HuuuMATA KULIAH
Dosen Pengampuh :
Dara Himalaya, S.ST.,M.Keb
Disusun Oleh :
Kelompok 3
Kelas II A Semester 4
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang yang telah memberikan kemudahan kepadakami dapat menyelesaikan
makalah ini. Tanpa PertolonganNya, mungkin kami tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam kami ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kami kepada dunia berilmu ini. Serta
dosen pembimbing kami Dara Himalaya, S.ST, M.Keb yang telah membimbing
kami dalam belajar Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memperluas ilmu para pembaca tentang
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan guna memenuhi
tugas Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Makalah ini kami
sajikan berdasarkan beberapa sumber buku yang kami dapatkan, sehingga menjadi
lebih ter referensi. Dan makalah ini telah disusun dengan kerja keras kami dan tak
lupa juga kami ucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak luar. Semoga
makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca,
walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan banyak kekurangan. Kami selaku
penyusun makalah ini dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran yang
membangun. Terima kasih.
Penyusun
3
BAB II
PEMBAHASAN
Hipotermi
A. Defenisi Hipotermi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang tidak normal (<36ºC)
pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh bayi baru lahir
normal adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan suatu tanda
bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh
yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).
Hipotermi adalah temperatur tubuh yang rendah, seperti yang
disebabkan oleh pemajanan terhadap cuaca dingin, atau keadaan tubuh yang
diinduksi dengan cara menurunkan metabolisme dan dengan demikian
menurunkan kebutuhan oksigen (Maimunah, 2005).
Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36,5 diukur pada
aksila. Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus
terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.
(Potter. Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC, yang terbagi atas :
hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 ºC, hipotermi sedang
yaitu antara 32-36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 ºC (Yunanto,
2008:40).
Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena
pusat pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempurna. Suhu tubuh rendah
disebabkan oleh karena terpaparnya dengan lingkungan yang dingin(suhu
lingkungan rendah, permukaan dingin atau basah) atau bayi dalam kaadaan
basah atau tidak berpakaian.Hipotermi merupakan suatu tanda bahaya karena
dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan
berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, paru dan kematian.
4
B. Etiologi Hipotermi
Suhu tubuh rendah (Hipotermi) dapat disebabakan oleh karena terpapar
dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang
dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Hipotermi dapat terjadi
sangat cepat pada bayi sangat kecil atau bayi yang diresusitasi atau
dipisahkan dari ibu. Dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun < 35ºC
(Saifuddin, 2002).
Jika bayi sangat kecil (<1500 gram atau <32 minggu) sering terjadi
masalah yang berat misalnya sukar bernafas, kesukaran pemberian minum,
ikterus berat dan infeksi sehingga bayi rentan terjadi hipotermi jika tidak
dalam inkubator (Saifuddin, 2002).
Hipotermi dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain:
1. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan,
seperti lingkungan dingin, basah atau bayi yang telanjang, cold
linen, selama perjalanan dan beberapa keadaan seperti mandi,
pengambilan sampel darah, pemberian infus serta pembedahan.
Juga peningkatan aliran udara dan penguapan.
2. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh
yang relatif luas, kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi
permukaan tubuh, yaitu dengan memfleksikan tubuh dan tonus otot
yang lemah yang mengakibatkan hilangnya panas yang lebih besar.
3. Kurangnya metabolisme untuk menghasilkan panas, seperti
defisiensi brown fat, misalnya bayi preterm, kecil masa kelahiran,
kerusakan sistem saraf pusat sehubungan dengan anoksia, intra
kranial hemorrhage, hipoksia dan hipoglikemi. Menurut
Departemen Kesehatan RI 2007, diagnosa bayi baru lahir yang
mengalami hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada
waktu lahir, riwayat bayi yang segera dimandikan sesaat sesudah
5
lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak
dijaga kehangatannya, riwayat terpapar dengan lingkungan yang
dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan
pada bayi.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, mekanisme kehilangan panas
pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu:
1. Radiasi yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
2. Konduksi yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan
bayi.
3. Konveksi yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar.
4. Evaporasi yaitu penguapan air dari kulit bayi.
C. Patofisiologi Hipotermi
Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap
kehilangan panas. Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar daripada
laju pembentukan panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh. Apabila
terjadi paparan dingin, secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk
menghasilkan panas berupa:
1. Shivering Thermoregulation (ST) yaitu merupakan mekanisme tubuh
berupa menggigil atau gemetar secara involunter akibat dari kontraksi
otot untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation (NST) yaitu merupakan mekanisme
yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf simpatis untuk menstimulasi
proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak
coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer yaitu merupakan mekanisme yang distimulasi oleh
sistem saraf simpatis,kemudian sistem saraf perifer akan memicu otot
sekitar arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi vasokontriksi.
Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
6
E. Klasifikasi Hipotermi
1. Hipotermi Sedang
Tanda-tanda Hipotermia Sedang (Stress Dingin)
a. Aktivitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
Pemeriksaan :
a. Suhu tubuh 320C – 36,40C
b. Gangguan napas
c. Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit
d. Malas minum
7
e. Letargi
Anamnesa :
a. Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
b. Waktu timbulnya kurang dari dua hari
2. Hipotermi Berat
Tanda-tanda Hipotermia Berat (Cedera Dingin)
a. Sama dengan hipotermia sedang
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
Pemeriksaan :
a. Suhu tubuh < 320C
b. Tanda lain hiportemia sedang
c. Kulit teraba keras
d. Napas pelan dan dalam
Anamnesa :
a. Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
b. Waktu timbulnya kurang dari dua hari
F. Tanda-Tanda Hipotermi
Gejala awal hipotermi adalah apabila suhu bayi baru lahir <36ºC atau
kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin,
maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32ºC-36ºC). Disebut
hipotermi berat apabila suhu tubuh bayi <32ºC (Saifuddin, 2006).
Menurut Saifuddin 2006, penilaian tanda-tanda hipotermi pada bayi
baru lahir meliputi bayi tidak mau minum/menetek, bayi tampak lesu atau
mengantuk, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat denyut jantung
bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema).
Tanda-tanda hipotermi sedang antara lain meliputi aktifitas bayi
berkurang (letargis), tangisan bayi lemah, kulit berwarna tidak rata (Cutis
8
G. Pencegahan Hipotermi
Untuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu lingkungan
yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk merawat bayi dalam
suhu lingkungan yang netral, yaitu suhu yang diperlukan agar konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Keadaan ini dapat dicapai bila suhu
inti bayi (suhu tubuh tanpa berpakaian) dapat dipertahankan 36,5ºC-37,5ºC.
Kelembaban relatif sebesar 40-60% perlu dipertahankan untuk membantu
stabilitas suhu tubuh bayi, yaitu dengan cara mengurangi kehilangan panas
pada suhu lingkungan yang rendah, mencegah kekeringan dan iritasi pada
selaput lendir jalan nafas, terutama saat mendapat terapi oksigen dan selama
pemasangan intubasi endotrakea atau nasotrakea dan mengencerkan sekresi
yang kental serta mengurangi kehilangan cairan insesibel dari paru (Surasmi,
2003).
Menurut Departemen Kesehatan RI 2007, langkah-langkah pencegahan
terjadinya hipotermi adalah jangan memandikan bayi sebelum berumur 12
jam, kemudian rawatlah bayi kecil di ruang yang hangat tidak kurang 25ºC
dan bebas dari aliran angin. Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang
dingin misalnya dinding dingin atau jendela walaupun bayi dalam inkubator
atau di bawah pemancar panas dan jangan meletakkan bayi langsung
dipermukaan yang dingin misalnya alas tempat tidur atau meja periksa
dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi diletakkan.
Pada waktu di pindahkan ketempat lain, jaga bayi tetap hangat dan
gunakan pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat, bayi harus tetap
berpakaian atau diselimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan
dilakukan tindakan misalnya bila dipasang jarum infus intravena atau selama
resusitasi dengan cara memakai pakaian dan mengenakan topi, bungkus bayi
9
dengan pakaian yang kering dengan lembut dan selimuti, buka bagian tubuh
yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan, berikan tambahan
kehangatan pada waktu dilakukan tindakan misalnya menggunakan pemancar
panas, ganti popok setiap kali basah (Departemen Kesehatan RI 2007).
Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit misalnya kain kasa
yang basah, usahakan agar bayi tetap hangat, jangan menyentuh bayi dengan
tangan yang dingin dan ukur suhu tubuh: bila bayi sakit frekuensi
pengukurannya setiap jam, bila bayi kecil frekuensi pengukurannya setiap 12
jam dan bila keadaan bayi membaik frekuensi pengukurannya setiap sekali
sehari (Departemen Kesehatan RI 2007).
Menurut Wahyuningsih 2008, metode mencegah terjadinya hipotermi
umumnya dapat dilakukan dengan cara menghangatkan dahulu setiap selimut,
topi atau pakaian sebelum kelahiran kemudian segera keringkan bayi baru
lahir. Kemudian mengganti selimut yang basah setelah mengeringkan bayi
baru lahir dan hangatkan dahulu area resusitasi bayi baru lahir. Kemudian
mengatur suhu ruangan kelahiran pada 24ºC, jangan melakukan pengisapan
pada bayi baru lahir diatas tempat tidur yang basah, tunda memandikan bayi
baru lahir sampai suhu bayi stabil selama 2 jam kemudian atur agar tempat
perawatan bayi baru lahir jauh dari jendela, dinding-dinding luar atau pintu
keluar serta pertahankan kepala bayi baru lahir tetap tertutup dan badannya
dibedung dengan baik setiap 48 jam.
H. Manajemen Hipotermia
1. Hipotermi Berat
a. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah
dinyalakan sebelumnnya. Bila mungkin, gunakan inkubator atau
ruangan hangat, bila perlu. Bila menggunakan cara lain untuk
menghangatkan bayi (misalnya botol air panas), pastikan kulit bayi
tidak menyentuh langsung karena bisa mnyebabkann luka bakar.
Memastikan juga sumber panas sudah diganti sebelum mulai dingin.
10
b. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian yang
hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut yang hangat.
c. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering
diubah.
d. Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau
kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat
espirasi), lihat bab tentang gangguan panas.
e. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan
pipa infus tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk
menghangatkan cairan.
f. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 40
mg/dL (2,9 mmol/L), tangani hipokglikemia.
g. Niai tanda kegawatan pada bayi (misalnya: gangguan napas, kejang
atau tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap
4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
h. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang
disebutkan dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.
i. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap.
j. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum.
k. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan
beri ASI peras begitu suhu bayi mecapai 350C.
l. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam.bila suhu naik paling tidak
0,50C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian
lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
m. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk mengahangatkan dan suhu
ruangan setiap jam.
n. Setelah suhu tubuh bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk
bayi.
o. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3
jam.
11
k. Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5 0C/jam, cari
tanda sepsis.
l. Setelah suhu tubuh normal melakukan perawatan lanjutan dengan
memantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam.
m. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan
baik, serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan
dirumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu untuk
menghangatkan bayi dirumah.
S: Subjektif
1. Identitas bayi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Swasta
O : Objektif
Pemeriksaan Umum
a. Rooting : Lemah
b. Moro : Lemah
c. Walking : Lemah
d. Graph : Lemah
e. Sucking : Lemah
4. TTV
a. Temp : 34, 2 oC
b. RR : 54x/menit
c. Pols : 135x/menit
d. BB : 2850 gram
15
e. PB : 43 cm
5. APGAR score
a. Appeance (warna kulit) :1
b. Pulse (nadi) : 2
c. Grimace (rangsangan) :2
d. Activity (tonus otot) :1
e. Respiration (pernafasan) : 2
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Kepala
a) Bentuk : Simetris
b) Warna : Hitam
c) Kelainan : Tidak ada
2) Muka
a) Bentuk : Simetris
b) Warna : Kebiruan
c) Lanugo : Tidak ada
3) Mata
a) Bentuk : Simetris
b) Conjungtiva : Anemis
c) Sklera : Ikterik
4) Hidung
a) Bentuk : Simetris
b) Kelainan : Tidak ada
5) Mulut
a) Bentuk : Simetris
b) Mukosa : Kering
6) Leher
a) Pemb. Kel tyroid : Tidak ada
b) Pemb. Vena jugularis : Tidak ada
7) Dada
16
c. Auskultasi
1) Wheezing : Tidak ada
2) Ronchi : Tidak ada
d. Antropometri
1) LK : 30 cm
2) LD : 24 cm
17
A : Analisa
P : Penatalaksanaan
A. Definisi
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan
hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan
penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal
(metabolik) Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah penyakit berat
dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan kering
serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau koma
yang disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas klasik) atau
kegiatan fisik yang berat. Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi
bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas,
dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.
B. Etiologi Hipertermi
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan karena:
1. Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan
dengan trauma lahir dan obat-obatan
2. Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat
peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu
febris.
19
C. Patofisiologi Hipertermi
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan
suhu tubuh normal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua
biasanya mengalami sengatan panas yang tidak terkait aktifitas karena
gangguan kehilangan panas dan kegagalan mekanisme homeostatik. Seperti
pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap serangan panas
berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
D. Gejala Hipertermi
1. Suhu tubuh bayi > 37,5 °C
2. Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
3. Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang,
jumlah urine berkurang
E. Penanganan Hipertermi
1. Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar seputar
26°C- 28°C
2. Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu bayi normal (jangan
menggunakan es atau alcohol)
3. Berikan cairan dektrose NaCl = 1 : 4 secara intravena dehidrasi teratasi
4. Antibiotic diberikan apabila ada infeksi
Terapi untuk mengatasi hipertermia adalah pendinginan. Hal ini
dimulai segera di lapangan dan suhu tubuh inti harus diturunkan
mencapai 39 derajat Celsius dalam jam pertama. Lamanya hipertermia
adalah yang paling menentukan hasil akhir. Berendam dalam es lebih
baik dari pada menggunakan alkohol maupun kipas angin. Komplikasi
membutuhkan perawtan di ruang intensif.
Suhu tubuh kita dalam keadaan normal dipertahankan di kisaran
37'C oleh pusat pengatur suhu di dalam otak yaitu hipotalamus. Pusat
20
pada jaringan tubuh yang berbeda-beda. Hal yang sering terjadi adalah rasa
panas (seperti terbakar), bengkak berisi cairan, tidak nyaman, bahkan sakit.
Teknik perfusi dapat menyebabkan pembengkakan jaringan,
penggumpalan darah, perdarahan, atau gangguan lain di area yang diterapi.
Tetapi efek samping ini bersifat sementara. Sedang whole body
hyperthermia dapat menimbulkan efek samping yang lebih serius –tetapi
jarang terjadi– seperti kelainan jantung dan pembuluh darah. Kadang efek
samping yang muncul malah diare,mual atau muntah.
S: Subjektif
1. Identitas bayi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
1. Keluhan Utama :
Ibu cemas karena sejak ± 2 jam yang lalu bayinya gelisah terus dan
badannya panas setelah di jemur selama 25 menit pada pagi hari tadi.
2. Riwayat kesehatan yang lalu
A. Riwayat antenatal
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya secara rutin / ANC rutin
yaitu ke bidan 3x, kepuskesmas 2x, jadi selama kehamilannya ia
memeriksakan kehamilannya sebanyak 5x
2. Obat-obat yang pernah diminum : Fe, kalk, Vit.C, Vit B6, Vit B1.
b. TM II : Tidak ada
B. Riwayat Intranatal
Ibu merasa kenceng-kenceng mulai tanggal 17 November 2019, pukul
22.00 WIB sudah mengeluarkan lendir bercampur darah. Ketuban
pecah pada tanggal 18 November pukul 11.00 wib dengan warna
jernih, bau khas, tidak bercampur mekonium. Bayi lahir pada pukul
11.30 WIB ditolong oleh bidan, persalinan secara spontan, jenis
kelamin laki-laki, bayi lahir dengan letak belakang kepala selama
persalinan tidak ada penyulit. Plasenta lahir secara spontan 10 menit
setelah bayi lahir.
1. Lama persalinan :
Kala I : 12 jam
Kala IV : 2 jam.
c. BB : 3000 gram
d. LD : 36 cm
e. LK : 34 cm
f. PB : 50 cm
C. Riwayat Nifas
Ibu tidak pernah minum jamu-jamuan, tidak ada pantangan dalam
makanan dan minuman tertentu.
O : Objektif
Pemeriksaan Umum
a. Rooting : Lemah
b. Moro : Lemah
c. Graph : Lemah
d. Sucking : Lemah
4. TTV
a. Temp : 37, 7 oC
b. RR : 64x/menit
c. Nadi : 132x/menit
d. BB : 3000 gram
e. PB : 50 cm
5. APGAR score
a. Appeance (warna kulit) :1
b. Pulse (nadi) : 2
c. Grimace (rangsangan) :2
d. Activity (tonus otot) :1
e. Respiration (pernafasan) : 2
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Kepala
a) Bentuk : Simetris
b) Warna : Hitam
c) Kelainan : Tidak ada
b. Palpasi
1) Kepala
a) Oedema : Tidak ada
b) Kelainan : Tidak ada
2) Ubun-ubun
26
a) Bentuk : Datar
2) Muka
a) Bentuk : Simetris
b) Warna : Pucat
c) Lanugo : Tidak ada
3) Mata
a) Bentuk : Simetris
b) Conjungtiva : Anemis
c) Sklera : Ikterik
4) Hidung
a) Bentuk : Simetris
b) Kelainan : Tidak ada
5) Mulut
a) Bentuk : Simetris
b) Mukosa : Kering
6) Leher
a) Pemb. Kelenjar tyroid : Tidak ada
b) Pemb. Vena jugularis : Tidak ada
7) Dada
a) Kelainan : Tidak ada
b) Auskultasi
1) Wheezing : Tidak ada
2) Ronchi : Tidak ada
8) Mammae
a) Bentuk : Simetris
b) Putting susu : Menonjol
c) Areola : Kemerahan
9) Tali pusat
a) Kebersihan : Bersih
b) Perdarahan : Tidak ada
c) Tali pusat : Belum lepas
27
10) Genitalia
a) Kebersihan : Bersih, 2 buah testis sudah turun
diskrotum, tidak ada kelainan pada
genetalia, dan teraba lubang anus.
11) Anus
a) Atresia ani : Tidak ada
12) Ekstremitas
a) Warna : Pucat, turgor kulit kurang
b) Kelainan : Tidak ada
A : Analisa
P : Penatalaksanaan
3. Memberi edukasi kepada ibu tentang cara menjemur bayi yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian N L. 2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba
Medika.
Rukiyah,Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, bayi dan anak Balita. Jakarta: TIM.
Saifudin, Abdul, dkk. .2009. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : EGC
Sudarti. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Yogyakarta:
Nuha Medika.
29