Anda di halaman 1dari 37

PROSEDUR PENANGANAN

CECERAN MINYAK/OLI TRAFO


UNTUK KEGIATAN TRANSMISI DAN DISTRIBUSI
DENGAN PEMBIAYAAN INTERNASIONAL

i
DAFTAR ISI
1 TUJUAN ........................................................................................................ 1
2 RUANG LINGKUP ......................................................................................... 1
3 DEFINISI DAN ISTILAH ................................................................................. 1
4 ACUAN .......................................................................................................... 5
5 TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG ...................................................... 5
6 URAIAN PROSEDUR .................................................................................... 6
6.1 Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran/ Tumpahan Oli/Minyak Trafo .............. 6
6.1.1 Alat Kerja Pengendali Ceceran/Tumpahan (Spill Control Kit) ......................... 6
6.1.2 Temuan adanya Tumpahan/Ceceran ............................................................. 7
6.1.3 Lokalisir Penyebaran (Containment) .............................................................. 7
6.1.4 Dokumentasi Kejadian .................................................................................... 9
6.2 Penanganan Ceceran Baru .......................................................................... 10
6.2.1 Delineasi Tanah Terkontaminasi Ceceran Baru Oli Trafo ............................. 10
6.3 Penanganan Ceceran Lama ........................................................................ 13
6.3.1 Tipe A: Tanah Terkontaminasi Telah Dikeruk .............................................. 13
6.3.2 Tipe B: Tanah terkontaminasi tidak dikeruk, namun areal sudah dicor beton
atau ditutupi paving block (atau material lain) .............................................. 15
6.3.3 Tipe C: Tanah terkontaminasi belum dikeruk dan belum ditutup paving block
atau di cor beton .......................................................................................... 16

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dasar-dasar dan Prinsip Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Minyak Trafo


Lampiran 2 Diagram Alir Penanganan Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran
Lampiran 3 Formulir Laporan Kejadian Tumpahan/ Ceceran
Lampiran 4 Diagram Alir Pekerjaan Delineasi
Lampiran 5 Diagram Alir Tindakan Bioremediasi
1 TUJUAN
Prosedur ini disusun untuk mendukung kegiatan operasional dan pemeliharaan di
lingkungan kerja di seluruh kegiatan distribusi PT PLN (Persero), khususnya terkait
penanganan ceceran minyak/oli trafo.

Pedoman ini disusun mengingat adanya ceceran minyak/oli trafo di sejumlah gudang, baik
ceceran yang terjadi di masa lalu, maupun ceceran/tumpahan yang baru terjadi. Ceceran
atau tumpahan minyak/oli trafo terjadi antara lain:

a) Saat pengurasan minyak/oli dari dalam unit trafo, dimana minyak/oli yang tercecer ke
luar wadah yang disediakan;
b) Saat pengisian atau penggantian minyak/oli trafo, atau pemindahan minyak/oli trafo dari
satu wadah ke wadah lain;
c) Dengan berjalannya waktu, unit trafo bekas mengalami degradasi, sehingga residu
minyak/oli mengalir ke luar. Risiko ceceran jenis ini besar untuk trafo yang disimpan di
luar (tidak di bawah atap) dan/atau tidak tertata rapih (sehingga sulit untuk dipantau
kondisi masing-masing trafo).

Prosedur ini dimaksudkan sebagai :

1.1. Pedoman dalam penanganan ceceran oli/minyak trafo di lingkungan gudang unit
transmisi dan distribusi;
1.2. Mencegah potensi pencemaran lingkungan akibat ceceran atau tumpahan oli/minyak
trafo tersebut.

2 RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup kegiatan:
a. Tanggap darurat untuk kejadian ceceran/tumpahan baru,
b. Penanganan ceceran/tumpahan lama melalui proses bioremediasi,
c. Pemantauan tanah terkontaminasi yang dibioremediasi.

3 DEFINISI DAN ISTILAH


Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.

Limbah
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Limbah B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Karakteristik limbah B3 meliputi:
mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, beracun melalui uji TCLP,
beracun melalui Uji Toksikologi LD50, beracun melalui uji total konsentrasi logam berat, dan
beracun melalui uji toksikologi sub-kronis.

Pengelolaan Limbah B3
Kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3.

Pengemasan Limbah B3
Kegiatan mengemas/memasukkan limbah B3 ke dalam wadah/kemasan yang diperuntukkan
untuk limbah B3 yang disesuaikan dengan sifat, karakteristik, dan jumlah/volume limbah B3
yang akan dikemas, sehingga limbah B3 dan kemasan yang digunakan saling cocok dan
dapat menjaga/mengamankan limbah B3 yang disimpan di dalamnya.

Penyimpanan Limbah B3
Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil limbah B3 dengan maksud
untuk menyimpan sementara limbah yang dihasilkannya.

Pengangkutan Limbah B3
Kegiatan pemindahan limbah B3 dari satu lokasi sumber limbah maupun dari lokasi
pengelolaan ke lokasi pengelolaan lainnya.

Simbol Limbah B3
Gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3 yang disesuaikan dengan ketentuannya
yang berlaku.

Label Limbah B3
Keterangan berbentuk tulisan mengenai limbah B3 yang berisi informasi mengenai:
penghasil limbah B3, alamat penghasil limbah B3, waktu pengemasan, jumlah, dan
karakteristik limbah B3.

TPS Limbah B3
Suatu tempat/lokasi yang digunakan sebagai tempat penyimpanan dan/atau pengumpulan
limbah B3 untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kategori limbah yang disimpan
(disesuaikan dengan peraturan yang berlaku), yang dalam pembangunannya mengikuti
ketentuan dan rancang bangun sebagai tempat penyimpanan limbah B3 yang diatur dalam
peraturan dan perundangan.

2
Pencemaran Lingkungan Hidup
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Sistem Tanggap Darurat


Sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan
penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas

Oli transformator
Oli/minyak transformator atau biasa disebut oli trafo adalah cairan yang terdapat di dalam
transformator listrik. Cairan ini berbahan dasar hidrokarbon atau minyak (petroleum) (PP
101, 2014) yang terdiri dari campuran yang kompleks dari sekitar 2900 molekul paraffin,
naphten dan aromatic hidrokarbon yang mendominasi hingga sebesar 25%. Fungsi utama
oli trafo adalah sebagai cooling agent dan insulator (insulating oil).

Komponen kimia oli transformer (trafo)

Karena posisinya berada di dalam transformer, sementara di dalam transformer sendiri


ada komponen listrik lainnya maka oli trafo sering terkontaminasi oleh serat (fibres)
selulosa dalam jumlah yang kecil (0,0018 – 0,0075%), Pb, Zn, Cd, Cr, Mn, Ni, V dan Na.
Kontaminasi serat selulosa ini berasal dari pressboard insulation yang terdapat di dalam
trafo, atau kontaminasi selama penyimpanan, pengemasan, dan penggantian oli. Oli
trafo selama penggunaannya langsung berhubungan dengan metal, inti besi (iron core),
dan pressboard insulation ini serta bahan-bahan yang terdapat di dalamnya.

Dalam sejarahnya, polychlorinated biphenyl (PCB) pernah dipakai di dalam oli trafo
mulai akhir 1920-an. Namun sejak pertengahan tahun 1970-an produksi PCB telah
dilarang di seluruh dunia, secara otomatis termasuk penggunaannya di dalam oli trafo,
karena dampak negatif PCB terhadap lingkungan yang cukup serius, bersifat
karsinogenik, dan sukar dikendalikan di alam (dikenal sebagai persistent organic
pollutant /POP atau bahan polutan organik yang tahan urai). Di Indonesia, sebelum
1990 penggunaan oli trafo mengandung PCB telah dilarang.

Oli Trafo sebagai Limbah B3

Di dalam Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, oli trafo termasuk limbah B3
dengan beberapa alternatif deskripsi dan kode limbahnya (Error! Reference source
not found.).

Tabel 1. Deskripsi dan Kode Limbah Oli Trafo Berdasarkan PP nomor 101 tahun 2014

Zat Pencemar/Sumber Kode


Tabel Kategori Keterangan
Limbah Limbah

Tabel 1. Daftar Minyak pelumas bekas B105d 2 Fungsi oli trafo adalah untuk
Limbah B3 Dari antara lain insulasi dan apa yang dijelaskan di dalam

3
Zat Pencemar/Sumber Kode
Tabel Kategori Keterangan
Limbah Limbah
Sumber Tidak heat insulation, grit kolom Zat Pencemar/Sumber
Spesifik chambers, separator Kegiatan
dan atau campurannya.
Tabel 3. Daftar Proses pembuatan oli A307-1 1 Oli trafo berbahan dasar
Limbah B3 Dari yang berbahan dasar minyak atau petroleum
Sumber Spesifik minyak (Mahmud et al., 2012). Di
Umum; Kode dalam proses pembuatannya,
Industri: 07 sludge dari proses ini telah
tentang Kilang dikategorikan sebagai limbah
minyak dan gas B3 sehingga pada saat
bumi pemanfaatan atau sisa
pemanfaatannya juga
digolongkan sebagai limbah
B3.
Tabel 3. Daftar Proses replacement A332-1 1
Limbah B3 Dari (atau penggantian) dan
Sumber Spesifik refilling (atau pengisian
Umum; Kode ulang) dari trafo
Industri: 32
tentang Industri
yang
menghasilkan
listrik

Dengan menggunakan Prinsip Kehati-hatian di dalam upaya pengelolaan limbah B3,


maka oli trafo dikategorikan sebagai limbah B3 kategori 1 dengan kode limbah A332-1
dengan karakteristik sebagai bahan yang beracun karena bersifat toksik bagi maklhluk
hidup.

Adsorben
Zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida/cair.

Tata-graha yang baik


Good housekeeping atau tata-graha adalah rangkaian upaya untuk menjaga kebersihan dan
kerapihan tempat kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja maupun pencemaran.
Tata-graha disebut dalam Permen KLHK P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020 pasal 31
sebagai salah satu butir yang harus dicakup dalam pengawasan penyimpanan LB3. Secara
keseluruhan tata-graha yang baik harus membentuk budaya kerja semua karyawan dan
dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus.

Bioremediasi
Teknik remediasi secara biologis atau yang biasa disebut dengan bioremediasi didefiniskan
di dalam Lampiran II Kepmen nomor 128 tahun 2003 sebagai proses pengolahan limbah
minyak bumi yang sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi
dengan memanfaatkan makhluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain

4
untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar.
Bioremediasi ada 3 (tiga) jenis yaitu: landfarming, biopile dan composting. Lihat Lampiran 1
untuk penjelasan lebih lanjut.

4 ACUAN
 Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

 Peraturan Pemerintah RI No. 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun

 Permen LH No. 14 tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3

 Permen LH No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label
Bahan Berbahaya dan Beracun

 Kepmen LH No. 128 tahun 2003 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi Dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi
Secara Biologis

 Permen LHK No. 101 tahun 2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan
Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

 Peraturan Menteri KLHK No. P.10/MENLHK/SETJEN/PLB.3/4/2020 Tata Cara Uji


Karakteristik dan Penetapan Status Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

 Peraturan Menteri KLHK No. P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020 tentang


Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

5 TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG


Uraian tentang tanggung-jawab dan wewenang agar disesuaikan dengan struktur dan SOP
baku yang berlaku di unit masing-masing. Arahan dibawah ini agar dianggap sebagai acuan
umum saja:
5.1 General Manager, Pejabat Pengendali K3L dan Manager UPT PT PLN (Persero) Unit
Induk Transmisi dan Unit Induk Distribusi regional bertanggung jawab atas kebijakan

5
pengelolaan Limbah B3 (termasuk minyak/oli dari trafo) yang dilaksanakan di wilayah
kerja PT PLN (Persero) Unit Induk Transmisi dan Unit Induk Distribusi.
5.2 Pejabat Pengendali K3 bertanggung jawab memastikan implementasi dari Prosedur ini
berjalan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.3 Pejabat Operasional K3L bertanggung jawab memonitor implementasi dari Prosedur
ini agar berjalan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5.4 Setiap Bagian bertanggung jawab terhadap pengendalian pengelolaan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) yaitu memastikan pemisahan limbah B3, limbah non-B3
dan limbah domestik di kegiatan dan area kerja masing-masing.
5.5 Tanggap darurat dilaksanakan bersama oleh pegawai di sub bidang K3L dan sub
bidang Logistik di masing-masing UPT.

6 URAIAN PROSEDUR
6.1 Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran/ Tumpahan Oli/Minyak Trafo 1
Pada saat terjadi ceceran/tumpahan baru, sekecil apapun cecerannya, tanggap darurat
perlu dijalankan.

Tanggap darurat yang efektif memastikan bahwa minyak/oli yang tumpah/tercecer tidak
tercampur dengan air yang berisiko membawa minyak/oli tersebut masuk ke media
lingkungan (tanah atau air), dan mengendalikan ceceran dari sumbernya. Prosedur tanggap
darurat diuraikan pada Sub Bab 6.1.2 sampai dengan 6.1.4 dan disederhanakan pada
diagram alir pada Lampiran 2.

6.1.1 Alat Kerja Pengendali Ceceran/Tumpahan (Spill Control Kit)


Ceceran atau tumpahan kecil harus segera dikendalikan menggunakan alat kerja
pengendali ceceran/tumpahan (spill control kit). Dari pengalaman, jenis cecerah/tumpahan
kecil ini yang paling sering terjadi di gudang-gudang PLN.

Alat Kerja yang diperlukan di setiap gudang adalah:

• Pompa Minyak
• Kain majun dan adsorben (pasir, serbuk gergaji, sekam padi)
• Drum pengganti
• Sekop, cangkul, ember, sapu
• Trashbag
• Kamera (untuk dokumentasi).

1
Bagian ini akan diperkuat materi dari Ir. Sukandar, PhD.

6
6.1.2 Temuan adanya Tumpahan/Ceceran

Petugas yang menemukan adanya ceceran atau tumpahan minyak/oli dari trafo atau drum
wajib segera melakukan tindakan sebagai berikut:

a. Jauhkan barang/bahan yang mudah terbakar (sources of ignition)


Jika ada barang/bahan yang bisa menjadi sumber percikan api (ignition) di dekat
tumpahan, jauhkan barang/bahan tersebut. Jika ada mesin/kendaraan (seperti genset)
di dalam gudang, matikan mesin tersebut. Jika barang tersebut tidak bisa dipindahkan,
arahkan tumpahan minyak/oli menjauh dari barang tersebut. Hindari kegiatan atau
gerakan yang ada atau bisa menimbulkan percikan api.

b. Identifikasi bahan yang tumpah/tercecer

Temukan sumber dari ceceran/tumpahan – apakah trafo atau drum tempat


penyimpanan minyak/oli. Jika bukan dari trafo atau drum penyimpanan minyak/oli trafo,
perhatikan MSDS dari bahan yang tumpah tsb.

Pastikan tidak ada risiko terhadap kesehatan manusia. Dengan menggunakan APD,
upayakan segera menghentikan ceceran/ tumpahan tesebut. Jangan sampai ada
kontak dengan tubuh/kulit, karena minyak/oli trafo mungkin mengandung PCB yang
berbahaya bagi kesehatan.

Segera juga lakukan prosedur sederhana yang bisa menghentikan tumpahan/ceceran,


seperti memutar valve, menambal lubang kebocoroan, dsb. Pastikan sumber
ceceran/tumpahan diketahui dan tidak akan timbul risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja.

c. Siapkan laporan dan pemberitahuan tentang tumpahan

Segera laporkan tumpahan/ ceceran ke kantor pergudangan. Jika ada potensi bahaya
terhadap manusia (seperti kebakaran atau gas berbahaya bagi pekerja), bunyikan alarm
agar semua pekerja segera evakuasi dari bangunan. Jika ada tumpahan yang sulit
dikendalikan atau telah keluar dari pagar fasilitas, hubungi Dinas Kebakaran agar
mengerahkan tim pengendali bahan berbahaya.

6.1.3 Lokalisir Penyebaran (Containment)


Kalau minyak/oli bergerak melampaui bak penampungan oli/minyak (oil collection pit), maka
upaya melokalisir/ mengisolasi penyebaran perlu segera dilakukan. Tindakan ini mencakup:

a. Hentikan ceceran/tumpahan pada sumbernya

Segera temukan sumber dari ceceran atau tumpahan. Upayakan agar menghentikan
kebocoran atau tumpahan tersebut pada sumbernya. Jika sumber ceceran/tumpahan
tidak jelas, dan jika diperlukan bantuan luar untuk menghentikan tumpahan, hubungi
kantor pergudangan, agar segera minta bantuan dari Dinas Kebakaran.

b. Isolasi tumpahan agar tidak meluas

7
Gunakan alat/bahan penyerap untuk mengisolasi tumpahan, agar tidak meluas. Selalu
gunakan APD, dan perhatikan MSDS dari bahan tersebut untuk memahami
kompatibilitas bahan dan potensi pencemaran lingkungan/ risiko kesehatan manusia.
Contoh alat/bahan penyerap adalah: Kain majun dan adsorben (pasir, serbuk gergaji,
sekam padi) atau bahan penyerap tumpahan/ceceran oli lainnya. Selain itu, untuk
menutup lubang dalam drum atau kemasan yang bocor, bisa digunakan plug/ dykes
(terbuat dari material semacam tanah liat). Penutupan/penambalan ini bersifat
sementara, sampai ada kesempatan untuk menguras seluruh minyak/oli dari drum atau
kemasan dan menggantinya dengan drum atau kemasan yang layak.

c. Simpan sebagai Limbah B3


Tumpahan atau ceceran minyak/oli dibersihkan dengan alat kerja, dan disimpan
sebagai Limbah B3 dalam wadah yang sesuai. Alat kerja yang digunakan untuk
membersihkan ceceran/tumpahan juga harus diperlakukan sebagai Limbah B3, dan
disimpan dalam wadah yang sesuai, untuk nantinya diserahkan pada pihak ketiga yang
berizin pengelolaan Limbah B3.

Hindari penyimpanan bahan/limbah yang tidak compatible (bisa menimbulkan reaksi)


secara berdekatan atau di tempat yang sama. Perhatikan informasi kompatibilitas dalam
MSDS masing-masing bahan/limbah.

Jika minyak/oli diketahui berasal dari sumber yang mengandung/terkontaminasi PCB


(lebih dari 50 ppm), maka semua alat kerja yang digunakan untuk membersihkan
ceceran/ tumpahan wajib disimpan dalam kemasan yang diberi label
“Mengandung/terkontaminasi PCB”, dan penyimpanan dipisahkan dari limbah B3 yang
tidak mengandung PCB.

Apabila hasil tampungan tumpahan LB3 cair berjumlah besar maka lakukan evakuasi
melalui jasa transporter LB3 yang berizin.

d. Bersihkan area tumpahan/ceceran


Bersihkan lantai yang terkena ceceran/tumpahan dengan solvent (pelarut) yang sesuai.
Gunakan solvent secukupnya dan buang ke dalam wadah Limbah B3 untuk disimpan di
TPS LB3.

Apabila tumpahan/ceceran terjadi di atas tanah (langsung) atau melebar ke permukaan


tanah, lakukan pengerukan tanah yang tercemar hingga semua butir tanah yang
terkontaminasi tumpahan/ceceran terambil. Jika tanah yang terkena ceceran lebih dari 4
m², lakukan Deliniasi (Lihat bagian 6.2.1.).

e. Bersihkan alat kerja yang digunakan


Walau alat kerja hanya digunakan untuk pembersihan (butir d), setiap peralatan dan
perlengkapan harus dibersihkan (decontaminate) sebelum dikembalikan ke tempat
penyimpanan spill control kit. Hal ini sangat penting mengingat masih terdeteksinya
PCB (melebihi nilai ambang batas) dalam sebagian minyak/oli trafo PLN.

8
Jika tumpahan/ceceran berasal dari kemasan/trafo yang mengandung atau
terkontaminasi PCB, maka pembersihan/pembilasan alat kerja harus dilakukan dengan
seksama agar tidak menjadi perantara untuk kontaminasi-silang PCB. Lihat Prosedur
Pencegahan Kontaminasi-Silang PCB.

f. Bersihkan diri

Setelah tumpahan/ceceran selesai dibersihkan, petugas pelaksana tanggap darurat


wajib melakukan pembersihan diri, minimal pembersihan tangan dengan menggunakan
sabun. Jika tumpahan/ceceran berasal dari kemasan/trafo yang mengandung atau
terkontaminasi PCB, maka pembersihan diri harus dilakukan dengan seksama dan sesuai
dengan prosedur terkait PCB.

g. Pemberitahuan ke pihak luar


Manajer Gudang menentukan apakah skala tumpahan yang terjadi perlu dilaporkan ke
pemerintah setempat. Jika demikian, maka pemberitahuan segera dilakukan ke instansi
terkait dan, jika perlu, unit/badan penanganan keadaan darurat. Pemberitahuan verbal
sebaiknya diikuti dengan pemberitahuan tertulis, agar ada dokumentasi yang baik.

Apabila unit dihubungi media massa terkait tumpahan tersebut, harus diputuskan
apakah komunikasi dengan media massa di tangani oleh unit (Manajer Gudang),
diserahkan ke Unit Induk, atau diserahkan ke Divisi HSSE di Pusat.

6.1.4 Dokumentasi Kejadian


Staf gudang wajib mengelola suatu log-book untuk mencatat kejadian tumpahan atau
ceceran (lihat Lampiran 3). Pencatatan harus lengkap, dengan menjelaskan upaya
pembersihan (clean-up) dan penataan kembali lokasi yang terkena tumpahan/ceceran.

Semua laporan tumpahan/ceceran wajib disimpan minimal tiga tahun setelah kejadian, dan
berisi informasi sebagai berikut:

1. Tanggal, waktu kejadian dan lokasi tumpahan/ceceran;


2. Jenis bahan yang tumpah/tercecer, sumber dan estimasi volume;
3. Sebab terjadinya tumpahan/ceceran;
4. Personil dan peralatan yang terlibat atau dikerahkan untuk tanggap darurat;
5. Upaya yang dilakukan untuk mengisolasi atau mengendalikan sebaran dan
membersihkan ceceran/ tumpahan;
6. Kronologis kejadian berikut waktu, serta catatan tentang kondisi cuaca saat kejadian;
7. Bukti-bukti seperti foto, sampel dan identitas saksi mata;
8. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah kejadian terulang;
9. Pengamatan tentang kerusakan/ kerugian dan langkah-langkah yang perlu dilakukan
untuk pemulihan/ penataan kembali lokasi;

9
10. Sampel yang diambil dan nama laboratorium yang digunakan untuk analisa sampel, jika
ada.
Manajer Gudang wajib menyimpan logbook tersebut untuk: a) pemantauan berkala tentang
kinerja pelaksanaan tata-graha material bekas dan LB3, b) dokumentasi jika di kemudian
hari ada tuntutan dari masyarakat atau penegakan hukum dari pemerintah terkait tumpahan
/ceceran tersebut.

6.2 Penanganan Ceceran Baru


Apabila upaya tanggap-darurat dan pembersihan (sebagaimana tertera di bagian 6.2.3)
menyisakan areal yang menunjukkan adanya kontaminasi tanah maka perlu penanganan
lanjutan di areal tersebut. Hal ini bisa terjadi jika jumlah oli trafo yang tercecer/tumpah cukup
besar, dan/atau cepat terserap ke dalam permukaan tanah. Secara visual, tanah di areal
tersebut akan tampak lebih gelap daripada tanah sekitarnya.

Staf K3L di lokasi agar menyiapkan catatan tentang tumpahan/ceceran yang tampak telah
terserap ke dalam permukaan tanah. Catatan ini mengacu pada lembaran di Lampiran xx.
Catatan ini berupa:

1. Lokasi tanah yang diduga terkontaminasi ceceran/tumpahan harus diberi tanda


dengan patok atau sejenisnya. Ukur luas areal yang diberi tanda tersebut. Areal ini
dibuat sketsa tangan dan difoto untuk disertakan dalam catatan;
2. Identifikasi badan air, drainase, lahan pertanian, sumur atau reseptor lain yang
sensitif atau rentan terhadap pencemaran dan berada dekat (radius 50 meter) dari
lokasi ceceran. Buatkan sketsa tangan dan foto untuk disertakan dalam catatan,
dengan informasi tentang jarak reseptor tersebut dengan lokasi ceceran.

Jika areal yand diduga terkontaminas tumpahan/ceceran oli trafo luasnya 9 m2 atau kurang
dari 9 m², maka tanah terkontaminasi tersebut agar dikeruk dan diperlakukan sebagai
limbah B3. Lihat bagian 6.3.3.1 Pengerukan Tanah dan Perlakukan Sebagai Limbah B3.

Jika areal yang diduga terkontaminasi tumpahan/ceceran oli trafo ini luasnya lebih dari 9 m²,
maka catatan ini disampaikan kepada Pejabat Pengendali K3L, yang kemudian menyiapkan
suatu laporan singkat tentang Informasi Awal Dugaan Kontaminasi akibat Ceceran.
Informasi Awal ini digunakan untuk proses delineasi selanjutnya, dimana dibutuhkan
keterlibatan tenaga ahli luar yang berpengalaman.

Di bawah ini dijelaskan proses delineasi untuk areal yang lebih dari 9 m².

6.2.1 Delineasi Tanah Terkontaminasi Ceceran Baru Oli Trafo

Tujuan delineasi adalah untuk mengetahui sejauh mana ceceran telah merembes ke dalam
tanah, baik dari segi luas (horizontal) maupun kedalaman (vertikal). Delineasi menjadi dasar
untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya.

Proses delineasi dan penentuan tindak lanjut agar melibatkan tenaga ahli yang
berpengalaman. Tenaga ahli bisa didapatkan dari laboratorium atau konsultan yang
bekerjasama dengan laboratorium. Penjelasan di bawah ini dimaksudkan agar Unit dapat

10
memahami proses yang perlu dilakukan, agar mampu menyiapkan TOR untuk melibatkan
pihak ketiga (tenaga ahli dan/atau laboratorium) pelaksana. 3

Delineasi dilakukan dengan mengambil sampel tanah secara komposit, dan analisa sampel
tanah tersebut untuk sejumlah parameter terkait minyak/oli trafo. Hasil analisa laboratorium
menjadi dasar untuk memastikan batas-batas tanah terkontaminasi dan menentukan upaya
penanganan selanjutnya.

Proses delineasi terdiri dari:


 Pengembangan Conceptual Site Model (CSM) yang mengintegrasikan pemahaman
tentang bahan ceceran dan alur pengangkutan bahan pencemar melalui
lingkungan;Rencana pengambilan sampel (sampling plan) yang menentukan titik-titik
pengambilan sampel;
 Analisa laboratorium dan interpretasi hasil laboratorium;
 Penyusunan laporan delineasi yang memaparkan sebaran bahan pencemar dan
rekomendasi untuk penanganan selanjutnya.

Uraian di bawah ini ditujukan agar Unit memahami garis besar tiap-tiap tahapan dalam proses
delineasi:

Conceptual site model (CSM):

CSM adalah langkah pertama untuk memastikan dugaan adanya kontaminasi tanah
akibat ceceran oli trafo. CSM menuangkan informasi dalambentuk peta, meliputi hal-
hal yang tidak terbatas pada:
 Informasi mengenai sumber ceceran dan karakteristik bahan ceceran;
 Mengidentifikasi areal terkontaminasi (jika diketahui) dan karakteristik tanah (tipe
permukaan atau tanah);
 Prediksi arah perpindahan bahan ceceran;
 Lokasi-lokasi reseptor sensitif di sekitar areal ceceran, misalnya:
 Sumberdaya air alami dan buatan misalnya sungai, danau, sumur,
penampungan air;
 Habitat atau areal yang sensitif misalnya daerah pemukiman, lahan
pertanian atau Kawasan dengan keanekaragaman hayati yang
bernilai tinggi;
 Alur migrasi, seperti sungai, danau, drainase, air tanah dan/ atau
saluran yang mengarah ke air atau areal yang sensitif,

Penyusunan rencana pengambilan sampel (sampling plan):


Berdasarkan CSM, suatu rencana pengambilan sampel tanah akan dikembangkan.
Tenaga ahli dapat menggunakan beberapa pendekatan, seperti pembuatan grid,
sampel komposit, atau pendekatan lainnya dengan landasan ilmiah yang kuat.
Pengambilan sampel harus memiliki memastikan keterwakilan areal terkontaminasi,
termasuk batas horizontal (luas) dan batas vertikal (kedalaman).
Rencana pengambilan sampel juga akan menentukan parameter yang akan diuji di
laboratorium. Untuk ceceran oli trafo, parameter minimal adalah:
 Karakteristik fisik tanah,

3
Pendekatan ini dianggap penting pada saat ini mengingat Unit belum memiliki pengalaman dengan delineasi
tanah terkontaminasi. Di masa mendatang, jika Unit-Unit sudah memiliki pengalaman, tidak tertutup
kemungkinan bahwa proses delineasi dapat dilakukan oleh staf Unit yang berpengalaman.

11
 Total Petroleum Hydrocarbon (TPH), khususnya fraksi hidrokarbon C6-9 and
C10-36,
 PCB, jika dicurigai ada PCB di dalam oli trafo yang tercecer atau jika tidak
dapat dipastikan bahwa oli yang tercecer itu bebas dari PCB,
 Parameter lain yang dirasakan perlu oleh tenaga ahli, seperti TCLP logam
berat (Zn, Cu, Ni, Pb) dan/atau parameter terkait hidrokarbon lainnya.

Tenaga ahli mungkin akan mengarahkan untuk pengambilan sampel air tanah (dari
sumur terdekat, di hilir lokasi ceceran). Hal ini untuk memastikan tidak ada kontaminasi
air tanah akibat ceceran oli trafo yang merembes masuk ke dalam tanah.

Laboratorium yang melakukan analisa harus memiliki akreditasi yang sesuai. Tenaga
ahli dapat membantu Unit memastikan bahwa laboratorium yang akan digunakan
memenuhi syarat.

Rencana Pengambilan Sampel harus mendapat persetujuan dari Unit atau Pejabat
Pengendali K3L, karena menyangkut anggaran biaya. Rencana Pengambilan Sampel
menjadi dasar kerja bagi laboratorium yang ditunjuk.

Pengambilan sampel dan analisa laboratorium:

Laboratorium yang dilibatkan akan mengutus tim untuk mengambil sampel tanah
sesuai dengan Rencana Pengambilan Sampel yang telah dikembangkan tenaga ahli
dan disetujui Unit. Staf K3L atau Pejabat Pengendali agar mengawasi pelaksanaan
pengambilan sampel dan memastikan bahwa dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah disetujui.

Hasil analisa laboratorium harus ditelaah oleh tenaga ahli, untuk memetakan areal
kontaminasi, dan potensi penyebaran secara horizontal dan vertical, serta risiko
pencemaran reseptor sensitif yang telah diidentifikasi dalam CSM. . Peta areal
kontaminasi ini akan menjadi dasar tenaga ahli menyusun rencana tindakan, termasuk
rencana bioremediasi.

a. Rambu-rambu yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan adalah sebagai


berikut: Jika hasil analisa laboratorium terhadap ketiga parameter tersebut menunjukkan
hasil di bawah baku mutu TK-C4, maka tanah terkontaminasi tersebut diurug/ditimbun
menggunakan tanah baru (bebas kontaminasi).
b. Jika hasil analisa laboratorium terhadap ketiga parameter tersebut salah satunya ataupun
ketiganya di atas baku mutu TK-C5, maka perlu dilakukan pembersihan/pengangkatan
kembali hingga baku mutu di bawah TK-C. Setelah itu, baru area bisa diurug/timbun
menggunakan tanah baru.

c.
d.

4
Berdasarkan Lampiran V Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
5
Berdasarkan Lampiran V Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.

12
Tindakan berupa pengerukan/pengangkatan tanah terkontaminasi dijelaskan di
bagian 6.3.3.1. C1- Pengerukan Tanah dan Perlakukan sebagai LB3.

Tindakan berupa bioremediasi dijelaskan pada bagian 6.3.3.2 C2- Bioremediasi.

Ringkasan pekerjaan delineasi sebagaimana dijelaskan di atas telah diringkas dan


disajikan pada Lampiran 4.

6.3 Penanganan Ceceran Lama8

Di sejumlah fasilitas kegiatan transmisi dan distribusi, ditemukan lokasi dengan tanah
terkontaminasi ceceran/tumpahan oli trafo yang sudah lama terjadi. Lokasi tanah tercemar
ini ditemukan saat ada kunjungan lapangan dari pihak pemberi pinjaman atau pihak ketiga
yang ditunjuk. Informasi tentang kapan terjadinya ceceran seringkali tidak ada dalam arsip/
catatan, sehingga sulit untuk dilacak. Namun, tanah terkontaminasi ini perlu ditangani dan
arealnya dibersihkan, sebagai upaya pengelolaan lingkungan dan pencegahan dampak
lingkungan.

Terdapat tiga tipe tanah terkontaminasi yang ditemukan di Gudang PLN adalah:

• Tipe A: Tanah terkontaminasi telah dikeruk,


• Tipe B: Tanah terkontaminasi tidak dikeruk, namun areal sudah dicor beton atau ditutupi
paving block (atau material lain),
• Tipe C: Tanah terkontaminasi belum dikeruk dan areal belum dicor beton/ ditutup paving
block.

Tiga tipe tersebut memerlukan tindakan yang berbeda-beda untuk memastikan bahwa tidak
terjadi pencemaran di lingkungan hidup sekitar, terutama pada air tanah. Dibawah ini
dijelaskan cara penanganan ceceran minyak/oli trafo pada masing-masing tipe tanah
terkontaminasi.

6.3.1 Tipe A: Tanah Terkontaminasi Telah Dikeruk

Ciri: Tanah terkontaminasi minyak/oli trafo telah dikeruk dan diperlakukan sebagai limbah B3
(disimpan di TPS LB3 dan/atau telah diserahkan pada pihak ketiga pengelola LB3).
Pengerukan tanah terkontaminasi dilakukan di masa lalu, dan ceceran yang terjadi biasanya
terdokumentasi (dalam laporan).

Peralatan yang dibutuhkan:

a. Botol sampel air tanah, sesuai jumlah sumur yang akan dipantau;
b. Cold storage (cool box atau kotak es) jika pengiriman sampel air ke laboratorium
memerlukan waktu > 1 hari, untuk menjaga sampel air dalam kondisi yang konsisten.

8
Materi ini diadaptasi dari bahan yang disusun Ir. R. Amin, PhD. untuk PLN, Agustus 2020.

13
Langkah kerja:

 Pelajari laporan ceceran untuk memastikan:


a) Kontaminasi tanah berasal dari ceceran minyak/oli trafo (dan bukan bahan atau zat
lainnya);
b) Minyak/oli trafo yang tidak mengandung PCB melebihi 50 ppm. Jika dokumentasi
ceceran tidak mencantumkan informasi tentang kandungan PCB atau usia trafo asal
ceceran, maka kandungan PCB perlu menjadi perhatian dalam Langkah selanjutnya.
 Pemantauan air tanah terhadap parameter TPH 9:
a) Tentukan sumur untuk pengambilan sampel air tanah di hilir (downstream) dari tanah
terkontaminasi, dengan mempelajari informasi hidrogeologi di sekitar lokasi.
b) Libatkan laboratorium terakreditasi untuk pengambilan sampel air tanah dan analisa
laboratorium: 3 kali dalam kurun waktu 18 bulan.
c) Uji parameter TPH dalam sampel air tanah, sehingga mendapat data 3 seri.
d) Pelajari kecenderungan (trend analysis) dari 3 seri data TPH dalam air tanah, dan
tentukan rencana tindakan selanjutnya. (Lihat Tabel 2 di bawah ini).

 Pemantauan PCB, jika kandungan PCB (dalam minyak/oli yang tercecer) tidak diketahui
atau melebihi 50 ppm:
a) Tentukan sumur untuk pengambilan sampel air tanah di hilir (downstream) dari tanah
terkontaminasi, dengan mempelajari informasi hidrogeologi di sekitar lokasi.
b) Libatkan laboratorium terakreditasi untuk analisa PCB dalam air tanah.
c) Lakukan uji laboratorium untuk kandungan PCB dalam air tanah. Jika analisa
pertama tidak menunjukkan PCB melebihi nilai ambang batas (NAB sebesar 0.0094
mg/L10), maka analisa parameter PCB tidak perlu dilakukan kembali di kemudian
hari.
 Jika PCB dalam air tanah melebihi NAB, hubungi Dinas LH atau MENLHK (sesuai
dengan untuk meminta arahan yang harus dilakukan). Langkah awal sesuai dengan
Undang-Undang no. 32 Tahun 2009 Pasal 53 Ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:
a) pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat;
b) pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c) penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Penangan tanah terkontaminasi masih perlu dilakukan jika data TPH dari 3 kali
pemantauan menunjukkan peningkatan di atas NAB (>25%). Lihat Bagian 6.2.1 tentang
Deliniasi untuk mendapatkan informasi akurat tentang tanah tercemar yang masih
tersisa di lokasi.

9
Di Indonesia, baku mutu kualitas air tanah hanya mencantumkan parameter Minyak dan Lemak. Namun,
Minyak dan Lemak dianggap terlalu umum, karena bisa sumber minyak dan lemak dalam air tanah dapat berasal
dari banyak sumber, termasuk minyak nabati. Oleh karena itu, dalam Prosedur ini diarahkan untuk memantau
TPH dalam air tanah, dengan menggunakan baku mutu dari referensi internasional.
10
Alberta Tier 1 Soil and Groundwater Remediation Guidelines. 2019. Government of Alberta. Pp 51.

14
Tabel 1. Rencana Pengelolaan Bekas Tanah Terkontaminasi berdasarkan Evaluasi Data TPH
pada Air Tanah

No. Kondisi Usulan Rencana Tindakan/Pengelolaan

1. Semua data di bawah Tidak ada, pemantauan dihentikan


NAB

2. Meningkat
a. Sangat tinggi di a. Pengerukan ulang tanah terkontaminasi. Lanjutkan
atas NAB (>25%) pemantauan ulang 3 (tiga) kali lagi.

b. Agak tinggi di atas b. Flushing dan pemompaan/pengurasan setiap bulan.


NAB (< 25%) Lanjutkan pemantuan selama 1 (satu) semester dengan
pemantauan setiap 3 (tiga) bulan sekali.

c. Di bawah NAB c. Lanjutkan pemantauan 1 (satu) semester lagi. Dapat


tapi kritis dilakukan flushing dan pemompaan/pengurasan setiap bulan.
mendekati NAB

3. Menurun
a. Hasil akhir di a. Tidak ada, pemantauan dihentikan
bawah NAB
b. Hasil akhir di atas b. Lanjutkan pemantauan 1 (satu) semester lagi. Dapat
NAB (< 25%) dilakukan flushing dan pemompaan/pengurasan setiap
bulan.

4. Semua data di atas


NAB a. Pengerukan ulang tanah terkontaminasi. Lanjutkan
a. Sangat tinggi pemantauan ulang 3 (tiga) kali lagi.
(>25%) b. Flushing dan pemompaan/pengurasan setiap bulan.
b. Agak tinggi (< Lanjutkan pemantuan selama 1 (satu) semester dengan
25%) pemantauan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Keterangan: NAB = Nilai Ambang Batas

6.3.2 Tipe B: Tanah terkontaminasi tidak dikeruk, namun areal sudah dicor beton atau
ditutupi paving block (atau material lain)
Ciri: Ceceran minyak/oli trafo dan kontaminasi tanah terjadi di masa lalu, dan mungkin ada
dokumentasi (laporan) tentang ceceran minyak/oli trafo tersebut. Lokasi tidak
dibersihkan, namun ada upaya mengurangi perembesan ke dalam tanah, dengan
menutup permukaan tanah dengan beton, paving block atau material lain. Hal ini
terjadi beriringan dengan upaya pembenahan areal pergudangan PLN, yang salah
satunya mensyaratkan adanya lantai (dan atap) yang layak.

Lokasi Tipe B ini memerlukan pemantauan lingkungan sebagai berikut:

15
 Analisa air tanah dari sumur di hilir (downstream) dari lokasi selama 18 bulan. Untuk
Langkah kerjanya, lihat Bagian 6.3.1 tentang Pemantauan Air Tanah;
 Analisa TPH pada sampel tanah di sekitar cor beton/paving block11. Lihat Bagian 6.2.1
tentang Deliniasi untuk memastikan bahwa tidak ada sisa tanah tercemar yang masih
berpotensi merembes ke dalam tanah dan air tanah.

Jika hasil analisa pertama terhadap sampel tanah dan air tanah menunjukkan TPH melebihi
NAB, berarti ada indikasi bahwa ceceran oli/minyak masih merembes ke dalam tanah dan
air tanah. Tanah tercemar harus dikeruk/diambil, lalu disimpan di TPS LB3 untuk kemudian
diambil pihak ketiga berizin.

Jika analisa pertama terhadap sampel tanah dan air tanah menunjukkan TPH di bawah
NAB, tinggal meneruskan pemantauan air tanah 2 kali lagi (setiap 6 bulan). Lihat Bagian
6.3.1 untuk penjelasan pemantauan air tanah. Sampel tanah tidak perlu lagi dianalisa.

Jika analisa sampel air tanah selama 18 bulan menunjukkan TPH lebih tinggi dari NAB
(>25%; semua data atau ada kecenderungan meningkat), maka ini menunjukkan bahwa
masih terjadi rembesan minyak/oli trafo ke air tanah. Ini mengindikasikan adanya
pencemaran air tanah. Tindakan selanjutnya harus dibahas dan disepakati dengan
manajemen gudang, karena membutuhkan tindakan segera dan seksama. Unit juga agar
berkonsultasi dengan DIVK3L untuk tindak-lanjut.

6.3.3 Tipe C: Tanah terkontaminasi belum dikeruk dan belum ditutup paving block atau
di cor beton
Ciri: Ceceran/tumpahan minyak/oli trafo di lokasi ini terindikasi dari warna tanah yang
gelap. Kemungkinan besar ceceran terjadi di masa lalu, tapi tidak ditangani dengan
segera, sehingga meninggalkan kontaminasi minyak/oli dalam tanah. Lokasi ini belum
ditutup beton atau paving block, dan tanah terkontaminasi belum dikeruk/ diambil atau
mendapat perlakuan apapun.

Langkah pertama adalah Deliniasi, yaitu untuk menentukan luas dan kedalaman tanah
tercemar yang ada di lokasi. Lihat Bagian 6.2.1 untuk penjelasan mengenai langkah kerja
untuk deliniasi. Tenaga ahli dan laboratorium yang terakreditasi perlu dilibatkan dalam
proses ini.

Hasil deliniasi dijadikan pegangan pada saat penanganan tanah tercemar, yang terdiri dari
dua: a) Untuk kontaminasi yang luasnya kurang dari atau sama dengan 9 m²; b) Untuk
kontaminasi yang luasnya lebih dari 9 m² atau tidak dapat dikeruk/diangkat. Penjelasan
keduanya ada di bawah ini.

11
Lihat tanah 1-2 meter di sekeliling batas luar cor beton. Jika tanah tampak gelap, lakukan pengambilan sampel
di situ. Jika tanah yang tampak gelap cukup luas (lebih dari 3 m²), bagi luasan itu menjadi 3 grid, seperti di
jelaskan di Bagian 6.2.1.

16
6.3.3.1 C1-Pengerukan tanah dan perlakukan sebagai LB3
Bisa diterapkan pada hampir semua lokasi, terutama yang luas tanah terkontaminasi kurang
dari 9 m². Jika lebih luas dari itu, atau ada kendala terhadap pengerukan, maka lihat C2
(bioremediasi) di bagian selanjutnya.

Tindakan yang akan dilaksanakan:

 Siapkan peralatan untuk pengerukan tanah dan pengambilan sampel, sebagaimana


disebutkan di Tabel. 2 di bawah;
 Pengerukan tanah terkontaminasi dengan menggunakan cangkul atau alat gali kecil,
sedalam sebaran ceceran (berdasarkan hasil delineasi);
 Masukkan ke dalam wadah yang telah disiapkan dan kirim ke pihak pengolah resmi atau
disimpan sementara di TPS LB3;
 Ambil sampel tanah 1 (satu) kali setelah pengerukan;
 Lakukan pemantauan air tanah, seperti dijelaskan di Bagian 6.3.1;
 Evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya dengan menggunakan Tabel 1.

Tabel 2. Peralatan yang diperlukan

Tindakan Alat/bahan Jumlah Keterangan

1. Pengerukan tanah Cangkul atau alat Pengerukan hingga kedalaman


1 unit
gali/excavator kecil kontaminasi oli trafo, bersih

2. Pewadahan tanah Lengkap dengan tutup dan label untuk


terkontaminasi Drum metal 2 buah disimpan sementara sebelum
dikirimkan ke pihak pengolah resmi.
3. Sampling tanah
terkontaminasi Kantong plastik 1 buah Parameter TPH setelah dikeruk.

Parameter TPH setelah dikeruk dan


4. Sampling air tanah Botol sampel 1 buah diteruskan sampai 3 set data dan
frekuensi setiap 6 bulan.

6.3.3.2 C2-Bioremediasi

Bioremediasi dilakukan pada lokasi tanah terkontaminasi minyak/oli trafo yang tidak dapat
dikeruk, karena: a) luas tanah terkontaminasi lebih dari 9 m², b) tidak tersedia vendor/pihak
ketiga pengelola LB3 (dengan izin sesuai) yang dapat melayani pengambilan dan
pemusnahan/ pengolahan tanah terkontaminasi tersebut, dan/atau c) ada larangan
pemerintah daerah untuk mengeruk tanah terkontaminasi karena alasan apapun.

Bioremediasi dilakukan untuk tanah terkontaminasi minyak/oli trafo yang tidak mengandung
PCB (atau terkontaminasi PCB). Keputusan untuk bioremediasi sebaiknya diambil setelah

17
analisa sampel tanah sudah tersedia dan menunjukkan kadar PCB dalam tanah di bawah
ambang batas (NAB PCB dalam tanah: 0.02 mg/kg12).

Penjelasan tentang dasar-dasar teknik bioremediasi dapat dilihat di Lampiran 1.

Proses bioremediasi yang dilakukan di suatu lokasi sangat tergantung dari hasil delineasi
dan rekomendasi tenaga ahli, sebagaimana tertuang dalam laporan delineasi dari tenaga
ahli. Saat rencana bioremediasi telah disetujui oleh Unit (manajemen?), tenaga ahli tetap
perlu dilibatkan dalam:

 Merinci kebutuhan peralatan, bahan pengurai yang digunakan (kompos, bulking


agent), dan persiapan lain yang perlu dilakukan;
 Menentukan parameter analisa laboratorium untuk memantau kemajuan proses
bioremediasi;
 Merinci jadwal kerja aplikasi bahan pengurai, pembajakan dan analisa laboratorium;
 Memandu staf lapangan di tahap awal pelaksanaan bioremediasi, dan melatih staf
agar dapat melanjutkan pembajakan, aplikasi bahan pengurai dan pengambilan
sampel untuk memantau kemajuan;
 Memberi arahan dari jauh jika ada pertanyaan selama proses bioremediasi
berlangsung;
 Melakukan kunjungan akhir untuk memeriksa hasil bioremediasi sebelum proses
dihentikan.

Penjelasan di bawah ini memberi gambaran umum tentang proses bioremediasi. Namun,
setiap upaya bioremediasi harus mengikuti arahan tenaga ahli yang melakukan delineasi
tanah terkontaminasi di setiap lokasi yang bersangkutan.

Rangkuman dari tindakan bioremediasi terdapat di Tabel 3, dan diuraikan secara lebih rinci
di teks di bawahnya.

Tabel 3. Bahan Yang Perlu Disiapkan Untuk Tindakan Bioremediasi

Tindakan Bahan Jumlah Keterangan

1. Tata Batas Pagar atau Disesuaikan dengan Agar kegiatan bioremediasi tidak
pembatas lain luasan dan posisi diganggu
tanah terkontaminasi

2. Pemasangan Papan notifikasi 2 buah: 1 dipasang Sebagai tanda lokasi kegiatan


tanda/ pada pintu masuk bioremediasi.
notifikasi dan 1 pada daerah
kegiatan ramai dilalui orang
bioremediasi

12
PP 101 Tahun 2014 Pasal 209 Ayat 2 jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil dari TCLP-
C (tidak ada untuk PCB) dan total konsentrasi C (0.02 mg/kg untuk PCB), tanah dimaksud dapat digunakan
sebagai tanah pelapis dasar.

18
Tindakan Bahan Jumlah Keterangan

3. Pembajakan Traktor kecil 1 unit traktor Pembajakan sedalam kontaminasi


dengan bajak tanah
atau ripper

4. Aplikasi Kompos apa saja Disesuaikan dengan Rasio berdasarkan asumsi.


kompos yang dibeli atau luas area tanah Sebaiknya disediakan pada jumlah
dibuat dari sekitar terkontaminasi minimum saja mengingat
site. Kemasan 25 tumpahan oli trafo telah terjadi
kg/karung beberapa saat yang lalu sehingga
kandunganan TPH-nya sudah
rendah.

5. Pelembaban Selang air atau 1 unit Untuk pencegahan debu selama


water truck proses pembajakan tanah
terkontaminasi.

6. Kebutuhan Botol sampel Disesuaikan Setiap kali sampling:


sampling untuk air dan 1. 1 sampel air,
kantong plastik
2. 1 sampel tanah terkontaminasi
untuk tanah
komposit dari 5 titik.
3. 1 sampel tanah terkontaminasi
sebelum bioremediasi
dilaksanakan

7. Start up Gula pasir 25 – 50 kg Untuk membantu pertumbuhan


bakteri bakteri pada saat awal
indijen dan bioremediasi
bakteri dari
kompos

Pemilihan Kompos Yang Tepat

Pemberian bulking agent dan atau kompos pada tanah terkontaminasi dimaksudkan untuk
meningkatkan porositas dan keruangan tanah terkontaminasi, dan mendukung peningkatan suplai
udara (aerasi) pada saat pembalikan tanah. Bulking agent dan kompos juga berfungsi sebagai
sumber pakan mikroorganisma pengurai kontaminan.

Kompos yang tepat untuk bioremediasi dapat berasal dari

 Kompos dari tanaman, seperti serasah, trubus tumbuhan yang sudah melalui proses
pengomposan (bukan tanaman segar).
 Kompos dari kotoran hewan seperti ayam, sapi, atau kambing / domba, burung wallet
atau kelelawar yang sudah melalui proses pengomposan (bukan kotoran segar).

Usahakan agar kompos tidak didatangkan/dibeli dari luar daerah karena kemungkinan mempunyai
jenis bakteri yang berbeda dengan area yang akan dikerjakan.

19
Beberapa contoh bulking agent adalah grajen atau serbuk sisa penggergajian, potongan kecil
(chips) dari kayu, rajangan jerami atau daun, kulit padi. Khusus untuk tanah terkontaminasi
hidokarbon, bulking agent yang direkomendasikan adalah limbah atau sisa pertanian yang
berukuran kecil seperti kulit padi.

Bulking agent dapat dicampurkan dengan kompos untuk aplikasi pada tanah terkontaminasi
dengan rasio 1:3 hingga 2:3 antara bulking agent dan kompos.

Tindakan bioremediasi (diagram alir tersedia pada Lampiran 5) yang dilaksanakan terdiri
dari:

 Pemberian batas area yang akan dikerjakan. Hal ini perlu dilakukan karena
pertimbangan K3 dan keberhasilan bioremediasi. Pada area ini akan ada pekerjaan aktif
unit ripper atau bajak dan truk penyiraman setiap minggu sehingga ada potensi
kecelakaan berupa tertabrak unit bagi mereka yang tidak berkepentingan berada di
dalam lokasi ini. Pagar dapat dibuat sementara atau semi permanen. Pagar juga
dilengkapi dengan papan pemberitahuan kalau lokasi itu adalah lokasi kegiatan
bioremediasi untuk melarang mereka yang tidak berkepentingan memasuki area
tersebut.
(Catatan alternatif/optional: Jika dilaksanakan pada daerah yang banyak hujan atau
pada puncak musim penghujan, sebisa mungkin dibuatkan atap sementara dan saluran
pengalih di sekeliling area bioremediasi agar air hujan dan air permukaan tidak masuk
ke area bioremediasi secara berlebihan).
 Dengan menggunakan unit ripper atau bajak tanah terkontaminasi dibalik/dibajak sampai
pada kedalaman kontaminasi.
 Selama pembajakan, agar area tersebut disiram secukupnya, jangan terlalu berlebihan,
untuk sekedar menekan debu terbang hasil pembajakan/pembalikan tanah. Hindari
pembajakan pada musim penghujan.
 Laksanakan pengambilan sampel tanah (1) untuk mengetahui TPH pada tanah dan
minta untuk segera dianalisa.
 Taburkan kompos secukupnya. Diperkirakan 1 karung kompos dengan berat 25 kg untuk
2-5 m2.
 Taburkan gula sedikit, sama seperti menyebar pupuk urea di sawah, secara merata.
Diperkirakan 25 kg gula pasir cukup untuk digunakan di area 1.500 m2 (atau 1 kg untuk
sekitar 50 – 60 m2).
 Tanah yang sudah tercampur dengan kompos dan gula dibalik lagi dan dibentuk
timbunan atau bedeng dengan ketinggian maksimum 50 cm.
 Jika hasil laboratorium terhadap sampel tanah (1) ternyata TPH >15% dan setelah
diperhitungkan dengan pencampuran kompos masih > 15%, maka perlu penambahan
kompos agar TPH < 15%.
 Jika TPH sudah < 15%, laksanakan kegiatan pemantauan dan pengolahan secara rutin
berupa:
a. Pemantauan:

20
Pemantauan keberhasilan bioremediasi dilaksanakan dengan mengambil sampel
tanah terkontaminasi dan air tanah seperti yang disajikan di Tabel 4 dan
mengirimkannya ke laboratorium untuk dianalisis sesuai dengan parameter.

Tabel 4. Rencana Pemantauan Efektifitas Bioremediasi pada Tanah Terkontaminasi Minyak/Oli Trafo

Parameter Frekuensi Sample Catatan

TPH Setiap bulan Tanah, komposit dari 5 (lima) Sampel tanah diambil
titik terdiri dari 4 (empat) titik pada kedalaman 15 cm
sudut segi empat dan 1 (satu) sebelum dibalik/dibajak
titik diagonal.

3 bulan Air tanah downstream

BTEXa Akhir Tanah terkontaminasi Akhir bioremediasi


bioremediasi apabila TPHtanah < 1%,
atau 6 (enam) bulan.

Total PAHb Akhir Tanah terkontaminasi Akhir bioremediasi


bioremediasi apabila TPHtanah < 1%,
atau 6 (enam) bulan.

TCLP logam Awal dan akhir Tanah terkontaminasi Akhir bioremediasi


berat: Zn, Ni, bioremediasi apabila TPHtanah < 1%,
Pb, Cu, atau 6 (enam) bulan.
Keterangan: a Benzene, totuene, ethylbenzene, xylene; b Polycyclic Aromatic Hydrocarbon

b. Pengolahan:
 Membalik tanah secara rutin setiap 2 (dua) minggu.
 Selama proses membalik selalu disiram untuk mengurangi debu dan jangan
berlebihan.
 Dalam waktu 2 (dua) bulan jika TPHtanah tidak menunjukkan penurunan yang berarti
maka dapat ditambahkan kompos dengan dosis yang sama.

 Evaluasi hasil bioremediasi dilakukan dengan melihat hasil-hasil sampel tanah dan air
tanah yang ada. Acuan evaluasi adalah NAB yang telah ditentukan di dalam Kepmen LH
No. 128 tahun 2003. Kepmen ini juga menjelaskan kalau bioremediasi dikatakan selesai
atau berhasil jika TPH < 1%, dan jika dalam waktu 8 (delapan) bulan belum berhasil
maka metodenya perlu direview ulang.
 Pembongkaran fasilitas penunjang bioremediasi, seperti pagar dan papan notifikasi
(serta atap, jika ada), dilaksanakan jika bioremediasi sudah selesai dilaksanakan, dan
setelah itu areal tersebut direkomendasikan untuk dijadikan ruang terbuka hijau (RTH)
dengan pohon-pohon yang berguna untuk menjamin tidak ada hidrokarbon yang tersisa
di dalam tanah.

Tata waktu pelaksanaan tindakan bioremediasi disajikan pada Tabel 5, dengan kerangka
waktu 25 minggu (sekitar 6 bulan).

Tabel 5. Rencana Pelaksanaan Bioremediasi untuk Tanah Tercemar Minyak/Oli Trafo

21
Minggu
No. Kegiatan
1 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 25
1 Mobilisasi unit ke tempat bioremediasi 1
2 Pembuatan pagar dan papan keterangan 1, 2
3 Pembajakan/pembalikkan tanah 2
4 Sampling awal tanah 2
5 Pembelian kompos 1, 2
6 Aplikasi kompos dan gula ke dalam tanah 3
7 Pelembaban 2, 3 7 7 7 7
8 Hasil lab sampling awal dierima 7
9 Jika TPH tanah awal >15% maka tambah kompos 7
10 Pembajakan/pembalikkan tanah 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
11 Pemantauan tanah 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7
12 Jika diperlukan dapat menambah kompos 7 7
13 Pemantauan air tanah 7 7
14 Evaluasi 7 7 6
15 Pembongkaran 7
Keterangan: 1, 2 ( . . . dst) adalah hari ke 1 dan 2 dalam minggu tertentu pada kolom

22
LAMPIRAN 1 Dasar-dasar dan Prinsip Bioremediasi Tanah
Terkontaminasi Minyak Trafo13
a. Dasar – Dasar Teknik Bioremediasi Tanah Terkontaminasi
Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah
mengeluarkan pedoman pemulihan tanah terkontaminasi oleh material berbahan dasar
minyak secara biologis melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup (LH) nomor
128 tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak
Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis dimana di dalam
dokumen ini dijelaskan beberapa teknik remediasi, persyaratan dan kriteria keberhasilan
remediasi.

Teknik remediasi secara biologis atau yang biasa disebut dengan bioremediasi didefiniskan
di dalam Lampiran II Kepmen itu adalah sebagai proses pengolahan limbah minyak bumi
yang sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan
memanfaatkan makhluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain untuk
mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar. Bioremediasi
ada 3 (tiga) jenis yaitu:

1. Landfarming adalah proses pengolahan limbah minyak bumi dengan cara menyebarkan
dan mengaduk limbah sampai merata di atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar
20 – 50 cm) sehingga proses penguraian limbah minyak bumi secara mikrobiologis
dapat terjadi;
2. Biopile adalah proses pengolahan limbah dengan cara menempatkan limbah pada pipa-
pipa pensuplai oksigen untuk meningkatkan aerasi dan penguraian limbah minyak bumi
secara mikrobiologis agar lebih optimal;
3. Composting adalah proses pengolahan limbah dengan menambahkan bahan organik
seperti pupuk kandang, serpihan kayu, sisa tumbuhan atau serasah daun dengan
tujuan untuk meningkatkan porositas dan aktivitas mikroorganisme pengurai.

Landfarming dan Composting dapat dilaksanakan secara in-situ, atau pengolahan langsung
pada tanah yang terkontaminasi, dan secara eks-situ, atau pengolahan tanah terkontaminasi
dengan cara memindahkannya ke tempat lain yang memenuhi syarat pengolahan untuk
diolah. Sedangkan biopile, hanya dapat dilaksanakan dengan secara eks-situ karena tidak
mungkin membuat jaringan pipa udara di bawah tanah terkontaminasi, atau amatlah sangat
praktis jika tanah terkontaminasi dipindahkan atau ditempatkan pada pipa-pipa udara yang
telah disiapkan di tempat lain.

Terlepas dari jenis bioremediasi yang disebutkan di dalam Kepmen LH nomor 128 tahun
2003, bioremediasi sendiri telah dan masih terus berkembang lebih luas dengan
memanfaatkan proses – proses biologis makhluk hidup, terutama bakteri, jamur dan
tumbuhan, ataupun kombinasi dari ketiga jenis bioremediasi tersebut ditambah dengan

13
Materi ini diambil dari bahan yang disusun Ir. R. Amin, PhD. untuk PLN, Agustus 2020.

23
pemanfaatan proses biologis makhluk hidup yang “ditugaskan” untuk menguraikan bahan
pencemar di dalam tanah terkontaminasi. Beberapa istilah atau terminologi bioremediasi
lahir untuk lebih memberikan ilustrasi yang tepat tentang subjek dan komponen abiotik
bioremedasi yang berperan di dalam penguraian kontaminan di dalam tanah terkontamiasi.
Misalnya, fitoremediasi adalah proses bioremediasi dengan memanfaatkan proses-proses
biologis tanaman (Madubun, Amin, & Rahyuni, 2020). Bioaugmentasi adalah proses
bioremediasi dengan perekayasaan atau penambahan mikroorganisma pengurai
hidrokarbon di dalam tanah terkontaminasi. Biostimulasi adalah penambahan nutrisi atau
hara pertumbuhan bagi mikroorganisma pengurai hidrokarbon atau kontaminan di dalam
tanah terkontaminasi (Adams, Fufeyin, Okoro, & Ehinomen, 2015).

Proses bioremediasi tanah terkontaminasi oleh hidrokarbon sangat kompleks karena


dipengaruhi oleh sangat banyak faktor baik oleh komponen biotik dan komponen abiotik dan
interaksi kedua komponen itu secara dinamis. Temperatur, misalnya, mempengaruhi jenis
organisma pengurai hidrokarbon dan terhadap hidrokarbon sendiri (Iturbe & Lopez, 2015),
belum lagi flow rate udara, pH media, ukuran partikel tanah, kelembaban, nutrisi atau hara
yang terdapat di dalam tanah terkontamiasi termasuk jenis hidrokarbon yang
mengkontaminasi dan konsentrasinya. Itu semua dari segi komponen abiotik, dan di lain sisi
ada komponen biotik yang lebih dinamis lagi di dalam menguraikan kontaminan di dalam
tanah. Secara skematik, proses utama terjadinya bioremediasi dapat dilihat di dalam Error!
Reference source not found..

Gambar 1. Skematik Proses Bioremediasi dan Sebagian Interaksi Utama Komponen Ekosistem Tanah
Terkontaminasi

Keterangan: A = proses adsorpsi dan absorpsi oleh kompos; B = kompos sebagai sumber pakan, energi dan
sumber mikroorganisma; C = Akar tanaman sebagai sumber pakan dan oksigen, sebaliknya bakteri
menyediakan enzym dan hara bagi tumbuhan; D = degradasi oleh tumbuhan menjadi molekul sederhana dan
hara bagi tanaman dan atau direct up-take; E = kompos sebagai sumber hara dan air/kelembaban; F = bakteri
menguraikan kontaminan sebagai sumber pakan dan energi; G = up-take, translokasi dan penimbunan

24
kontaminan atau unsur/molekul sederhana hasil peruraian kontaminan ke seluruh organ tanaman; H = volatilisasi
kontaminan

Disamping interaksi dan proses yang digambarkan di atas, sebenarnya masih terdapat
banyak proses dan interaksi detil yang terjadi di dalam dan atau di antara mereka. Misalnya,
proses up-take oleh tanaman ternyata melihatkan proses koversi, konjugasi, dan
kompartemenisasi. Dan masing – masing proses itu terdiri dari beberapa sub-proses lagi
seperti contohnya, proses konversi terdiri dari sub-proses reduksi, oksidasi, dan hidrolisis
(Kamath, Rentz, Schnoor, & Alvarez, 2004).

b. Prinsip-Prinsip Penguraian Hidrokarbon Secara Biologis

Penguraian kontaminan hidrokarbon di dalam media, seperti tanah, selalu dapat


dilaksanakan melalui 3 (tiga) cara atau pendekatan yaitu cara fisika, kimia, dan biologi. Dua
cara pertama diketahui lebih cepat tapi mahal dan biasanya meninggalkan residu yang perlu
dikelola, sedangkan cara biologi memerlukan waktu yang lebih lama namun lebih efektif,
area pengelolaan yang relatif lebih luas, dan kurang meninggalkan residu namun
memerlukan lingkungan pendukung atau habitat makhluk hidup yang lebih rumit karena
berupa makhluk hidup berukuran kecil atau renik yang sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungannya.

Memperhatikan hal di atas maka perlu diciptakan dan dipertahankan kondisi lingkungan
yang sesuai atau cocok bagi kehidupan mikroorganisma yang “bertugas” menguraikan
kontaminan hidrokarbon. Prinsip ini dan prinsip lain yang menunjang keberhasilan
penguraian kontaminan hidrokarbon adalah:

1. Kesesuaian lingkungan dengan mikroorganisma. Syarat-syarat kebutuhan hidup


mikroorganisma yang utama dipertahankan adalah aerasi atau ketersediaan udara di
dalam tanah. Itulah sebabnya mengapa bioremediasi yang ditawarkan oleh Kepmen
nomor 128 tahun 2003 tidak pernah meninggalkan unsur udara atau aerasi di dalam
material yang diremediasi. Penjaminan suplai udara yang cukup dapat dilakukan dengan
pembalikan tanah secara teratur, penumpukan tanah yang tidak terlalu tinggi, dan
pemberian bulking agent dan atau kompos untuk meningkatkan porositas dan
keruangan tanah terkontaminasi. Bulking agent dan kompos juga dapat berfungsi
sebagai sumber pakan mikroorganisma pengurai kontaminan. Beberapa contoh bulking
agent adalah grajen atau serbuk sisa penggergajian, potongan kecil (chips) dari kayu,
rajangan jerami atau daun, kulit padi. Khusus untuk tanah terkontaminasi hidokarbon,
bulking agent yang direkomendasikan adalah limbah atau sisa pertanian yang berukuran
kecil seperti kulit padi. Sedangkan kompos untuk bioremediasi dapat berasal dari bahan
baku apa saja, seperti serasah, trubus tumbuhan, kotoran ayam, kambing/domba, sapi,
burung walet maupun kelelawar yang telah melalui proses pengomposan, jadi bukan
material segar.
2. Keberadaan mikroorganisma pengurai. Sebagai subjek pengurai kontaminan maka
keberadaan mikroorganisma di dalam tanah terkontaminasi adalah esensial. Beberapa
mikroorganisma, seperti Pseudomonas sp. Dan Bacillus sp. (Madubun et al., 2020),
telah terbukti mampu mempercepat proses penguraian hidrokarbon. Pemilihan bakteri

25
in-situ atau lokal selalu menjadi pilihan utama karena telah terbukti ada dan mampu
beradaptasi terhadap lingkungannya, dan tinggal dijaga lingkungan dan ketersediaan
pakannya.
3. Konsentrasi kontaminan di dalam tanah. Hidrokarbon yang terlalu tinggi dapat bersifat
toksik bagi mikoorganisma tertentu oleh karenanya jika konsentasinya terlalu tinggi
maka perlu dikurangi. Kepmen 128 tahun 2003 membatasi konsentrasi maksimal
hidrokarbon adalah 15%. Pengurangan konsentrasi hidrokarbon dengan mudah dapat
dilakukan dengan penambahan bulking agent dan atau kompos.

4. Sebenarnya hidrokarbon adalah sumber energi dan sekaligus pakan mikroorganisma,


namun aksesnya tidak bisa langsung dan tidak dalam konsentrasi yang tinggi. Akses
langsung terhadap hidrokarbon oleh organisma termasuk bakteri dan akar tanaman
tidak dapat terjadi karena salah satu sifat hidrokarbon yang hidrofobik atau mempunyai
tegangan permukaan yang tinggi. Ini dapat diturunkan oleh bakteri dan akar tanaman
dengan mengeluarkan enzym dan ligand yang kurang lebih berfungsi sebagai surfaktan
dan pemecah rantai karbon dari hidrokarbon yang panjang. Dengan turunnya tegangan
permukaan hidrokarbon dan lebih sederhananya rantai karbon maka kontaminan lebih
accessible bagi makhluk hidup.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip ini maka penguraian kontaminan hidrokarbon di
dalam tanah akan terjadi lebih efisien dan cepat. Beberapa contoh hasil teknik bioremediasi
tanah terkontaminasi hidrokarbon yang telah diteliti disajikan di dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2 Beberapa Hasil Bioremediasi Tanah Terkontaminasi Hidrokarbon

No Penuruna
Teknik Bioremediasi Referensi
. n (%)

1. Composting dan fitoremediasi 97,7 Madubun, Amin, and Rahyuni (2020)

2. Fitoremediasi 57,7 Moubasher et al. (2015)

3. Composting 89,0 Sayara, Borràs, Caminal, Sarrà, and Sánchez


(2011)

4. Landfarming 32,0 Borislava Lukić, Huguenot, Panico, van


Hullebusch, and Esposito (2017)
5. Landfarming dan biostimulation 76,0

6. Landfarming dan 89,0 B Lukić et al. (2016)


bioaugmentation

Tingkat penurunan hidrokarbon dari beberapa hasil penelitian di Tabel 1 bervariasi dari
32,0% - 97,7% dimana ini dipengaruhi oleh ketiga prinsip penting bioremediasi yang telah
dijelaskan.

26
Lampiran 2 Diagram Alir Penanganan Tanggap Darurat saat terjadi Ceceran
Site/Warehouse Emergency
Workers HSE Officer
Manager Response Team

Evidence of oil or
fuel spill observed

Remove all sources


of ignition

Supervise the clean- Supervise the OHS


Contact the up process and aspects of the clean-
Site/Warehouse notify the HSE up process.
Manager Manager

Is there risk T
of PCB
hazard?
(Note 1)

Y
(
Use proper PPE for Standard PPE for
PCB hazard (Note 2) handling oil and fuel

Try to stop the flow


and contain spread
of spill

Is it a high-risk
spill? (Note 3)
T

Y
Notify to ERP and
HSE Manager and
Follow emergency Follow ERP for
response procedure support coordination
emergency
with workers. environmental spill
for spill. (Note 4)
Indicate to ERP
teams whether PCB
hazard suspected.
Clean up spilled oil and
place oil and cleaning
materials in suitable
disposal container for PCB
or non-PCB hazardous
wastes (refer to waste
management SOP)

Has any of the spill Y


occurred on soil, or
outside of building?
Assess the
Inspect facility for contaminated area
T Notify to the deficiencies in spill and control
Manager and HSE containment measures to
Officer minimize further
spread.

Clean visible oil on


surface

Assess size of spill


outside of building
Demarcate area of area and implement
contamination to delineation
outline the area and procedure (Note 5)
prevent access

Develop the
incident report

Note 1: PCB contamination risk based on procedure described n Section 6.1.2.

Note 2: PPE for handling oil potentially contaminated with PCB is explained in section 6.1.2

Note 3: High risk spills can be defined as large spills (i.e., area greater than 25 m 2 or involving more than 200 L of oil), spills that the source
cannot be closed or identified, spills near to, or have potential to contaminate natural water sources (i.e., lake, river), spills near sensitive areas
such community settlement, agricultural area, or important biodiversity area, spills potentially containing PCBs.

Note 4: Emergency response procedure for environmental emergency. Coordination with local emergency services if necessary.

Note 5: Size of spill should be monitored regularly prior to clean-up to determine if it is increasing and to observe for evidence of sub-surface
movement of contaminants (i.e., appearance of oil downhill from the original spill, oil sheens in water near the spill site, dead/dying vegetation,
sheen or odor in groundwater around the site).
Lampiran 3 Formulir Laporan Kejadian Tumpahan/ Ceceran

Tanggal : Waktu :

Lokasi :

Bahan : Sumber : Volume liter

Sebab :

Personil :

Peralatan :

Kerusakan/
:
Kerugian

Upaya
:
Isolasi
Upaya
:
Pencegahan

Upaya
:
Pemulihan
Kronologis :

Cuaca :

Saksi mata :

Sampel dan
:
Analisis

Foto-foto
:
kejadian
Lampiran 4 Diagram Alir Pekerjaan Delineasi
HSE Manager / Regional
Staf K3L Laboratorium
Environmental Manager? Or
Expert Procurement?

Spill identified outside of


building area or on soil

Delineate – mark areas with


visible contamination using
stakes and flagging.
Document with pictures.

Identify any sensitive areas,


such as drains, water
courses, wells, agricultural
land, etc.

Is spill area > Y


Develop conceptual
9m 2
site model (CSM)

T
Develop initial Review and
sampling plan (Note approval of
1) sampling plan
Is there risk of Y
PCB hazard?
(Note 1)

( Implement sampling
Coordinate with
plan and supply
T laboratory for
results and analysis
sampling
Standard PPE for Use proper PPE for
handling oil and fuel PCB hazard (Note 2)

Excavate
contaminated soil
Develop confirmation
and place in
sampling plan
suitable storage
containers (for PCB
or non-PCB)

Develop initial Review and


sampling plan (Note approval of
Excavated soil to sampling plan
3)
be transported to
licensed 3rd party
for disposal

Implement sampling
Coordinate with
plan and supply
laboratory for
results and analysis
sampling

Review reports Review reports

Does 1 or more
Noda samples exceed
minyak the regulatory
masih standards?
Nampak? T (Note 4)

Develop Approve the


remediation plan remediation plan
(Refer to Section and coordinate with
6.3.3.2- Process Site Manager to
Remediation implement

Note 1: PCB contamination risk based on procedure described in Section 6.1.2.

Note 2: PPE for handling oil potentially contaminated with PCB is explained in section 6.1.2.

Note 3: Initial sampling plan should include TPH, hydrocarbon fractions C 6-9 and C10-36. PCB should be included if there is risk of PCB
contamination identified as in Note 1.

Note 4: Based on Government Regulation No. 101 and Regulation #..., soil with concentrations of TPH > 1%, hydrocarbon fraction C6-9 > 100
mg/kg, hydrocarbon fraction C10-36 > 1,000 mg/kg, or PCB > 0.02 mg/kg are required to be treated.
Lampiran 5 Diagram Alir Tindakan Bioremediasi

Memasang
batas area

T
Hujan
tinggi?

Membuat atap
dan saluran
pengalih

Membajak
lapisan
terkontaminasi

Mencuplik
tanah untuk
analisis TPH

Menaburkan
kompos dan
gula

Kompos: 25 kg (1 karung) 1 kg gula untuk 50-60 m2


untuk area 2-5 m²
Membalikan
dan menyiram
tanah setiap 2
minggu

Mencuplik tanah
untuk analisis
TPH

T T
TPH TPH
>15% <1%

Y Y

Menaburkan Tiap bulan pada kedalaman


kompos agar 15 cm sebelum dibajak
Mencuplik
TPH < 15%
tanah untuk
analisis TPH

Tiap 3 bulan pada air tanah


Mencuplik hilir
air tanah
untuk
analisis TPH

Mencuplik tanah
untuk analisis Setelah 6 bulan
BTEX, PAH,
dan logam (Zn,
Ni, Pb, Cu)

Selesai

<

Anda mungkin juga menyukai