i
DAFTAR ISI
1 TUJUAN ........................................................................................................ 1
2 RUANG LINGKUP ......................................................................................... 1
3 DEFINISI DAN ISTILAH ................................................................................. 1
4 ACUAN .......................................................................................................... 5
5 TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG ...................................................... 5
6 URAIAN PROSEDUR .................................................................................... 6
6.1 Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran/ Tumpahan Oli/Minyak Trafo .............. 6
6.1.1 Alat Kerja Pengendali Ceceran/Tumpahan (Spill Control Kit) ......................... 6
6.1.2 Temuan adanya Tumpahan/Ceceran ............................................................. 7
6.1.3 Lokalisir Penyebaran (Containment) .............................................................. 7
6.1.4 Dokumentasi Kejadian .................................................................................... 9
6.2 Penanganan Ceceran Baru .......................................................................... 10
6.2.1 Delineasi Tanah Terkontaminasi Ceceran Baru Oli Trafo ............................. 10
6.3 Penanganan Ceceran Lama ........................................................................ 13
6.3.1 Tipe A: Tanah Terkontaminasi Telah Dikeruk .............................................. 13
6.3.2 Tipe B: Tanah terkontaminasi tidak dikeruk, namun areal sudah dicor beton
atau ditutupi paving block (atau material lain) .............................................. 15
6.3.3 Tipe C: Tanah terkontaminasi belum dikeruk dan belum ditutup paving block
atau di cor beton .......................................................................................... 16
LAMPIRAN
Pedoman ini disusun mengingat adanya ceceran minyak/oli trafo di sejumlah gudang, baik
ceceran yang terjadi di masa lalu, maupun ceceran/tumpahan yang baru terjadi. Ceceran
atau tumpahan minyak/oli trafo terjadi antara lain:
a) Saat pengurasan minyak/oli dari dalam unit trafo, dimana minyak/oli yang tercecer ke
luar wadah yang disediakan;
b) Saat pengisian atau penggantian minyak/oli trafo, atau pemindahan minyak/oli trafo dari
satu wadah ke wadah lain;
c) Dengan berjalannya waktu, unit trafo bekas mengalami degradasi, sehingga residu
minyak/oli mengalir ke luar. Risiko ceceran jenis ini besar untuk trafo yang disimpan di
luar (tidak di bawah atap) dan/atau tidak tertata rapih (sehingga sulit untuk dipantau
kondisi masing-masing trafo).
1.1. Pedoman dalam penanganan ceceran oli/minyak trafo di lingkungan gudang unit
transmisi dan distribusi;
1.2. Mencegah potensi pencemaran lingkungan akibat ceceran atau tumpahan oli/minyak
trafo tersebut.
2 RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup kegiatan:
a. Tanggap darurat untuk kejadian ceceran/tumpahan baru,
b. Penanganan ceceran/tumpahan lama melalui proses bioremediasi,
c. Pemantauan tanah terkontaminasi yang dibioremediasi.
Limbah
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Limbah B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Karakteristik limbah B3 meliputi:
mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, beracun melalui uji TCLP,
beracun melalui Uji Toksikologi LD50, beracun melalui uji total konsentrasi logam berat, dan
beracun melalui uji toksikologi sub-kronis.
Pengelolaan Limbah B3
Kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3.
Pengemasan Limbah B3
Kegiatan mengemas/memasukkan limbah B3 ke dalam wadah/kemasan yang diperuntukkan
untuk limbah B3 yang disesuaikan dengan sifat, karakteristik, dan jumlah/volume limbah B3
yang akan dikemas, sehingga limbah B3 dan kemasan yang digunakan saling cocok dan
dapat menjaga/mengamankan limbah B3 yang disimpan di dalamnya.
Penyimpanan Limbah B3
Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil limbah B3 dengan maksud
untuk menyimpan sementara limbah yang dihasilkannya.
Pengangkutan Limbah B3
Kegiatan pemindahan limbah B3 dari satu lokasi sumber limbah maupun dari lokasi
pengelolaan ke lokasi pengelolaan lainnya.
Simbol Limbah B3
Gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3 yang disesuaikan dengan ketentuannya
yang berlaku.
Label Limbah B3
Keterangan berbentuk tulisan mengenai limbah B3 yang berisi informasi mengenai:
penghasil limbah B3, alamat penghasil limbah B3, waktu pengemasan, jumlah, dan
karakteristik limbah B3.
TPS Limbah B3
Suatu tempat/lokasi yang digunakan sebagai tempat penyimpanan dan/atau pengumpulan
limbah B3 untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kategori limbah yang disimpan
(disesuaikan dengan peraturan yang berlaku), yang dalam pembangunannya mengikuti
ketentuan dan rancang bangun sebagai tempat penyimpanan limbah B3 yang diatur dalam
peraturan dan perundangan.
2
Pencemaran Lingkungan Hidup
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Oli transformator
Oli/minyak transformator atau biasa disebut oli trafo adalah cairan yang terdapat di dalam
transformator listrik. Cairan ini berbahan dasar hidrokarbon atau minyak (petroleum) (PP
101, 2014) yang terdiri dari campuran yang kompleks dari sekitar 2900 molekul paraffin,
naphten dan aromatic hidrokarbon yang mendominasi hingga sebesar 25%. Fungsi utama
oli trafo adalah sebagai cooling agent dan insulator (insulating oil).
Dalam sejarahnya, polychlorinated biphenyl (PCB) pernah dipakai di dalam oli trafo
mulai akhir 1920-an. Namun sejak pertengahan tahun 1970-an produksi PCB telah
dilarang di seluruh dunia, secara otomatis termasuk penggunaannya di dalam oli trafo,
karena dampak negatif PCB terhadap lingkungan yang cukup serius, bersifat
karsinogenik, dan sukar dikendalikan di alam (dikenal sebagai persistent organic
pollutant /POP atau bahan polutan organik yang tahan urai). Di Indonesia, sebelum
1990 penggunaan oli trafo mengandung PCB telah dilarang.
Di dalam Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, oli trafo termasuk limbah B3
dengan beberapa alternatif deskripsi dan kode limbahnya (Error! Reference source
not found.).
Tabel 1. Deskripsi dan Kode Limbah Oli Trafo Berdasarkan PP nomor 101 tahun 2014
Tabel 1. Daftar Minyak pelumas bekas B105d 2 Fungsi oli trafo adalah untuk
Limbah B3 Dari antara lain insulasi dan apa yang dijelaskan di dalam
3
Zat Pencemar/Sumber Kode
Tabel Kategori Keterangan
Limbah Limbah
Sumber Tidak heat insulation, grit kolom Zat Pencemar/Sumber
Spesifik chambers, separator Kegiatan
dan atau campurannya.
Tabel 3. Daftar Proses pembuatan oli A307-1 1 Oli trafo berbahan dasar
Limbah B3 Dari yang berbahan dasar minyak atau petroleum
Sumber Spesifik minyak (Mahmud et al., 2012). Di
Umum; Kode dalam proses pembuatannya,
Industri: 07 sludge dari proses ini telah
tentang Kilang dikategorikan sebagai limbah
minyak dan gas B3 sehingga pada saat
bumi pemanfaatan atau sisa
pemanfaatannya juga
digolongkan sebagai limbah
B3.
Tabel 3. Daftar Proses replacement A332-1 1
Limbah B3 Dari (atau penggantian) dan
Sumber Spesifik refilling (atau pengisian
Umum; Kode ulang) dari trafo
Industri: 32
tentang Industri
yang
menghasilkan
listrik
Adsorben
Zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida/cair.
Bioremediasi
Teknik remediasi secara biologis atau yang biasa disebut dengan bioremediasi didefiniskan
di dalam Lampiran II Kepmen nomor 128 tahun 2003 sebagai proses pengolahan limbah
minyak bumi yang sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi
dengan memanfaatkan makhluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain
4
untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar.
Bioremediasi ada 3 (tiga) jenis yaitu: landfarming, biopile dan composting. Lihat Lampiran 1
untuk penjelasan lebih lanjut.
4 ACUAN
Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah RI No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Permen LH No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label
Bahan Berbahaya dan Beracun
Kepmen LH No. 128 tahun 2003 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi Dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi
Secara Biologis
Permen LHK No. 101 tahun 2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan
Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
5
pengelolaan Limbah B3 (termasuk minyak/oli dari trafo) yang dilaksanakan di wilayah
kerja PT PLN (Persero) Unit Induk Transmisi dan Unit Induk Distribusi.
5.2 Pejabat Pengendali K3 bertanggung jawab memastikan implementasi dari Prosedur ini
berjalan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.3 Pejabat Operasional K3L bertanggung jawab memonitor implementasi dari Prosedur
ini agar berjalan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.4 Setiap Bagian bertanggung jawab terhadap pengendalian pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu memastikan pemisahan limbah B3, limbah non-B3
dan limbah domestik di kegiatan dan area kerja masing-masing.
5.5 Tanggap darurat dilaksanakan bersama oleh pegawai di sub bidang K3L dan sub
bidang Logistik di masing-masing UPT.
6 URAIAN PROSEDUR
6.1 Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran/ Tumpahan Oli/Minyak Trafo 1
Pada saat terjadi ceceran/tumpahan baru, sekecil apapun cecerannya, tanggap darurat
perlu dijalankan.
Tanggap darurat yang efektif memastikan bahwa minyak/oli yang tumpah/tercecer tidak
tercampur dengan air yang berisiko membawa minyak/oli tersebut masuk ke media
lingkungan (tanah atau air), dan mengendalikan ceceran dari sumbernya. Prosedur tanggap
darurat diuraikan pada Sub Bab 6.1.2 sampai dengan 6.1.4 dan disederhanakan pada
diagram alir pada Lampiran 2.
• Pompa Minyak
• Kain majun dan adsorben (pasir, serbuk gergaji, sekam padi)
• Drum pengganti
• Sekop, cangkul, ember, sapu
• Trashbag
• Kamera (untuk dokumentasi).
1
Bagian ini akan diperkuat materi dari Ir. Sukandar, PhD.
6
6.1.2 Temuan adanya Tumpahan/Ceceran
Petugas yang menemukan adanya ceceran atau tumpahan minyak/oli dari trafo atau drum
wajib segera melakukan tindakan sebagai berikut:
Pastikan tidak ada risiko terhadap kesehatan manusia. Dengan menggunakan APD,
upayakan segera menghentikan ceceran/ tumpahan tesebut. Jangan sampai ada
kontak dengan tubuh/kulit, karena minyak/oli trafo mungkin mengandung PCB yang
berbahaya bagi kesehatan.
Segera laporkan tumpahan/ ceceran ke kantor pergudangan. Jika ada potensi bahaya
terhadap manusia (seperti kebakaran atau gas berbahaya bagi pekerja), bunyikan alarm
agar semua pekerja segera evakuasi dari bangunan. Jika ada tumpahan yang sulit
dikendalikan atau telah keluar dari pagar fasilitas, hubungi Dinas Kebakaran agar
mengerahkan tim pengendali bahan berbahaya.
Segera temukan sumber dari ceceran atau tumpahan. Upayakan agar menghentikan
kebocoran atau tumpahan tersebut pada sumbernya. Jika sumber ceceran/tumpahan
tidak jelas, dan jika diperlukan bantuan luar untuk menghentikan tumpahan, hubungi
kantor pergudangan, agar segera minta bantuan dari Dinas Kebakaran.
7
Gunakan alat/bahan penyerap untuk mengisolasi tumpahan, agar tidak meluas. Selalu
gunakan APD, dan perhatikan MSDS dari bahan tersebut untuk memahami
kompatibilitas bahan dan potensi pencemaran lingkungan/ risiko kesehatan manusia.
Contoh alat/bahan penyerap adalah: Kain majun dan adsorben (pasir, serbuk gergaji,
sekam padi) atau bahan penyerap tumpahan/ceceran oli lainnya. Selain itu, untuk
menutup lubang dalam drum atau kemasan yang bocor, bisa digunakan plug/ dykes
(terbuat dari material semacam tanah liat). Penutupan/penambalan ini bersifat
sementara, sampai ada kesempatan untuk menguras seluruh minyak/oli dari drum atau
kemasan dan menggantinya dengan drum atau kemasan yang layak.
Apabila hasil tampungan tumpahan LB3 cair berjumlah besar maka lakukan evakuasi
melalui jasa transporter LB3 yang berizin.
8
Jika tumpahan/ceceran berasal dari kemasan/trafo yang mengandung atau
terkontaminasi PCB, maka pembersihan/pembilasan alat kerja harus dilakukan dengan
seksama agar tidak menjadi perantara untuk kontaminasi-silang PCB. Lihat Prosedur
Pencegahan Kontaminasi-Silang PCB.
f. Bersihkan diri
Apabila unit dihubungi media massa terkait tumpahan tersebut, harus diputuskan
apakah komunikasi dengan media massa di tangani oleh unit (Manajer Gudang),
diserahkan ke Unit Induk, atau diserahkan ke Divisi HSSE di Pusat.
Semua laporan tumpahan/ceceran wajib disimpan minimal tiga tahun setelah kejadian, dan
berisi informasi sebagai berikut:
9
10. Sampel yang diambil dan nama laboratorium yang digunakan untuk analisa sampel, jika
ada.
Manajer Gudang wajib menyimpan logbook tersebut untuk: a) pemantauan berkala tentang
kinerja pelaksanaan tata-graha material bekas dan LB3, b) dokumentasi jika di kemudian
hari ada tuntutan dari masyarakat atau penegakan hukum dari pemerintah terkait tumpahan
/ceceran tersebut.
Staf K3L di lokasi agar menyiapkan catatan tentang tumpahan/ceceran yang tampak telah
terserap ke dalam permukaan tanah. Catatan ini mengacu pada lembaran di Lampiran xx.
Catatan ini berupa:
Jika areal yand diduga terkontaminas tumpahan/ceceran oli trafo luasnya 9 m2 atau kurang
dari 9 m², maka tanah terkontaminasi tersebut agar dikeruk dan diperlakukan sebagai
limbah B3. Lihat bagian 6.3.3.1 Pengerukan Tanah dan Perlakukan Sebagai Limbah B3.
Jika areal yang diduga terkontaminasi tumpahan/ceceran oli trafo ini luasnya lebih dari 9 m²,
maka catatan ini disampaikan kepada Pejabat Pengendali K3L, yang kemudian menyiapkan
suatu laporan singkat tentang Informasi Awal Dugaan Kontaminasi akibat Ceceran.
Informasi Awal ini digunakan untuk proses delineasi selanjutnya, dimana dibutuhkan
keterlibatan tenaga ahli luar yang berpengalaman.
Di bawah ini dijelaskan proses delineasi untuk areal yang lebih dari 9 m².
Tujuan delineasi adalah untuk mengetahui sejauh mana ceceran telah merembes ke dalam
tanah, baik dari segi luas (horizontal) maupun kedalaman (vertikal). Delineasi menjadi dasar
untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.
Proses delineasi dan penentuan tindak lanjut agar melibatkan tenaga ahli yang
berpengalaman. Tenaga ahli bisa didapatkan dari laboratorium atau konsultan yang
bekerjasama dengan laboratorium. Penjelasan di bawah ini dimaksudkan agar Unit dapat
10
memahami proses yang perlu dilakukan, agar mampu menyiapkan TOR untuk melibatkan
pihak ketiga (tenaga ahli dan/atau laboratorium) pelaksana. 3
Delineasi dilakukan dengan mengambil sampel tanah secara komposit, dan analisa sampel
tanah tersebut untuk sejumlah parameter terkait minyak/oli trafo. Hasil analisa laboratorium
menjadi dasar untuk memastikan batas-batas tanah terkontaminasi dan menentukan upaya
penanganan selanjutnya.
Uraian di bawah ini ditujukan agar Unit memahami garis besar tiap-tiap tahapan dalam proses
delineasi:
CSM adalah langkah pertama untuk memastikan dugaan adanya kontaminasi tanah
akibat ceceran oli trafo. CSM menuangkan informasi dalambentuk peta, meliputi hal-
hal yang tidak terbatas pada:
Informasi mengenai sumber ceceran dan karakteristik bahan ceceran;
Mengidentifikasi areal terkontaminasi (jika diketahui) dan karakteristik tanah (tipe
permukaan atau tanah);
Prediksi arah perpindahan bahan ceceran;
Lokasi-lokasi reseptor sensitif di sekitar areal ceceran, misalnya:
Sumberdaya air alami dan buatan misalnya sungai, danau, sumur,
penampungan air;
Habitat atau areal yang sensitif misalnya daerah pemukiman, lahan
pertanian atau Kawasan dengan keanekaragaman hayati yang
bernilai tinggi;
Alur migrasi, seperti sungai, danau, drainase, air tanah dan/ atau
saluran yang mengarah ke air atau areal yang sensitif,
3
Pendekatan ini dianggap penting pada saat ini mengingat Unit belum memiliki pengalaman dengan delineasi
tanah terkontaminasi. Di masa mendatang, jika Unit-Unit sudah memiliki pengalaman, tidak tertutup
kemungkinan bahwa proses delineasi dapat dilakukan oleh staf Unit yang berpengalaman.
11
Total Petroleum Hydrocarbon (TPH), khususnya fraksi hidrokarbon C6-9 and
C10-36,
PCB, jika dicurigai ada PCB di dalam oli trafo yang tercecer atau jika tidak
dapat dipastikan bahwa oli yang tercecer itu bebas dari PCB,
Parameter lain yang dirasakan perlu oleh tenaga ahli, seperti TCLP logam
berat (Zn, Cu, Ni, Pb) dan/atau parameter terkait hidrokarbon lainnya.
Tenaga ahli mungkin akan mengarahkan untuk pengambilan sampel air tanah (dari
sumur terdekat, di hilir lokasi ceceran). Hal ini untuk memastikan tidak ada kontaminasi
air tanah akibat ceceran oli trafo yang merembes masuk ke dalam tanah.
Laboratorium yang melakukan analisa harus memiliki akreditasi yang sesuai. Tenaga
ahli dapat membantu Unit memastikan bahwa laboratorium yang akan digunakan
memenuhi syarat.
Rencana Pengambilan Sampel harus mendapat persetujuan dari Unit atau Pejabat
Pengendali K3L, karena menyangkut anggaran biaya. Rencana Pengambilan Sampel
menjadi dasar kerja bagi laboratorium yang ditunjuk.
Laboratorium yang dilibatkan akan mengutus tim untuk mengambil sampel tanah
sesuai dengan Rencana Pengambilan Sampel yang telah dikembangkan tenaga ahli
dan disetujui Unit. Staf K3L atau Pejabat Pengendali agar mengawasi pelaksanaan
pengambilan sampel dan memastikan bahwa dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah disetujui.
Hasil analisa laboratorium harus ditelaah oleh tenaga ahli, untuk memetakan areal
kontaminasi, dan potensi penyebaran secara horizontal dan vertical, serta risiko
pencemaran reseptor sensitif yang telah diidentifikasi dalam CSM. . Peta areal
kontaminasi ini akan menjadi dasar tenaga ahli menyusun rencana tindakan, termasuk
rencana bioremediasi.
c.
d.
4
Berdasarkan Lampiran V Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
5
Berdasarkan Lampiran V Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
12
Tindakan berupa pengerukan/pengangkatan tanah terkontaminasi dijelaskan di
bagian 6.3.3.1. C1- Pengerukan Tanah dan Perlakukan sebagai LB3.
Di sejumlah fasilitas kegiatan transmisi dan distribusi, ditemukan lokasi dengan tanah
terkontaminasi ceceran/tumpahan oli trafo yang sudah lama terjadi. Lokasi tanah tercemar
ini ditemukan saat ada kunjungan lapangan dari pihak pemberi pinjaman atau pihak ketiga
yang ditunjuk. Informasi tentang kapan terjadinya ceceran seringkali tidak ada dalam arsip/
catatan, sehingga sulit untuk dilacak. Namun, tanah terkontaminasi ini perlu ditangani dan
arealnya dibersihkan, sebagai upaya pengelolaan lingkungan dan pencegahan dampak
lingkungan.
Terdapat tiga tipe tanah terkontaminasi yang ditemukan di Gudang PLN adalah:
Tiga tipe tersebut memerlukan tindakan yang berbeda-beda untuk memastikan bahwa tidak
terjadi pencemaran di lingkungan hidup sekitar, terutama pada air tanah. Dibawah ini
dijelaskan cara penanganan ceceran minyak/oli trafo pada masing-masing tipe tanah
terkontaminasi.
Ciri: Tanah terkontaminasi minyak/oli trafo telah dikeruk dan diperlakukan sebagai limbah B3
(disimpan di TPS LB3 dan/atau telah diserahkan pada pihak ketiga pengelola LB3).
Pengerukan tanah terkontaminasi dilakukan di masa lalu, dan ceceran yang terjadi biasanya
terdokumentasi (dalam laporan).
a. Botol sampel air tanah, sesuai jumlah sumur yang akan dipantau;
b. Cold storage (cool box atau kotak es) jika pengiriman sampel air ke laboratorium
memerlukan waktu > 1 hari, untuk menjaga sampel air dalam kondisi yang konsisten.
8
Materi ini diadaptasi dari bahan yang disusun Ir. R. Amin, PhD. untuk PLN, Agustus 2020.
13
Langkah kerja:
Pemantauan PCB, jika kandungan PCB (dalam minyak/oli yang tercecer) tidak diketahui
atau melebihi 50 ppm:
a) Tentukan sumur untuk pengambilan sampel air tanah di hilir (downstream) dari tanah
terkontaminasi, dengan mempelajari informasi hidrogeologi di sekitar lokasi.
b) Libatkan laboratorium terakreditasi untuk analisa PCB dalam air tanah.
c) Lakukan uji laboratorium untuk kandungan PCB dalam air tanah. Jika analisa
pertama tidak menunjukkan PCB melebihi nilai ambang batas (NAB sebesar 0.0094
mg/L10), maka analisa parameter PCB tidak perlu dilakukan kembali di kemudian
hari.
Jika PCB dalam air tanah melebihi NAB, hubungi Dinas LH atau MENLHK (sesuai
dengan untuk meminta arahan yang harus dilakukan). Langkah awal sesuai dengan
Undang-Undang no. 32 Tahun 2009 Pasal 53 Ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:
a) pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c) penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penangan tanah terkontaminasi masih perlu dilakukan jika data TPH dari 3 kali
pemantauan menunjukkan peningkatan di atas NAB (>25%). Lihat Bagian 6.2.1 tentang
Deliniasi untuk mendapatkan informasi akurat tentang tanah tercemar yang masih
tersisa di lokasi.
9
Di Indonesia, baku mutu kualitas air tanah hanya mencantumkan parameter Minyak dan Lemak. Namun,
Minyak dan Lemak dianggap terlalu umum, karena bisa sumber minyak dan lemak dalam air tanah dapat berasal
dari banyak sumber, termasuk minyak nabati. Oleh karena itu, dalam Prosedur ini diarahkan untuk memantau
TPH dalam air tanah, dengan menggunakan baku mutu dari referensi internasional.
10
Alberta Tier 1 Soil and Groundwater Remediation Guidelines. 2019. Government of Alberta. Pp 51.
14
Tabel 1. Rencana Pengelolaan Bekas Tanah Terkontaminasi berdasarkan Evaluasi Data TPH
pada Air Tanah
2. Meningkat
a. Sangat tinggi di a. Pengerukan ulang tanah terkontaminasi. Lanjutkan
atas NAB (>25%) pemantauan ulang 3 (tiga) kali lagi.
3. Menurun
a. Hasil akhir di a. Tidak ada, pemantauan dihentikan
bawah NAB
b. Hasil akhir di atas b. Lanjutkan pemantauan 1 (satu) semester lagi. Dapat
NAB (< 25%) dilakukan flushing dan pemompaan/pengurasan setiap
bulan.
6.3.2 Tipe B: Tanah terkontaminasi tidak dikeruk, namun areal sudah dicor beton atau
ditutupi paving block (atau material lain)
Ciri: Ceceran minyak/oli trafo dan kontaminasi tanah terjadi di masa lalu, dan mungkin ada
dokumentasi (laporan) tentang ceceran minyak/oli trafo tersebut. Lokasi tidak
dibersihkan, namun ada upaya mengurangi perembesan ke dalam tanah, dengan
menutup permukaan tanah dengan beton, paving block atau material lain. Hal ini
terjadi beriringan dengan upaya pembenahan areal pergudangan PLN, yang salah
satunya mensyaratkan adanya lantai (dan atap) yang layak.
15
Analisa air tanah dari sumur di hilir (downstream) dari lokasi selama 18 bulan. Untuk
Langkah kerjanya, lihat Bagian 6.3.1 tentang Pemantauan Air Tanah;
Analisa TPH pada sampel tanah di sekitar cor beton/paving block11. Lihat Bagian 6.2.1
tentang Deliniasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa tanah tercemar yang masih
berpotensi merembes ke dalam tanah dan air tanah.
Jika hasil analisa pertama terhadap sampel tanah dan air tanah menunjukkan TPH melebihi
NAB, berarti ada indikasi bahwa ceceran oli/minyak masih merembes ke dalam tanah dan
air tanah. Tanah tercemar harus dikeruk/diambil, lalu disimpan di TPS LB3 untuk kemudian
diambil pihak ketiga berizin.
Jika analisa pertama terhadap sampel tanah dan air tanah menunjukkan TPH di bawah
NAB, tinggal meneruskan pemantauan air tanah 2 kali lagi (setiap 6 bulan). Lihat Bagian
6.3.1 untuk penjelasan pemantauan air tanah. Sampel tanah tidak perlu lagi dianalisa.
Jika analisa sampel air tanah selama 18 bulan menunjukkan TPH lebih tinggi dari NAB
(>25%; semua data atau ada kecenderungan meningkat), maka ini menunjukkan bahwa
masih terjadi rembesan minyak/oli trafo ke air tanah. Ini mengindikasikan adanya
pencemaran air tanah. Tindakan selanjutnya harus dibahas dan disepakati dengan
manajemen gudang, karena membutuhkan tindakan segera dan seksama. Unit juga agar
berkonsultasi dengan DIVK3L untuk tindak-lanjut.
6.3.3 Tipe C: Tanah terkontaminasi belum dikeruk dan belum ditutup paving block atau
di cor beton
Ciri: Ceceran/tumpahan minyak/oli trafo di lokasi ini terindikasi dari warna tanah yang
gelap. Kemungkinan besar ceceran terjadi di masa lalu, tapi tidak ditangani dengan
segera, sehingga meninggalkan kontaminasi minyak/oli dalam tanah. Lokasi ini belum
ditutup beton atau paving block, dan tanah terkontaminasi belum dikeruk/ diambil atau
mendapat perlakuan apapun.
Langkah pertama adalah Deliniasi, yaitu untuk menentukan luas dan kedalaman tanah
tercemar yang ada di lokasi. Lihat Bagian 6.2.1 untuk penjelasan mengenai langkah kerja
untuk deliniasi. Tenaga ahli dan laboratorium yang terakreditasi perlu dilibatkan dalam
proses ini.
Hasil deliniasi dijadikan pegangan pada saat penanganan tanah tercemar, yang terdiri dari
dua: a) Untuk kontaminasi yang luasnya kurang dari atau sama dengan 9 m²; b) Untuk
kontaminasi yang luasnya lebih dari 9 m² atau tidak dapat dikeruk/diangkat. Penjelasan
keduanya ada di bawah ini.
11
Lihat tanah 1-2 meter di sekeliling batas luar cor beton. Jika tanah tampak gelap, lakukan pengambilan sampel
di situ. Jika tanah yang tampak gelap cukup luas (lebih dari 3 m²), bagi luasan itu menjadi 3 grid, seperti di
jelaskan di Bagian 6.2.1.
16
6.3.3.1 C1-Pengerukan tanah dan perlakukan sebagai LB3
Bisa diterapkan pada hampir semua lokasi, terutama yang luas tanah terkontaminasi kurang
dari 9 m². Jika lebih luas dari itu, atau ada kendala terhadap pengerukan, maka lihat C2
(bioremediasi) di bagian selanjutnya.
6.3.3.2 C2-Bioremediasi
Bioremediasi dilakukan pada lokasi tanah terkontaminasi minyak/oli trafo yang tidak dapat
dikeruk, karena: a) luas tanah terkontaminasi lebih dari 9 m², b) tidak tersedia vendor/pihak
ketiga pengelola LB3 (dengan izin sesuai) yang dapat melayani pengambilan dan
pemusnahan/ pengolahan tanah terkontaminasi tersebut, dan/atau c) ada larangan
pemerintah daerah untuk mengeruk tanah terkontaminasi karena alasan apapun.
Bioremediasi dilakukan untuk tanah terkontaminasi minyak/oli trafo yang tidak mengandung
PCB (atau terkontaminasi PCB). Keputusan untuk bioremediasi sebaiknya diambil setelah
17
analisa sampel tanah sudah tersedia dan menunjukkan kadar PCB dalam tanah di bawah
ambang batas (NAB PCB dalam tanah: 0.02 mg/kg12).
Proses bioremediasi yang dilakukan di suatu lokasi sangat tergantung dari hasil delineasi
dan rekomendasi tenaga ahli, sebagaimana tertuang dalam laporan delineasi dari tenaga
ahli. Saat rencana bioremediasi telah disetujui oleh Unit (manajemen?), tenaga ahli tetap
perlu dilibatkan dalam:
Penjelasan di bawah ini memberi gambaran umum tentang proses bioremediasi. Namun,
setiap upaya bioremediasi harus mengikuti arahan tenaga ahli yang melakukan delineasi
tanah terkontaminasi di setiap lokasi yang bersangkutan.
Rangkuman dari tindakan bioremediasi terdapat di Tabel 3, dan diuraikan secara lebih rinci
di teks di bawahnya.
1. Tata Batas Pagar atau Disesuaikan dengan Agar kegiatan bioremediasi tidak
pembatas lain luasan dan posisi diganggu
tanah terkontaminasi
12
PP 101 Tahun 2014 Pasal 209 Ayat 2 jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-
C (tidak ada untuk PCB) dan total konsentrasi C (0.02 mg/kg untuk PCB), tanah dimaksud dapat digunakan
sebagai tanah pelapis dasar.
18
Tindakan Bahan Jumlah Keterangan
Pemberian bulking agent dan atau kompos pada tanah terkontaminasi dimaksudkan untuk
meningkatkan porositas dan keruangan tanah terkontaminasi, dan mendukung peningkatan suplai
udara (aerasi) pada saat pembalikan tanah. Bulking agent dan kompos juga berfungsi sebagai
sumber pakan mikroorganisma pengurai kontaminan.
Kompos dari tanaman, seperti serasah, trubus tumbuhan yang sudah melalui proses
pengomposan (bukan tanaman segar).
Kompos dari kotoran hewan seperti ayam, sapi, atau kambing / domba, burung wallet
atau kelelawar yang sudah melalui proses pengomposan (bukan kotoran segar).
Usahakan agar kompos tidak didatangkan/dibeli dari luar daerah karena kemungkinan mempunyai
jenis bakteri yang berbeda dengan area yang akan dikerjakan.
19
Beberapa contoh bulking agent adalah grajen atau serbuk sisa penggergajian, potongan kecil
(chips) dari kayu, rajangan jerami atau daun, kulit padi. Khusus untuk tanah terkontaminasi
hidokarbon, bulking agent yang direkomendasikan adalah limbah atau sisa pertanian yang
berukuran kecil seperti kulit padi.
Bulking agent dapat dicampurkan dengan kompos untuk aplikasi pada tanah terkontaminasi
dengan rasio 1:3 hingga 2:3 antara bulking agent dan kompos.
Tindakan bioremediasi (diagram alir tersedia pada Lampiran 5) yang dilaksanakan terdiri
dari:
Pemberian batas area yang akan dikerjakan. Hal ini perlu dilakukan karena
pertimbangan K3 dan keberhasilan bioremediasi. Pada area ini akan ada pekerjaan aktif
unit ripper atau bajak dan truk penyiraman setiap minggu sehingga ada potensi
kecelakaan berupa tertabrak unit bagi mereka yang tidak berkepentingan berada di
dalam lokasi ini. Pagar dapat dibuat sementara atau semi permanen. Pagar juga
dilengkapi dengan papan pemberitahuan kalau lokasi itu adalah lokasi kegiatan
bioremediasi untuk melarang mereka yang tidak berkepentingan memasuki area
tersebut.
(Catatan alternatif/optional: Jika dilaksanakan pada daerah yang banyak hujan atau
pada puncak musim penghujan, sebisa mungkin dibuatkan atap sementara dan saluran
pengalih di sekeliling area bioremediasi agar air hujan dan air permukaan tidak masuk
ke area bioremediasi secara berlebihan).
Dengan menggunakan unit ripper atau bajak tanah terkontaminasi dibalik/dibajak sampai
pada kedalaman kontaminasi.
Selama pembajakan, agar area tersebut disiram secukupnya, jangan terlalu berlebihan,
untuk sekedar menekan debu terbang hasil pembajakan/pembalikan tanah. Hindari
pembajakan pada musim penghujan.
Laksanakan pengambilan sampel tanah (1) untuk mengetahui TPH pada tanah dan
minta untuk segera dianalisa.
Taburkan kompos secukupnya. Diperkirakan 1 karung kompos dengan berat 25 kg untuk
2-5 m2.
Taburkan gula sedikit, sama seperti menyebar pupuk urea di sawah, secara merata.
Diperkirakan 25 kg gula pasir cukup untuk digunakan di area 1.500 m2 (atau 1 kg untuk
sekitar 50 – 60 m2).
Tanah yang sudah tercampur dengan kompos dan gula dibalik lagi dan dibentuk
timbunan atau bedeng dengan ketinggian maksimum 50 cm.
Jika hasil laboratorium terhadap sampel tanah (1) ternyata TPH >15% dan setelah
diperhitungkan dengan pencampuran kompos masih > 15%, maka perlu penambahan
kompos agar TPH < 15%.
Jika TPH sudah < 15%, laksanakan kegiatan pemantauan dan pengolahan secara rutin
berupa:
a. Pemantauan:
20
Pemantauan keberhasilan bioremediasi dilaksanakan dengan mengambil sampel
tanah terkontaminasi dan air tanah seperti yang disajikan di Tabel 4 dan
mengirimkannya ke laboratorium untuk dianalisis sesuai dengan parameter.
Tabel 4. Rencana Pemantauan Efektifitas Bioremediasi pada Tanah Terkontaminasi Minyak/Oli Trafo
TPH Setiap bulan Tanah, komposit dari 5 (lima) Sampel tanah diambil
titik terdiri dari 4 (empat) titik pada kedalaman 15 cm
sudut segi empat dan 1 (satu) sebelum dibalik/dibajak
titik diagonal.
b. Pengolahan:
Membalik tanah secara rutin setiap 2 (dua) minggu.
Selama proses membalik selalu disiram untuk mengurangi debu dan jangan
berlebihan.
Dalam waktu 2 (dua) bulan jika TPHtanah tidak menunjukkan penurunan yang berarti
maka dapat ditambahkan kompos dengan dosis yang sama.
Evaluasi hasil bioremediasi dilakukan dengan melihat hasil-hasil sampel tanah dan air
tanah yang ada. Acuan evaluasi adalah NAB yang telah ditentukan di dalam Kepmen LH
No. 128 tahun 2003. Kepmen ini juga menjelaskan kalau bioremediasi dikatakan selesai
atau berhasil jika TPH < 1%, dan jika dalam waktu 8 (delapan) bulan belum berhasil
maka metodenya perlu direview ulang.
Pembongkaran fasilitas penunjang bioremediasi, seperti pagar dan papan notifikasi
(serta atap, jika ada), dilaksanakan jika bioremediasi sudah selesai dilaksanakan, dan
setelah itu areal tersebut direkomendasikan untuk dijadikan ruang terbuka hijau (RTH)
dengan pohon-pohon yang berguna untuk menjamin tidak ada hidrokarbon yang tersisa
di dalam tanah.
Tata waktu pelaksanaan tindakan bioremediasi disajikan pada Tabel 5, dengan kerangka
waktu 25 minggu (sekitar 6 bulan).
21
Minggu
No. Kegiatan
1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 25
1 Mobilisasi unit ke tempat bioremediasi 1
2 Pembuatan pagar dan papan keterangan 1, 2
3 Pembajakan/pembalikkan tanah 2
4 Sampling awal tanah 2
5 Pembelian kompos 1, 2
6 Aplikasi kompos dan gula ke dalam tanah 3
7 Pelembaban 2, 3 7 7 7 7
8 Hasil lab sampling awal dierima 7
9 Jika TPH tanah awal >15% maka tambah kompos 7
10 Pembajakan/pembalikkan tanah 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
11 Pemantauan tanah 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
12 Jika diperlukan dapat menambah kompos 7 7
13 Pemantauan air tanah 7 7
14 Evaluasi 7 7 6
15 Pembongkaran 7
Keterangan: 1, 2 ( . . . dst) adalah hari ke 1 dan 2 dalam minggu tertentu pada kolom
22
LAMPIRAN 1 Dasar-dasar dan Prinsip Bioremediasi Tanah
Terkontaminasi Minyak Trafo13
a. Dasar – Dasar Teknik Bioremediasi Tanah Terkontaminasi
Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah
mengeluarkan pedoman pemulihan tanah terkontaminasi oleh material berbahan dasar
minyak secara biologis melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup (LH) nomor
128 tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak
Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis dimana di dalam
dokumen ini dijelaskan beberapa teknik remediasi, persyaratan dan kriteria keberhasilan
remediasi.
Teknik remediasi secara biologis atau yang biasa disebut dengan bioremediasi didefiniskan
di dalam Lampiran II Kepmen itu adalah sebagai proses pengolahan limbah minyak bumi
yang sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan
memanfaatkan makhluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain untuk
mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar. Bioremediasi
ada 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Landfarming adalah proses pengolahan limbah minyak bumi dengan cara menyebarkan
dan mengaduk limbah sampai merata di atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar
20 – 50 cm) sehingga proses penguraian limbah minyak bumi secara mikrobiologis
dapat terjadi;
2. Biopile adalah proses pengolahan limbah dengan cara menempatkan limbah pada pipa-
pipa pensuplai oksigen untuk meningkatkan aerasi dan penguraian limbah minyak bumi
secara mikrobiologis agar lebih optimal;
3. Composting adalah proses pengolahan limbah dengan menambahkan bahan organik
seperti pupuk kandang, serpihan kayu, sisa tumbuhan atau serasah daun dengan
tujuan untuk meningkatkan porositas dan aktivitas mikroorganisme pengurai.
Landfarming dan Composting dapat dilaksanakan secara in-situ, atau pengolahan langsung
pada tanah yang terkontaminasi, dan secara eks-situ, atau pengolahan tanah terkontaminasi
dengan cara memindahkannya ke tempat lain yang memenuhi syarat pengolahan untuk
diolah. Sedangkan biopile, hanya dapat dilaksanakan dengan secara eks-situ karena tidak
mungkin membuat jaringan pipa udara di bawah tanah terkontaminasi, atau amatlah sangat
praktis jika tanah terkontaminasi dipindahkan atau ditempatkan pada pipa-pipa udara yang
telah disiapkan di tempat lain.
Terlepas dari jenis bioremediasi yang disebutkan di dalam Kepmen LH nomor 128 tahun
2003, bioremediasi sendiri telah dan masih terus berkembang lebih luas dengan
memanfaatkan proses – proses biologis makhluk hidup, terutama bakteri, jamur dan
tumbuhan, ataupun kombinasi dari ketiga jenis bioremediasi tersebut ditambah dengan
13
Materi ini diambil dari bahan yang disusun Ir. R. Amin, PhD. untuk PLN, Agustus 2020.
23
pemanfaatan proses biologis makhluk hidup yang “ditugaskan” untuk menguraikan bahan
pencemar di dalam tanah terkontaminasi. Beberapa istilah atau terminologi bioremediasi
lahir untuk lebih memberikan ilustrasi yang tepat tentang subjek dan komponen abiotik
bioremedasi yang berperan di dalam penguraian kontaminan di dalam tanah terkontamiasi.
Misalnya, fitoremediasi adalah proses bioremediasi dengan memanfaatkan proses-proses
biologis tanaman (Madubun, Amin, & Rahyuni, 2020). Bioaugmentasi adalah proses
bioremediasi dengan perekayasaan atau penambahan mikroorganisma pengurai
hidrokarbon di dalam tanah terkontaminasi. Biostimulasi adalah penambahan nutrisi atau
hara pertumbuhan bagi mikroorganisma pengurai hidrokarbon atau kontaminan di dalam
tanah terkontaminasi (Adams, Fufeyin, Okoro, & Ehinomen, 2015).
Gambar 1. Skematik Proses Bioremediasi dan Sebagian Interaksi Utama Komponen Ekosistem Tanah
Terkontaminasi
Keterangan: A = proses adsorpsi dan absorpsi oleh kompos; B = kompos sebagai sumber pakan, energi dan
sumber mikroorganisma; C = Akar tanaman sebagai sumber pakan dan oksigen, sebaliknya bakteri
menyediakan enzym dan hara bagi tumbuhan; D = degradasi oleh tumbuhan menjadi molekul sederhana dan
hara bagi tanaman dan atau direct up-take; E = kompos sebagai sumber hara dan air/kelembaban; F = bakteri
menguraikan kontaminan sebagai sumber pakan dan energi; G = up-take, translokasi dan penimbunan
24
kontaminan atau unsur/molekul sederhana hasil peruraian kontaminan ke seluruh organ tanaman; H = volatilisasi
kontaminan
Disamping interaksi dan proses yang digambarkan di atas, sebenarnya masih terdapat
banyak proses dan interaksi detil yang terjadi di dalam dan atau di antara mereka. Misalnya,
proses up-take oleh tanaman ternyata melihatkan proses koversi, konjugasi, dan
kompartemenisasi. Dan masing – masing proses itu terdiri dari beberapa sub-proses lagi
seperti contohnya, proses konversi terdiri dari sub-proses reduksi, oksidasi, dan hidrolisis
(Kamath, Rentz, Schnoor, & Alvarez, 2004).
Memperhatikan hal di atas maka perlu diciptakan dan dipertahankan kondisi lingkungan
yang sesuai atau cocok bagi kehidupan mikroorganisma yang “bertugas” menguraikan
kontaminan hidrokarbon. Prinsip ini dan prinsip lain yang menunjang keberhasilan
penguraian kontaminan hidrokarbon adalah:
25
in-situ atau lokal selalu menjadi pilihan utama karena telah terbukti ada dan mampu
beradaptasi terhadap lingkungannya, dan tinggal dijaga lingkungan dan ketersediaan
pakannya.
3. Konsentrasi kontaminan di dalam tanah. Hidrokarbon yang terlalu tinggi dapat bersifat
toksik bagi mikoorganisma tertentu oleh karenanya jika konsentasinya terlalu tinggi
maka perlu dikurangi. Kepmen 128 tahun 2003 membatasi konsentrasi maksimal
hidrokarbon adalah 15%. Pengurangan konsentrasi hidrokarbon dengan mudah dapat
dilakukan dengan penambahan bulking agent dan atau kompos.
No Penuruna
Teknik Bioremediasi Referensi
. n (%)
Tingkat penurunan hidrokarbon dari beberapa hasil penelitian di Tabel 1 bervariasi dari
32,0% - 97,7% dimana ini dipengaruhi oleh ketiga prinsip penting bioremediasi yang telah
dijelaskan.
26
Lampiran 2 Diagram Alir Penanganan Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran
Site/Warehouse Emergency
Workers HSE Officer
Manager Response Team
Evidence of oil or
fuel spill observed
Is there risk T
of PCB
hazard?
(Note 1)
Y
(
Use proper PPE for Standard PPE for
PCB hazard (Note 2) handling oil and fuel
Is it a high-risk
spill? (Note 3)
T
Y
Notify to ERP and
HSE Manager and
Follow emergency Follow ERP for
response procedure support coordination
emergency
with workers. environmental spill
for spill. (Note 4)
Indicate to ERP
teams whether PCB
hazard suspected.
Clean up spilled oil and
place oil and cleaning
materials in suitable
disposal container for PCB
or non-PCB hazardous
wastes (refer to waste
management SOP)
Develop the
incident report
Note 2: PPE for handling oil potentially contaminated with PCB is explained in section 6.1.2
Note 3: High risk spills can be defined as large spills (i.e., area greater than 25 m 2 or involving more than 200 L of oil), spills that the source
cannot be closed or identified, spills near to, or have potential to contaminate natural water sources (i.e., lake, river), spills near sensitive areas
such community settlement, agricultural area, or important biodiversity area, spills potentially containing PCBs.
Note 4: Emergency response procedure for environmental emergency. Coordination with local emergency services if necessary.
Note 5: Size of spill should be monitored regularly prior to clean-up to determine if it is increasing and to observe for evidence of sub-surface
movement of contaminants (i.e., appearance of oil downhill from the original spill, oil sheens in water near the spill site, dead/dying vegetation,
sheen or odor in groundwater around the site).
Lampiran 3 Formulir Laporan Kejadian Tumpahan/ Ceceran
Tanggal : Waktu :
Lokasi :
Sebab :
Personil :
Peralatan :
Kerusakan/
:
Kerugian
Upaya
:
Isolasi
Upaya
:
Pencegahan
Upaya
:
Pemulihan
Kronologis :
Cuaca :
Saksi mata :
Sampel dan
:
Analisis
Foto-foto
:
kejadian
Lampiran 4 Diagram Alir Pekerjaan Delineasi
HSE Manager / Regional
Staf K3L Laboratorium
Environmental Manager? Or
Expert Procurement?
T
Develop initial Review and
sampling plan (Note approval of
1) sampling plan
Is there risk of Y
PCB hazard?
(Note 1)
( Implement sampling
Coordinate with
plan and supply
T laboratory for
results and analysis
sampling
Standard PPE for Use proper PPE for
handling oil and fuel PCB hazard (Note 2)
Excavate
contaminated soil
Develop confirmation
and place in
sampling plan
suitable storage
containers (for PCB
or non-PCB)
Implement sampling
Coordinate with
plan and supply
laboratory for
results and analysis
sampling
Does 1 or more
Noda samples exceed
minyak the regulatory
masih standards?
Nampak? T (Note 4)
Note 2: PPE for handling oil potentially contaminated with PCB is explained in section 6.1.2.
Note 3: Initial sampling plan should include TPH, hydrocarbon fractions C 6-9 and C10-36. PCB should be included if there is risk of PCB
contamination identified as in Note 1.
Note 4: Based on Government Regulation No. 101 and Regulation #..., soil with concentrations of TPH > 1%, hydrocarbon fraction C6-9 > 100
mg/kg, hydrocarbon fraction C10-36 > 1,000 mg/kg, or PCB > 0.02 mg/kg are required to be treated.
Lampiran 5 Diagram Alir Tindakan Bioremediasi
Memasang
batas area
T
Hujan
tinggi?
Membuat atap
dan saluran
pengalih
Membajak
lapisan
terkontaminasi
Mencuplik
tanah untuk
analisis TPH
Menaburkan
kompos dan
gula
Mencuplik tanah
untuk analisis
TPH
T T
TPH TPH
>15% <1%
Y Y
Mencuplik tanah
untuk analisis Setelah 6 bulan
BTEX, PAH,
dan logam (Zn,
Ni, Pb, Cu)
Selesai
<