Mutasyabih Al-Qur'an
Mutasyabih Al-Qur'an
Tafsir Ayat
Undangan untuk hadir ke tempat orang tua itu merupakan pengabulan doa Mûsâ
As., bukan saja dengan memeroleh makanan, tetapi sebagai terbaca pada ayat-ayat
berikut memeroleh juga tempat tinggal, pekerjaan dan istri.
Apa yang didapat Musa adalah hasil dari kesabaran dan ketawakalannya pada
Allah atas apa yang menghimpitnya, diketahui Musa pergi ke kota Madyan karena berita
yang didapatnya bahwa Fir’aun dan rezimnya akan membunuh Musa. Pengejaran yang
dilakukan Fir’aun adalah dikarenakan Musa telah membunuh seorang Qubthi,1 kerabat
istana dengan sekali pukulan. Mungkin inilah yang diramalkan peramal Fir’aun yang
kelak akan meruntuhkan kekuasaan Fir’aun.
Disini terdapat dalil atas disyariatkannya wali menawarkan wanita yang berada
dibawah perwaliannya kepada seorang laki-laki. Umar bin khattab pernah menawarkan
putrinya, Hafshah, kepada Abu Bakar dan Ustman, juga Hafshah sendiri pernah
menawarkan dirinya kepada Nabi Muhammad. Ibnu Umar berkata. “setelah Hafshah
1
Buya Hamka, Tafsir Al Azhar, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 2003, j.8, Hal. 5318
menjanda, Umar berkata kepada Ustman, “jika anda mau, aku kawinkan anda dengan
Hafsah binti Umar.” Hadist diriwayatkan oleh Bukhari).2
ت
ِ َال يَ ا َأب
َ َك فَ انْ ظُ ْر َم اذَ ا َت َر ٰى ۚ ق ْ َأر ٰى يِف الْ َم نَ ِام َأ يِّن
َ َُأذ حَب ِإ
َ ال يَ ا بُ يَنَّ يِّن
َ َالس ْع َي ق
َّ َُف لَ َّم ا َب لَ َغ َم َع ه
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash-shaaffat 102)
Tafsir Ayat
Dan tatkala Ismail tumbuh menjadi besar dan dapat melakukan pekerjaan
pekerjaan untuk memenuhi hidupnya. Berkata Ibrahim kepada Ismail, “hai anaku,
sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu. Maka bagaimanakah
pendapatmu. Mimpi nya itu ia ceritakan pada anaknya, dia tau bahwa yang diturunkan
adalah cobaan Allah. Sehingga ismail memantapkan hatinya untuk memenuhi perintah
Allah agar hatinya tenang juga agar mendapat pahala Allah dengan tunduk pada
perintahnya.3
Ayat di atas menggunakan bentuk kata kerja Mudhâri‘(masa kini dan datang)
pada kata-kata arâ, saya melihat dan adzbahuka, saya menyembelihmu. Demikian juga
kata tu’mar, diperintahkan. Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu
seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu. Sedang, penggunaan bentuk
tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang
dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan.
Karena itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk
2
Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi juz 24. (PT. Toha putra Semarang cet. Kedua
1992), Hal. 94
3
Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi juz 24. Hal. 95
mengisyaratkan bahwa ia siap dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah
Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.4
Setelah Ibrahim berbicara pada anaknya dengan sebutan kasih sayang “yaa
bunayya” lalu Ismail menjawab pertanyaan ayahnya dengan sebutan “yaa abati” sebagai
ungkapan tunduk dan hormat dan menyerahkan urusan kepada ayahnya, sebagaimana
yang telah ia rundngkan dengan ayahnya. Dan bahwa kwajibannya hanyalah
melaksanakan apa yang dipandang baik oleh ayahnya.5
Tasyabuh Ayat
Didalam surat ash-Shaaffat ayat 27 menceritakan tentang Nabi Musa dan Nabi
Syu’aib, yaitu pada surat ini adalah perkataan Nabi Syu’aib. Maka menjadi doa Nabi
Musa agar dijadikan orang yang shalih karena Nabi Musa sedang bersama orang sholih.
Sedangkan didalam surat ash-Shaaffat bercerita tentang Nabi Ismail yang sedang
mendapatkan ujian dari Allah Swt. Dan cara agar selamat dari ujian Allah adalah dengan
bersabar.6
4
M. Quraish Shihab. Tafsir Al Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2009). Hal. 280
5
Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi juz 24. (PT. Toha putra Semarang cet. Kedua
1992), Hal. 95
6
Mahmud bin Hamzah al-Kuramani, Asrar al-Tikrar fi al-Qur’an, (Dar al-Fadhilah, 505 H), Hal.