit. Pengukuran suhu dapat dilakukan melalui axilla, rectal, dan
kulit.

Cara pengukuran suhu badan bayi dapa dilakukan dengan 3 cara yaitu:3

1. Pengukuran suhu axilla

Pemeriksaan standar dan paling umum dilakukan, tetapi suhu yang terukur lebih
rendah 0,5ºC lebih rendah dibanding suhu rectal.

2. Pengukuran suhu rectal

Pemeriksaan suhu ini mencerminkan suhu tubuh yang sesungguhnya. Pengukuran suhu
rektal sudah tidak direkomendasikan lagi, dilakukan hanya pada bayi yang sedang dilakukan
terapi hipotermia

3. Pengukuran suhu kulit

Lebih banyak dilakukan pada bayi dalam inkubator atau infant warmer.

Pemeriksaan suhu melalui axilla merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan, karena mudah, sederhana dan aman. Dikatakan hipotermia apabila didapatkan suhu
axilla < 35.5 ⁰C. Tetapi pengukuran melalui rectal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali
pada semua bayi baru lahir, karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya
anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang
rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.5

2.8 Tatalaksana Hipotermia

Metode yang dipakai dalam menghangatkan bayi tergantung pada derajat hipotermia, serta
ketersediaan tenaga ahli dan prasarana. Metode tersebut meliputi: metode kontak kulit-ke-kulit,
meletakkan bayi di ruangan dan tempat tidur yang hangat, meletakkan bohlam 200 watt di atas
tempat tidur bayi, serta dengan pemanas radian atau inkubator.

Berikut merupakan tatalaksana yang dilakukan sekiranya bayi mengalami hipotermia ringan,
sedang atau berat:
A. Hipotermia Ringan 8,9
- Memakaikan pakaian yang hangat atau berlapis pada bayi.8
- Melakukan metode kontak kulit ke kulit .8,9
- Berikan ASI pada bayi sedikit-sedikit dan sesering mungkin.9

B. Hipotermia Sedang 8
- Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topidan
selimuti hangat.
- Bila ada ibu/ pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK: Perawatan Metode Kanguru).
- Bila ibu tidak ada:
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan
inkubator dan ruangan hangat, bila perlu.
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
- Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikanASI
peras mengunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
- Mintalah ibu mengamati tanda kegawatan (misalnya ganguan napas, kejang, tidak
sadar) dan segera mencari pertolongan.
- Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani hipoglikemia.
- Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan napas, bila ada tangani gangguan
napasnya.
- Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5⁰C/jam, berarti
usaha menghangatkan berhasil, lajutkan memeriksa suhu setiap 2 jam.
- Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, <0,5⁰C/jam, cari tanda sepsis.
- Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan.
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.
- Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidakada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
8
Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
8
C. Hipotermia Berat
- Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakansebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
- Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topidan
selimut hangat.
- Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi yang sering diubah.

- Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas >60 kali/menit atau <30
kali/menit, retraksi dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen
gangguan napas.
- Pasang jalur intravena dan beri cairan intravena sesuai dengan dosis rumatan, daninfus
tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
- Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (92,6
mmol/L), tangani hipoglikemia.
- Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak sadar)
setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali
dalam batas normal.
- Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
- Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
o Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternative cara pemberian minum.
o Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beriASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35⁰C.
- Follow up suhu bayi tiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5⁰C/jam, berarti upaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi tiap 2jam.
- Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
- Setelah suhu tubuh bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi.
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
- Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotik. Bila suhu bayi tetap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan
berikan edukasi pada ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat
selama di rumah.8

Selain itu, seorang ibu ataupun keluarga bayi haruslah diberikan edukasi
mengenai tanda dan gejala hipotermia pada bayi baru lahir serta cara
menatalaksana dan mencegahnya di rumah. Penatalaksanaan kecurigaan
hipotermia pada bayi baru lahir di rumah ialah sebagai berikut:
- Di rumah, metode kangguru merupakan metode terbaik untuk
menghangatkanbayi.
- Ruangan sebaiknya dalam kondisi hangat; bayi sebaiknya diselimuti
denganpakaian dan topi yang hangat.
- Ibu tetap memberikan ASI seperti biasa.
- Bila bayi tampak lemas dan tidak mau minum, ini merupakan tanda yang
bahaya dan menunjukkan bahwa bayi harus segera dibawa ke rumah sakit.
- Selama transportasi bayi, bayi sebaiknya berada dalam posisi Metode
Kangguru(berkontak dengankulit ibu).

D. Inkubator
Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali mengalami perburukan
hingga kematian. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi
dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. Pada bayi hipotermi bisa terjadi
hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin.

2.9 Komplikasi Hipotermia


Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi seperti Hipoglikemi, asidosis metabolik,
karena vasokontriksi perifer dengan metabolisme anaerob. Kebutuhan oksigen yang
meningkat membuat sistem metabolisme terganggu. Hipotermi berat dapat mempengaruhi
pembekuan darah yang mengakibatkan perdarahan pulmonal dan perdarahan intra
ventricular. Hipotermi yang tidak ditangani dapat berakhir dengan kematian.7

Hipotermia pada neonatus dapat menyebabkan gangguan antara lain : 7

1. Gangguan system saraf pusat : koma, menurunnya reflex mata (mengedip)


2. Kardiovaskuler : penurunan tekanan darah
3. Respirasi : menurunnya intake oksigen
4. Saraf dan otot : tidak adanya gerakan, hilangnya reflex perifer

2.10 Pencegahan

4
Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah hilangnya kehilangan panas dari tubuh bayi:

1. Keringkan bayi secara seksama segera setelah bayi lahir


2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering, dan hangat
3. Tutup bagian kepala bayi
4. Anjurkan ibu untuk memeluk (skin to skin) dan menyusui bayi
5. Perhatikan cara menimbang bayi, gunakan selimut atau kain bersih sebagai alas di
timbangan
6. Tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah lahir
7. Tempatkan bayi di lingkungan hangat
BAB III

KESIMPULAN

Hipotermia merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan suhu


tubuh terus menerus dibawah 35,5 C per rectal atau dibawah suhu tubuh normal (36,5-37,5 C
per axillar). Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu penyebab bayi mengalami
hipotermi. Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 1995 hampir
semua 98% dari 5 juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari 2/3
kematian terjadi pada periode neonatal, dimana umumnya terjadi pada bayi dengan BBLR
(<2500 gram).

Etiologi hipotermia pada bayi meliputi jaringan lemak subkutan yang tipis,
perbandingan luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan berat tubuhnya,
cadangan glikogen dan brown fat yang sedikit, bayi yang baru lahir masih belum mempunyai
respon menggigil, dan adanya gangguan termoregulasi.

Mekanisme terjadinya hipotermia meliputi penurunan produksi panas, peningkatan


kehilangan panas (konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi) dan kegagalan termoregulasi.
Diagnosis hipotermi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaanfisik yang tepat, cepat
dan adekuat sehingga dapat ditatalaksana dengan segera.

Menjaga kondisi normotermik pada bayi baru lahir merupakan hal dasar yang esensial
dan amat diperlukan bagi bayi di awal kehidupannya. Semua upaya harus dilakukan demi
menjaga kehangatan bayi, mendeteksi hipotermia sedini mungkin segera setelah bayi lahir, dan
mengambil langkah-langkah yang tepat dan cepat dalam memperbaikinya.

Tatalaksana hipotermia mencakup tatalaksana umum, langkah proteksi termal,


pemakaian inkubator, pemakaian pemanas dan terapi medikamentosa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. eds. CHAPTER 5.
Temperature Regulation, Eyal FG, in Neonatology, Management, Procedures, On-Call
Problems, Diseases, and Drugs. 5th ed. New York : Lange Medical Books / McGraw-
Hill, 2008: 38 – 42.
2. Hikmah, R. (2016) “HUBUNGAN BBLR DENGAN KEJADIAN
HIPOTERMIA PADA BAYI”, Oksitosin : Jurnal Ilmiah Kebidanan, 3(2), pp. 101-106.
Available at: https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/oksitosin/article/view/388
(Accessed: 7June2023).
3. Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI,
2010: 7-9.1.
4. Kadir, M. R. (2018). Stabilisasi dan Transportasi Neonatus. SRIWIJAYA
JOURNAL OF MEDICINE. https://doi.org/10.32539/sjm.v1i3.36
5. Jurnal kesehatan Andalas. 2014. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
terhadap Suhu dan Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir. http://jurnal.fk.unand.ac.id/
6. Kosim, M dkk., 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
pp.89- 103
7. Carlo WA. The newborn infant In: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, St
Geme JW, Behrman RE, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, PA:
Elsevier Saunders; 2011:538, Table 88–5
8. M. Sholeh Kosim , dkk. BAB VI: Termoregulasi dalam Buku Ajar Neonatologi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI, 2012: 89-95.
9. Ristianingsih, 2011 Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Hipotermia
Pada Bayi di Puskesmas Belik Kabupaten Pemalang Tahun 2011. Karya Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai