OLEH :
KELOMPOK 9
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya untuk dapat menyelesaikan makalah asuhan keperawatan
kritikal pada lansia dan asuhan keperawatan lansia menjelang ajal, kelompok berharap makalah
ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan
pada lansia.
Menyadari sepenuhnya bahwa di makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempur oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah.
Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya
kelompok mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-katayang kurang berkenan dan
kelompok memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
2. Fokus Sosiokultural
Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur atau latar
belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan
baik secara verbal maupun non verbal.
3. Faktor presipitasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu:
1) Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.
2) Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
3) Support dari keluarga dan orang terdekat.
4) Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik diri, cepat
tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor presipitasi, diantaranya:
1) Penyakit kanker
2) Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis
3) Congestif Renal Failure (CRF)
4) Stroke Multiple Sklerosis
5) Akibat kecelakaan yang fatal
4. Faktor perilaku
1) Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan keadaan
ini mengakibatkan keadaan mental klien tersinggung sehingga secara langsung dapat
menganggu fungsi fisik/penurunan daya tahan tubuh.
2) Respon terhadap diagnose
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock atau tidak
percaya perubahan konsep diri klien terancam, ekspresi klien dapat berupa emosi
kesedihan dan kemarahan.
3) Isolasi social
Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien kehilangan kontak
dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti bagaimana pendapat orang terhadap
dirinya.
5. Mekanisme koping
a. Denial
Denial Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang
berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap, tahapan tersebut
adalah:
1) Tahap awal (initial stage)
Yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya harus meninggal
karena penyakit ini”
2) Tahap kronik (kronik stage)
Persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan meninggal
tetapi tidak sekarang”. Proses ini mendadak dan timbul perlahan-lahan.
3) Tahap akhir (finansial stage)
Menerima kehilangan “saya akan meninggal” kedamaian dalam kematiannya sesuai
dengan kepercayaan.
b. Regresi Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi perannya.
Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit klien dalam masa
penyembuhan.
c. Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya karena penyakit
yang dialami. Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat
pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:
1) Belum menyadari (closed awereness) Yaitu klien dan keluarga tidak
menyadari kemungkinan akan kematian, tidak mengerti mengapa klien sakit,
dan mereka yakin klien akan sembuh.
2) Berpura-pura (mutual pralensa) Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga
kesehatan lainnya tahu prognosa penyakit terminal.
3) Menyadari (open awereness) Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui
klien akan adanya kematian dan merasa tenang mendiskusikan adanya
kematian.
Pengkajiaan adalah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat
merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh, perawat harus
mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh karena itu tahapan itu
meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status kesehatan dan berakhir penegakan
diagnose keperawatan, yaitu permyataan tentang masalah pasien yang dapat di intervensi. Tujuan
pengkajian adalah member gambaran yang terus menerus mengenai kesehatan pasien yang
memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan keperawatannya secara
perseorangan.
Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk mengenal pasien dan keluarganya. Siapa
pasien itu dan bagaimana kondisinya akan membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan apa
yang telah di laksanakan ? tindakan apa saja yang telah diberikan ? adakah bukti mengenai
pengetahuannya, prognosisnya dan pada proses kematian yang mana pasien berada? Apakah ia
menderita rasa nyeri? Apakah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya,dan bagaimana
reaksi mereka? Filsafat apa yang dianut pasien dan keluarganya mengenai hidup dan mati,
pengkajian kebutuhan,keadaan, dan masalah kesehatan/keperawatan pasien khususnya. Sikap
pasien terghadap penyakitnya,antara lain apakah pasien tabah terhadap penyakitnya, apakah
menyadari tentang keadaannya?
1. Perasaan Takut
Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak terkendalikan yang
begitu sering di asosiakan dengan keadaan sakit terminal, terutama bila keadaan tersebut di
sebbkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan pertimbnagan yang sehat
apabila sedang merawaat orang yang sakit terminal. Perawat harus mengendalikan rasa nyeri
pasien dengan cara yang tepat. Perasaan takut yang muncul mungkin takut terhadap rasa nyeri,
walaupun secara teori, nyeri tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri,seperti
aspirin,dehidrokodein dan dektromororamid. Apabila orang berbicara tentang perasaan takut
mereka terhadap maut, respons mereka secara tipikal mencakup perasaan yang takut terhadap hal
yang tidak jelas,takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan martabat, urusan yang
belum selesai dan sebagainya. Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan
mengalami kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang akan
merasa takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat pasien
tegang dan stress.
2. Emosi
Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian ,antara lain mencela dan
mudah marah.
3. Tanda vital
Perubahan fungsi tubuh sering tercermin pada suhu badan, denyut nadi, pernafasan, dan
tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya berkaitan satu sam lain. Setiap
perubahan yang berlainan dengan keadaan yang normal dianggap sebagai indikasi yang penting
untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang.
4. Kesadaran
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang merupakan
ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu,
raba, getar gerak, gerak tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai (mahar mardjono
1981).
5. Fungsi tubuh
Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ mempunyai fungsi khusus.
Tingkat Kesadaran
1. Komposmentis sadar sempurna
2. Apatis Tidak ada perasaan/kesadaran menurun
(masabodoh)
3. Somnolen Kelelahan (mengantuk berat)
4. Soporus Tidur lelap patologis (tidur pulas)
5. Subkoma Keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma Keadaan pingsan lama disertai dengan
penurunan daya reaksi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan sosial berhubungan
dengan kondisi sakit terminal.
2) Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan fungsi
3) Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan terminal
4) Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti, ditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah perubahan atau tidak (fisik), raut muka
klien yang cemas
5) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan kematian,
ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan dirinya, menyalahkan Tuhan
atas penyakit yang dideritanya, menghindari kontak sosial dengan keluarga/teman, marah
terhadap orang lain maupun perawat.
6) Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam melaksanakan
alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan klien merasa lemah dan
tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat.
7) Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan