Anda di halaman 1dari 4

Kewirausahaan

Dalam berwirausaha, kepercayaan adalah modal sosial. Modal


kepercayaan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan
kewirausahaan, seperti meningkatnya kepercayaan masyarakat (konsumen),
serta memudahkan untuk kerjasama dengan pihak ketiga.

Vipriyanti (2007) menyatakan bahwa modal sosial dalam bentuk


kepercayaan merupakan modal produktif yang terdiri atas rasa percaya,
kemampuan dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap
norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat, “A friendship
founded on business is a good deal better than a business founded on
friendship.” John D. Rockefeller Membangun Kepercayaan 164 di mana modal
tersebut memberi keuntungan untuk mengakses modal lainnya serta
memfasilitasi kerjasama intra dan antar kelompok masyarakat.

Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa


percaya dan rasa memiliki bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu
bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosial yang didasari
oleh perasaan yakin bahwa yang lain (orang/pihak lain) akan melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu
pola tindakan yang saling mendukung.

Faktor kepercayaan menjadi sangat penting dalam iklim bisnis saat ini.
Membangun kepercayaan berarti memelihara hubungan baik yang telah
terjalin dengan konsumen ataupun klien. Membangun kepercayaan dan
kredibilitas tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Untuk memperkuat
kepercayaan, dibutuhkan risiko untuk terbuka dengan masyarakat dan klien.
Ketika kepercayan berimbal-balik, seorang wirausahawan akan menemukan
bahwa keyakinan dengan pihak lain dihargai dengan dukungan dan dorongan
mereka atas apa yang kita lakukan untuk kelangsungan bisnis.

Ada beberapa definisi kepercayaan yaitu :

1. Oxford English Dictionary: Kepercayaan adalah suatu ketergantungan pada


beberapa kualitas atau atribut orang atau benda, atau kebenaran dari
pernyataan.
2. Webster New International Dictionary: Dari perspektif ekonomi,
kepercayaan adalah “kepercayaan pada kemampuan dan niat pembeli
untuk membayar pada waktu mendatang untuk barang diberikan tanpa
pembayaran saat ini”. Kewirausahaa

Apabila dielaborasi lebih lanjut dapat dikatakan bahwa kepercayaan adalah


pengambilan resiko kedepan yang didasarkan pada suatu keyakinan individu
(setiap orang berbeda) untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan, tidak akan
saling mengeksploitasi atau menipu dan bisa benarbenar berharap untuk
mendapatkan keuntungan dari kerja sama tersebut

Teori Kepercayaan

Sebagai sebuah konsep, menurut Rotter (dalam Robbins, 2001), kepercayaan


adalah suatu proses ketergantunganhistoris yang didasarkan pada sampel-
sampel pengalaman yang relevan namun terbatas.

Pengharapan itu membutuhkan waktu untuk membentuknya, dibangun sedikit


demi sedikit, dan kemudian terakumulasi. Kemudian Robbins & Judge (2007)
mendefinisikan kepercayaan sebagai suatu pengharapan positif bahwa pihak
lain tidak akan – melalui perkataan, tindakan atau keputusan – mengambil
kesempatan melukai pihak lain (Robbins & Judge, 2007). Sedangkan McShane
& Von Glinow (2008) menyatakan bahwa kepercayaan merujuk pada suatu
pengharapan positif seseorang terhadap orang lain pada suatu situasi yang
melibatkan risiko. Bagi Rousseau et al (dalam Mollering (2006), kepercayaan
merupakan keadaan psikologis yang terdiri atas keinginan untuk menerima
suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang didasarkan pada pengharapan
positif akan keinginan atau perilaku pihak lain. Kemudian menurut Mayer et al
(dalam Mollering, 2006), kepercayaan adalah suatu keinginan dari suatu pihak
untuk menerima tindakan yang tidak menyenangkan dari pihak lain berdasar
pada suatu pengharapan bahwa pihak lain akan melakukan tindakan tertentu
yang sangat penting bagi si pemberi kepercayaan, Membangun Kepercayaan
166 terlepas dari kemampuan untuk mengawasi atau mengontrol pihak lain
tersebut. Sementara itu Colquitt, LePine, & Wesson (2009) mendefinisikan
kepercayaan sebagai suatu keinginan untuk menggantungkan diri pada suatu
otoritas yang didasarkan pada pengharapan positif akan tindakan dan
perhatian otoritas. Meskipun menggunakan narasi atau formulasi kata dan
kalimat yang beragam, namun dari berbagai definisi tersebut dapat disarikan
bahwa pada intinya kepercayaan merefleksikan keinginan atau harapan positif
atas pihak lain. Dalam perspektif sumber daya manusia (SDM), kepercayaan
dimaknai secara agak berbeda, yakni sebagai suatu ukuran tentang seberapa
besar keinginan karyawan untuk berbagi informasi, bekerja sama satu sama
lain, dan tidak saling mengambil keuntungan (Stone, 2005). Definisi ini
memberikan nuansa yang relatif berbeda dengan menekankan unsur berbagi
informasi, bekerja sama, dan sikap tidak saling mangambil keuntungan.
Namun, dalam definisi ini juga terkandung muatan yang sehaluan dengan
definisi-definisi sebelumnya, yakni pada kalimat: “sikap tidak saling mengambil
keuntungan.” Di dalam kalimat ini, terkandung harapan agar pihak yang satu
percaya pada pihak yang lain. Jadi, intinya sama: keinginan positif atas pihak
lain. Lane (2001) mengungkapkan bahwa kepercayaan merupakan suatu
konsep dengan berbagai arti. Di dalam kepercayaan pribadi (personal trust),
paling tidak terdapat tiga macam elemen. Pertama, teori-teori yang
mengasumsikan adanya tingkatan saling ketergantungan antara pemberi
kepercayaan dan yang diberi kepercayaan. Pengharapan tentang sikap yang
dapat dipercaya dari pihak lain hanya akan menjadi relevan bila penyelesaian
konsekuensi dari suatu aktivitas salah satu pihak Kewirausahaan 167
bergantung pada ketepatan tindakan atau kerjasama dari orang lain. Kedua,
adanya asumsi bahwa kepercayaan akan memberikan cara untuk
menanggulangi risiko atau ketidakpastian dalam hubungan pertukaran. Ketiga,
suatu keyakinan atau pengharapan bahwa hasil yang tidak menyenangkan dari
penerimaan atas suatu risiko tidak diambil keuntungannya oleh pihak lain
dalam proses hubungan.

Robbins & Judge (2007) menyebutkan lima dimensi kunci dalam konsep
kepercayaan yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur kepercayaan,
yaitu:

(1) Integritas (integrity), merujuk pada kejujuran dan kebenaran;

(2) Kompetensi (competence), terkait dengan pengetahuan dan keterampilan


teknikal dan interpersonal yang dimiliki individu;

(3) Konsistensi (consistency), berhubungan dengan keandalan, kemampuan


memprediksi dan penilaian individu jitu dalam menangani situasi;
(4) Loyalitas (loyality), keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan orang
lain; dan

(5) Keterbukaan (openness) (Robbins & Judge, 2007).

Keterbukaan, menurut DeVito (2001), mengacu pada tiga aspek keterbukaan


dalam komunikasi interpersonal, yang meliputi:

(1) kesediaan terhadap pengungkapan diri asalkan pengungkapan tersebut


memadai;

(2) kesediaan untuk beraksi jujur terhadap pesan-pesan orang lain; dan

(3) memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang jernih.

Anda mungkin juga menyukai