1. Diagnosa Medis
Hipotermi
b. Etiologi
Berdarkan Rahardjo dan Marmi (2015) penyebab hipotermi adalah
1) Jaringan lemak subkutan tipis
2) Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3) BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil)
pada reaksi kedinginan
4) Syok hipovolemik
5) Infeksi
6) Gangguan termoregulasi.
c. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Sudarti dan Fauziah (2013) tanda dan gejala hipotermi adalah
1. Vasokonstriksi perifer
a) Akral sianosis, ekstremitas dingin
b) Perfusi menurun
2. Depresi susunan saraf pusat
a) Latergis
b) Bradikardi
c) Apneu
d) Tidak mau minum
3. Peningkatan metabolisme
a) Hipoglikemia
b) Hipoksia
c) Asidosis
4. Penurunan tekanan pulmonal
a) Distress, takipnea
b) Penurunan BB, BB sulit naik
Tanda dan gejala hipotermi berdasarkan Yulianti (2010)
1) Aktivitas berkurang
2) Letergis
3) Tangisan lemah
4) Kulit berwarna tidak rata
5) Kemampuan menghisap lemah
6) Kaki teraba dingin
7) Bayi tidak mau menetek/minum
8) Bayi tanpak mengantuk dan lesu
9) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit bayi
mengeras
Tanda hipotermi berat berdasarkan yulianti (2010):
1) Bibir kaku kebiruan
2) Pernapasan lambat
3) Pernapasan tidak teratur
4) Bayi jantung lambat
5) Selanjutnya timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
6) Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi, Muka ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang dan bagian tubuh lainya pucat (Yulianti, 2010).
d. Patofisiologi
Termoregulasi merupakan mekanisme makhluk hidup dalam
mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam suhu normal tubuh. Pusat
pengaturan termoregulasi terletak pada hipotalamus anterior (Andriyani dkk.,
2015). Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan (36,5–37,5 oC) yang
diatur oleh SSP (sistem termostat) yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu
akan mempengaruhi sel-sel yang sangat sensitif di hipotalamus (chemosensitive
cells). Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar-kelenjar
keringat dipengaruhi serat-serat kolinergik di bawah kontrol langsung
hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit yang meningkat akibat adanya
vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf simpatik. Adanya
ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga akan timbul peningkatan
produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan
meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan
mempengaruhi kulit. Kondisi ini akan merangsang serabut – serabut simpatik
untuk mengeluarkan norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis dan
reseterifikasi lemak coklat, meningkatkan HR dan O2 ke tempat metabolisme
berlangsung, dan vasokonstriksi pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari
kulit ke organ untuk meningkatkan termogenesis.
Pusat pengaturan panas di otak bayi memiliki kemampuan untuk
meningkatkan produksi panas sebagai respons terhadap stimulus yang diterima
dari reseptor suhu (termoreseptor). Akan tetapi, ini bergantung pada peningkatan
aktivitas metabolik yang menggangu kemampuan bayi untuk mengontrol suhu
tubuh, terutama dalam kondisi lingkungan yang buruk. Bayi memiliki
kemampuan terbatas untuk menggigil dan tidak mampu meningkatkan aktifitas
volunter otot untuk menghasilkan panas. Oleh sebab itu, bayi harus bergantung
pada kemampuannya sendiri untuk menghasilkan panas melalui metabolisme.
Hipotermia cenderung terjadi pada masa transisi pada bayi baru lahir.
Masa transisi bayi merupakan masa yang sangat kritis pada bayi dalam upaya
untuk dapat bertahan hidup. Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan kehidupan
diluar uterus yang suhunya jauh lebih dingin bila dibandingkan suhu didalam
uterus yang relatif lebih hangat sekitar 37 0C. suhu ruangan yang normalnya 25-27
0
C berarti ada penurunan sekitar 100C. Kemampuan bayi baru lahir tidak stabil
dalam mengendalikan suhu secara adekuat, bahkan jika bayi lahir saat cukup
bulan dan sehat sehingga sangat rentan untuk kehilangan panas (Jurnal Kesehatan
Andalas, 2014). Hipotermia terjadi karena perawatan bayi baru lahir yang salah,
hilangnya panas tubuh disebabkan oleh 4 hal yaitu radiasi, konveksi, konduksi,
dan evaporasi (Sudarti dan Fauziah, 2013; Deslidel, 2012).
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang
dingin atau suhu inkubator yang dingin.
2. Konduksi yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu
antara kedua objek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung
antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan
panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin,
seperti pada waktu proses penimbangan.
3. Konveksi yaitu transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin dipermukaan tubuh
bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa : inkubator dengan jendela
yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
4. Evaporasi yaitu panas yang terbuang akibat penguapan, melalui permukaan
kulit dan traktus respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL
yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan. Gangguan salah satu
atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh
berubah, menjadi tidak normal (Kosim, 2008).
Apabila terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan
respon untuk menghasilkan panas berupa (Kosim, 2008) :
1. Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara
involuner akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas
2. Non-shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis
untuk menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap
jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dan dalam tubuh
3. Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern saraf simpatis, kemudian sistem
saraf perifer akan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi
sehingga terjadi vasokontriksi. Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran
darah ke jaringan kulit dan mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
Respon fisiologis pada bayi terhadap paparan dingin adalah proses
oksidasi dari lemak coklat atau jaringan adiposa coklat. Pada BBL, NST (proses
oksidasi jaringan lemak coklat) adalah jalur yang utarna dari suatu peningkatan
produksi panas yang cepat, sebagai reaksi atas paparan dingin. Sepanjang tahun
pertama kehidupan, jalur ST mengalami peningkatan sedangkan untuk jalur NST
selanjutnya akan menurun (Kosim, 2008). Jaringan lemak coklat berisi suatu
konsentrasi yang tinggi dari kandungan trigliserida, merupakan jaringan yang
kaya kapiler dan dengan rapat diinervasi oleh syaraf simpatik yang berakhir pada
pembuluh-pembuluh darah balik dan pada masing-masing adiposit. Masing-
masing sel mempunyai banyak mitokondria, tetapi yang unik di sini adalah
proteinnya terdiri dari protein tak berpasangan yang mana akan membatasi enzim
dalarn proses produksi panas. Dengan demikian, akibat adanya aktifitas dan
protein ini, maka apabila lemak dioksidasiakan terjadi produksi panas, dan bukan
energi yang kaya ikatan fosfat seperti pada jaringan lainnya. Noradrenalin akan
merangsang proses lipolisis dan aktivitas dari protein tak berpasangan, sehingga
dengan begitu akan menghasilkan panas (Kosim, 2008).
e. Penanganan
1. Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah
hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada
atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk
mendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Apabila oleh karena sesuatu hal
melekatkan BBL ke dada atau ke perut ibunya tidak dimungkinkan, maka
bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam
dekapan lengan ibunya (Saifuddin, 2014). Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat
menjaga kehangatan tubuh. Mencegah kehilangan panas dan anjurkan ibu
untuk menyusui bayinya segera setelah lahir sebaiknya pemberian ASI harus
dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran. Bayi diletakkan telungkup
di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi untuk menjaga
agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada di dalam satu pakaian
(merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kanguru.
Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing depan (Saifuddin,
2014).
2. Perawatan Metode Kangguru (PMK)
PMK adalah kontak kulit antara ibu dan bayi secara dini, terus- menerus, dan
dikombinasi dengan pemberian Asi eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi
kecil tetap hangat. PMK dapat dimulai dengan segera setelah lahir atau
setelah bayi stabil. PMK dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah
pulang. Bayi tetap dapat dirawat dengan PMK, meskipun belum bisa
menyusui, berikan Asi peras dengan menggunakan salah satu alternatif
pemberian minum (Rizema Putra, 2012). Perawatan metode kangguru di
defenisikan sebagai kontak kulit antara ibu dan bayi secara sering dan
eksklusif. Kehangatan tubuh ibu merupakan sumber panas yang efektif, hal
ini terjadi bila ada kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi.
Keuntungan yang didapat dari metode kangguru bagi perawatan bayi:
meningkatkan hubungan emosional antara ibu dan bayi, menstabilkan suhu
tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi, meningkatkan pertumbuhan dan
berat badan bayi dengan lebih baik.
Pelaksanaan metode kangguru dapat dilakukan pada waktu:
a) Segera setelah lahir
b) Sangat awal, setelah 10-15 menit
c) Awal, setelah umur 24 jam
d) Menengah, setelah 7 hari perawatan
e) Lambat, setelah bayi bernafas sendiri tanpa O2
f) Setelah keluar dari perawatan inkubator.
Kriteria bayi untuk metode kangguru:
a) Bayi dengan berat badan < 2000 gram
b) Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai
c) Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik
d) Perkembangan selama di inkubator baik
e) Kesiapan dan keikutsertaan orang tua, sangat mendukung dalam
keberhasilan.
3. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusui segera setelah
dilahirkan dengan air susu ibunya sendiri dalam satu jam pertama kelahiran.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu upaya menyusui satu jam pertama
kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi. Upaya
tersebut dilakukan oleh bayi segera setelah dipotong tali pusatnya.
Rangsangan hisapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh serabut
syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin
akan mempengaruhi kelenjar ASI ini untuk memproduksi ASI di alveoli.
Semakin sering bayi menghisap puting susu maka akan semakin banyak
prolaktin dan ASI yang diproduksi. Penerapan inisiasi menyusui dini (IMD)
akan memberikan dampak positif bagi bayi, antara lain menjalin/memperkuat
ikatan emosional antara ibu dan bayi, memberikan kekebalan pasif yang
segera kepada bayi melalui kolostrum, merangsang kontraksi uterus dan lain
sebagainnya (Indrayani, 2013).
4. Inkubator
Cara lainnya menghangatkan bayi adalah dengan menggunakan inkubator.
Inkubtor untuk bayi kurang dari 1500 gr yang tidak dapat dilakukan metode
kanguru dan untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan nafas berat) (Sudarti,
2013).
Suhu inkubator
Suhu inkubator (oC) menurut umur
Berat bayi o
35 C 34 oC 33 oC 32 oC
<1.500 gr 1-10 hari 11 hari-3 minggu 3-5 minggu > 5 minggu
1.500-2.000 gr 1-10 hari 11 hari-4 minggu > 4 minggu
2.100-2.500 gr 1-2 hari 3 hari- 3 minggu > 3 minggu
>2.500 gr 1-2 hari > 3 minggu
Penatalaksanaan hipotermi pada bayi berdasarkan Dwiendar (2014):
1) Menyiapkan kamar bersalin yang hangat, bersih, dan aman
2) Segera mengeringkan bayi setelah lahir
3) Merawat bayi bersama ibunya
4) ASI eksklusif
5) Menjaga bayi tetap hangat dan aman dalam perjalanan selama
rujukan/pemindahan bayi
6) Melatih semua yang terlibat dalam proses kelahiran dan perawatan bayi
secara berkala.
f. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk hipotermi yaitu (Sudarti
dan Fauziah, 2013):
1) Siapkan lingkungan hangat (lingkungan netral)
2) Segera keringkan bayi setelah lahir
3) Jangan memandikan bayi segera setelah lahir, lebih baik tunda mandi
4) Jangan hilangkan verniks
5) Tutup kepala dengan kain/topi
6) Berikan bayi ke dada ibu dan selimuti
7) BBLR jika kondisi stabil lakukan perawatan dengan metode kangguru
8) Susukan bayi 30 menit setelah lahir.
3. Pathway
Penurunan reflek
Hipoglikemi Distres Penurunan Kurangnya
hisap
pernafasan jumlah darah paparan informasi
Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi
dan Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Deslidel. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: EGC.
Dwiendar, O. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan
Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.
Indrayani. 2013. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV Trans Info
Media.
Marmi dan Rahardjo. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Saifuddin, AB. Dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Sembiring, J. B. 2017. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Edisi
1. Cetakan 1. Yogyakarta: Deepublish.
Sudarti dan A. Fauziah. 2013. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Yulianti, L. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info
Medika.