Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TAFSIR

“Ayat-Ayat Tentang Manusia”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir

Dosen Pengampu : Rosidin, M.Pd.I

Disusun oleh :

1. Aniq Maulaya (22111760)


2. Faraqna Al gadavi Aulia Ahmad (22111731)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah_nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tafsir tentang “Ayat-Ayat tentang
Manusia” tepat pada waktu yang telah direncanakan sebelumnya.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas
pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun makalah ini dengan baik, namun
Penulis pun menyadari bahwa kami memiliki adanya keterbatasan kami sebagai manusia
biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan,maupun dari isi, maka kami memohon maaf serta kritik dan saran dari dosen
pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat menyempurnakan
makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

Kendal, 2 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Judul
Kata Pengantar ..........................................................................................................i
Daftar Isi ...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan masalah ........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Tafsir Surat At-Tin Ayat 1-6 .........................................................................2
B. Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 175-176 ..............................................................4
C. Tafsir Surat Al-Isra’ Ayat 70 .........................................................................5
D. Tafsir Surat Al-Mu’minun Ayat 5 .................................................................6
E. Tafsir Surat Ali Imron Ayat 10 ......................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................8
B. Saran ..............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Quran banyak memberi gambaran tentang manusia antara lain sebagai
berikut: Manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang sangat baik dengan rupa yang
seindah-indahnya dan dilengkapi dengan organ yang instimewa seperti pancaindra
dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang belah memberi banyak keindahan
dan kesempurnaan. Manusia pun diberi kemampuan berfikir untuk memahami alam
semesta dan dirinya sendiri sebagai ciptaan Allah untuk kemudian meningkatkan
keimanannya kepada Allah SWT. Manusia mempunyai akal untuk memahami tanda-
tanda keagungan Allah, kalbu untuk mendapatkan cahaya yang tertinggi dan ruh yang
kepadanya Allah SWT mengambil kesaksian manusia mengenai keesaan ilahi.
Bahkan kepadanya agama sebagai tuntunan agar hidupnya selamat dunia dan akherat.
Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah dibumi dan di ciptakan Allah bukan
untuk main-main melainkan untuk mengembangkan amanah dan untuk beribadah
kepadaNya serta selalu menegakkan kebajikan sekaligus menghilangkan keburukan
dengan segala tanggung jawab. Walaupun demikian fitrah manusia adalah suci dan
beriman. Kecenderungan terhadap agama adalah sikap dasarnya. Dalam keadaan
sadar ataupun tak sadar manusia selalu merindukan Allah, taat, khusuk, tawakal dan
tidak ingkar, terutama bila sedang mengalami malapetaka dan kesulitan hebat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tafsir surat At tin ayat 1-6?
2. Bagaimana tafsir surat Al-A’raf ayat 175-176?
3. Bagaimana tafsir surat Al- Isra’ ayat 70?
4. Bagaiamana tafsir surat Al-Mu’minun ayat 5?
5. Bagaimana tafsir surat Ali Imron ayat 10?.
C. TUJUAN PERUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui tafsir surat At tin ayat 1-6
2. Mengetahui tafsir surat Al-A’raf ayat 175-176
3. Mengetahui tafsir surat Al- Isra’ ayat 70
4. Mengetahui tafsir surat Al-Mu’minun ayat 5
5. Mengetahui tafsir surat Ali Imron ayat 10.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat At tin ayat 1-6

‫س ِه ت َۡق ِى ۡيم‬
َ ‫سانَ فِ ۡۤۡى ا َ ۡح‬ ِ ۡ ‫َو ٰهذَا ۡالبَلَ ِد ۡاۡلَ ِم ۡي ِه لَقَ ۡد َخلَ ۡقىَا‬
َ ‫اۡل ۡو‬ ُ ‫َو‬
َ‫ط ۡى ِر ِس ۡيىِ ۡيه‬ َّ ‫َوال ِت ّ ۡي ِه َو‬
‫الز ۡيت ُ ۡى ِن‬

‫ت فَلَ ُه ۡم ا َ ۡج ٌز غ َۡي ُز َممۡ ىُ ۡىن‬


ِ ٰ‫ص ِلح‬ َ ‫ا َِّۡل الَّذ ِۡيهَ ٰا َمىُ ۡىا َو‬
ّٰ ‫ع ِملُىا ال‬ َ ‫ث ُ َّم َردَ ۡد ٰوهُ ا َ ۡسفَ َل‬
َ ‫سافِ ِل ۡيه‬

“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,() demi gunung Sinai,() dan demi negeri (Mekah)
yang aman ini.() Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya,() kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya,() kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat
pahala yang tidak ada putus-putusnya.()”

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan empat hal yakni, at-Tin, az-Zaitun, Thurisin
dan al-Balad al-Amin. Secara ringkas Imam Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan at-Tin
dan az-Zaitun dengan dua jenis makanan, atau dua bukit di daerah Syam yang menumbuhkan
dua jenis makanan tersebut.
Ada penafsiran menarik dari Syekh Mustafa al-Maraghi. Ia menjelaskan, yang
dimaksud dengan "Wattiini" adalah Allah bersumpah dengan masa Nabi Adam, bapak
pertama manusia. Yaitu, masa dimana Nabi Adam As dan istrinya, Hawa, mulai menutupi
auratnya dengan daun-daun yang ada di surga. Sedangkan "wazzaitun", Allah bersumpah
dengan zaitun, yakni masa Nabi Nuh As dan keturunannya saat Allah membinasakan
keluarganya dengan banjir bandang. Allah menyelamatkan Nabi Nuh As dalam perahunya.
Kemudian setelah itu sebagian burung-burung mendatanginya dengan membawa daun pohon
zaitun. Nabi Nuh pun merasa bahagia. Ia tahu bahwa kemurkaan Allah telah reda, dan Allah
telah memberikan izin kepada bumi untuk menelan air banjir bandang supaya bumi dapat
ditempati dan diramaikan manusia. Nabi Nuh pun melabuhkan kapal dan turun dari kapal
dengan anak-anaknya kemudian meramaikan bumi. Dengan demikian, ringkasnya al-
Maraghi mengatakan bahwa "Wattiini wazzaitun" keduanya disebutkan dengan dua masa,
yakni masa nabi Adam yang merupakan bapak manusia pertama, dan masanya Nabi Nuh
yang merupakan bapak manusia kedua.
Selanjutnya beliau menafsirkan "Watuurisiiniin" Allah mengingatkan pada sesuatu
yang terjadi di gunung tersebut, yakni tentang tampaknya tanda-tanda bagi Nabi Musa dan
kaumnya yang bersinar dengan diturunkannya kitab Taurat. Tampaknya cahaya tauhid
2
setelah bumi dikotori dengan berhala. Para nabi setelah Musa selalu mengajak kaumnya
untuk berpegang teguh dengan syariat Allah. Setelah munculnya bid'ah, kemudian datanglah
Nabi Isa untuk membersihkan bid'ah yang dilakukan kaumnya. Kaum Nabi Isa pun tidak
jauh beda dengan kaum-kaum sebelumnya. terjadi perselisihan paham agama dalam
kaumnya, sehingga Allah memberikan anugerah kepada manusia dengan munculmya masa
cahaya Nabi Muhammad saw. Hal ini, diisyaratkan dengan firmanya "Wahaadzal baladil
amiin" , yakni negara yang dimuliakan dengan kelahiran Rasul-Nya Muhammad SAW dan
dimuliakan dengan Bait al-Haram atau ka'bah. Ringkasnya, Allah bersumpah dengan empat
masa yang terdapat bekas atau pengaruh yang tampak dalam sejarah manusia. Dalam empat
masa tersebut Allah menyelamatkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya yang terang
benderang. Wallahu a'lam.
Setelah Allah bersumpah dengan empat (4) hal, yaitu, at-Tiin, az-Zaitun, Thuurisiiniin
dan al-Baladil amiin, sebagaimana ayat 1-3, ayat 4 merupakan jawab sumpah-Nya, bahwa
sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan sebaik-baik dan seindah-indahnya bentuk.
Tegak lurus perawakannya, serasi anggota tubuhnya, indah struktur tubuhnya, makan dengan
tangan, dan dapat membedakan (baik dan buruknya segala sesuatu) dengan ilmu, pikiran, dan
ucapannya. Singkatnya, Allah menciptakan manusia dengan bentuk terbaik sebagaimana
dikatakan mayoritas mufasir. Berkaitan ayat 5 "asfala safiilin", ada dua alternatif
penafsiran. Pertama, dikembalikan pada umur paling lemah, yakni pikun dan lemahnya akal
setelah masa muda dengan pikiran yang kuat. Kedua, dikembalikan pada tempat yang paling
rendah, yakni neraka. Mereka adalah sekelompok orang yang dikembalikan pada umur paling
lemah (pikun) di masa Rasulullah. Mereka ditanya takkala akalnya menjadi lemah dan bodoh
(pikun). Oleh karena alasan mereka, kemudian Allah menurunkan (ayat ini), bahwa tetap bagi
mereka pahala, seperti pahala amal mereka sebelum hilangnya akal".
Dengan demikian maka ayat 6: "Illalladziina 'aamanuu wa 'amilusshaalihaati falahum
ajrun ghairumamnuun", jika mengikuti pendapat pertama, maka istisna'nya munqati' (istisna’
yang mustasna'nya berlainan jenis dengan mustasna minhu), sehingga maknanya: "Kemudian
Kami kembalikan pada keadaan yang serendah-rendahnya setelah bagusnya wajah, yakni
dibalikkan keadaannya dengan bengkoknya punggung (bungkuk), lemah pengelihatan dan
pendengarannya. Akan tetapi orang-orang pikun yang saleh, baginya pahala terus-
menerus yang tidak ada putusnya." Pendapat ini yang diamini Jalaluddin al-Mahalli
sebagaimana dalam tafsirnya, Tafsir Jalalain. Syekh Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya bekata
bahwa pendapat ini adalah pendapat yang rajih atau ungguh menurutnya.

3
B. Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 175-176
ْ
َ‫ال ٰغ ِوٌْن‬ ‫شٌ ْٰط ُن فكان ِمن‬
َّ ‫ِي ٰاتٌ ْٰنهُ ٰا ٌٰتِنا فا ْنسلخ ِم ْنها فاتْبعهُ ال‬
ْْٓ ‫واتْ ُل عل ٌْ ِه ْم نبا الَّذ‬
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang Telah kami berikan kepadanya ayat-
ayat kami, Kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh
syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.”

ِ ُۚ ‫ض واتَّبع ه ٰوى ُۚهُ فمثلُهٗ كمث ِل ْالك ْل‬


ْ ‫ب اِ ْن تحْ ِم ْل عل ٌْ ِه ٌ ْله‬
ُ‫ث ا ْو تتْ ُر ْكه‬ ِ ‫ول ْو ِشئْنا لرف ْع ٰنهُ بِها و ٰل ِكنَّهٗ ْٓ ا ْخلد اِلى ْاْل ْر‬

َ ‫ص ْالقصص لعلَّ ُه ْم ٌتف َّك ُر ْون‬


ِ ‫ص‬ ْ ْۗ ‫ٌ ْله‬
ُ ‫ث ٰذ ِلك مث ُل ْالق ْو ِم الَّ ِذٌْن كذَّب ُْوا ِب ٰا ٌٰتِن ُۚا فا ْق‬

“Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat)
itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah), maka
perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika
kamu membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka
berpikir.”
Ayat ini berbicara tentang orang yang mengingkari firman Allah atau tidak
mengamalkannya. Mereka itu melepaskan apa yang melekat pada dirinya bagaikan ular
melepaskan kulitnya. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa : Dan
bacakanlah kepada mereka, yakni sampaikan tahap demi tahap kepada kaum musyrikin berita
yang sungguh penting lagi benar menyangkut orang yang telah kami anugerahkan kepadanya
ayat ayat Kami yang mengilhaminya dan memudahkan baginya meraih pengetahuan tentang
keesaan Allah dan tuntunan-tuntunan agama, kemudian dia menguliti diri darinya, yakni
menanggalkan diri dari pesan ayat-ayat itu, dan tidak mengamalkannya maka dia diikuti oleh
setan sampai dia tergoda sehinga jadilah dia termasuk kelompok orang-orang yang sesat.
Sementara ulama menjadikan ayat ini sebagai perumpamaan bagi setiap orang yang
telah mengetahui kebenaran dan memilikinya, tetapi enggan mengikuti tuntunan kebenaran
bahkan menyimpang darinya. Ada juga yang memahami ayat ini sebagai peristiwa seseorang
tertentu yang hendaknya menjadi pelajaran manusia. Yang bersangkutan, telah dianugerahi
Allah SWT pengetahuan tapi sedikit demi sedikit mengabaikan pengetahuannya dan
terjerumus kedalam kesesatan. Pendapat ini mereka kuatkan dengan penggunaan tunggal
pada kata “ ” yang diterjemahkan dengan “orang yang” bukan “ / orang-orang”.
Ini adalah pemandangan yang menakjubkan, baru dan serius, yang terkandung dalam
lisan dan pelukisan bahasa ini. Seorang manusia yang Allah berikan kepadanya ayat-ayatnya
(pengetahuan tentang isi al kitab), memberikan karunia kepadanya, memberinya
4
pengetahuan, dan memberinya kesempatan sempurna untuk menggunakan petunjuk,
berhubungan dengan Tuhan, dan meninggikan derajatnya. Akan tetapi, ia melepaskan diri
dari semua ini. Ia melepaskan diri seakan-akan ayat-ayat Allah itu sebagai kulit yang
membungkus dagingnya. Lantas, ia melepaskannya dengan keras dan susah payah, seperti
halnya makhluk hidup melepaskan dirinya dari kulit yang melekat pada dirinya.
Nah, inilah ia melepaskan diri dari ayat-ayat Allah, melepaskan diri dari penutup yang
melindungi, dan baju besi pelindung diri. Ia menyimpang dari petunjuk untuk mengikuti
hawa nafsu, turun dari ufuk yang bersinar cemerlang lantas belepotan dengan tanah lumpur.
Sehingga, jadilah ia sebagai buruan setan yang tidak ada seorangpun yang dapat
melindunginya dari setan itu. Karena itu, ia menjadi pengikut setan dan dikuasai olehnya.
Kemudian, inilah kita berada didepan pemandangan yang menakutkan dan
mengerikan. Yaitu, berada di depan makhluk yang lekat ke bumi, berlumuran dengan lumpur,
dan tiba-tiba keadaannya berubah seperti anjing, yang mengulurkan lidahnya kalau dihalau
maupun tidak. Pemandangan-pemandangan ini bergerak dengan beruntun, dan bayangan
tentang kesan-kesannya tampak jelas. Tiba-tiba kita berada pada pemandangan kita terakhir.
Yaitu, menjulurkan lidah tiada henti.

C. Tafsir Surat Al-Isra’ ayat 70

ِ ‫ت وفض َّْل ٰن ُه ْم ع ٰلى كثٌِ ٍْر ِّم َّم ْن خل ْقنا ت ْف‬


‫ضٌ ًْل‬ َّ ‫ولق ْد ك َّر ْمنا بنِ ًْْٓ ٰادم وحم ْل ٰن ُه ْم فِى ْالب ِ ّر و ْالبحْ ِر ورز ْق ٰن ُه ْم ِ ّمن ال‬
ِ ‫طٌِّ ٰب‬
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”
Kata karrama di ambil dari akar kata karaman yang berarti kemuliaan. Karramna
berarti Kami (Allah) telah memuliakan. Adanya tasydid pada lafadz karramna menunjukan
banyaknya kemuliaan yang di berikan Allah kepada Manusia. Kemuliaan yang diberikan
Allah kepada manusia, adalah anugerah berupa keistimewaan yang sifatnya internal. Dalam
kontek ayat ini, manusia dianugerahi Allah keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada
selainnya dan itulah yang menjadikan manusia mulia serta harus dihormati, walaupun ia telah
menjadi mayat. Darah, harta, dan kehormatan manusia tidak boleh dialirkan dan dirampas
begitu saja. Semuanya harus dihormati dan dimuliakan.
Setelah pada ayat sebelumnya Allah bersumpah dengan buah-buahan yang
bermanfaat atau tempat-tempat yang mulia itu, Allah menegaskan bahwa dia telah
menciptakan manusia dengan kondisi fisik dan psikis terbaik. Dari segi fisik, misalnya, hanya
manusia yang berdiri tegak sehingga otaknya bebas berfikir, yang menghasilkan ilmu dan

5
tangannya juga bebas bergerak untuk merealisasikan ilmunya itu, sehingga melahirkan
teknologi. Bentuk manusia adalah yang paling indah dari semua makhluknya. Dari segi psikis
hanya manusia yang memiliki perasaan yang sempurna. Dan lebih-lebih lagi hanya manusia
yang beragama. Banyak lagi keistimewaan manusia dari segi fisik dan psikis yang tidak
mungkin di uraikan di sini.
Penegasan Allah bahwa Dia telah menciptakan manusia dengan kondisi fisik dan
psikis terbaik itu mengandung arti bahwa fisik dan psikis manusia itu pelu di jaga, di pelihara
dan di tumbuh kembangkan. Fisik manusia di pelihara dan di kembangkan dengan gizi yang
cukup dan menjaga kesehatannya. Dan psikis manusia di pelihara dan di tumbuh
kembangkan dengan memberinya agama dan pendidikan yang baik. Bila fisik dan psikis
manusia di jaga dan di pelihara, maka manusia akan dapat memberikan kemanfaatan yang
besar pada alam ini. Dengan demikian dia akan menjadi makhluk termulia.
Manusia makhluk yang di ciptakan sempurna oleh Allah, Struktur kemampuan fisik-
psikis manusia dalam proses mengetahui berbeda menurut tingkat dan kualitas
kemampuannya, namun pada hakikatnya semua merupakan satu kesatuan. Proses
pembentukan ilmu pengetahuan dalam diri manusia melibatkan kedua unsur secara
bersamaan.

D. Tafsir Surat Al-Mu’minun ayat 5


ُ ‫والَّذ ٌِۡن ُه ۡم ِلفُ ُر ۡو ِج ِه ۡم حٰ ِف‬
‫ظ ۡون‬
“dan orang yang memelihara kemaluannya,”
Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang
yang memelihara kemaluannya dan tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya melalui hal
dan cara yang tidak dibenarkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-
pasangan mereka yang sah secara agama atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka
sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak
mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh
agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya
dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama
dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa.
Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia,
yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan
perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang
diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan

6
jariahnya (budak perempuan) yang diperoleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini
mereka tidak tercela.
Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-
orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa
kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari
berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.
Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan
zina itu. Allah SWT telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu
kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara kemaluannya.

E. Tafsir Surat Ali-Imron ayat 10

ٰٰۤ ُ
ِ ْۗ َّ‫ول ِٕىك ُه ْم وقُ ْو ُد الن‬
‫ار‬ ْٓ ‫ا َِّن الَّ ِذٌْن كف ُر ْوا ل ْن ت ُ ْغنًِ ع ْن ُه ْم ا ْموالُ ُه ْم و‬
ِ ‫ْل ا ْوْل ُد ُه ْم ِ ّمن ه‬
‫ّٰللا شٌْـًٔا ْۗوا‬

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun
tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api
neraka,”

Di sini Allah berfirman: innalladziina kafaruu yang artinya “Sesungguhnya orang-


orang kafir” yaitu kafir terhadap ayat-ayat Allah SWT dan mendustakan para Rasul-Nya dan
menentang Kitab-Nya, mereka tidak mengambil manfaat dari kitab yang diwahyukan kepada
para Nabi-Nya, kemudian lafadz lan tughniya „anHum amwaaluHum wa laa aulaaduHum
minal llaaHi syai-aw wa ulaa-ika Hum waquudun naar yang artinya “harta benda dan anak-
anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. dan mereka itu
adalah bahan Bakar api neraka.” yakni kayu bakar yang menjadikan api neraka menyala dan
berkobar-kobar. Sedangkan makna ayat di atas adalah bahwa harta kekayaan dan anak-anak
orang-orang kafir itu tidak lagi bermanfaat bagi mereka, bahkan sebaliknya akan
menghancurkan dan menyiksa mereka, sebagaimana yang dialami oleh para pengikut Fir’aun
dan orang-orang sebelum mereka, yaitu yang mendustakan para Rasul dan apa yang dibawa
oleh mereka dari ayat-ayat Allah dan hujjah-hujjah-Nya.

7
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan tafsir dari Surat Attin ayat 1-6 bahwa sesungguhnya Allah
menciptakan manusia dengan sebaik-baik dan seindah-indahnya bentuk.
Tegak lurus perawakannya, serasi anggota tubuhnya, indah struktur tubuhnya,
makan dengan tangan, dan dapat membedakan (baik dan buruknya segala
sesuatu) dengan ilmu, pikiran, dan ucapannya.
2. Berdasarkan tafsir dari Surat Al-A’raf ayat 175-176, Allah SWT memberikan
perumpaman bagi orang yang hatinya cenderung untuk dunia adalah seperti
halnya anjing yang selalu menjulur-julurkan lidahnya.
3. Berdasarkan tafsir dari Surat Al-Isra’ ayat 70, bahwasanya Allah SWT telah
memberikan rezeki yang paling sebaik-baiknya kepada manusia, serta Allah
juga telah memberikan kesempurnaan kepada manusia dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah SWT lainnya.
4. Berdasarkan tafsir Surat Al-Mu’minun ayat 5, Allah Swt memberikan kabar
bahwa orang-orang yang bisa menjaga kehormatan dan memelihara
kemaluannya agar berbahagia, karena mereka termasuk orang yang beruntung.
5. Berdasarkan tafsir Surat Ali Imron ayat 10, Allah SWT menegaskan bahwa
semua harta benda maupun anak-anak yang dimiliki orang-orang kafir tidak
dapat menolong mereka sedikitpun, Dosa-dosa mereka tidak akan diampuni.

B. SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk penyusun.
Dan penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan sarannya agar
makalah yang kami susun kedepannya jauh lebih baik lagi.

8
DAFTAR PUSTAKA

As.suyuti’ Jalaludin, Asbabun nuzul sebab turunnya ayat Al Qur’an, Jakarta : Gema insani,

2008

Asy Syidieqy, Teuku Muhammad Habib, Tafsir Al-Qutanul Majid An-Nur, Semarang. PT

Pustaka Rizki Putra,2000.

Departemen Agama RI, Al-Qur’anul dan tafsirnya jilid I Jus 1-2-3, Jakarta: Lentera Abadi,

2010

Departemen Agama RI, Al-Qur’anul dan tafsirnya jilid IV Jus 10-11-12, Jakarta: Lentera

Abadi,2010.

Anda mungkin juga menyukai