Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANUSIA DAN TUJUAN HIDUPNYA DALAM PANDANGAN


FILSAFAT PENDIDIKAN















Oleh :
Hasnawati
Sahabudin
Nur Azikin






TARBIYAH
STIT IBNU KHALDUN NUNUKAN
NUNUKAN
2014
i

MAKALAH
MANUSIA DAN TUJUAN HIDUPNYA DALAM PANDANGAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
















Oleh :
Hasnawati
Sahabudin
Nur Azikin







TARBIYAH
STIT IBNU KHALDUN NUNUKAN
NUNUKAN
2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayat-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat melakukan aktivitas kita
sehari-hari. Syalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari alam gelap gulita menuju alam
yang terang menderang sekarang ini.

Dalam hal ini penulis mengutarakan sedikit tentang Manusia dan Tujuan
Hidupnya dalam Pandangan Filsafat Pendidikan yang akan penulis terangkan dalam
Makalah ini. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, ide dan kesempatan
untuk memberikan arahannya dalam penyusunan makalah ini.

2. Kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penulisan
makalah ini, serta kedua orang tua yang selalu mendoakan penulis dengan penuh
rasa sayang.

Pada makalah ini, mungkin masih terdapat kekeliruan dan kesalahan baik berupa
tulisan, huruf dan penempatan kata-kata yang kurang tepat. Dengan itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bisa memberi motivasi yang dapat membangun
kepada penulis supaya penulis dapat mengetahui letak kesalahan dalam penulisan
makalah ini.


Sebatik, 30 April 2014



Penulis

iii

DAFTAR ISI



SAMPUL
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 4
A. Pengertian Filsafat Pendidikan .......................................................................... 4
B. Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan ............................................. 5
C. Sudut Pandang Asal Mula dan Tujuan Hidup Manusia ................................. 7
D. Konsep Filosofis Pendidikan ............................................................................. 8
E. Hubungan Antara Filsafat, Pendidikan dan Manusia ..................................... 9

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 11
KESIMPULAN ............................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12








iv






























1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masih ada upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara
memahami macam-macam pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk
ciptaan lain-Nya dimuka bumi ini. Hali ini disebabkan manusia memiliki akal dan
fikiran (rasio), sehingga ia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
berbudaya. Kemampuan mengembangkan diri itu dilakukan manusia melalui
interaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Filsafat adalah salah satu jenis pengetahuan manusia, yaitu pengetahuan
filsafat. Akan tetapi apa itu pengetahuan? Pengetahuan ialah keadaan tahu atau
pengetahuan ialah semua yang diketahui. Pernyataan ini bukan definisi pengetahuan,
tetapi sekedar menunjukan apa kira-kira pengetahuan. Manusia ingin tahu, lantas ia
akan mencari dan memperoleh pengetahuan. Nah, yang diperolehnya itulah yang
bisa dikatakan dengan pengetahuan. Pengetahuan ialah semua yang diketahui.
Sebagai contoh, seseorang ingin mengetahui jika jeruk ditanam, apa buahnya.
Kemudian ia menanam bibit jeruk. Ia dapat melihat buahnya adalah jeruk. Jadi
tahulah dia bahwa jeruk berbuah jeruk. Pada dasarnya, pengetahuan jenis inilah yang
disebut dengan pengetahuan sains. Sebenarnya pengetahuan sains tidak sesederhana
itu. Pengetahuan sains harus menggunakan logika juga. Pengetahuan sains ialah
pengetahuan yang logis dan didukung oleh bukti empiris (bukti nyata). Dalam
bentuknya yang telah baku, pengetahuan sains itu
memilikipradigma dan metode tertentu. Pradigmanya bisa disebut pradigma positif
dan metodenya bisa disebut metode ilmiah. Formula utama dalam pengetahuan sains
ialah buktikan bahwa itu logis dan tunjukan bukti empirisnya. Adakalanya kita
menyaksikan ada bukti-bukti empiris, tetapi tidak logis. Yang seperti ini bukan
pengetahuan sains (pengetahuan ilmiah). Misalnya, bila ada gerhana pukullah
kentongan, maka gerhana itu akan segera menghilang. Itu suatu pengetahuan dan
dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila ada gerhana pukullah kentongan
maka lama kelamaan gerhana itu akan hilang. Terbukti. Akan tetapi, itu bukan
pengetahuan ilmiah sebab tidak ada bukti logis yang dapat menghubungkan
2

berhentinya gerhana dengan kentongan yang dipukul. Pengetahuan begini mungkin
bisa disebut dengan pengetahuan takhayul. Dari sini dapat juga kita ketahui bahwa
objek yang dapat diteliti oleh pengetahuan sains hanyalah objek empiris sebab ia
harus menghasilkan bukti empiris.
Mari kita kembali pada contoh tadi; jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini sudah
berguna bagi kehidupan. Berguna bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi
seluruh manusia. Akan tetapi, ada orang yang ingin mengetahui lebih. Misalnya,
untuk menjawab pertanyaan ini peneliti tidak dapat lagi dilakukan pada objek yang
empiris karena objek tersebut tidak ada pada bibit atau pohon jeruk. Akan tetapi jika
kita ingin tahu jawabannnya, kita harus berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh.
Yang dipikirkan memang jeruk, tetapi bukan jeruk yang empiris. Jika dipikir secara
serius, maka muncullah jawaban: jeruk berbuah jeruk karena ada aturan atau hokum
yang mengatur agar jeruk berbuah jeruk. Para ahli menyebutnya
hokum gene. Hukum ini tidak kelihatan, tidak empiris, tetapi akal mengatakan
bahwa hukum itu ada. Jeruk berbuah jeruk karena ada aturan yang mengaturnya
demikian. Ini adalah pengetahuan filsafat. Kebenarannya hanya bisa dipertanggung
jawabkan secara logis, tidak secara empiris. Pradigmanya logis, metodenya fikir.
Pengetahuan filsafat masih dapat maju selangkah lagi. siapa yang membuat hokum
itu tadi? Pikiran masih dapat menjawab, yang membuat hokum itu pasti yang
mahapintar, orang menyebutnya tuhan, dan pengetahuan ini masih pengetahuan
filsafat.
Ada segelintir orang yang nekat, masih ingin tahu siapa tuhan itu, bahkan
ingin melihatnya. Bagian ini sudah tidak bisa lagi dijangkau dengan menggunakan
akal logis, apalagi dengan menggunakan indera empiris. Bagian ini mungkin masih
bisa diketahui dengan menggunakan rasa. Bergson mengatakan bahwa rasa itu
intuisi; Kant mengatakan bahwa rasa itu moral; Orang Sufi dalam islam
menyebutnya dzauq, qalb, dan kadang-kadang dlamir. Pengetahuan jenis ini
memang aneh, pradigmanya bisa disebut pradigma mistis dan metodenya bisa
disebut metode latihan. Pengetahuan ini bisa disebut pengetahuan mistik, yaitu
sejenis pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris dan tidak juga secara
logis. Orang-orang syiah senang menyebutnya dengan nana pengetahuan irfan, dari
sinilah istilah marifah itu diambil. Nah, sekarang kita dapat mengenali tiga macam
pengetahuan yang dimiliki manusia. Masing-masing jelas pradigmanya, metodenya
3

dan objeknya. Jadi jelas bedanya dan jelas kaplingnya. Kalau begitu, filsafat ialah
sejenis pengetahuan yang diperoleh dengan cara berfikir logis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian filsafat pendidikan?
2. Apa latar belakang munculnya filsafat pendidikan?
3. Hubungan manusia dan tujuan hidupnya dalam pandangan filsafat pendidikan?
4. Apa saja ruang lingkup filsafat pendidikan?
5. Bagaimana konsep filosofis mengenai pendidikan?
6. Apa peran filsafat pendidikan dalam tujuan hidup manusia?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
Dengan mengetahui filsafat pendidikan, kita akan mengetahui dan memahami
pengertian filsafat pendidikan, ruang lingkup, serta peranan filsafat pendidikan
dalam tujuan hidup manusia.


















4




BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Filsafat Pendidikan
Menetapkan suatu definisi nampaknya sulit untuk dilakukan. Kenapa? Karena
persoalannya bukan terletak pada saat bagaimana untuk mengemukakan definisi itu,
melainkan soal mau atau tidaknya orag menerima definisi kita itu, akan pahamkah
mereka dengan definisi yang kita jelaskan atau tidak? Ini adalah persoalan yang
tidak bisa dianggap sepele. Demikiab juga masalah filsafat, sulit sekali untuk
memberikan suatu batasan yang benar dan pasti tentang kata filsafat. Buktinya para
filsuf selalu berbeda-beda dalam mendefinisikan filsafat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari kata yunani yang
tersusun dari dua kata, philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat
(wisdom). Orang Arab memindahkan kata philosophia dari bahasa Yunani ke dalam
bahasa mereka dengan menyesuaikan, tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafah
dengan pola falala, falalah, dan filal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja
falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafatyang banyak terpakai dalam bahasa Indonesia,
menurut Prof. Dr. Harun Nasution bukan berasal dari bahasa Arab falsafah dan
bukan pula dari bahasa barat philosophy. Di sini dipertanyakan tentang apakah fil
diambil dari bahasa barat dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan
antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat.
Dari pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi filsafat sebagai
berikut:
- Pengetahuan tentang hikmah;
- Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
- Mencari kebenaran;
- Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah berpikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama)
dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.
5

Secara terminologis, filsafat mempunyai arti bermacam-macam, sebanyak
orang yang memberikan pengertian atau batasan. Gambaran yang lebih jelas
mengenai filsafat dapat disimak pada pendapat Titus:
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan
alam, biasanya diterima secara kritis.
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang kita junjung tinggi.
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
- Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti
kata dan konsep.
- Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya jawabannya oleh ahli-
ahli filsafat.

b. Latar belakang munculnya filsafat pendidikan
Adapun latar belakang munculnya filsafat pendidikan adalah :
1. Ajaran filsafat yang komperehnsif telah menempati status yang tinggi dalam
kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan Negara.
2. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlak yang tertinggi;
3. Eksistensi suatu bangsa adalah ideologi dan filsafat hidupnya, maka demi
mewariskan eksistensi tersebut jalan yang efektif adalah melalui PENDIDIKAN.
4. Tidak berbda dengan fungsi filsafat pendidikan adalah suatu bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama;
5. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah
untuk menjamin tujuan pendidikan yaitu: meningkatkan perkembangan sosial
budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan Negara.
6. Pada hakikatnya kehidupan mengndung unsur kehidupan karena adanya interaksi
dengan lingkungan, namun yang penting bagaimana peserta didik menyesuaikan
diri dan menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berinteraksi dengan
semua itu dan dengan siapapun.
7. Perkembangan iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin bagi
para pendidik (khususnya guru) mengajarkan semua fakta konsep kepada peserta
didik. Disamping tidak mungkin, mungkin juga tidak perlu karena kemampuan
6

manusia yang terbatas untuk menampung ilmu. Jalan keluarnya ialah peserta
didik dari dini dibiasakan bersikap selektif terhadap segala informasi yang
membanjirinya. Mereka harus belajar memiliki sikap mandiri.
8. Penemuan iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif, semua teori mungkin
tertolak dan gugur setelah ditemukan data baru yang sanggup membuktikan
kekeliuran teori tersebut. Sebagai akibatnya muncullah lagi teori baru yang pada
dasarnya kebenarannya juga bersifat relatif. Untuk menghadapi kondisi seperti itu
perlu ditanamkan sikap ilmiah kepada peserta didik seperti keberanian bertanya,
berpikir kritis, dan analisis dalam menemukan sebab-sebab, dan pemecahan
terhadap masalah.
9. Para ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh
konkret dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan
mengalami atau mempraktekkan sendiri.
10. Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya
tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam
diri peserta didik. Konsep di satu pihak dan nilai-nilai di lain pihak harus
disatupadukan, agar konsep keilmuan tidak mengarah pada intelektualisme yang
gersang tanpa diwarnai sifat manusiawi. Kemandirian dalam belajar membuka
kemungkinan terhadap lahirnya calon-calon insane pemikir yang manusiawi serta
menyatu dalam pribadi yng serasi dan berimbang.

c. Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat
manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan
pernyataan yang benar-benar tepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang
memang unik, antara manusia satu dengan manusia yang lain berbeda-beda. Bahkan
orang kembar identik sekali pun, mereka pasti memiliki perbedaan. Mulai dari fisik,
ideologi, pemahaman dan lain-lain. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum
tentu pas untuk diamati oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai
dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia dibumi.
1. Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi;
7

2. Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berfikir;
3. Manusia adalah Homo Lequen, artinya makhluk yang pandai menciptakan
bahasa dan menjelmakan pikiran dan perasaan dalam kata-kata yang
tersusun.
4. Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai
membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang
pandai membuat alat;
5. Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerja sama,
bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya;
6. Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada
prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.

d. Sudut pandang asal mula dan tujuan hidup manusia
Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan ini pasti mempunyai asal usul dan
tujuan keberadaannya, begitu juga manusia. Asal mula dan tujuan hidup manusia
merupakan substansi yang sulit dijelaskan. Karena akal manusia sangat terbatas
untuk mencapai pada substansi tersebut.
Pikiran manusia tidak mampu menjelaskan secara terperinci tentang substansi
asal mula tersebut. Meskipun demikian, pikiran manusia dapat dipastikan mampu
secara logis menyimpulkan dan menilai bahwa hakikat asala mula itu hanya ada satu,
bersifat universal, dan berada di dunia metafisis. Karena itu, bersifat absolut dan
tidak mengalami perubahan serta sebagai sumber yang ada.
Ketika manusia menyadari bahwa asal mula dan tujuan hidup hanya satu, bersifat
universal dan berada di dunia metafisis, maka pernyataan itu merujuk pada
keberadaan Tuhan. Dalam agama islam, manusia meyakini bahwa ia berasal dari
Allah SWT dan nantinya akan kembali kepada-Nya juga.
Akal pikiran manusia dapat memastikan bahwa kehidupan ini berawal dari causa
prima (Tuhan) dan pada akhirnya kembali kepada causa prima (Tuhan) pula.
Jadi, jika demikian adanya maka dalam islam setidaknya manusia mempunyai
beberapa tujuan. Tujuan manusia hidup paling sedikit ada empat macam; beribadah,
menjadi khalifah Allah di muka bumi (yang baik dan sukses tentunya), memperoleh
kesuksesan (kebaikan, kebahagiaan dan keberuntungan) di dunia dan akhirat, dan
mendapat ridho Allah.
8





e. Konsep filosofis pendidikan
Perkembangan dan perubahan dalam lapangan pendidikan menimbulkan
tantangan agar para pendidik mempunyai sikap tertentu yang telah bersendikan atas
pendirian tertentu pula. Untuk ini, yang ladzim dianut, menurut Theodor Brameld,
adalah kemungkinan-kemungkinan sikap seperti konservatif, bebas dan modifikatif,
regresif atau radikal rekonstruktif.
Beberapa sikap di atas dalam penjabarannya mengenai pendidikan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan
hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus.
b. Pendidikan adalah bukan hanya meyampaikan pengetahuan kepada anak didik
untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih
kemampuan berpikir dengan memberikan stimulasi-stimulasi. Yang dimaksud
dengan berpikir adalah penerapan cara-cara ilmiah seperti mengadakan analisa,
mengadakan pertimbangan, dan memilih diantara alternatif yang tersedia.
c. Semuanya ini diperlukan oleh pendidikan agar orang yang melaksanakan dapat
maju atau mengalami suatu progress. Dengan demikian orang akan dapat
berbuat sesuatu dengan inteligen dan mampu melakukan penyesuaian dan
penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan.
d. Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang
hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai
kepada manusia melalui sivilasidan yang telah teruji oleh waktu.
Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di
dalam gudang di luar ke jiwa anak didik. Ini berarti bahwa anak didik perlu
dilatih agar memiliki kemampuan absorbs yang tinggi.
e. Yang menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad
pertengahan, karena jiwa abad pertengahan merupakan jiwa yang menuntun
manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah ditentukan
secara rasional. Abad pertengahan dengan jiwanya itu telah dapat menemukan
adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar
pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan
evidens-evidensi diri sendiri.
f. Yang menghendaki agar anak didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk
secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan
perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu
9

pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini anak didik akan
tetap berada dalam suasana aman dan bebas.



g. Hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia
Manusia benar-benar merupakan makhluk yang unik. Manusia memiliki
berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll. Semua itu
bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia, sehingga disadari atau
tidak, manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik secara maksimal atau
tidak, dengan baik atau buruk. Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan
lingkungan yang mempengaruhinya.
Kaitannya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius,
manusia dapat menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka
dengan baik. Yaitu dengan pendidikan. Manusia mulaii sadar akan arti penting
pendidikan bagi kehidupan mereka.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan,
sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan adalah bagian suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu
tujuan.
Melihat pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan
dengan manusia itu sangat erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi
manusia, menuju manusia yang lebih baik, dan dapat mengembang tugas dari Allah
SWT.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan
kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus
mempersoalkan masalah pendidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin
hubungan kausalitas. Karena manusia, pendidikan mutlak ada ; dan karena
pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan subjek pendidikan, tapi juga sekaligus menjadi pedidikan
itu sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan
tanpa mengerti manusia. Berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa,
bagaimana, dan mengapa manusia di didik. Tanpa mengerti atas dibina, pendidikan
10

akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa
kodrat manusia.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas,
sosialitas dan moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui
pendidikan yang di arahkan kepada masing-masing esensia itu. Harga diri,
kepercayaan pada diri sendiri (self-respect, self-reliance, self confidence) rasa
tanggung jawab, dan sehingganya juga akan tumbuh dalam kepribadian manusia
melalui proses pendidikan.
Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan manusia secara singkat adalah
sebagai berikut ; filsafat digunakan untuk mencari hakekat manusia, sehingga
diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat tersebut
oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia. Sehingga dihasilkan manusia yang sejati, yang utuh
sebagaimana dititahkan oleh Allah SWT.




















11







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Apabila anda seorang mahasiswa tentunya anda telah mengikuti pendidikan
agama dan kuliah seorang dosen mungkin memberikan salah satu firman Tuhan yang
menyatakan bahwa Tuhan telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, laki dan
perempuan, negatif dan positif , pro dan kontra, thesa dan anti thesa, antara teori dan
praktek mungkin sampai relasi vertical dan horizontal.
Pengertian horizontal dan vertical ini dapat digunakan dalam berbagai bidang
kalau tidak di segala bidang dan cabang ilmu pengetahuan, sosiologi, psikologi politik,
organisasi kepemimpinan dan masih banyak lagi sampai pada cabang filsafat dan
pendidikan dan bahkan filsafat pendidikan.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horizontal, meluas ke samping,
yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan cabang yang lain yang
berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang
kehidupan, yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan
pengajaran. Seperti ilmu sosiologi pendidikan merupakan ilmu terapan, yaitu suatu
lapangan studi yang mempelajari sumber-sumber sosiologis terhadap problema-problema
pendidikan umpamnya, dan seterusnya yang masih banyak lagi.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau
pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Sebaliknya filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertical, naik ke atas atau turun ke
bawah, dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan,
sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat
pendidikan. Hubungan vertical antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat
penguasaan dan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang
sejenis.
12

Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu
terapan, adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan
pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
hidupdan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berprdikat pendidik
atau guru pada khususnya.


DAFTAR PUSTAKA

Situs Internet / Website :
http://shi-senhikari.blogspot.com/
http://www.slideshare.net/
http://husinalfirdaus.blogspot.com/
http://hengkikristiantoateng.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai