Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATUS

Hipertermi & Hipotermi Pada Neonatus

DOSEN :

Nelly Hermala Dewi M.Kep

Di Susun Oleh : Kelompok 3

 Neng Risma Fatamurga (8801190092)


 Nurika Iswadi Mala (8801180097)
 Nurhalimah (8801190108)
 Yuliani Prastika (8801190110)
 Aqillah Fadia Hayya (8801190115)
 Intan Larasay (8801190118)
 Destri Nur Ramdhania (8801190048)
 Delliani Dwi
 Ani s
 Bella alfia
 Lusi dwi
 Hudori
 Mamun

DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2020-202
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai memenuhi tugas mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dengan judul “Hipotermi & Hipertermi
pada Neonatus”

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Serang, April 2022

Penuyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses
kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti
walaupun denagn bantuan alat-alat medis modern sekalipun, sering kali
memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir. Oleh karena itu
kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi mutlak
sangat dibutuhkan. Hipotermi pada neonatus merupakan kejadian umum di
seluruh dunia.

Hiportemi dan Hipertermi pada neonatus merupakan kejadian umum di


seluruh dunia. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC.
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan : Perubahan
mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan trauma lahir dan
obat-obatan, Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa, Kerusakan jaringan
misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat peningkatan produksi panas dan
penurunan kehilangan panas pada suhu febris, Latihan / gerakan yang berlebihan.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud Hipotermi pada Neonatus?


b. Apa yang dimaksud Hipertermi pada Neonatus?

1.3. Tujuan Penulisan

Agar mahasiswa dan mahaiswi mampu menjelaskan dan mengetahui tentang :

a. Pengertian penyakit Hipotermi dan Hipertermi pada Neonatus


b. Mengidentifikasi cara pencegahan Hipotermi dan Hipertermi pada
Neonatus
c. Mengetahui cara pencegahan penyakit Hipotermi dan Hipertermi pada
Nenatus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipotermi pada Neonatus

1. Definisi
Hipotermia adalah turunmya suhu tubuh bayi dibawah 30.
Hipotermia adalah pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus
terhadap dingin mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memproduksi
panas. (Patricia A. 2005). Hipotermia adalah suhu rektal bayi dibawah
350C. (Hellen, 1999). Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 ºC,
yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5
ºC, hipotermi sedang yaitu antara 32- 36ºC, dan hipotermi berat yaitu suhu
tubuh

2. Etiologi

Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi


rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak
diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6-12 jam
pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah dan
telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan
sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera
dimandikan. Terjadi perubahan termoregulasi dan metabolik sehingga :

a. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat setelah kelahiran
karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan di
dalam uterus.
b. Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit
yang besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi
mudah menghantarkan panas pada lingkungan.
c. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi
melalui konduksi. konveksi, radiasi, dan evaporasi.
d. Trauma dingin cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam
huhungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan
bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat.

3. Patofisiologi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan
pada sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus
sewaktu mencapaib ro wn fat memacu pelepasannoradrenalin lokal
sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood
gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk
menghasilkan panas. Daerah brown fatmenjadi panas, kemudian
didistribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah.
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan
dan glukosa untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh
tetap hangat.Methabolicther mogenesis yang efektif memerlukanintegritas
dari sistem syaraf sentral,kecukupan darib r own fat, dan tersedianya
glukosa serta oksigen. Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi
pada sistem syaraf pusat antara lain: depresi linier dari metabolisme otak,
amnesia, apatis, disartria, pertimbangan yang terganggu adaptasi yang
salah, EEG yang abnormal, depressi kesadaran yang progresif, dilatasi
pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat dapat terjadi kehilangan
autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma, refleks okuli yang
hilang, dan penurunanyangprogressif dari aktivitas EEG.
Pada jantung dapat terjadi takikardi, kemudian bradikardi yang
progressif, kontriksi pembuluh darah, peningkatan cardiacout put, dan
tekanan darah. Selanjutnya, peningkatan aritmia atrium dan ventrikel,
perubahan EKG dan sistole yang memanjang, penurunan tekanan darah
yang progressif, denyut jantung, dan cardiacout put disritmia serta asistole.
Pada pernapasan dapat terjadi takipnea, bronkhorea, bronkhospasma,
hipoventilasi konsumsi oksigen yang menurun sampai 50%, kongesti paru
dan edema, konsumsi oksigen yang menurun sampai 75%, dan apnoe.
Pada ginjal dan sistem endokrin, dapat terjadicold diuresis, peningkatan
katekolamin, steroid adrenal, T3 dan T4 dan menggigil; peningkatan aliran
darah ginjal sampai 50%, autoregulasi ginjal yang intak, dan hilangnya
aktivitas insulin. Pada keadaan berat, dapat terjadi oliguri yang berat dan
poikilotermia

4. Manifestasi Klinis Hipotermi


a. Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif,
tidak kuat menghisap asi, dan menangis lemah.
b. Timbulnya sklerema atau kulit mengeras berwarna kemerahan
terutama dibagian punggung, tungkai dan tangan.
c. Muka bayi berwarna merah terang.
d. Tampak mengantuk.
e. Kulitnya pucat dan dingin.
f. Lemah, lesu, menggigil.
g. Kaki dan tangan bayi teraba lebih dingin dibandingkan dengan
bagian dada.
h. Ujung jari tangan dan kaki kebiruan.
i. Bayi tidak mau minum/menyusui.
j. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun

Tanda-tanda klinis hipotermia:

a. Hipotermia sedang:

 Kaki teraba dingin.


 Kemampuan menghisap lemah.
 Tangisan lemah.
 Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
b. Hipotermia berat
 Sama dengan hipotermia sedang.
 Pernafasan lambat tidak teratur.
 Bunyi jantung lambat.
 Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
 Stadium lanjut hipotermia. Muka, ujung kaki dan tangan
berwarna merah terang.
 Bagian tubuh lainnya pucat.
 Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada
punggung, kaki dan tangan (sklerema).

5. Komplikasi Hipotermi
1) HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer
dengan metabolisme anaerob.
2) Kebutuhan oksigen yang meningkat.
3) Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu.
4) Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan
pulmonal yang menyertai hipotermi berat. Shock.
5) Apnea.
6) Perdarahan Intra Ventricular.
7) Kedinginan yang terlalu lama dapat menyebabkan tubuh beku,
pembuluh darah dapat mengerut dan memutus aliran darah ke
telinga, hidung, jari dan kaki. Dalam kondisi yang parah mungkin
korban menderita ganggren (kemuyuh) dan perlu diamputasi.
Hipotermia bisa menyebabkan terjadinya pembengkakan di
seluruubuh (Edema Generalisata), menghilangnya reflex tubuh
(areflexia), koma, hingga menghilangnya reaksi pupil mata.
Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur
suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading termometer) sampai 250C. Di samping sebagai suatu
gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir
dengan kematian.

6. Penatalaksanaan Hiportermi
a. Mengatasi bayi hipotermi dilakukan dengan cara :
1) Prinsip penanganan hipotermia adalah penstabilan suhu tubuh
dengan menggunakan selimut hangat (tapi hanya pada bagian dada,
untuk mencegah turunnya tekanan darah secara mendadak) atau
menempatkan pasien di ruangan yang hangat. Berikan juga
minuman hangat(kalau pasien dalam kondisi sadar).
2) Penanganan Hipotermi dengan pemberian panas yang mendadak,
berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan
penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram
penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat
Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam
inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator
apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C.
Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang
belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan
servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non
servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara
manual).
b. Pencegahan Hipotermia Pada Bayi :
1) Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup dengan
topi. Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan
observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan
dibawah cahaya penghangat.Untuk mencegah hipotermia,
semua bayi yang baru lahir harus tetap berada dalamkeadaan
hangat.
2) Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk menghindari
hilangnya panas tubuh akibat penguapan lalu dibungkus
dengan selimut dan diberi penutup kepala.
3) Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir
dipakaikan popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar
tubuh bayi menjadi hangat karena terjadi kontak kulit
langsung.Bila tubuh bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan
selimut.
4) Bayi baru lahir mengenakan pakaian dan selimut yang disetrika
atau dihangatkan diatas tungku.
5) Menghangatkan bayi dengan lampu pijar 40 sampai 60 watt
yang diletakkan pada jarak setengah meter diatas bayi.
6) Terapi yang bisa diberikan untuk bayi dengan kondisi
hipotermia, yaitu jalan nafas harus tetap terjaga juga
ketersediaan oksigen yang cukup.

7. Asuhan keperawatan hipotermi


1. Pengkajian
Dalam pengkajian bayi baru lahir maka pengkajian yang dilakukan yaitu
dengan menggali data dari data subyektif dan obyektif yang membantu
perawat dalam menentukan permasalahn yang dialami bayi dan mampu
menentukan tindakan yang akan diberikan kepada bayi dan keluarga(Anik,
2013).
a. Biodata
Pada pengkajian ini berisi data tentang identitas bayi, identitas orang
tua, keluhan utama seperti PB< 45cm, LD < 30cm, LK < 33 cm,
Hipotermi, kemudian riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
keluarga, riwayat penyakit dahulu
b. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Penyakit seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, abrupsio
plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan
diabetes mellitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya
perawatan sebelum kelahiran (prenatal care). Riwayat kelahiran
prematur atau pernah aborsi, penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok
dan kafein. Riwayat ibu: umur di bawah 16 tahun atau di atas 35 12
tahun dan latar belakang pendidikan rendah, tiadanya perawatan
sebelum kelahiran dan rendahnya gizi, konsultasi genetik yang pernah
dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang
berdekatan. c. Bayi pada saat kelahiran Umur kehamilan biasanya
antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat
kelahiran, SGA, atau terlalu besar dibandingkan umur kehamilan, berat
biasanya kurang dari 2500 gram, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit
atau tidak ada, kepala relative lebih besar dibandingkan badan,
kelainan fisik yang mungkin terlihat.
1) Kardiovaskular Denyut jantung rata-rata 120 sampai 160 per menit
pada bagian apekal dengan ritme yang teratur pada saat kelahiran,
kebisingan jantung terdengar pada setengah bagian interkostal,
yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi
atau atelektasis paru.
2) Gastrointestinal
Penonjolan abdomen: pengeluaran mekonium biasanya terjadi
dalam waktu 12 jam, reflek menelan dan menghisap yang lemah,
ada atau tidak ada anus, ketidak normalan congenital lain yang
mungkin terjadi.
3) Integumen
Kulit yang berwarna merah muda atau merah, kekuning-kuningan,
sianosis, atau campuran bermacam warna, sedikit vernik kaseosa
dengan rambut lanugo disekujur tubuh, kurus, kulit tampak
transparan, halus dan mengilap, edema yang menyeluruh atau di
bagian tertentu yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek
belum melewati ujung jari, rambut jarang atau mungkin tidak ada
13 sama sekali, petekie atau ekimosis.
4) Muskuloskeletal
Tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna, lembut
dan lunak, tulang tengkorak dan tulang rusuk lunak, gerakan lemah
dan tidak aktif atau latergik.
5) Neurologis
Reflek dan gerakan pada tes neurologist tampak tidak resisten,
gerak refleks hanya berkembang sebagian, menelan, mengisap, dan
batuk sangat lemah atau tidak efektif, tidak ada atau menurunnya
tanda neurologist, mata mungkin tertutup atau mengatup apabila
umur kehamilan belum mencapai 25 sampai 26 minggu, suhu
tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia, gemetar, kejang dan mata
berputar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin juga ini
mengindikasikan adanya kelainan neurologist.
6) Paru
Jumlah pernapasan rata-rata antara 40-60 per menit diselingi
dengan periode apnea, pernapasan yang tidak terarur, dengan
faring nasal (nasal melebar), dengkuran, retraksi (interkostal,
suprasternal, substernal), terdengar suara gemerisik.
7) Ginjal
Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk
melarutkan ekskresi di dalam urine.
8) Reproduksi
Bayi perempuan, klitoris yang menonjol dengan labium mayora
yang belum berkembang, bayi laki-laki skrotum yang belum
berkembang sempurna 14 dengan ruga yang kecil, testis tidak turun
ke dalam skrotum.
9) Temuan sikap Tangis yang lemah, tidak aktif, dan tremor
2. Diagnosis Keperawatan
Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
ditandai dengan kulit teraba dingin,menggigil, suhu tubuh dibawah
nilai normal, akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik,
hipoglikemia, hipoksia, pengisian kapiler > 3 detik, konsumsi oksigen
meningkat, vensilasi menurun, piloereksi, takikardia, vasokontriksi
perifer, kutis memorata. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
2. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada hipotermia
a. Thermoregulation (Sue Moorhead dkk, 2016) Thermoregulation :
neonate Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018):
a. Manajemen Hipotermia
a. Observasi
1) Monitor suhu pasien menggunakan alat pengukuran dan rute yang
paling tepat.
2) Mengidentifikasi penyebab Hipotermia(misalnya terpapar suhu
lingkungan yang rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak subkutan )
3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang hangat ( misalnya atur suhu ruangan,
inkubator).
2) Ganti pakaian atau linen yang basah
3) Lakukan penghangatan pasif ( misalnya memberi selimut, penutup
kepala, pakaian tebal)
4) Lakukan penghangatan aktif ( misalnya infus cairan hangat, oksigen
hangta, lavase peritoneal dengan cairan hangat )
b. Edukasi
1) Anjurkan makan/minum hangat Perawatan Kanguru Observasi
2) Monitor faktor orang tua yang mempengaruhi keterlibatannya dalam
perawatan Terapeutik
3) Pastikan status fisiologi bayi terpenuhi dalam perawatan
4) Sediakan lingkungan yang tenang, nyaman dan hangat
5) Berikan kursi pada orang tua jika diperlukan
6) Posisikan bayi telungkup tegak lurus di dada orang tua
7) Miringkan kepala bayi ke salah satu sisi kanan atau kiri dengan kepala
sedikit tengadah
8) Hindari mendorong kepala fleksi dan hiperkstensi
9) Biarkan bayi telanjang hanya menggunakan popok, kaus kaki dan juga
topi
8) Posisikan panggul dan lengan bayi dalam posisi fleksi
9) Posisikan bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya
10) Buat ujung pengikat tepat berada di bawah kuping bayi Edukasi
11) Jelaskan tujuan dan prosedur perawatan kanguru
12) Jelaskan keuntungan kontak kulit ke kulit orang tua dan bayi
13) Anjurkan orang tua menggunakan pakaian nyaman, bagian depan
terbuka
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan rencana tindakan
untuk memuhi kebutuhan dasar manusia. Tindakan keperawatan meliputi,
tindakan keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan
kesehatan/keperawatan, tindakan medis yang dilakukan oleh perawat atau
tugas limpahan (Suprajitno, 2004).
5. Evaluasi
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan
hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang
cukup

B. Hipertermi Pada Neonatus

1) Definisi
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan
hipotalamus bila mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan
penyakit) atau dipengarhui oleh panas eksternal (lingkungan) atau internal
(metabolik) Sengatan panas (heat stroke) per definisi adalah penyakit berat
dengan ciri temperatur inti > 40 derajat celcius disertai kulit panas dan
kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium, kejang, atau
koma yang disebabkan oleh pajanan panas lingkungan (sengatan panas
klasik) atau kegiatan fisik yang berat. Lingkungan yang terlalu panas juga
berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan
sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian
dan selimut

2) Etiologi Hipertermi
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan karena:
a. Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan
dengan trauma lahir dan obat-obatan
b. Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia,
terdapat peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan
panas pada suhu febris.
c. Latihan / gerakan yang berlebihan.
3) Patofisiologi
Perubahan pengaturan homeostatis suhu normal oleh hipotalamus
dapat diakibatkan dari infeksi bakteri, virus, tumor, trauma, dan sindrom
malignan dan lain-lain bersifat pirogen eksogen yang merangsang sel
makrofag, lekosit dan sel lain untuk membentuk pirogen endogen. Pirogen
seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat
bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja sebagai
antigen akan mempengaruhi sistem imun (Widagdo, 2012).
Saat substansi ini masuk ke sirkulasi dan mengadakan interaksi
dengan reseptor dari neuron preoptik di hipotalamus anterior, dan
menyebabkan terbentuknya prostaglandin E2. IL-2 yang bertindak sebagai
mediator dari respon demam, dan berefek pada neuron di hipotalamus
dalam pengaturan kembali (penyesuaian) dari thermostatic set point.
Akibat demam oleh sebab apapun maka tubuh membentuk respon berupa
pirogen endogen termasuk IL- 1, IL-6, tumor necrotizing factor (TNF)
(Widagdo, 2012).
Oleh karena itu, sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk
meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Selain itu, substansi
sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan
infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set
point. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi tubuh
memproduksi dan menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk
mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama periode ini, orang
tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun suhu tubuh
meningkat (Potter & Perry, 2010).
Fase menggigil berakhir ketika set point baru yaitu suhu yang lebih
tinggi tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil, menggigil hilang dan
pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah “melampaui
batas”, atau pirogen telah dihilangkan, terjadi fase ketiga episode febris.
Set point hipotalamus turun, menimbulkan respons pengeluaran panas.
Kulit menjadi hangat dan kemerahan karena vasodilatasi.Diaforesis
membantu evaporasi pengeluaran panas (Potter&Perry, 2010).

4) Manifestasi Klinis Hipertermia


Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi menurut Huda (2013)
a. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
b. Konvulsi (kejang)
c. Kulit kemerahan
d. Pertambahan RR
e. Takikardi
f. Saat disentuh tangan terasa hangat.
5) Komplikasi
Kerugian yang bisa terjadi pada bayi yang mengalami demam dan
hipertermia adalah dehidrasi, karena pada keadaan demam terjadi pula
peningkatan pengeluaran cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh
kekurangan cairan. Pada kejang demam, juga bisa terjadi tetapi
kemungkinannya sangat kecil (Hartini, 2012)
Silbernagl, (2012) dalam patofisiologinya menjelaskan akibat yang
ditimbulkan oleh demam adalah peningkatan frekuensi denyut jantung dan
metabolisme energi.Hal ini menimbulkan rasa lemah, nyeri sendi dan sakit
kepala, gelombang tidur yang lambat (berperan dalam perbaikan fungsi
otak), dan pada keadaan tertentu dapat menimbulkan gangguan kesadaran
dan persepsi (delirium karena demam) serta kejang.
Keadaan yang lebih berbahaya lagi ketika suhu inti tubuh
mencapai 40oC karena pada suhu tersebut otak sudah tidak dapat lagi
mentoleransi. Bila mengalami peningkatan suhu inti dalam waktu yang
lama antara 40oC-43oC, pusat pengatur suhu otak tengah akan gagal dan
pengeluaran keringat akan berhenti. Akibatnya akan terjadi disorientasi,
sikap apatis dan kehilangan kesadaran (Hartini, 2012).

6) Penatalaksanaan
a. Tindakan farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencakup intervennsi
farmakologik yaitu dengan pemberian antipiretik. Obat yang umum
digunakan untuk menurunkan demam dengan berbagai penyebab
(infeksi, inflamasi dan neoplasama) adalah obat
antipiretik.Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi
termoregulator pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan
menghambat kerja prostaglandin secara perifer (Hartini, 2012).
Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan
magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obatobat
anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat
pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak boleh diberikan pada anak-
anak dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya disetujui untuk
menurunkan demam pada anak-anak yang berusia minimal 6
bulan.Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien
dengan gangguan perdarahan (Hartini, 2012).
Beberapa ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya
untuk anak-anak adalah nuprin, motrin IB, medipren.Pemberian
antipiretik yang berlebihan perlu diperhatikan, karena dapat
menyebabkan keracunan.
b. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak
untuk banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian water
tepid sponge. Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah
dengan menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal dan
mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian Fokus Menurut Sodikin (2012), pengkajian fokus pada
hipertermi adalah:
a. Kulit kemerahan.
b. Adanya peningkatan denyut jantung.
c. Penurunan nafsu makan.
d. Adanya rasa haus yang meningkat.
e. Kulit hangat bila disentuh.
f. Tampak mengkilat.
g. Gelisah, mengantuk.
h. Peningkatan frekuensi pernapasan.
i. Takikardia.
j. Kejang demam
k. Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal.
a. Nutrition (nutrisi) Kegiatan memperoleh, mengasimilasi, dan
menggunakan kandungan gizi untuk tujuan mempertahankan jaringan,
perbaikan jaringan, dan produksi tenaga. a. Ingestion (proses
masuknya makanan): memasukkan makanan atau kandungan gizi ke
dalam tubuh.
b. Digestion (pencernaan): kegiatan fisik dan kimiawi yang mengubah
kandungan makanan ke dalam zat-zat yang sesuai untuk penyerapan
dan asimilasi.
c. Absorption (penyerapan): tahapan penyerapan kandungan gizi melalui
jaringan-jaringan tubuh.
d. Metabolisme (metabolisme): proses kimiawi dan fisik yang terjadi di
dalam organisme dan sel-sel hidup bagi pengembangan dan kegunaan
protoplasma, produksi kotoran dan tenaga dengan pelepasan tenaga
untuk seluruh proses vital.
e. Hydration (minum): perolehan dan penyerapan cairan dan larutan-
larutan.. Elimination (pembuangan) Keluarnya produk-produk kotoran
dari tubuh.
a. Urinary sistem (sistem urinaria): proses keluarnya urine.
b. Gastrointestinal sistem (sistem gastrointestinal): pengeluaran dan
pengenyahan produk-produk kotoran dari isi perut.
c. Integumentary sistem (sistem integumen): proses keluarnya melalui
kulit.
d. Pulmonary sistem (sistem paru-paru): pembersihan produk-produk
metabolis secara ikutan, pengeluaran dan benda-benda asing dari paru-
paru atau dua saluran bronkus.
tenaga yang berlebihan sehingga menimbulkan luka atau siksaan.
D. Diagnosa Keperawatan Menurut Herdman & Kamitsuru (2015), diagnosis
keperawatan NANDA adalah Hipertermi berhubungan dengan faktor
penyakit. Hipertermia adalah suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal
karena kegagalan termoregulasi. Batasan karakteristiknya meliputi apnea,
bayi tidak dapat mempertahankan menyusu, gelisah, hipotensi, kejang,
koma, kulit kemerahan dan terasa hangat, vasodilatasi, letargi, postur
abnormal, stupor, takikardia dan takipnea. Faktor yang berhubungan
dengan hipertermi meliputi agen farmaseutikal, aktivitas berlebihan,
dehidrasi, iskemia, pakaian yang tidak sesuai, peningkatan laju
metabolisme, penurunan perspirasi, penyakit, sepsis, suhu lingkungan
tinggi dan trauma. E. Intervensi
Intervensi keperawatan (Moorhead, Johnson, Swanson, & Maas, 2013),
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013).
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Hipertermi berhubungan dengan faktor penyakit. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan masalah hipertermi dapat teratasi dengan kriteria
hasil:
Termoregulasi (0800)
1. Peningkatan suhu kulit dari berat (1) menjadi tidak ada (5).
2. Hipertermi dari berat (1) menjadi tidak ada (5).
3. Dehidrasi dari berat (1) menjadi tidak ada (5).
4. Perubahan warna kulit dari berat (1) menjadi tidak ada
(5). Pengaturan suhu:
1. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan.
2. Monitor suhu bayi baru lahir sampai stabil.
3. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan.
4. Monitor suhu dan warna kulit.
5. Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia dan
hipertermia.
6. Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu, sesuai kebutuhan.
7. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat.
8. Selimuti bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas.
9. Selimuti bayi berat lahir rendah dengan selimut berbahan dalam
plastik (misalnya polyethylene, polyurethane) segera setelah lahir ketika
masih tertutup cairan amnion, sesuai kebutuhan dan protocol institusi.
10. Berikan bayi stockinette untuk mencegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir.
11. Tempatkan bayi baru lahir di bawah penghangat, jika diperlukan.
12. Pertahankan kelembapan pada 50% atau lebih besar dalam incubator
untuk mencegah hilangnya panas.
13. Sebelumnya hangatkan (misalnya selimut) yang ditempatkan dekat
dengan bayi di inkubator.
14. Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya panas dan
serangan panas.
15. Diskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan efek negatif
dari demam yang berlebihan, sesuai kebutuhan.
16. Instruksikan pasien, khususnya pasien lansia, mengenai tindakan
untuk mencegah hipotermia karena paparan dingin.
17. Informasikan pasien mengenai indikasi adanya kelelahan akibat
panas dan penanganan emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan.
18. Informasikan mengenai indikasi adanya hipotermia dan penanganan
emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan.
19. Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan hangatkan
lingkungan sekitar untuk meningkatkan suhu tubuh, sesuai kebutuhan.
20. Gunakan matras pendingin, selimut yang mensirkulasikan air, mandi
air hangat, kantong es atau bantalan jel, dan kateterisasi pendingin
intravaskular untuk menurunkan suhu tubuh, sesuai kebutuhan.
21. Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien.
22. Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah atau mengkontrol
menggigil.
23. Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan.
24. Pelihara suhu normal pada pasien yang baru meninggal yang
mendonorkan organ dengan meningkatkan suhu udara segera.
25. Gunakan lampu penghangat infra merah, hangatkan udara, selimut
air atau pemasangan cairan IV yang dihangatkan, sesuai kebutuhan.
Perawatan demam:
1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.
2. Monitor warna kulit dan suhu.
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan
yang tak dirasakan.
4. Beri obat atau cairan IV (misalnya antipiretik, agen antibakteri, dan
agen anti menggigil).
5. Jangan beri aspirin untuk anak-anak.
6. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung pada
fase demam (yaitu: memberikan selimut hangat untuk fase dingin,
menyediakan pakaian atau linen tempat tidur ringan untuk demam dan
fase bergejolak/flush).
7. Dorong konsumsi cairan.
8. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika diperlukan.
9. Berikan oksigen, yang sesuai.
10. Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-hati (yaitu:
berikan untuk pasien dengan suhu yang sangat tinggi, tidak
memberikannya selama fase dingin, dan hindari agar pasien tidak
menggigil).
11. Tingkatkan sirkulasi udara.
12. Pantau komplikasikomplikasi yang berhubungan dengan demam
serta tanda dan gejala kondisi penyebab demam (misalnya kejang,
penurunan tingkat kesadaran, status elektrolit abnormal,
ketidakseimbangan asambasa, aritmia jantung, dan perubahan
abnormalitas sel).
13. Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada orangtua,
karena hanya menunjukkan demam ringan atau tidak demam sama
sekali selama proses infeksi.
14. Pastikan langkah keamanan pasien yang gelisah atau mengalami
delirium.
15. Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiportemi dan Hipertermi pada neonatus merupakan kejadian
umum di seluruh dunia. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh bayi
lebih dari 37,5 ºC. Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu
disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap
hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu
6-12 jam pertama, setelah lahir. Misalnya bayi baru lahir dibiarkan basah
dan telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan
sekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera
dimandikan.
Terjadinya hipertermi pada bayi dan anak, biasanya disebabkan :
Perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang berhubungan dengan
trauma lahir dan obat-obatan, Infeksi oleh bacteria, virus atau protozoa,
Kerusakan jaringan misalnya demam rematik pada pireksia, terdapat
peningkatan produksi panas dan penurunan kehilangan panas pada suhu
febris, Latihan / gerakan yang berlebihan.

B. Saran
Hipotermi pada bayi baru lahir dapat lebih mudah ditangani dan
bahkan dicegah apabila ada kerja sama yang baik antara petugas kesehatan
dan anggota keluarga. Bidan seharusnya terus memberikan pendidikan
kesehatan kepada calon ibu, calon ayah, dan anggota keluarga lainnya
bahwa bayi yang lahir tidak terlepas dari resiko hipotermi sehingga
keluarga paham akan hal tersebut
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah,Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, bayi dan anak Balita. Jakarta: TIM.

Suratun dan Lusiana. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: TIM

Potter and Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC

Potter and Perry.2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai