Aku Bersembunyi Di Dalam Terang
Aku Bersembunyi Di Dalam Terang
Kata Pengantar
3. Pengetahuan Luhur
- Mempelajari Filsafat
1. Ketidak-tahuan (Kebodohan)
2
KATA PENGANTAR
Untuk mereka itulah buku ini saya tulis, yaitu untuk mereka yang
bertanya dan mencari dengan kesungguhan hati untuk dapat
”menemukan” jalan pembebadan dari penderitaan.
Dan, barangkali adalah terlebih baik bagi mereka, jikalau buku ini
3
dikesampingkan saja, atau bahkan, dibuang saja, jikalau
dipandang perlu, daripada hanya akan menghabiskan waktu,
tenaga dan pikiran dengan sia-sia untuk berdebat dan bersilat
lidah.
3. Pengetahuan-luhur
Oleh karena itu, maka mengerti dengan cara yang benar akan
”hukum” itu akan merupakan langkah pertama yang sangat
penting untuk mempersiapakan diri didalam menyelami kodrat
Pengetahuan Luhur
5
4. Bagaimana Membaca Buku Ini.
Ini berarti, bahwa didunia luar tidak terdapat “contoh” yang dapat
menyamai Pengetahuan Luhur.
Ada satu hal yang sangat penting, yang perlu diketahui oleh para
penanya dan pencari, jikalau ia ingin berhasil menyelami
maknanya yang sejati daripada apa yang disuratkan didalam
buku bahan perenungan ini! Yaitu, hendaknya para penanya dan
pencari tidak berbekal dengan konsepsikonsepsi, pendapat-
pendapat, faham-faham, dan kepercayaan-kepercayaan yang
bukan berasal dari pemikiran sendiri (yang mungkin telah menjadi
kebiasaan yang berurat dan berakar turun temurun dari sejak
zaman nenek moyang), untuk dipertentangkan dengan bahan
perenungan ini.
7
cara Tanya jawab (dialogue) dengan mempergunakan kata-kata
sehari-hari yang mudah dimengerti dan yang mudah dikenal.
Ke-1.
Cara ini adalah suatu cara untuk melatih para penanya dan
pencari untuk berpikir sendiri dengan akal yang sehat dan bebas,
dan tidak biasa menyerah dan percaya begitu saja atas segala
bentuk ajaran dan pendirian yang disampaikan oleh orang lain.
Ke-2.
Buah hasil yang akan dicapai oleh para penanya dan pencari dari
buku bahan perenungan ini adalah pengertian benar, yaitu
pengertian yang diperoleh karena berpikir sendiri secara bebas
melalui akal sehat yang dipuncakkan.
SEMOGA!!!
10
BAB I
11
I. MENCINTAI DAN MERAIH DUNIA BENDA
1. Bapa:
keturunan darah suci dan darah luhur yang sama. Oleh karena
itu, Ananda, diantara engkau dan aku ini, tidak terdapat jurang
perpisahan dan perbedaan.
3, Bapa:
4. Ananda:
5. Bapa:
13
Mengapa engkau harus takut kepada dunia benda ini, Ananda?
Engkau telah takut kepada sesuatu yang tidak seharusnya
engkau takuti! Apanya yang kau takuti, Ananda?
6. Ananda:
Tetapi, apa yang aku kehendaki itu, Bapa, selalu tidak dapat
memberikan kepuasan dengan tetap kepadaku.
Maka demikian itu pulalah sifatnya baju yang lain itu! Ia segera
berubah, dan menyebabkan aku menjadi bosan lagi.
14
mampu memberikan kepuasan dan kesenangan kepadaku
dengan tetap.
Aku bimbang, ragu, dan takut menghadapi dunia benda ini, Bapa,
sehingga aku menjadi menderita karenanya.
15
Tolonglah, Bapa, limpahkanlah belas kasihan dan kasih
sayangmu kepadaku, dan tunjukkanlah kepadaku akan jalan
keluar yang dapat menghentikan penderitaanku ini!
7. Bapa:
8. Ananda:
16
Mulailah aku mencintai dunia benda ini dengan penuh gairah dan
semangat, dan benda-benda sebanyak-banyaknya, dengan suatu
harapan, supaya didalam hidup ini aku tidak menderita sengsara.
Ternyata, Bapa, dunia benda yang sangat aku gandrungi dan aku
cintai itu tidak lain hanyalah penipu dan pemerdaya manusia
belaka.
17
ini masih bersikeras untuk tetap mencintainya dan tak sanggup
melupakannya?
9. Bapa:
10. Ananda:
Pada waktu aku berada dalam keadaan seperti itu, Bapa, maka
pada waktu itu pernah terlintas didalam pikiranku suatu pemikiran
demikian:
19
2. BELAJAR DAN MEMPELAJARI
11. Bapa:
12. Ananda:
13. Bapa:
14. Anda:
15. Bapa:
21
Dan sesudah ilmu pengetahuan engkau tinggalkan, lalu apa yang
kaulakukan, Ananda?
16. Ananda:
17. Bapa:
18. Ananda:
22
Tetapi, bagaimanapun banyaknya aliran-aliran yang timbul dari
ajaran filsafat itu, namun pangkal tolak semua ajaran filsafat itu
adalah sama, yakni:
19. Bapa:
20. Ananda:
23
Cara berpikir yang tersalur melalui pengertian dan uraian sebab
akibat ini, Bapa, yang dikatakan oleh para pujangga sebagai
”berpikir logis” (logic thinking).
21. Bapa:
24
Dapatkah ajaran itu masuk di akalmu? Coba terangkan
jawabanmu!
22. Ananda:
23. Bapa:
24. Ananda:
Ini adalah pernyataan yang tidak dapat masuk diakal, Bapa, Tidak
Logis!
25
25. Bapa:
26. Ananda:
Sebab, sesuatu yang ada, itu pasti timbul dari sesuatu yang lain,
yang memang sudah ada sebelumnya, tidak peduli bagaimanapin
bentuk dan sifatnya.
27. Bapa:
28. Ananda:
Jikalau dinyatakan, bahwa yang ”ada” itu timbul dari yang ”gaib”,
itu sama saja dengan menyatakan, bahwa yang ”ada” itu timbul
dari apa yang ”ada”, dan bukannya yang ”ada: itu timbul dari apa
yang ”tidak ada”.
29. Bapa:
26
30. Ananda:
Dari pernyataan itu akan berarbti, bahwa disitu tidak ada gerak.
Dari pernyataan itu akan berarti, bahwa disitu ada gerak yang
menggerakkan.
Pernyataan itu tidak dapat masuk diakal, dan tidak logis, Bapa!
31. Bapa:
32. Ananda:
33. Bapa:
34. Ananda:
Bapa! Oleh karena itu, maka aku masih bertekad akan belajar lagi
kepada seorang guru.
28
Maka setelah saya menemukan seorang guru, yang menamakan
dirinya sebagai ”guru agama”, mulailah aku belajar kepadanya
mengenai ilmu Ke-Tuhanan.
35. Bapa:
36. Ananda:
37. Bapa:
Lalu apa yang diterangkan oleh sang guru agama itu mengenai
Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu, Ananda?
29
38. Ananda:
Dikatakan oleh sang guru itu akan salah satu sifat daripada Allah
itu demikian:
“Tiada Tuhan yang lain, kecuali Allah; Allah itu Esa, artinya: satu
dan sendiri, tiada kawan, sekutu, ataupun tandingan bagi Allah
itu”.
39. Bapa:
30
40. Ananda:
41. Bapa:
42. Ananda:
Tidak, Bapa, dengan hardikan itu aku tidak merasa berkecil hati,
dan aku masih mengajukan pertanyaan lagi, yang aku anggap
sebagai suatu pertanyaan yang sangat penting dan mendasar.
“Allah itu sungguh-sungguh ada! Allah itu Yang Awal, Yang Akhir,
Yang Lahir, dan Yang Bathin, dan telah bersama engkau, dimana
31
saja engkau berada. Allah oti lebih dekat kepdamu daripada urat
batang lehermu! Allah itu tidak dapat dilihat dengan mata, dan
hanya dapat didekati melalui sembahyang, doa, dan permohonan
!”
43. Bapa:
44. Ananda:
Belum, Bapa, aku belum puas dengan jawaban sang guru itu,
karena aku belum dapat memahami apa yang ia maksudkan.
32
menyembah Allah (bersembahyang) dengan doa dan
permohonan, selama aku belum dapat mengenali dengan jelas
akan apa atau siapakah Allah itu, dan aku juga belum dapat
mengenali dengan jelas akan dimana ‘singgasana Allah’ atau ;
tempat beredaNya Allah’ itu?
Nah, lalu apa yang kau lakukan sesudah itu, Ananda? Masihkah
engkau berusaha belajar lagi kepada seorang guru untuk dapat
mengetahui akan asal mulanya sunia benda ini?
46. Ananda:
47. Bapa:
48. Ananda
Maka bertanyalah aku kepada sang guru itu tentang apa atau
siapakah Hidup itu, yang kemudian di jawabnya demikian:
34
“Hidup, itu adalah Roh Tuhan Yang Maha Esa, dan Hidup itu
sendiri adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang mempunyai kuasa
untuk menciptakan dan menghidupkan segala apa yang ada ini.
49. Bapa
50. Ananda
Dan kemudian daripada itu, Bapa, aku bertanya lagi kepada Sang
Guru tentang apa yang harus aku lakukan, supaya hatiku
(bathiniku) menjadi suci dan bersih dari nafsu, sehingga
semungkinkan aku ‘menemukan’ dan menghadap Sang Hidup
didalam hatiku sendiri.
51. Bapa:
52. Ananda:
Tentu saja semua petunjuk sang guru aku jalankan, Bapa, karena
aku mempunyai niat dan tekad yang sungguh-sungguh untuk
dapat “menemukan” dan menghadap Sang Hidup, yang dikatakan
36
oleh sang guru sebagai asal mula daripada segala hal yang ada
ini.
53. Bapa:
54. Ananda:
Hal semacam ini selalu tidak dapat ku hindari, Bapa, sebab aku
tidak akan pernah berpikir tentang yang baik, jikalau aku tidak
pernah berpikir tentang apa yang buruk. Pikiran-pikiran tentang
yang baik dan yang buruk itu melulu muncul berganti-ganti
didalam pikiranku dengan tidak dapat aku kendalikan.
37
Jadi, berpikir tentang yang baik-baik saja, itu rasanya tidak
mungkin bisa dilakukan didalam praktek.
55. Bapa:
56. Ananda:
57. Bapa:
58. Ananda:
Menurut sang guru, Bapa, ”meditasi” itu adalah duduk diam (still
sitting), dan ”mengosongkan” pikiran. Dengan tata cara ”meditasi”
yang telah ditunjukkan oleh sang guru kepadaku, tiap-tiap malam
aku melakukan ”meditasi” dengan cara duduk diam.
39
59. Bapa:
60. Ananda:
40
untuk ”mengosongkan” pikiran.
61. Bapa:
62. Ananda:
Karena telah ternyata, bahwa sang guru ilmu Kebathinan itu tidak
mampu untuk memberikan petunjuk yang jelas yang dapat
diterima oleh akal sehat, dan iapun tidak mampu memberikan
bimbingan praktek ”pengendalian nafsu” dan ”meditasi” dengan
cara yang meyakinkan, maka dengan penuh rasa kecewa dan tak
puas sang guru terpaksa aku tinggalkan tanpa hasil apapun. Aku
ternyata bukan murid yang baik untuk Ilmu Kebathinan.
63. Bapa:
64. Ananda:
65. Bapa:
41
Apakah yang di maksudkan dengan ilmu tenaga Gain itu,
Ananda?
66. Ananda:
Namun demikian, begitulah kata orang itu, Tenaga Gaib itu dapat
”didatangkan” dengan penyerahan diri dan permohonan,
sehingga dengan cara demikian, maka manusia akan memiliki
”mujijat” yang mengherankan dunia ini.
67. Bapa:
Dan ternyata, Bapa, bqhwa apa yang diajarkan oleh sang guru
ilmu Tenaga Gaib itu tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang
sedang kutanyakan dan kucari, yaitu tentang asal mula daripada
dunia benda ini.
Ilmu Tenagan Gaib yang di ajarkan oleh sang guru ternyata tidak
dapat melampaui sifat dan perwatakan dunia benda itu sendiri,
dan bahkan, sehariharinya sang guru hanya mengherani ”hasil-
hasil” duniawi yang di capai melalui apa yang dinamakan sebagai
”Latihan Gerak” itu, dan tidak putus-putusnya sang guru
mengherani ”ilmunya” itu.
Bagi sang guru ilmu tenaga Gaib, Bapa, asal mula dunia benda
ini tidak dijadikan permasalahan, dan tetap merupakan rahasia
yang tek terungkapkan; dan oleh karena itu ilmu Tenaga Gaib
tidak berjalan selaras dengan apa yang hendak ku cari.
Dan lagi, sang guru ilmu Tenaga Gaib yang sendirinya heran atas
”ilmunya” itu, hanyalah menunjukkan, bahwa sang gurutidak
mempunyai pengetahuan yang benar, kecuali takhayul belaka.
43
Itulah sebabnya, mengapa sang guru ilmu Tenaga Gaib dengan
segala ajarannya itu terpaksa aku tinggalkan dengan penuh rasa
kecewa dan tak puas.
69. Bapa:
Lalu, belajar dan berguru apa lagi, Ananda, setelah ilmu Tenaga
Gaib engkau tinggalkan?
44
3. MEMBENCI DAN MENOLAK DUNIA BENDA
70. Ananda:
Tidak, Bapa, sejak itu aku sudah tidak belajar dan berguru lagi.
Dengan rasa yang setengah putus asa, Bapa, pada waktu itu
terpikirlah olehku, bahwa dunia benda ini sungguh-sungguh tidak
layak untuk diraih dan disintai, bahkan, barang kali yang paling
tepat menghadapi dunia benda ini adalah menolak dan
membencinya!
71. Bapa:
72. Ananda:
45
Aku mulai mengabaika makan, minum, pakaian, kebersihan, dan
kesehatan tubuhku, bahkan, aku membenci tubuku sendiri, yang
aku anggap sebagai ”sarang” tempatnya perasaan menderita
karena dunia benda ini.
Waktu itu aku berpikir, bahwa justru aku hidup bertubuh inilah
yang menjadikan sebab, mengapa aku ini lalu bisa merasakan tak
puas dan menderita.
Namun, sebelum hal itu aku lakukan, masih sempat pula aku
berpikir lagi demikian:
Jikalau aku ini mati dengan bunuh diri, lalu siapakah yang bakal
merasakan perasaan puas dan bahagia yang di cari-cari itu?
Setelah ditolong oleh orang lain, dan sadar diri kembali, maka
mulailah aku insyaf, bahwa mengacukan, menolak, dan
membenci tubuh serta dunia benda ini bukannya
memndatangkan kepuasan dan kebahagiaan, bahkan sebaliknya,
46
justru mendatangkan kesakitan dan penderitaan.
Tak tahu lagi, apa yang harus aku lakukan sekarang, sebab
segala usaha telah aku lakukan untuk berusaha menghentikan
ketidak puasan dan penderitaanku ini. Tolonglah, Bapa, tnjukan
jalan keluar kepadaku!
47
BAB II
73. Bapa:
74. Ananda:
48
Melihat sinar cahaya itu, Bapa, hatiku menjadi tenteram, sehingga
aku merasa senang dan berbahagia.
75. Bapa:
76. Ananda:
77. Bapa:
78. Ananda:
Benar, Bapa, memang demikian itulah, dan tidak bisa lain! Sebab,
jikalau tidak karena mata melihat, dan pikiran menanggapi, maka
tentunya aku tidak akan mengalami perasaan senang ataupun
susah.
49
79.Bapa:
50
80. Ananda:
Aku tahu, Bapa, seperti halnya setiap orang pun juga tahu, bahwa
sumber yang memberikan penglihatan itu adalah Mata.
81. Bapa:
82. Ananda:
83. Bapa:
84. Ananda:
85. Bapa:
86. Bapa:
Salam keadaan gelap gulita yang tiada cahaya, kursi itu tiada
terlihat oleh mata yang terbuka.
87. Bapa:
52
Jikalau benar demikian, Ananda, maka aku sekarang bertanya
kepadamu!
88. Ananda:
89. Bapa:
90. Ananda:
91. Bapa.
92. Ananda:
53
Bukan, Bapa, mata terbuka yang telah diberi syarat cahaya tidak
dapat memberikan penglihatan apa-apa.
93. Bapa:
94. Ananda:
Aku tidak dapat melihat apa-apa, kecuali gelap gulita yang hitam
kelam itu, Bapa!
95. Bapa:
96. Ananda:
54
Benar, Bapa, gelap gulita yang hitam kelam itu dapat terlihat juga,
meskipun mata dipejamkan, dan disitu ada cahaya.
97. Bapa:
98. Ananda:
Dari hasil penelitian itu tadi, Bapa, maka telah ternyata, bahwa
yang memberikan penglihatan itu bukanlah mata, dan juga bukan
cahaya, melainkan yang memberikan penglihatan itu adalah
pikiranku yang menanggapi itu!
99. Bapa:
100. Ananda:
101. Bapa:
102. Ananda:
103. Bapa:
56
tubuhmu, maka dengan demikian tentunya pikiramu itu dapat
melihat apa yang berada didalam tubuhmu.
104. Ananda:
105. Bapa:
106. Ananda:
107. Bapa:
108. Ananda:
109. Bapa:
110. Ananda:
58
Tidak, Bapa.
111. Bapa:
112. Ananda:
113. Bapa:
115. Bapa:
116. Ananda:
117. Bapa:
60
Jadi, dari apa yang sudah dapat kau temukan itu ternyata, bahwa
yang memberikan penglihatan dan tanggapan itu adalah
pikiranmu.
47
118. Ananda:
119. Bapa:
120. Ananda
61
Bapa, jikalau misalnya Bapa mengajukan sesuatu pertanyaan
kepadaku, maka pertanyaan Bapa itu baru aku jawab, setelah
menanggapi pertanyaan Bapa itu.
121. Bapa:
62
Jadi, Ananda, pernyataan ”aku sendiri” adalah ”pikiranku”, itu
adalah suatu pernyataan yang tidak dapat diterima oleh akal
sehat!
122. Ananda:
Lalu, Bapa, apa lagi yang harus dianggap sebagai ”aku sendiri”
itu, kalau bukan ”pikiranku” itu?
Dan jikalau ” aku sendiri” ini bukan ”pikiranku” itu, maka apa lagi
yang harus tertinggal, karena ” aku sendiri” lalu tidak bisa melihat
dan menanggapi apa-apa!
123. Bapa:
124. Ananda:
64
2. KENYATAAN DAN BUKAN KENYATAAN
125. Bapa:
Ananda, hal semacam itu bukan hanya terjadi pada dirimu saja,
melainkan juga terjadi pada kebanyakan manusia yang hidup di
dunia benda ini.
Tetapi, Ananda, engkau tidak perlu berkecil hati, dan tidak perlu
menyusahi atas keridak tahuan akan kesalahan-kesalahanmu
yang terjadi pada masa yang lalu.
65
126. Ananda:
127. Bapa:
Gagasan, itu timbul dari pikiran itu sendiri, dan gagasan itu tidak
dapat dipegang ataupun diraba, namu terlihat oleh pikiran itu
sendiri.
128. Ananda:
66
129. Bapa:
130. Ananda:
131. Bapa:
132. Ananda:
Oleh karena semua tempat tidak satu pun yang dapat dinyatakan
sebagai tempat beradanya pikiran, Bapa, maka dengan akal
sehat sudah dapat dipastikan, bahwa pikiran itu tidak mengambil
tempat.
133. Bapa:
68
Nah, sekarang bagaimanakah kiranya pendapatmu, Ananda,
apakah pikiran yang tidak mengambil tempat itu sesuatu
kenyataan ataukah bukan kenyataan?
134. Ananda:
Tentu saja pikiran itu bukan suatu kenyataan, Bapa! Pikiran itu
tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan tidak mengambil
tempat; bagaimana bisa dianggap sebagai kenyataan?
135. Bapa:
136. Ananda:
69
137. Bapa:
138. Ananda:
139. Bapa:
140. Ananda:
70
Benar, Bapa, pikiran, itu adalah penglihatan itu sendiri! Pikiran
dan penglihatan itu adalah kenyataan yang satu, dan tidak
mengambil tempat.
141. Bapa:
Pikiran dan penglihatan itu adalah kenyataan yang satu, dan yang
tidak mengambil tempat.
142. Ananda:
143. Bapa
144. Ananda:
72
Tentu saja, Bapa, didalam keadaan tidur, dan bermimpi, aku
betul-betul melihat ”adanya” macan itu, dan aku betul-betul
mengalami sakit itu.
145. Bapa:
56
146. Ananda:
147. Bapa:
148. Ananda:
73
149. Bapa:
150. Ananda:
151. Bapa:
57
152. Ananda:
Tetapi, begitu aku bangun, dan bangkit dari tidurku, maka tahulah
aku, bahwa didalam keadaan tidur itu aku sama sekali tidak
sadar.
153. Bapa:
74
Ananda, kebanyakan manusia yang hidup didalam dunia benda
ini menyatakan dirinya sebagai sadar; padahal, sebetulnya
mereka itu tidak sadar.
154. Ananda:
75
segala hal yang mengambil tempat itu, sebetulnya tidak lain
hanyalah gagasan yang berkodrat khayalanpalsu, dan adalah
perwujudan dan gambar pikiran, yang timbul dari pikiran, dan
dilihat serta ditanggapi oleh pikiran itu sendiri.
155. Bapa:
Apakah yang dapat kau katakan tentang segala hal yang tampak
sebagai ada, berwujud, dan mengambil tempat itu, Ananda?
156. Ananda:
Oleh karena segala hal yang tampak sebagai ada, berwujud, dan
mengambil tempat itu tidak lain hanyalah berupa gagasan yang
berkodrat khayalan-palsu, dan hanya merupakan perwujudan
gambar-pikiran yang timbul dari pikiran itu sendiri, Bapa, maka
segala hal itu sebetulnya bukannya terlihat sebagai kenyataan,
melainkan terlihat dalam khayalan atau dikhayalkan.
157. Bapa:
Tetapi, Bapa, sampai saat ini aku masih belum dapat mengenali
akan apa atau siapakah sebetulnya aku sendiri ini, atau dengan
lain perkataan, aku belum dapat mengenal akan hakekat diriku!
77
3. HAKEKAT ”AKU” DAN KENYATAAN ESA
161. Bapa:
162. Ananda:
Dan oleh karena Pikiran Melihat itu adalah kenyataan yang tidak
mengambil tempat, maka dapat dipastikan, bahwa Pikiran Melihat
itu tidak mempunyai zat.
163. Bapa:
164. Ananda:
78
Segala sesuatu yang mempunyai bentuk dan rupa, Bapa, maka
pastilah ia mempunyai zat. Dan oleh karena Pikiran Melihat itu
hampa zat, maka dapat dipastikan, bahwa Pikiran Melihat itu
hampa bentuk dan hampa rupa.
165. Bapa:
166. Ananda:
167. Bapa:
168. Ananda:
169. Bapa:
Bagus, ananda!
170. Ananda:
Sudah cukup jelas, Bapa, bahwa pikiran melihat itu adalah hampa
zat, hampa bentuk, dan hampa rupa. Karena demikian, maka
jelas pula, bahwa pikiran melihat itu bukan perorangan (non
personal) yang berbeda-beda, dan tidak dapat dibeda-bedakan
menurut ciri-ciri perorangan.
171. Bapa:
172. Ananda:
80
Tidak Bapa, pikiran melihat atau pengelihatan itu tidak dapat
dinyatakan sebagai milik, tidak dapat dinyatakan sebagai
memiliki, dan tidak juga dapat dikatakan sebagai dimiliki, sebab
pikiran melihat itu adalah hampa perorangan dan hampa
pembedaan.
173. Bapa:
Nah, ananda, dari apa yang engkau teliti dengan cermat melalui
akal sehat yang telah dipuncakkan itu maka ternyata, bahwa
pikiran melihat, atau pikiran, atau pengelihatan itu adalah hampa
pembedaan. Ini artinya ialah, bahwa pikiran melihat itu adalah
Kenyataan Tunggal, atau Kenyataan Esa, yaitu kenyataan satu-
satunya, yang tiada kenyataan yang lain, kecuali yang
satusatunya itu.
174. Ananda:
175. Bapa:
Bagus!
176. Ananda:
Aku tahu, Bapa, bahwa pikiran melihat itu melihat, sedangkan aku
sendiri ini menyadari, bahwa aku sendiri ini melihat. Kalau
demikian halnya Bapa, maka kiranya tidak dapat disangsikan lagi,
bahwasanya aku sendiri (my self) ini tidak lain adalah pikiran
melihat, atau pikiran, atau pengelihatan itu sendiri.
177. Bapa:
Dan oleh karena pikiran melihat itu adalah Kenyataan Esa, maka
tidak dapat disangsikan lagi, ananda, bahwa engkau sendiri itu
adalah Kenyataan Esa itu sendiri, yaitu engkau sendiri yang
82
hampa ciri-ciri perorangan, dan hampa pembedaan, dan yang
disebut dengan nama: ”AKU”!
Jadi, ananda, ”AKU” itu adalah nama dari Kenyataan Esa, dan
bukannya penamaan bagi perorangan seperti misalnya Amat,
Badu, Polan dan sebagainya itu. Singkatnya, ”AKU” adalah
Kenyataan Esa!
178. Ananda:
83
4. BENAR DAN KELIRU
179. Bapa:
180. Ananda:
Pikiran, itu adalah Kenyataan yang hampa zat, Bapa! Dan oleh
karena hampa zat, maka pikiran itu bukanlah keadaan. Dan apa
yang bukan keadaan itu tidak dapat dinyatakan sebagai ”ada”
atau ”tidak ada”.
84
Kalau demikian halnya Bapa, maka ternyata bahwa pikiran itu
tidak dapat dinyatakan sebagai sumber asal mula dan pencipta
daripada dunia benda ini.
181. Bapa:
Pikiran, sebagai Kenyataan Esa yang hampa zat, itu tidak dapat
dinyatakan sebagai ”ada” atau ”tiada”, dan demikian pula, pikiran
itu tidak dapat dinyatakan sebagai sumber asal mula dan
pencipta daripada dunia benda ini.
182. Ananda:
183. Bapa:
184. Ananda:
185. Bapa:
85
Nah, sekarang aku bertanya kepadamu ananda! Apakah yang
dapat kau katakan tentang bayangan yang ada dan berwujud di
dalam cermin itu ananda? Apakah bayangan itu diciptakan atau
dijadikan olehmu ataukah bayangan itu terlihat olehmu?
186. Ananda:
187. Bapa:
Bagus!
Apa yang ada dan berwujud itu hanyalah terlihat atau terbayang
seperti demikian itu oleh sebab kodrat daripada cermin itu.
86
pikiran itu sendiri, dan tidak ada kenyataan apapun diluar pikiran
itu sendiri.
188. Ananda;
189. Bapa:
87
Pencipta”!, dan berbeda-beda serta dibeda-bedakan menurut
banyaknya dan macamnya seolah-olah bendabenda, orang-
orang, dan objek-objek itu adalah kenyataan-kenyataan yang
sungguh-sungguh, dan berada diluar pikiran itu sendiri.
190. Ananda:
191. Bapa:
192. Ananda:
88
Sudah, sudah cukup jelas, Bapa!
193. Bapa:
Dan kekeliruan ini timbul oleh sebab ketidak tahuan, yaitu tidak
tahu akan asas kenyataan, bahwasanya segala apa yang ada
dan berwujud itu sebetulnya bukan kenyataan apa-apa kecuali
perwujudan gambar pikiran, yang timbul dari pikiran, dan dilihat
serta ditanggapi oleh pikiran itu sendiri.
194. Ananda:
195. Bapa.
196. Ananda
197. Bapa
198. Ananda
199. Bapa
200. Ananda
92
didalam kehidupan dunia-keadaan ini. Sudikah Bapa
menerangkan, apakah kiranya yang menjadi sebab-
musababnya?
201. Bapa
202. Ananda
203. Bapa
204. Ananda
205. Bapa
93
Ananda, mengertikah engkau, bahwa nasi itu sebetulnya lebih
menyehatkan daripada singkong?
72
206. Ananda
207. Bapa
208. Ananda
209. Bapa
94
Dari pengalaman dan penghayatanmu itu sendiri, Ananda,
engkau telah dapat mengenali, bahwa kebiasaan itu ternyata
mempunyai kekuatan untuk mengalahkan PENGERTIAN.
210. Ananda
211. Bapa
95
khayal, kebiasaan tanggapan, dan kemelekatan pikiran kepada
khayalan palsu.
212. Ananda:
96
Tampaknya dunia benda yang serba gerak dan berubah ini telah
banyak menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, karena
tidak dikenali dengan cara yang benar akan apa sebetulnya dunia
keadaan ini, dan bagaimanakah sebab musabab timbulnya.
97
5. HUBUNGAN SALING BERGANTUNG DAN TATA SUSUNAN
PIKIRAN
213. Bapa:
214. Ananda:
Dan oleh karena Pikiran dan perwujudannya itu adalah Pikiran itu
sendiri, Bapa, maka diantara Pikiran dan perwujudannya itu tidak
ada hubungan ”sebab” dan ”akibat”.
215. Bapa:
98
Tepat, dan benar sekali jawabanmu, ananda! Pikiran dan
perwujudannya itu tidak mempunyai hubungan sebagai ”sebab”
dan ”akibat”. Nah, kalau demikian itu halnya, ananda, maka
bagaimanakah pendapatmu tentang ”sebab” dan ”akibat” itu?
216. Ananda:
217. Bapa:
99
Ananda, oleh sebab kemelekatan pikiran kepada kebiasaan,
menanggapi pembedaan-pembedaan khayal mengenai sebab-
sebab, rupa, dan nama-nama, maka duania keadaan ini lalu
tampak seolah-olah sebagai terdiri dari bendabenda, orang-
orang, dan obyek-obyek yang mempunyai zat sendiri
(selfsubstance) dan kkodrat sendiri (self nature). Dikatakan
sebagai mempunyai tempat, dan dikatakan sebagai mempunyai
kodrat sendiri, karena mereka itu tampak sebagai bergerak-gerak
dan berubah sendiri.
218. Ananda:
219. Bapa:
100
Nama-nama itu, ananda, dikhayalkan sebgai kenyataan-
kenyataan yang seolaholah ”memiliki” rupa dan zat sendiri,
sehingga seseorang lalu berkata: ”Jikalau demikian itu namanya,
maka begitu itulah bendanya, tidak bisa lain!”
220. Ananda:
221. Bapa:
101
memastikan, bahwa gerak perubahan itu timbul dari adanya
sebab dan syarat, dan yang tunduk kepada Hukum Sebab Akibat.
Karena tidak dapat mengenali, bahwa soal ”ada” dan ”tidak ada”,
”terjadi” dan ”tidak terjadi” itu adalah hal-hal khayal yang timbul
dari pembedaan-pembedaan yang dilakukan oleh pikiran
terhadap perwujudannya sendiri sebagai sebab musababnya.
102
Tegasnya, ananda, gerak perubahan itu sebetulnya bukan
kenyataan apaapa, kecuali perwujudan (manufestasi) daripada
pembedaan-pembedaan khayal yang dilakukan oleh pikiran
terhadap perwujudannya sendiri.
222. Ananda:
223. Bapa:
103
kenyataankenyataan rupa dan nama yang berada diluar pikiran
dan mempunyai zat sendiri dan kodrat sendiri.
SISTEM PIKIRAN.
Jadi jelas, ananda, bahwa dunia benda ini ada dan berwujud
bukanlah oleh sebab diciptakan atau dijadikan oleh ”Sang
Pencipta” ataupun ”Sang Pikiran”, tidak, tidak demikian! Dunia
benda ini ada dan berwujud hanyalah olehsebab kemelekatan
pikiran kepada kebiasaan menanggapi pembedaanpembedaan
khayal..
224. Ananda:
104
225. Bapa:
226. Ananda:
227. Bapa:
228. Ananda:
106
229. Bapa:
Bagus!
230. Ananda:
Cukup jelas, Bapa! Dunia benda ini ada dan berwujud bukan
sebagai ciptaan ataupun sebagai kejadian, melainkan dunia
benda ini ada dan berwujud oleh sebab proses berpikir
perorangan yang tersalur melalui tata susunan pikiran, dan yang
107
bersumber dari ketidak tahuan, pembedaan khayal, kebiasaan
tanggapan, dan kemelekatan.
231. Bapa:
Putusan atas arti dan nilai ”baik” atau ”buruk:nya berbagai bentuk
dan rupa itu, Ananda, dipegang teguh dan dikukuhi oleh perasaan
pikiran sebagai kenyataan yang memang harus begitu, dan tidak
bisa lain, da akhirnya menjadi kebiasaan tanggapan.
232. Ananda:
110
Bapa, diantara apa yang dinamakan keadaan lahiriah dan
keadaan bathiniah terdapat suatu hubungan saling bersyarat dan
saling bergantung.
233. Bapa:
Bagus!
111
Tetapi itu semua adalah bergantung kepada ketidak tahuan,
pembedaanpembedaan khayal, kebiasaan tanggapan, dan
kemelekatan pikiran kepada rupa dan nama.
234. Ananda:
235. Bapa:
236. Ananda:
237. Bapa:
113
Nah, setelah engkai mengenali akan apakah sebetulnya sikap-
sikap, perbuatanperbuatan, dan kata-kata itu, Ananda, maka
semestinya engkau tidak perlu menderita lagi.
238. Ananda:
114
6. PENDERITAAN DAN KEBAHAGIAAN
239. Bapa:
240. Ananda:
Kedua-duanya, Bapa!
241. Bapa:
242. Ananda:
243. Bapa:
244. Ananda:
116
bukankah itu akan berarti suatu kematian? Dan jikalau seseorang
itu sudah mati, bagaimanakah kebahagiaan itu dapat
dirasakannya?
245. Bapa:
246. Ananda:
247. Bapa:
Bagus!
248. Ananda:
249. Bapa:
250. Ananda:
251. Bapa:
119
Menghentikan penderitaan itu bukanlah ”berbelok” dan memasuki
jalan mencari kesenangan-kesenangan rupa dan nama dengan
segala arti dan nilai-nilai ”baik” atau ”buruk” yang berkodrat
khayalan-palsu itu.
252. Ananda:
253. Bapa:
92
254. Ananda:
255. Bapa:
120
Dan sebaliknya, Ananda, jikalau engkau hendak berusaha
mencari kebahagiaan, bukankah itu suatu tanda yang
menunjukkan bahwasanya engkau belum memperoleh
kebahagiaan?
256. Ananda:
257. Bapa:
258. Ananda:
259. Bapa:
260. Anada:
261. Bapa:
122
Jadi, Ananda, jikalau engkau hendak menghentikan penderitaan
didalam kehidupan dunia ini, maka pertama-tama engkau harus
mempunyai pengertian yang benar, tegas, dan jelas tentang hal
ikhwalnya tiga hal, yaitu: pertama,
262. Ananda:
123
Apa yang ada dan berwujud itu, baik yang lahiriah, maupun yang
bathiniah, itu semua bukan kenyataan apa-apa, kecuali
perwujudan gambar pikiran yang timbul dari pikiran, dan dilihat
serta ditanggapi oleh pikiran itu sendiri. Atau dengan lain
perkataan dapat dinyatakan, bahwa segala apa yang ada dan
berwujud itu sebetulnya bukan kenyataan apa-apa, kecuali
perwujudan bayangan ku yang timbul daripada-ku, dan terlihat
olehku sendiri.
263. Bapa:
124
264. Ananda:
Tata susunan pikiran itu, Bapa, yang dapat dicirikan secara khas
sebagai pembentuk proses perorangan, melakukan kegiatannya
berlandaskan pembedaan-pembedaan, kebiasaan tanggapan,
dan kemelekatan kepada rupa dan nama yang diberi arti dan
nilai-nilai yang serba dua.
265. Bapa:
266. Ananda:
126
7. HIDUP DAN MATI
267. Bapa:
268. Ananda:
”Tubuh” itu ada dan terwujud, Bapa, dan oleh karena itu, ”tubuh”
tergolong sebagai kebenaran rupa dan nama. Sebagaimana
kebenaran rupa dan nama yang berkodrat khayalan palsu, Bapa,
maka ”tubuh” itu bukan kenyataan apa apa, kecuali perwujudan
gambar-pikiran yang timbul dari pikiran,dan dilihat setaditanggapi
oleh pikiran itu sendiri.
269. Bapa:
270. Ananda:
271. Bapa:
127
Tetapi, Ananda, menurt fakta duniawi, bukankah ”tubuh” itu dapat
rusak dan hancur? Bagaimanakah keteranganmu tentang hal itu,
Ananda?
272. Ananda:
Benar, Bapa, menurut fakta duniawi ”tubuh” itu dapat rusak dan
hancur. Tetapi, Bapa, apa yant terlihat sebagai ”rusak” dan
”hancur” itu sebetulnya tidak lain adalah gerak perubahan;
sedangkan gerak perubahan itu sendiri sebetulnya bukanlah
kenyataan apa-apa, kecuali pencerminan yang menerangkan
sendiri tentang timbul dan tenggelamnya pergantian-pergantian
gagasan pikiran yang timbul dari pikiran itu sendiri oleh sebab
pembedaan-pembadaan khayal.
273. Bapa:
129
”jiwa” atau ”sukma” seperti itu dapat aku terima sebagai
Kenyataan.
276. Bapa:
276. Ananda:
277. Bapa:
278. Ananda:
130
Karena ”tubuh” itu hanyalah gagasan pikiran yang timbul dari
pikiran itu sendiri, Bapa, tentunya ”tubuh” itu bukan suatu tempat,
dan bukan pula sesuatu yang memerlukan tempat.
279. Bapa:
100
280. Ananda:
Kalau begitu jelas, Bapa, bahawa ”jiwa atau ”sukma” itu bukanlah
kenyataan yang :pernha datang kepada ” tubuh” atau pergi
meninggalkan ”tubuh”.
Datang dan perginya ”Jiwa” atau ”sukma” itu tidak lain hanyalah
gagasan pikiran yang timbul dari kemelekatan pikiran kepada
ruap, nama, dan kodrat sendiri.
281. Bapa:
Jadi, Ananda, selama tata susunan pikira itu belum terhenti, maka
disitu akan selalu terdapat kesadaran ”aku pribadi”; dan selama
masih terdapat kesadaran ”aku pribadi”, maka disitu manusia
hidup dalam dunia gambaran khayal yang kodratnya bagaikan
tidur bermimpi, dan tidak dapat merealisasi sendiri sadar terang.
132
esa); dan dalam kesadaran esa, manusia hidup dalam realisasi
kebagkitan dan sadar terang.
282. Ananda:
Mengertilah aku sekarang, Bapa, bahwa soal mati dan hidup itu
bukanlah soal pembedaan-pembedaan rupa dan nama,
melainkan soal realisasi sadar terang.
Tidak sadar terang itu artinya tidak tahu mana yang kenyataan,
dan mana yang bukan kenyataan; tidak tahu mana yang
kenyataan dan manya yang bukan kenyataan itu artinya tidak
tahu apa-aoa; dan tidak tahu apa-apa itulah pikiran ”tertidur” dan
”mimpi” atau mati.
283. Bapa:
284. Ananda
134
8. JALAN KEBANGKITAN DAN USAHA PENYELAMAN-SENDIRI
285. Bapa:
286. Ananda:
287. Bapa:
288. Ananda:
289. Bapa:
Benar, Ananda!
136
dan tidak bergantung kepada apa atau siapapun; arti tidak
bergantung kepada kata-kata dan nama-nama yang digunakan.
290. Ananda:
291. Bapa:
137
Singkatnya, Ananda, kata-kata dan nama-nama itu adalah
kebenaran rupa yang kodratnya khayalan palsu, dan timbul
dibawah syarat pembedaan-pembedaan khayal.
292. Ananda:
293. Bapa:
138
Kata-kata, Ananda, hanyalah bagaikan papan penunjuk jalan
yang menunjukkan kiblat (arah), kearah mana seharusnya
engkau menghadapkan perhatianmu dan kemudia berjalan agar
supaya engkau mengerti dan tidak tersesat jalan. Tetapi, Ananda,
untuk dapat mencapai dan menemukan tujuanmu, maka engkau
harus berusaha sendiri untuk berjalan sendiri menempuh jalan itu.
294. Ananda:
295. Bapa:
296. Ananda:
297. Bapa:
140
kenyataan apa-apa, kecuali wujudan pikiran yang timbul dari
pikiran, dan dilihat oleh pikiran itu sendiri, maka disitu dikatakan,
bahwa engkau sudah dapat mencapai Pengertian - Benar.
Mencapai pengertian benar itu, Ananda, dapat diperumpamakan
sebagai seseorang yang ”terbangun” dari tidur dan impiannya.
141
bahwa kepribadian aku dan dunia lahiriah sekitarnya itu bukan
kenyataan apa-apa, namun karena begitu kuatnya
kemelekatannya kepada kebiasaannya menanggapi rupa dan
nama sebagai banyaknya dan macamnya kenyataan-kenyataan
yang diperlukan dan dibutuhkan didalam kehidupan ini, maka ia
tidak mempunyai cukup kekuatan kemauan untuk segera
”bangkit” dan berjalan merealisasi sendiri Kenyataan untuk
segera ”bangkit” dan berjalan merealisasi sendiri Kenyataan
Sadar Terang.
298. Ananda:
299. Bapa:
300. Ananda:
144
Menurut faktanya, Bapa, pengertian benar itu dicapai oelh
seseorang dengan melalui batuan orang lain berupa petunjuk dan
ajaran. Tetapi, mengapakah lalu dikatakan, bahwa kebangkitan
dan sadar terang itu tidak dapat dicapai melalui ajaran?
145
9. SISWA, GURU, DAN AJARAN
301. Bapa:
Ananda, ajaran dari seorang guru itu perlu bagi seseorang yang
membutuhkan pengertian, dan karena membutuhkan pengertian,
maka seseorang lalu bertanya. Jadi, bertanya, itu adalah ”tanda”
bagi seseorang yang membutuhkan pengertian. Tetapi, didalam
hubungannya dengan kebangkitan dan sadar terang, Ananda,
yang diperlukan oleh seseorang bukanlah pengertian arti kata-
kata atau pengertian harfiah (literal meaning), melainkan
pengertian benar, yaitu mengerti, bahwa segala apa yang ada
dan berwujud itu sebetulnya bukan kenyataan apaapa, kecuali
perwujudan gambar pikiran yang timbul dari pikiran, dan dilihat
serta ditanggapi oleh pikiran itu sendiri.
146
Begitu pulalah halnya dengan kebangkitan dan sadar terangnitu,
Ananda!
302. Ananda:
303. Bapa:
Bagus!
304. Ananda:
305. Bapa:
Bagus!
148
306. Ananda:
307. Bapa:
308. Ananda:
309. Bapa:
310. Ananda:
311. Bapa:
150
Ananda, setelah seseorang mencapai pengertian benar, maka
mulailah ia mengerti dengan sungguh-sungguh, bahwa ”diri”-nya
sendiri itu sebetulnya bukanlah kenyataan perorangan yang
mempunyai rupa dan nama, tetapi ia itu adalah pikiran berpikir
dalam kodratnya yang benar, yaitu pikiran berpikir benar.
151
banyak berkata-kata dan berbicara tentang ajaran mengenai
pengertian benar. Dan celakannya, Ananda, meskipun ia sangat
fasih berkata-kata dan berbicara tentang pengertian benar, namu
pikirannya tetap melekat kepada kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingankepentingan dunia rupa dan nama yang berkodrat
perorangan.
312. Ananda:
313. Bapa:
314. Ananda:
153
BAB III
315. Bapa:
154
Ananda, ketika naluri sadar terang sudah diselami sendiri didalam
kodrat yang sejati, maka Siswa Sejati bukanlah lalu berdiam diri
dan menganggur, melainkan didalam kodratnya yang baru
sebagai Guru Sejati ia bahkan lebih giat mengambil peranan
didalam membagi-bagikan jasanya kepada seluruh umat manusia
supaya mereka dapat ikut serta menikmati pembebasan dan
kebahagiaan yang akan melepaskan mereka dari belenggu
penderitaan.
316. Ananda:
317. Bapa:
318. Ananda:
319. Bapa:
157
dan apa yang bisa terjadi; dan apa yang ditetapkannya itu tak
dapat diperkirakan terlebih dahulu (upredictable).
159
Pikiran yang sempurna tidak lain adalah Pikiran Melihat, yaitu
Pikiran Sadar Terang yang dicirikan dengan berbagai sebutan
seperti Guru Sejati atau Dalang Jagad itu!
320. Ananda:
160
2. DISIPLIN DAN PENCAPAIAN PENYELAMAN DIRI
321. Bapa:
Ke-1. Bahwa segala hal yang ada dan berwujud itu sebetulnya
bukan kenyataan apa-apa, kecuali perwujudan pikiran yang
timbul dari pikiran dan dilihat oleh pikiran itu sendiri;
Ke-2. Bahwa segala hal yang ada dan berwujud itu pada
hakekatnya hampa zat, hampa kelahiran, hampa ego, dan hampa
kodrat sendiri;
322. Ananda:
163
Dan sesudah tiga syarat tersebut dipenuhi, Bapa, maka
bagaimanakah kiranya keadaan seorang siswa yang telah
mencapai keadaan penyelaman diri itu?
323. Bapa:
Sementara itu, Ananda, kasih sayang yang tak terbalas dan tak
bersyarat sebagai ciri khas didalam keadaan penyelaman diri lalu
muncul didalam bathinnya, yang kemudian diikuti oleh suatu
tekad yang bulat, yang merupakan ikrar dan janji didalam
kodratnya sendiri untuk memashurkan dan menyampaikan
kebenaran pengetahuan luhur kepada umat manusia, supaya
mereka dapat memasuki jalan pembebasan yang akan
membawanya kearah pelepasan penderitaan mereka.
324. Ananda:
325. Bapa:
165
Dengan kata lain, Ananda, “pembalikan” itu terjadi pada saat
seseorang siswa berada dalam keadaan perenungan memusat.
Dan didalam keadaan perenungan memusat itu, Ananda, pikiran
untuk sementara melepaskan pemikiran-pemikiran tentan dunia
lahiriah, sehingga keadaan menjadi tenang, dan tidak bergejolak
ileh sebab keinginan-keinginan akan kepentingan-kepentingan
perorangan.
326. Ananda:
327. Bapa:
167
Tetapi, Ananda, berhentinya fungsi berpikir yang menimbulkan
pengalaman penghayatan tentang berhentinya kemelekatan dan
pembedaan-pembedaan itu bukanlah merupakan tujuan didalam
mencapai penyelamatan diri yang sempurna. Meskipun
seseorang siswa telah pernah mengalami penghayatan tentang
berhentinya kemelekatan dan pembedaan-pembedaan melalui
penghentian fungsi berpikir, namun hal itu belumlah berarti,
bahwa siswa tersebut telah bebas sama sekali dari kemelekatan
dan pembedaan-pembedaan.
328. Ananda:
168
Sedangkan untuk menghentikan kemelekatan kepada kebiasaan
melakukan pembedaan-pembedaan khayal itu direalisasi dengan
melalui dua macam disiplin yang berlandaskan pengertian benar,
yaitu disiplin kehidupan benar dan disiplin perenungan memusat
(concentrative meditation).
329. Bapa:
169
nya itu akan dibawanya didalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, maka pelaksanaan disiplin kehidupan benar akan
menjadi lebih mantap, karena disangga oleh kesan kesadaran
yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan kembali dengan mudah.
330. Ananda:
170
supaya ia dapat memasuki kodrat penyelaman diri yang
sempurna dan penuh?
331. Bapa:
332. Ananda:
171
3. BUAH HASIL PENYELAMAN DIRI
333. Bapa:
Dan dengan menginsyafi, bahwa dunia rupa dan nama ini adalah
impiannya sendiri yang telah berlalu, maka ia tidak lagi berusaha
secara pereorangan untuk mencari penyesuaian diri dengan
gerak kehidupan duniawi ini; dan ia juga tidak memandang dunia
rupa dan nama ini sebagai banyaknya dan macamnya hal yang
harus diberi nilai dan penilaian baik ataupun buruk, enak ataupun
menyakitkan.
172
didalam menggenapkan pekerjaan mereka yang tidak dapat di
mengertinya.
173
yang berada didalam keadaan penyelaman diri yang sempurna
dan penuh.
334. Ananda:
174
memperbanyak perwujudan ditempat yang berbeda pada saat
yang sama, dan menembusi kesadaran diseluruh alam.
335. Bapa:
336. Ananda:
337. Bapa:
338. Ananda:
339. Bapa:
340. Ananda:
178
Bapa, dalam hal yang bagaimanakah seseorang siswa
Pengetahuan Luhur memasuki kepribadian bathin tingkat yang
kedua, dan bagaiman pula kodratnya?
341. Bapa:
179
Ananda, kepribadian Bathin tingkat yang keduda adalah
merupakan tubuh, dan kecerdasan Bathin Luhur daripada Pikiran
Menunggal merupakan darah daripada Sang Suci, Sang Guru
Jagad yang kau nanti-nantikan kedatangannya. Jangan salah
paham, Ananda, Sang Suci atau Sang Guru Jagad itu bukan
datang kepadamu sebagai perorangan, dan bukannya harus di
tunggu kedatangannya sebagai perorangan! Sang Guru Jagad itu
datang, jikalau engkau sendiri mau berusaha untuk merealisasi
sendiri kodratnya dengan penyerahan diri mutlak dan
kepercayaan penuh kepadanya, yaitu makan tubuhnya dan
minum darahnya.
Artinya, Sang Guru Jagad itu akan identik dengan engkau sendiri,
jikalau engkau sendiri telah merealisasi sendiri kepribadian bathin
tingkat yang kedua, dan engkau sendiri telah menerima
Kecerdasan Bathin Luhur daripada Pikiran Semesta.
342. Ananda:
343 Bapa:
344. Ananda:
345. Bapa:
==========
SELESAI
==========
182