Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

HIPOTERMI
DI RUANG MAWARRSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :

Nuning Pratiwie

2017.C.09a.0903

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingg saya
dapat menyelesaikan pembuatan laporan ini. Di laporan ini memaparkan beberapa hal
terkait “Laporan Pendahuluan Dengan Diagnosa Medis Hipotermi Di Ruang Mawar
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini ke depannya.

Palangka Raya, 6 Mei 2020

Penulis
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Dasar Hipotermi


1.1.1 Definisi Hipotermi
Hipotermi adalah keadaan suhu tubuh yang rendah atau berada dibawah normal.
( Maternal & Neonatal Health, Depkes RI, 2015)
Hipotermi adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
mengalami penurunan suhu tubuh terus-menerus dibawah 35,5ºC perrektal karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternall (jhonkarto2014 ).
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu normal pada
bayi neonatus adalah adalah 36,5-37,5 derajat Celsius (suhu ketiak). Hipotermi merupakan
salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan berat badan
kurang dari 2,5 Kg Gejala awal hipotermi apabila suhu kurang dari 36 derajat Celsius atau
kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi
sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32–36 derajat Celsius). Disebut hipotermi berat
bila suhu < 32 derajat Celsius, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
thermometer) yang dapat mengukur sampai 25 derajat Celsius.

1.1.2 Etiologi
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan
basah atau tidak berpakaian.Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar
3. BBL tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
4. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi.
Neonatus mudah sekali terkena hipotermi yang disebabkan oleh:
1. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna
2. Permukaan tubuh bayi relatif lebih luas
3. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
4. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dan pakainnya agar dia tidak kedinginan
5. Keadaan yang menimbulkan kehilangan panas yang berlebihan, seperti lingkungan
dingin, basah, atau bayi yang telanjang,cold linen, selama perjalanan dan beberapa
keadaan seperti mandi, pengambilan sampel darah, pemberian infus, serta
pembedahan. Juga peningkatan aliran udara dan penguapan.
6. Ketidaksanggupan menahan panas, seperti pada permukaan tubuh yang relatif luas,
kurang lemak, ketidaksanggupan mengurangi permukaan tubuh, yaitu dengan
memfleksikan tubuh dan tonus otot yang lemah yang mengakibatkan hilangnya
panas yang lebih besar pada BBLR.

1.1.3 Fatofisologi
Pada keadaan normal suhu tubuh bayi dipertahankan 37 C ( 36,5 C – 37 C) yang
diatur oleh SSP (sistem termostat) yang terletak di hipotalamus. Perubahan suhu akan
mempengaruhi sel – sel yang sangat sensitif di hipotalamus (chemosensitive cells).
Pengeluaran panas dapat melalui keringat, dimana kelenjar-kelenjar keringat dipengaruhi
serat-serat kolinergik dibawah kontrol langsung hipotalamus. Melalui aliran darah di kulit
yang mengikat akibat adanya vasodilatasi pembeluh darah dan ini dikontrol oleh saraf
simpatik. Adanya ransangan dingin yang di bawa ke hipotalamus sehingga akan timbul
peningkatan produksi panas melalui mekanime yaitu nonshivering thermogenesis dan
meningkatkan aktivitas otot. Akibat adanya perubahan suhu sekitar akan mempengaruhi
kulit. Kondisi ini akan merangsang serabut-serabut simpatik untuk mengeluarkan
norepinefrin. Norepinefrin akan menyebabkan lipolisis dan reseterifikasi lemak coklat,
meningkatkan HR dan O2 ke tempat metabolisme berlangsung, dan vasokonstriksi
pembuluh darah dengan mengalihkan darah dari kulit ke organ untuk meningkatkan
termogenesis. Gangguan salah satu atau lebih unsur-unsur termoregulasi akan
mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak normal. Apabila terjadi paparan dingin,
secara fisiologis tubuh akan memberikan respon untuk menghasilkan panas berupa :
1. Shivering thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa rnenggigil atau gemetar secara involuner akibat
darikontraksiotot untuk menghasilkan panas.
2. Non-shivering thermoregulation/NST
Merupakan mekanisrne yang dipengaruhi oleh stimulasi sistem saraf sirnpatis untuk
menstimulasi proses metabolik dengan melakukan oksidasi terhadap jaringan lemak coklat.
Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan meningkatkan produksi panas dan
dalam tubuh.
3. Vasokonstriksi perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh sistern sarafsimpatis, kemudian sistem
sarafperiferakan memicu otot sekitar arteriol kulit utuk berkontraksi sehingga terjadi
vasokontriksi.Keadaan ini efektif untuk mengurangi aliran darah ke jaringan kulit dan
mencegah hilangnya panas yang tidak berguna.
2.1.4 Fatwhay Hipotermi
1.1.5 Manisfestasi Klinis
Hipotermi ditandai dengan bayi tidak mau minum, kurang aktif, pucat, takipnoe atau
takikardia. Sedangkan hipotermi yang berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa,
hipoglikemia, defek koagulasi, dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.
Hipotermi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1.1.5.1 Hipotermia Sedang
1) Suhu tubuh pada bayi sekitar36—36,4 derajat celcius
2) Bayi tidak mau minum / menetek
3) Bayi tampak lesu atau mengantuk
4) Aktifitas berkurang, letargis
5) Tangisan lemah
6) Kemampuan menghisap lemah
7) Akral dingin
8) Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)
9) Dapat disertai adanya gerakan pada bayi yang kurang normal
1.1.5.2 Hipotermia Berat
1) suhu tubuh kurang dari 36 derajat celcius
2) seluruh tubuh teraba dingin
3) disertai salah satu tanda sebagai berikut seperti mengantuk atauletargis atau
terdapat bagian tubuh bayi yang berwarna merah dan mengeras (sklerema).
4) Aktifitas berkurang
5) Bibir dan kuku kebiruan
6) Pernafasan lambat
7) Pernafasan tidak teratur
8) Bunyi jantung lambat

1.1.6 Komplikasi
Adapun komplikasi hipotermi yaitu :
1. Distress respirasi
2. Gangguan sistem saraf pusat
3. Menurunya produksi oksigen
4. Gangguan keseimbangan asam basa
5. Hipoglikemia
6. Sirkulasi fetal persisten
7. Gagal ginjal akut
8. Asidosis respiratori dan metabolic

1.1.7 Penatalaksanan
1.1.7.1 Hipotermia Sedang
1) Lepaskan baju yang dingin atau basah, jika ada.
2) Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai
topi dan selimuti dengan selimut hangat.
3) Bila ada ibu/ pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK:
Perawatan Metode Kanguru).
4) Bila ibu tidak ada:
a. Beri bayi baju hangat dan topi, dan tutupi dengan selimut hangat;
b. Hangatkan kembali bayi dengan rnenggunakan alat pemancar panas,
gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu;
c. Periksa suhu alat penghang atdan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
mengunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu;
5) Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
6) Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan napas,
kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
7) Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.
8) Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan napas, bila ada tangani
gangguan napasnya.
9) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5°C/ jam,
berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2
jam:
10) Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5°C/jam, cari tanda
sepsis.
11) Setelah suhu tubuh normal:
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
12) Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi
dapatdipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
1.1.7.2 Hipotermia Berat
1) Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah
dinyalakan sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan
hangat, bila perlu.
2) Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat,
pakai topi dan selimutidengan selimut hangat.
3) Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30
kali/menit,tarikan dinding dada, merintih saat eksipirasi), lakukan
manajemen Gangguan napas.
4) Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus
tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
5) Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6
mmol/L),tangani hipoglikemia.
6) Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau
tidak sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam
sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
7) Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan
dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.
8) Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap:
a. Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatifcara pemberian minum
b. Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan
beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35°C.
9) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5o C/ jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan
memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
10) Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan
setiap jam.
11) Setelah suhu tubuh bayi normal:
a. Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
b. Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam
12) Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi
tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatar di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap
hangat selama di rumah.

1.1.8 Pencegahan
1.1.8.1 Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan
suhu ruangan antara 25oC-23oC serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela,
pintu, ataupun dan kipas angin.
1.1.8.2 Pengeringan segera
Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera
mengganti kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering.
1.1.8.3 Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektifuntuk mencegah
hilangnya panas pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada
atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk rnendapatkan
lingkungan suhu yang tepat.
1.1.8.4 Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam -jam pertama
kehidupanBBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi kini
sangat menunjangkebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses
termoregulasi pada BBL.
1.1.8.5 Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6
am) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memandikan bayi
segera setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi.
1.1.8.6 Pakaian dan selimut bayi yang adekuat
1.1.8.7 Rawat Gabung
1.1.8.8 Transportasi hangat
1.1.8.9 Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
1.1.8.10 Perawatan dengan Pemanas Radian
1.1.8.11 Perawatan dalam Inkubator
1.2 Konsep Manajemen Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
         Pemeriksaan Fisik.
1. Daya tahan tubuh rendah.
2. Bentuk tubuh.
3. Fungsi organ tubuh.
a. Pengaturan Suhu Tubuh belum stabil
1). Hipotermi : karena lemak sub kutan tipis, permuukaan tubuh luas, produksi panas
berkurang.
2). Hipertermi : mekanisme produksi keringat belum stabil (jika terjadi karena
adanya infeksi).
b. System pencernaan.
c. System pernafasan.
d. System Hematopoetik.
e. Ginjal.
4. System saraf pusat.
5. Tanda – Tanda fisik premature dan neurologis : Dubowitz Score.

1.2.2 Masalah Keperawatan


1) Hipotermi
2) Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan
4) Resti kejang
5) Kurang pengetahuan (ibu)

1.2.3 Diagnosa Keperawatan.


1. Hipotermi b.d terbatasnya regulasi kompensasi metabolik sekunder akibat usia
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
hipotermi
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat
cidera termal
4. Resiko kejang b.d kekurangan cadangan glikogen
5. Kurang pengetahuan (ibu) b.d kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu
tubuh bayi.
1.2.4 Intervensi
Diagnosa
1. Hipotermi b.d terbatasnya regulasi kompensasi metabolik sekunder akibat usia
a) Kaji faktor penunjang
b) Kurangi atau hilangkan sumber penyebab kehilangan panas
 Evaporasi, Dalam kamar bersalin, keringkan dengan cepat bagian kulit dan
rambut dengan handuk hangat dan tempatkan bayi pada lingkungan yang hangat.
 Konveksi, Kurangi aliran udara di dalam ruangan kamar bersalin. Hindari aliran
udara pada bayi (pendingin ruangan, kipas, jendela)
 Konduksi, Hangatkan semua peralatan yang digunakan dalam perawatan
(stetoskop, alat timbangan, tangan perawat, pakaian, linen tempat tidur, tempat
tidur bayi)
 Radiasi, tempatkan bayi disamping ibu di dalam ruang bersalin. Kurangi benda di
dalam ruangan yang dapat mengabsorbsi panas (logam).
c) Pantau suhu tubuh bayi baru lahir
Pengkajian suhu aksila:,Lakukan pemeriksaan setiap 30 menit sampai kondisi bayi
stabil, kemudian lakukan setiap 4-8 jam Jika suhu kurang dari 36,3 C
 Bungkus bayi dengan menggunakan 2 selimut.
 Pasang topi rajutan.
 Kaji sumber lingkungan yang menyebabkan kehilangan panas.
 Jika keadaan hipotermia tetap berlangsung 1 jam laporkan pada dokter.
 Kaji adanya komplikasi stress dingin : hipoksia, asidosis respiratorik,
hipoglikemi, ketidakseimbanga cairan dan elektrolit, penurunan berat badan.
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b.d gangguan aliran darah sekunder akibat
hipotermi.
Intervensi:
1) Anjurkan agar bayi diberi baju hangat
2) Berikanterpi O2 sesuai kebutuhan
3) Hindari faKtor pencetus hipotermi
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan kebutuhan kalori sekunder akibat
cidera termal. Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda bayi kekurangan nutrisi
2) Berikan terapi cairan IV D 1O%
3) Kolaborasi dengan tim Gizi untuk pemberian diit
4) Anjurkan agar ibu sering memberikan asi
4. Resiko kejang b.d kekurangan cadangan glikogen. Intervensi:
1) Tempat tidur harus empuk
2) Pantau selalu jika ada tanda-tanda kearah kejang
5. Kurang pengetahuan (ibu) b.d kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu
tubuh bayi.
Intervensi :
1) Berikan health-edukation pada keluarga tentang hal-hal yang mencetuskan
hipotermi
2) Libatkan keluarga dalam tindakan keperawatan yang di berikan
BAB 2
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu normal pada
bayi neonatus adalah adalah 36,5-37,5 derajat Celsius (suhu ketiak). Hipotermi merupakan
salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama dengan berat badan
kurang dari 2,5 Kg Gejala awal hipotermi apabila suhu kurang dari 36 derajat Celsius atau
kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi
sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32–36 derajat Celsius). Disebut hipotermi berat
bila suhu < 32 derajat Celsius, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading
thermometer) yang dapat mengukur sampai 25 derajat Celsius.
Hipotermia adalah kondisi di mana tubuh kita mengalami penurunanan suhu inti
(suhu organ dalam). Hipotermia bisa menyebabkan terjadinya pembengkakan di seluruh
tubuh (Edema Generalisata), menghilangnya reflex tubuh (areflexia), koma, hingga
menghilangnya reaksi pupilmata. Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 32 C.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah
(low reading termometer) sampai 25 C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Bayi hipotermi adalah
bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu normal pada bayi neonatus adalah adalah
36,5-37,5 C (suhu ketiak).
Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang
harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui
penyinaran lampu.Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang
adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada
ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga bayi tetap hangat,tubuh
ibu dan bayi harus berada di dalam 1 pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru)
disebut sebagai metode Kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian longgar berkancing
depan.
2.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap hipotermi pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, perawat juga harus mampu
berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan
edukasi kepada keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan
pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, IDAI, Jakarta
Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2013
Marilynn E. Doenges, Rencana Perawatan Maternal / Bayi, edisi 2, EGC, Jakarta,
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Trans Info Media
(jhonkarto, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse
Corporation, Springhouse Pennsylvania, 2014
Sudarti dan Fauziah A. (2013). Asuhan neonatus risiko tinggi dan
keperawatan.Yogayakarta: Nuha Medika.
( Maternal & Neonatal Health, Depkes RI, 2015)
Yongki, dkk. 2012. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan, Persalinan, Nifas, Bayi dan
Balita.Yogyakarta: Nuha Medika
Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 2, Nomor 2, Juni 2019
e-ISSN: 2581-1975
p-ISSN: 2597-7482
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v2i2.651

SUHU TUBUH BAYI PREMATUR DI INKUBATOR DINDING TUNGGAL


DENGAN INKUBATOR DINDING TUNGGAL DISERTAI SUNGKUP

Padila1, Ida Agustien2


Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Bengkulu 1
RSUP. Hasan Sadikin Bandung2
padila_ahmad@yahoo.co.id1

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan rata-rata perubahanan suhu tubuh di


inkubator dinding tunggal dengan inkubator dinding tunggal disertai sungkup pada
bayi prematur yang disertai hipotermi. Rancangan penelitian ini menggunakan metode
deskriptif komparatif. Hasil penelitian pada kelompok bayi prematur dengan
hipotermia di inkubator dinding tunggal disertai sungkup secara signifikan rata-
rata perubahan suhu tubuhnya meningkat dengan nilai mean 36,09 nilai varians 0,152
adapun pada bayi prematur dengan hipotermia di inkubator dinding tunggal didapatkan
nilai mean 35,35 nilai varians 0,859 dan didapatkan t hitung dari kedua kelompok
penelitian yaitu 2,551 dan t tabel 1,717. Simpulan, inkubator dinding tunggal disertai
sungkup lebih meningkatkan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia
dibandingkan inkubator dinding tunggal.

Kata Kunci: Hipotermia, Inkubator,


Prematur

ABSTRACT

This study aims to compare the average change in body temperature in a single wall
incubator with a single wall incubator with hood in preterm infants with hypothermia.
The design of this study uses a comparative descriptive method. The results of the study
in the group of preterm infants with hypothermia in a single wall incubator with a lid
significantly increased mean body temperature changes with a mean value of 36.09
variance 0.152 while for preterm infants with hypothermia in a single wall incubator a
mean value of 35.35 variance values 0.859 and obtained t count from the two study
groups namely 2.551 and 1.717 t table. In conclusion, a single wall incubator with a lid
increases body temperature in premature infants with hypothermia compared to a
single wall incubator.

Keywords: Hypothermia, Incubator, Premature


2019. Jurnal Keperawatan Silampari 2 (2) 113-122

PENDAHULUAN
Periode neonatus (bayi dari lahir sampai dengan usia 28 hari) merupakan tahapan
yang kritis dalam siklus kehidupan bayi. Hal ini disebabkan karena resiko
kematiannya
yang tinggi. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 melaporkan bahwa 78,5% angka
kematian neonatus terjadi pada usia 0-6 hari dan 32,4% nya disebabkan
kelahiran prematur (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008).
Bayi prematur yaitu bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37 minggu, tanpa
memperhitungkan berat badan lahir (Wong dkk, 2009). Semakin prematur seorang bayi
maka semakin besar risiko kematiannya. Salah satu penyebab kematian pada bayi
prematur disebabkan karena hipotermia (7%) (Riskesdas, 2013). Oleh sebab itu
neonatus prematur harus mendapatkan perawatan inkubator di rumah sakit
(Gomella,
2009).
Hipotermia dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam
keadaan basah atau tidak berpakaian. Hipotermia paling rentan pada bayi yang
menjalani resusitasi lama, bayi yang mengalami sakit (sepsis dan penyakit lainnya),
bayi dengan kelainan bawaan khususnya dengan penutupan kulit yang tidak sempurna,
seperti pada meningomielokel, omfalokel, gasroskisis dan bayi dengan prematur.
Menurut Usman dkk, (2008) bayi prematur dapat dengan mudah terjadinya
hipotermia disebabkan karena lemak subkutan sedikit, tingginya rasio luas
permukaan tubuh di bandingkan berat badan, serta kurangnya timbunan lemak.
Rerata bayi yang di rawat di ruang NICU dengan prematur selain mengalami
gangguan pernafasan paling sering di ikuti dengan gangguan termoregulasi yaitu
hipotermia. Dari data yang diperoleh pada bulan januari-juni 2017 ditemukan
sebanyak
60 bayi prematur yang masuk ke ruang NICU dengan hipotermia. Menurut
Saifuddin
(2007) bahwa bayi prematur mempunyai kebutuhan khusus dalam mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut tergantung pada
pemberi asuhan. Cara pencegahan hipotermia yang dilakukan di ruang NICU yaitu
dengan perawatan inkubator.
Inkubator merupakan alat dapat terbuat dari bahan yang sederhana sampai bahan
campuran yaitu mulai dari kayu, bahan metal, besi atau bahan plexiglass. Dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan kondisi optimal dalam hal suhu,
kelembaban, kelancaran pemberian oksigen, dan cairan untuk kelangsungan hidup
seorang bayi. Pengertian lain dari inkubator adalah alat yang dapat
mempertahankan suhu lingkungan dalam keadaan optimal sesuai dengan kondisi dalam
kandungan ibu yang dapat melindungi dari perubahan suhu lingkungan, sistem
metabolisme, respirasi, terhindar dari infeksi dan bayi merasa aman nyaman
didalamnya (Winarti, 2004).
Wiley (2010) dalam penelitiannya membandingkan pengontrolan suhu tubuh
pada bayi yang di rawat di inkubator dinding tunggal dan bayi yang di rawat di
inkubator dinding ganda. Dihasilkan bahwa inkubator dinding ganda lebih
meningkatkan suhu tubuh bayi prematur di banding inkubator dinding tunggal. Laroia
dkk, (2007) membandingkan stabilisasi suhu tubuh pada bayi yang di rawat di
inkubator dinding tunggal dan bayi yang di rawat di inkubator dinding tunggal
disertai sungkup, dihasilkan bahwa pada inkubator dinding tunggal lebih
meningkatkan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia dibandingkan
2019. Jurnal Keperawatan Silampari 2 (2) 113-122
inkubator dinding tunggal disertai sungkup.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Orzalesi (2010) yaitu membandingkan
stabilisasi suhu tubuh pada bayi prematur yang di rawat di inkubator dinding
ganda
dengan bayi yang di rawat di inkubator dinding tunggal disertai micro climate
headbox/sungkup dihasilkan bahwa inkubator dinding tunggal disertai sungkup lebih
meningkatkan suhu tubuh bayi prematur dengan hipotermia dibanding inkubator
dinding tunggal. Penelitian selanjutnya yaitu membandingkan stabilisasi suhu
tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia yang di rawat di inkubator dinding
tunggal dengan bayi yang di rawat di inkubator dinding tunggal disertai sungkup
dihasilkan bahwa inkubator dinding tunggal disertai sungkup lebih meningkatkan suhu
tubuh bay i prematur dengan hipotermia dibanding inkubator dinding tunggal.
Kesimpulan yang diambil oleh Orzalesi dalam kedua penelitiannya
bahwa
inkubator dinding tunggal disertai sungkup, untuk kerugian akibat konduksi
(proses kehilangan panas melalui kontak benda padat) dapat diabaikan, kerugian oleh
konveksi (proses kehilangan panas melalui kontak dengan aliran udara) dapat
diminimalkan, tingkat kelembaban bisa mencapai 70% ( kelembaban relatif antara 40-
50%, sementara idealnya tidak <60%), penggunaan udara dan oksigen yang lebih
efisien ( saturasi oksigen diatas 90%), biaya yang murah, fleksibel dalam
penggunaannya sehingga bisa diletakan dan diambil sesuai kebutuhan.
Namun saat ini belum ada penelitian mengenai rata-rata perubahan suhu tubuh
pada
bayi prematur dengan hipotermia di inkubator dinding tunggal dan inkubator dinding
tunggal disertai sungkup serta belum adanya SOP (Standar Operational Procedure)
mengenai jenis inkubator manakah yang lebih baik digunakan dalam
meningkatkan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia, apakah di inkubator
dinding tunggal atau inkubator dinding tunggal disertai sungkup. Maka perlu
dilakukan penelitian tentang rata-rata perubahan kenaikan suhu tubuh bayi prematur
dengan hipotermia pada kedua inkubator tersebut.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif. Dalam penelitian
ini
peneliti membagi 2 kelompok responden dan selanjutnya membandingkannya, yaitu
responden dengan rata-rata perubahan suhu tubuh di inkubator dinding tunggal
(Kelompok A) dengan rata-rata perubahan suhu tubuh di inkubator dinding tunggal
disertai sungkup (Kelompok B) pada bayi prematur di ruang NICU mulai November-
Desember di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 2015.
Variabel independent/bebas dalam penelitian ini adalah bayi prematur dalam
inkubator dinding tunggal dan bayi prematur di inkubator dinding tunggal
disertai sungkup sedangkan variable dependent/terikat adalah rata-rata perubahan suhu.
Pada penelitian ini peneliti akan membandingkan ketepatan rata-rata
perubahan suhu tubuh dengan cara observasi pada bayi prematur dengan hipotermia
di inkubator
dinding tunggal (Kelompok A) maupun rata-rata perubahan suhu tubuh bayi prematur
dengan hipotermia di inkubator dinding tunggal disertai sungkup (Kelompok
B).
Berdasarkan karakteristik dari skala pengukurannya maka data hasil penelitian tersebut
merupakan skala interval. Penelitian dilakukan pada 24 bayi prematur yang
dibagi menjadi 2 kelompok. Tiap kelompok berjumlah 12 bayi prematur yang
dilahirkan dengan usia gestasi 30-37 minggu dengan BBL 1000-1900 gram.
Setelah tindakan dilihat rata-rata suhu yang dihitung dari suhu ke-1 adalah suhu 15
menit saat dilakukan tindakan, ke-2 adalah 30 menit, ke-3 adalah 45 menit, ke-4 adalah
1 jam dan selanjutnya dilakukan sampai 2 jam. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan instrument penelitian berupa lembar observasi.
HASIL PENELITIAN
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Bayi
Prematur dengan Inkubator Dinding Tunggal
(N=12)

KARAKTERISTIK F %
Jenis kelamin P 6 50%
L 6 50%
BB lahir BBLR 12 100%
Prematuritas Sangat Prematur (24-30 mg) 1 8.33%
Prematur sedang (31-36 mg) 11 91.67%
Hipotermi Berat 0 0%
Sedang 12 100%
Ringan 0 0%

Data dari tabel 1 dan tabel 2 diperoleh data bahwa sebagian besar usia kehamilan
pada bayi di inkubator dinding tunggal yaitu antara 31-36 mg tergolong ke dalam
prematur sedang (91.67%), berat badan bayi antara 1000-1850 gram dan suhu rata-
rata
35,35ºC, termasuk ke dalam jenis hipotermia sedang.

Tabel. 2
Distribusi Suhu Bayi prematur Dalam Inkubator
Dinding Tunggal (N = 12)

Berat Suhu Bayi per 15 menit (0C)


Usia Rata-
badan
No gestasi rata
lahir 1 2 3 4 5 6 7 8
(minggu) (0C)
(gram)
1 36 1200 36,0 36,1 36,3 35,0 36,3 36,6 36,6 36,6 36.188
2 32 1400 34,1 35,0 35,4 35,4 35,4 36,1 35,4 36,4 35.400
3 36 1500 34,1 34,1 34,1 35,2 35,4 36,1 36,2 36,2 35.175
4 31 1850 35,5 35,9 36,0 35,7 35,9 35,8 35,8 35,8 35.800
5 32 1550 34,1 35,4 35,6 35,8 33,4 35,2 35,8 36,2 35.188
6 32 1400 32,0 32,0 32,1 33,1 32,2 33,2 33,2 33,6 32.675
7 34 1000 35,4 35,4 36,2 36,1 36,1 36,2 36,2 36,2 35.975
8 32 1600 36,0 36,1 36,0 35,9 35,8 35,3 35,3 35,4 35.725
9 33 1000 36,0 36,0 35,9 35,8 35,8 35,7 35,7 35,7 35.825
10 36 1250 35,7 35,7 35,6 35,6 35,6 35,6 35,6 35,6 35.625
11 30 1500 33,6 33,6 33,8 34,5 35,7 35,7 35,9 36,1 34.863
12 36 1400 35,5 33,0 36,1 36,1 36,5 36,5 36,5 36,7 35.863
35,35

Berdasarkan tabel 2, rerata Suhu Bayi prematur Dalam Inkubator Dinding


Tunggal (N = 12) bernilai 35,35 0C.

Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Bayi Prematur dengan Inkubator
Dinding Tunggal + Sungkup (N=12)

Karakteristik F %
Jenis kelamin P 5 38.46%
L 7 61.54%
BB lahir BBLR 12 100%
Sangat
Prematuritas Prematur 2 16.67%
(24-30 mg)
Prematur
sedang 10 83.33%
(31-36 mg)
Hipotermi Berat 0 0%
Sedang 11 91.67%
Ringan 1 8.33%

Dari data tabel 3 diperoleh data bahwa sebagian besar usia kehamilan pada
bayi di inkubator dinding tunggal+sungkup yaitu antara 31-36 mg tergolong ke
dalam prematur sedang (83.33%), berat badan bayi antara 1000-1950 gram dan suhu
rata-rata
36,09ºC dan termasuk ke dalam jenis hipotermia sedang.

Tabel. 4
Distribusi Suhu Bayi prematur dalam Inkubator Dinding
Tunggal+Sungkup (N = 12)

Suhu Bayi per 15 menit (0C)


Berat
Usia Rata-
badan
No gestasi rata
lahir 1 2 3 4 5 6 7 8
(minggu) (0C)
(gram)

1 32 1200 34,4 35,5 35,6 36 36,0 36,5 36,6 36,5 35.888


2 36 1800 35,4 35,1 36,5 36,5 36,6 36,7 36,7 36,8 36.288
3 33 1250 35,8 35,9 36,1 36,2 36,3 36,4 36,5 36,6 36.225
4 30 1430 35,1 36,1 36,1 36,4 36.8 36.1 36.4 36,5 36.188
5 30 1150 35,8 35,9 36,1 36,2 36,5 36,2 35,8 36,5 36.125
6 36 1950 33,0 33,9 34,5 34,8 35,8 36,2 36.8 36,6 35.200
7 33 1300 35,7 36,2 36,6 36,8 36,9 36,6 36,7 36,7 36.525
8 32 1450 36,0 36,4 36,6 36,8 36,8 36,9 36,9 37,1 36.688
9 32 1700 35,0 35,6 36,2 36,7 36,5 36,7 36,8 36,9 36.300
10 34 1200 34,0 34,8 35,8 36,2 36,8 36,9 36.9 37,0 36.050
11 36 1000 35,0 35,9 36,0 36,0 36,4 36,6 36,0 36,4 36.038
12 34 1100 34,5 34,7 35,1 35,6 36,0 36,3 36,6 36,6 35.675
36,09

Berdasarkan tabel 4, rerata Suhu Bayi prematur Dalam Inkubator Dinding


Tunggal plus sungkup (N = 12) bernilai 36,09 0C.

Analisis Bivariat
Tabel. 5
Distribusi Rata-Rata Kenaikan Suhu Bayi Prematur yang dirawat dalam Inkubator Dinding
Tunggal+Sungkup dan Inkubator Dinding Tunggal Saja

Tipe Inkubator
X Varians (S2) t Hitung t Tabel
Mean (0C)
Inkubator Dinding 36,09 0.152
Tunggal + Sungkup 2,551 1,717
Inkubator Dinding 35,35 0.859
Tunggal
Dalam hal ini berarti t Test > t Tabel, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara bayi prematur yang mengalami hipotermi yang
mendapat perawatan inkubator diding tunggal+sungkup dengan inkubator tunggal saja.
Hal yang menunjang adalah Hasil penelitian rata-rata perubahan suhu tubuh
pada kelompok A (Inkubator dinding tunggal+sungkup) menunjukan suhu rata-rata
setelah perawatan 2 jam yaitu 36,09 dengan nilai varians 0,152. Sedangkan pada
kelompok B (Inkubator dinding tunggal) diperoleh suhu rata-rata 35,35 dengan nilai
varians 0,859 melalui uji T di dapatkan nilai t lebih besar dari nilai t table maka
menunjukan terdapat perbedaan bermakna rata-rat perubahan suhu tubuh antara kedua
kelompok.

PEMBAHASAN
Hasil rata-rata perubahan suhu pada perawatan di inkubator dinding tunggal
lebih kecil dibandingkan dengan perawatan di inkubator dinding tunggal
disertai
sungkup. Pada inkubator dinding tunggal disertai sungkup terjadi peningkatan suhu
tubuh yang signifikan tiap rentang waktu dengan interval 15 menit selama
pengukuran
2 jam, sedangkan pada inkubator dinding tunggal didapatkan peningkatan rata-rata
perubahan suhu tubuh yang cukup lama, jadi terlihat sekali ada perbedaan yang sangat
signifikan. Hal ini di buktikan dengan suhu rata-rata setelah dilakukan
perawatan selama 2 jam dengan interval setiap 15 menit pada bayi prematur dengan
hipotermia di inkubator dinding tunggal disertai sungkup yaitu 36,09ºC sedangkan
suhu rata-rata setelah dilakukan perawatan selama 2 jam dengan interval setiap 15
menit pada bayi prematur di inkubator dinding tunggal yaitu 35,38ºC.Perbedaan ini
sesuai dengan penelitian Orzalesi (2010) yang mengungkapkan bahwa inkubator
dinding tunggal disertai sungkup lebih meningkatkan suhu tubuh bayi prematur
dibandingkan inkubator dinding tunggal.
Perawatan di inkubator dinding tunggal dan di inkubator dinding tunggal disertai
sungkup dapat mencegah proses kehilangan panas secara konduksi dan evaporasi.
Perawatan dalam inkubator dapat mempertahankan suhu lingkungan dalam keadaan
optimal sesuai dengan kondisi dalam kandungan ibu yang dapat melindungi dari
perubahan suhu lingkungan, sistem metabolisme, respirasi, terhindar dari infeksi
dan bayi merasa aman nyaman didalamnya (Winarti, 2004).
Prinsip kerja inkubator yaitu dengan adanya sistem sirkulasi udara, dimana udara
ruangan dan oksigen bergabung masuk melalui saringan yang ada di inkubator.
Adanya pemanas yang menunjukan jumlah pasokan panas yang dibutuhkan untuk
mempertahankan suhu kulit bayi pada kadar yang seharusnya sehingga akan
terjadi pemanasan yang tepat, kemudian di sirkulasi dengan kipas sirkulasi melalui
penampung kelembaban dan di tiupkan ke dalam hood atau inkubator sehingga
dihasilkan suhu dan kelembaban di atas matras.
Keuntungan dari menggunakan inkubator dinding tunggal disertai sungkup yaitu
untuk kerugian akibat konduksi (proses kehilangan panas melalui kontak benda padat)
dapat diabaikan, kerugian oleh konveksi (proses kehilangan panas melalui kontak
dengan aliran udara) dapat diminimalkan, tingkat kelembaban bisa mencapai 70%
(kelembaban relatif antara 40-50%, sementara idealnya tidak <60%), penggunaan
udara dan oksigen yang lebih efisien (saturasi oksigen diatas 90%), biaya yang murah,
memberikan lingkungan hangat yang konstan bahkan ketika pintu inkubator terbuka
ketika melakukan tindakan, fleksibel dalam penggunaannya sehingga bisa diletakan
dan diambil sesuai kebutuhan.
Secara garis besarnya keuntungan dari perawatan inkubator dinding tunggal dan
perawatan di inkubator dinding tunggal disertai sungkup yaitu: 1) Memberikan
lingkungan hangat yang konstan, bahkan ketika pintu terbuka. 2) Dapat meminimalkan
kehilangan air transepidermal dengan kelembaban yang relatif tinggi. 3) Dapat
mengurangi kehilangan panas akibat radiasi jika bayi diselimuti Sedangkan
kerugiannya adalah: 1) mengurangi akses untuk prosedur. 2) Dapat menghambat
interaksi dengan orang tua. 3) bising akibat mesin inkubator dan pintu (Gomella, 2009).
Bayi yang dirawat di inkubator dinding tunggal membutuhkan waktu cukup lama
dalam meningkatkan suhu tubuh, hal ini disebabkan karena inkubator dinding tunggal
akan dengan mudah terjadi kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi karena
disaat pintu jendela inkubator terbuka saat memberikan tindakan akan terjadi
turbulansi udara yang masuk melewati bayi tanpa adanya penghalang (Gardner, 2010).
Stress dingin yang berkepanjangan menyebabkan meningkatnya konsumsi
oksigen dan penggunaan glukosa yang abnormal, sehingga menyebabkan
terjadinya hipoglikemia, hipoksemia dan asidosis. Bayi yang mengalami stress nafas
dan mengalami hipotermia, tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen yang
meningkat. Hal ini dapat memperparah hipoksemia dan vasokontriksi pembuluh darah
paru. Akibatnya aliran darah ke jaringan akan berkurang, terjadi metabolisme anaerob,
penumpukan asam laktat dan peningkatan konsumsi oksigen.
Dari hasil observasi pada bayi prematur dengan hipotermia yang di rawat di
inkubator dinding tunggal diperoleh data bahwa pada bayi prematur jenis kelamin laki-
laki sebanyak 50% dan bayi perempuan 50%. Sebagian besar berat badannya <2500
gram , panjang badan <46 cm, lingkar kepala <33cm, lingkar dada <30cm, kuku
panjangnya belum melewati ujung jari, batas dahi dan rambut kepala tidak
jelas,rambut lanugo masih banyak, jaringan lemak subkutan tipis atau kurang, tulang
rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, tumit mengkilap, telapak
kaki halus, alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum
kurang, testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol,
labio minora belum tertutup oleh labio mayora, tonus otot lemah, pergerakannya
lemah, jaringan kelenjar mamae masih kurang, verniks kaseosa tidak ada atau sedikit
dan ditemukan sebagian besar mengalami hipotermia sedang yang ditandai dengan
suhu tubuh berkisar antara
32-35,9ºC, bayinya tampak mengantuk tapi mudah untuk dibangunkan, aktifitas lemah,
menangis lemah, kaki teraba dingin dan reflex menghisap lemah.
Rata-rata perubahan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia di
inkubator dinding tunggal sebagian besar mengalami peningkatan suhu tubuh
yang cukup lama, aktivitas bayinya kebanyakan tertidur dan sesekali menangis jika
lapar atau popoknya basah. Jadi sesuai dengan teori bahwa suhu tubuh bervariasi, saat
tidur suhu rendah, saat beraktivitas seperti halnya menangis maka suhu tubuh akan naik
dan dilihat dari salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh pada bayi
prematur yaitu irama sirkardian. Pada umumnya suhu badan inti akan menurun
selama tidur dan mencapai nilai terendah atau mencapai nilai temperatur basal tubuh
saat sebelum orang bangun. Suhu tubuh secara normal akan mengalami perubahan
yang bervariasi setiap hari sebesar 2,0ºC diantara pagi dan sore hari, perubahan ini
tergantung siklus tidur seseorang dan metabolisme seseorang. Suhu tubuh naik sekitar
pukul 18.00 dan kemudian turun sekitar pukul 1-4 dini hari. Karena aktivitas bayi
prematur di inkubator dinding tunggal sebagian besar tertidur maka potensial
terjadinya suhu tubuh yang rendah.
Pada bayi prematur dengan hipotermia di inkubator dinding tunggal yang
memiliki berat badan 1000 gram untuk terjadinya kenaikan suhu tubuh,
prosesnya paling lama diantara bayi prematur dengan hipotermi yang berat badan nya
diatas 1000 gram hal ini disebabkan selain sedikitnya lemak subkutis ditambah
bayinya di puasakan karena retensi lambungnya masih keruh. Seperti dijelaskan dalam
teori bahwa pada bayi dengan gangguan malnutrisi dapat dengan mudah mengalami
penurunan suhu tubuh. Gangguan malnutrisi dapat menurunkan kecepatan
metabolism, hal ini terjadi karena dalam sel tidak ada zat makanan yang
dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Sehingga perlu penanganan cepat agar
malnutrisi tidak terjadi yaitu dengan pemberian cairan dan nutrisi parenteral yang
sesuai (Ganong, 1995).
Selanjutnya dari hasil observasi pada bayi prematur dengan hipotermia yang di
rawat di inkubator dinding tunggal disertai sungkup diperoleh data bahwa pada bayi
prematur jenis kelamin laki-laki sebanyak 61,54% dan bayi perempuan 38,46%.
Sebagian besar berat badannya <2500 gram , panjang badan <46 cm, lingkar
kepala
<33cm, lingkar dada <30cm, kuku panjangnya belum melewati ujung jari, batas
dahi
dan rambut kepala tidak jelas,rambut lanugo masih banyak, jaringan lemak
subkutan tipis atau kurang, tulang rawan daun telinga belum sempurna
pertumbuhannya, tumit mengkilap, telapak kaki halus, alat kelamin pada bayi laki-laki
pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang, testis belum turun ke dalam skrotum,
untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labio minora belum tertutup oleh labio
mayora, tonus otot lemah, pergerakannya lemah, jaringan kelenjar mamae masih
kurang, verniks kaseosa tidak ada atau sedikit dan ditemukan sebagian besar
mengalami hipotermia sedang yang ditandai dengan suhu tubuh berkisar antara 32-
35,9ºC, bayinya tampak mengantuk tapi mudah untuk dibangunkan, aktifitas lemah,
menangis lemah, kaki teraba dingin dan reflex menghisap lemah.
Rata-rata perubahan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia di
inkubator dinding tunggal disertai sungkup sebagian besar mengalami kenaikan suhu
tubuh yang sangat signifikan adapun aktivitas bayinya ada yang dalam keadaan
terbangun, tidur, bahkan menangis jadi sesuai dengan teori bahwa suhu tubuh
bervariasi saat tidur suhu rendah dan saat beraktivitas seperti halnya menangis maka
suhu tubuh akan naik.
Bayi yang di rawat di inkubator dinding tunggal disertai sungkup sebagian ada
yang sudah mendapatkan nutrisi melalui Naso Gastric Tube (NGT) dan sebagian bayi
masih dipuasakan karena retensi lambungnya masih keruh. Pada bayi prematur yang
sudah mendapatkan nutrisi melalui NGT yang diberikan tiap 3 jam maka pada
waktu jam minum bayi akan menangis karena lapar, dan bayi juga akan mengalami
stress. Saat stress tubuh akan merespon secara fisik dan emosional. Perangsangan
terhadap saraf simpatis akan meningkatkan produksi epinephrin dan norepinephrin
yang akan meningkatkan aktifitas metabolisme dan produksi panas dalam tubuh.
Lingkungan yang bising pun akan mengakibatkan bayi stress maka untuk set alarm
alat-alat di ruang neonatus suaranya harus dalam volume yang minimal. perawatan
bayi di ikubator dinding tunggal disertai sungkup selain untuk meningkatkan
suhu tubuh juga merupakan salah satu upaya untuk menghindari kebisingan dari
lingkungan sekitar.
Bayi prematur dengan hipotermia harus segera dengan cepat ditangani maka perlu
adanya peran perawat neonatus prematur dalam memberikan asuhan keperawatan yang
ditunjang dengan ilmu pengetahuan, kemampuan yang terlatih. Diharapkan adanya
keseragaman dari para perawat dalam penanganan hipotermia dan
penggunaan inkubator yang sesuai untuk mencegah terjadinya hipotermia pada bayi
prematur yaitu
dengan menggunakan inkubator dinding tunggal disertai sungkup (Avery, B,
Fletcher, A. 1999).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata perubahan suhu tubuh bayi
prematur dengan hipotermia yang dilakukan perawatan di inkubator dinding tunggal
adalah 35,35oC. Bayi prematur yang di rawat di inkubator dinding tunggal
membutuhkan waktu cukup lama dalam meningkatkan suhu tubuh. Bayi dengan
hipotermia yang berkepanjangan akan berdampak terhadap gangguan-gangguan
diantaranya bisa mengakibatkan terjadinya hipoglikemia, asidosis, hipoksia
dan kematian
Rata-rata perubahan suhu bayi prematur dengan hipotermia yang di
lakukan perawatan di inkubator dinding tunggal disertai sungkup adalah 36,09 oC.
Keuntungan yang ditimbulkan dari penggunaan inkubator dinding tunggal disertai
sungkup yaitu dapat mengurangi hilangnya panas tubuh, penggunaan udara dan
oksigen yang lebih efisien, memberikan lingkungan hangat yang konstan, bahkan
ketika pintu terbuka selain itu biaya yang murah, fleksibel dalam penggunaannya
sehingga bisa diletakan dan diambil sesuai kebutuhan.
Hasil rata-rata perubahan suhu tubuh pada bayi prematur dengan hipotermia di
inkubator dinding tunggal disertai sungkup lebih tinggi dibandingkan dengan inkubator
dinding tunggal.

SARAN
Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi rujukan dalam pengambilan
keputusan dan kebijakan mengenai perawatan bayi dalam inkubator yang lebih
optimal.

Profesi Keperawatan
Di harapkan ada keseragaman dari para perawat dalam penanganan hipotermia
dan penggunaan inkubator yang sesuai untuk mencegah terjadinya hipotermia pada
bayi prematur sehingga perlu adanya protap/SOP penggunaan inkubator dinding
tunggal disertai sungkup sebagai acuan dalam melaksanakan perawatan.

Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi institusi pendidikan, materi perawatan
bayi prematur dengan hipotermia yang di rawat di inkubator dinding tunggal
disertai sungkup.dapat dimasukan dalam salah satu materi pengajaran terutama tentang
perawatan bayi prematur.

Bagi Penelitian Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar dalam penelitian selanjutnya
tentang rata-rata perubahan suhu di inkubator dinding ganda dengan inkubator dinding
tunggal disertai sungkup.atau penelitian rata-rata perubahan suhu di inkubator dinding
tunggal disertai sungkup dengan inkubator dinding tunggal metode sungkup
konvensional.
2019. Jurnal Keperawatan Silampari 2 (2) 113-122

DAFTAR PUSTAKA
Avery, B & Fletcher, A. (1999). Neonatology Pathophysiology Management of the
Newborn. Fifth Edition. Philadelphia: Awolters Kluwer Company
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008)
Ganong, W.F. (1995). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Alih Bahasa Djauhari
Widjajakusumah, Dewi Irawati, Minarma Siagian, Dangsinu Moeloek, Brahm U
Pendit. Jakarta: EGC
Gardner, L. S. (2010). Hand Book of Neonatal Intensive Care. Philadelphia: Mosby
Company
Gomella, T. L. (2009). Neonatologi Management, Procedur, On-Call Problem
Diseassea, and Drugs. Sixth Edition. North America: Mc Graw-Hill Company
Kosim, M. S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G. I., Usman, A. (2008). Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, pp: 411-416
Laroia, N. (2007). Incubator Double Hood vs Incubator Double Hood with Micro
Climate. Cochrane Library in the Word
Orzalesi, M. (2010). Incubator How to Choose the Best. Hali. Gineveri in the Word
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Saifuddin, A. B. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Wiley, J & Sons. (2010). Double Wall versus Single Wall Incubator. Calipornia.
Cochrane Neonatal Group
Winarti, W. (2004). Mengenal Inkubator Penggunaan dan Pemeliharaan. Bandung
Wong, D L, Easton. M. H, Wilson, H, Winkelstein, M. L, and Schwartz, P. (2009).
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Alih Bahasa Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y
Kuncara. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai