Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIKAL PADA LANSIA DAN ASUHAN


KEPERAWATAN LANSIA MENJELANG AJAL
Dosen Pengajar : Prinawatie S.Kep., M.Kes

OLEH :
KELOMPOK 9

1. APRILIA WAHYUNITA (2017.C.09A.0877)


2. KRISEVI HANDAYANI (2017.C.09A.0895)
3. MIA YOHANA (2017.C.09A.0899)
4. VERONIKA (2017.C.09A.0912)
5. WINDY (2017.C.09A.0916)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan
kritikal pada lansia dan asuhan keperawatan lansia menjelang ajal, kelompok berharap makalah
ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan
pada lansia.
Menyadari sepenuhnya bahwa di makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempur oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya
kelompok mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan
kelompok memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

Palangka Raya, 26 Oktober 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan
menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan
terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu
optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah
lanjut, harus tetap menjaga kesehatanProses menua manusia mengalami perubahan menuju
ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya
penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya.
Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam prediksi secara medis sering
diartikan penderita tidak lama lagi meninggal dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia
mengalami kecemasan menghadapi kematian.
BAB 2
PEMBAHSAN

2.2 Asuhan Keperawatan Pada Lansia Menjelang Ajal


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek
pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya. Salah satu metode
untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metode “PERSON” :
1. Personal Strenghat ( P )
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau pekerjaan.
Contoh yang positif:
a) Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh dan nyaman,
b) Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Contoh yang negatif: Kecewa dalam pengalaman hidup.
2. Emotional Reaction ( E )
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.
Contoh yang positif: Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan.
Contoh yang negatif: Tidak berespon (menarik diri)
3. Respon to Stress ( R )
Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.
Contoh yang positif:
a) Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.
b) Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga.
Contoh yang negatif:
a) Menyangkal masalah
b) Pemakaian alkohol.
4. Support System ( S )
Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.
Contoh yang positif:Keluarga Lembaga di masyarakat
Contoh yang negatif: Tidak mempunyai keluarga
5. Optimum Health Goal ( O )
Yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)
Contoh yang positif:
a) Menjadi orang tua
b) Melihat hidup sebagai pengalaman positif
Contoh yang negatif:
a) Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat
b) Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik
6. Nexsus ( N )
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau
mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif: Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.
Contoh yang negatif:
a) Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.
b) Menunda keputusan.
Pengkajian yang perlu diperhatikan klien dengan penyakit terminal menggunakan
pendekatan meliputi.
1. Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal, sistem
pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:
1) Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal, penyalahgunaan zat,
perawatan psikiatri sebelumnya.
2) Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
3) Kemampuan koping.
4) Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan dibutuhkan support
tambahan.
5) Tingkat perkembangan
6) Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
7) Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.
8) Adanya reaksi sedih dan kehilangan
9) Pengetahuan klien tentang penyakit
10) Pengalaman masa lalu dengan penyakit
11) Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal, persepsi terhadap
dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan beratnya
12) perjalanan penyakit.
13) Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam penderitaan.

2. Fokus Sosiokultural
Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau latar
belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan
baik secara verbal maupun non verbal.

3. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu:
1) Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
2) Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
3) Support dari keluarga dan orang terdekat.
4) Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat
tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor presipitasi, diantaranya:
1) Penyakit kanker
2) Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis
3) Congestif Renal Failure (CRF)
4) Stroke Multiple Sklerosis
5) Akibat kecelakaan yang fatal

4. Faktor perilaku
1) Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan keadaan
ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung dapat
menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
2) Respon terhadap diagnose
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock atau tidak
percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa emosi
kesedihan dan kemarahan.
3) Isolasi social
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien kehilangan kontak
dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat orang terhadap
dirinya.

5. Mekanisme koping
a. Denial
Denial Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang
berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut
adalah:
1) Tahap awal (initial stage)
Yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya harus meninggal
karena penyakit ini”
2) Tahap kronik (kronik stage)
Persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan meninggal
tetapi tidak sekarang”. Proses ini mendadak dan timbul perlahan-lahan.
3) Tahap akhir (finansial stage)
Menerima kehilangan “saya akan meninggal” kedamaian dalam kematiannya sesuai
dengan kepercayaan.
b. Regresi Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.
Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam masa
penyembuhan.
c. Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena penyakit
yang dialami. Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat
pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
1) Belum menyadari (closed awereness) Yaitu klien dan keluarga tidak
menyadari kemungkinan akan kematian, tidak mengerti mengapa klien sakit,
dan mereka yakin klien akan sembuh.
2) Berpura-pura (mutual pralensa) Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya tahu prognosa penyakit terminal.
3) Menyadari (open awereness) Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui
klien akan adanya kematian dan merasa tenang mendiskusikan adanya
kematian.
Pengkajiaan adalah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat
merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat harus
mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh karena itu tahapan itu
meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status kesehatan dan berakhir penegakan
diagnose keperawatan, yaitu permyataan tentang masalah pasien yang dapat di intervensi. Tujuan
pengkajian adalah member gambaran yang terus menerus mengenai kesehatan pasien yang
memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya secara
perseorangan.
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan keluarganya. Siapa
pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan apa
yang telah di laksanakan ? tindakan apa saja yang telah diberikan ? adakah bukti mengenai
pengetahuannya, prognosisnya dan pada proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia
menderita rasa nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya,dan bagaimana
reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut pasien dan keluarganya mengenai hidup dan mati,
pengkajian kebutuhan,keadaan, dan masalah kesehatan/keperawatan pasien khususnya. Sikap
pasien terghadap penyakitnya,antara lain apakah pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah
menyadari tentang keadaannya?
1. Perasaan Takut
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang
begitu sering di asosiakan dengan keadaan sakit terminal, terutama bila keadaan tersebut di
sebbkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbnagan yang sehat
apabila sedang merawaat orang yang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri
pasien dengan cara yang tepat. Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri,
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri,seperti
aspirin,dehidrokodein dan dektromororamid. Apabila orang berbicara tentang perasaan takut
mereka terhadap maut, respons mereka secara tipikal mencakup perasaan yang takut terhadap hal
yang tidak jelas,takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang
belum selesai dan sebagainya. Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan
mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang akan
merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien
tegang dan stress.
2. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian ,antara lain mencela dan
mudah marah.
3. Tanda vital
Perubahan fungsi tubuh sering tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernafasan, dan
tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sam lain. Setiap
perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting
untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
4. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang merupakan
ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu,
raba, getar gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai (mahar mardjono
1981).
5. Fungsi tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus.

Tingkat Kesadaran
1. Komposmentis sadar sempurna
2. Apatis Tidak ada perasaan/kesadaran menurun
(masabodoh)
3. Somnolen Kelelahan (mengantuk berat)
4. Soporus Tidur lelap patologis (tidur pulas)
5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan
penurunan daya reaksi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2) Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
3) Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
4) Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka
klien yang cemas
5) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan
atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah
terhadap orang lain maupun perawat.
6) Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan
tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7) Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan

2.2.3 Rencana Keperawatan


2.2.3.1 Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal
Tujuan : Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit
terminal
Intervensi :
a) Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon jika
dIbutuhkan klien dan gali perasaan klien.
b) Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.
c) Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan menjelang.
d) Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di dekatnya.
e) Perhatikan kenyamanan fisik klien.
2.2.3.2 Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
Tujuan : Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan martabat
klien
Intervensi :
a) Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.
b) Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.
c) Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.
d) Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan melakukan hal –
hal yang disenangi klien.
e) Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya, misalnya
dalam hal perawatan.
2.2.3.3 Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
Tujuan : Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian
Intervensi :
a) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain lain.
b) Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa yang
dirasakan klien.
c) Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari teman dekat,
keluarga ataupun keyakinan klien.
d) Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti penderitaan,
kematian dan sekarat.
e) Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut ataupun
depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.
f) Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag pengalaman
– pengalaman klien yang menyenangkan.
2.2.3.4 Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka
klien yang cemas
Tujuan : Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat hidup
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan klien.
b) Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.
c) Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan harapan hidup
dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk perawatan dan pengobatan.
d) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
e) Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama dengan
klien.
f) Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan
mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi, misal dengan
menarik nafas dalam.
g) Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.
h) Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.
2.2.3.5 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan
Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman,
marah terhadap orang lain maupun perawat
Tujuan :Koping individu positif
Intervensi :
a) Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.
b) Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami suatu
kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.
c) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.
d) Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan mendengarkan
segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.
e) Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.
f) Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.
g) Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum menjelang
ajal.
h) Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.
2.2.3.6 Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan
tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat
Tujuan : Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam
keadaan sakit
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.
b) Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.
c) Ajarkan tata cara tayamum.
d) Ajarkan kepada klien untuk berzikir.
e) Datangkan seorang ahli agama.
2.2.3.7 Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan
Tujuan : Membantu individu menangani kesedihan secara efektif
Intervensi :
a) Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan – perasaan antara lain :
sedih, marah dan lain – lain.
b) Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan – perasaan anggota keluarga.
c) Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari – hari yang dapat
dilakukan.
d) Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.
e) Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk disamping
keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati klien serta keluarga.
f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara keagamaan
menjelang saat – saat kematian.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia, yang menjadi obyek
adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek pengobatan medis (cure), dan
yang terakhir, perawatan dalam arti yang luas (care),. Core,cure,care merupakan tiga
aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh. Kapanpun ajal menjemput, semua
orang harus siap. Namun ternyata semua orang termasuk lanjut usia akan merasa syok
berat saat dokter memvonis bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa disembuhkan.

Anda mungkin juga menyukai