Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH

PENGELOLAAN LIMBAH OLI BEKAS

Kelompok : XIII
Praktikan : 1. Inayah Wulandari (1041170000098)
2. Nina Adriana E. (1041170000102)
3. M. Kanzul Ulum B. (1041170000107)
4. Ainun Rosa (1041160000009)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI


FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2020
2
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Limbah B3 merupakan limbah yang perlu ditangani secara khusus. Limbah B3
dapat diidentifikasikan menurut sumber dan atau uji karakteristik dan atau uji
toksikologi. Hal ini terdapat dalam PP 85/1999, pasal 7 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi:
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
2. Uji karakteristik limbah B3 meliputi :
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. bersifat reaktif;
d. beracun;
e. menyebabkan infeksi; dan
f. bersifat korosif.
Oli bekas dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia seperti indusri,
pertambangan, dan usaha perbengkelan. Oli bekas termasuk dalam limbah B3 yang
mudah terbakar sehingga bila tidak ditangani pengelolaan dan pembuangannya akan
membahayakan kesehatan mausia dan lingkungan. Pengelolaan oli bekas ini berupaya
agar oli bekas yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan dan sifat oli bekas menjadi
lebih tidak berbahaya. Selain itu, pengelolaan oli bekas bertujuan untuk menciptakan
lingkungan yang sehat bagi masyarakat.
Selain itu, apabila penanganan oli bekas dilakukan dengan baik, maka akan bisa
memberikan keuntungan bagi si pengelola oli bekas dan juga pengurangan biaya
produksi bagi industri yang memanfaatkan kembali oli bekas sebagai pelumas berbagai
peralatan, karena oli bekas masih bisa dimanfaatkan untuk pelumas lagi dengan cara
pemakaian yang berbeda dari sebelumnya.
3
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan proses pengolahan limbah secara
biologi dengan proses aerob. Pada percobaan ini diharapakan dapat mengetahui proses
pengolahan limbah secara aerob dengan menggunakan lumpur aktif dan dapat
mengetahui kualitas hasil olahan limbah cair dengan metode aerob.

I.2 Tujuan
1. Mengetahui proses cradle to grave oli bekas
2. Mengetahui kasus yang pernah terjadi sebagai akibat penanganan oli bekas yang
tidak baik
3. Mengevaluasi proses penanganan oli bekas yang seharusnya dilakukan untuk
pencegahan kasus yang telah terjadi dan terjadinya kasus baru
4
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah
Timbulan limbah B3 yang semakin meningkat dikhawatirkan menimbulkan
dampak yang lebih luas terhadap kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan proses cradle to grave yang bertujuan
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, yang diakibatkan
oleh pencemaran bahan berbahaya dan beracun . Disamping itu juga ditujukan untuk
penurunan beban pencemaran limbah B3 serta peningkatan kewaspadaan terhadap
penyelundupan B3.
B3 merupakan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, sehingga
memerlukan penanganan dan teknik khusus untuk mengurangi atau menghilangkan
bahayanya. B3 ini tidak dapat dikelola seperti mengelola sampah kota yang biasanya
menggunakan kendaraan sampah, tempat pembuangan akhir atau pembakaran dengan
alat pembakar sampah kota, hal ini disebabkan:
1. B3 mengandung zat beracun yang apabila tercuci dapat mencemarkan air
permukaan dan air tanah disekitar tempat penanamannya yang akibatnya dapat
menimbulkan penyakit dan dapat meracuni masyarakat yang menggunakan air
tersebut.
2. B3 dapat menyebabkan kebakaran dan ledakan baik dalam pengangkutan
sampah maupun dilokasi pembuangan akhir.
3. B3 dapat membakar kulit jika tidak ditangani dengan hati-hati dan aman.
4. B3 dapat menghasilkan gas beracun yang dapat terhirup oleh masyarakat yang
bermukim dis sekitar lokasi pembuangan akhir.
5. B3 dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan antara petugas dan masyarakat
yang bermukim disekitarnya.
Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan penanganan khusus karena
dihasilkan dalam jumlah yang tinggi pada masyarakat adalah oli bekas.
Oli bekas tentu dihasilkan dari penggunaan oli untuk berbagai aktivitas manusia seperti
perindustian, bengkel, dan penggunaan kendaraan bermotor.
5
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

2.2Pengertian Pelumas (Oli)


Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi sebaga pelicin,
pelindung, dan pembersih bagi bagian dalam mesin. Kode pengenal Oli adalah berupa
huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers. Selanjutnya
angka yang mengikuti dibelakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan oli tersebut. SAE
40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang mengikuti Kode oli menandakan
semakin kentalnya oli tersebut. Sedangkan huruf W yang terdapat dibelakang angka
awal, merupakan singkatan dari Winter. SAE 15W-50, berarti oli tersebut memiliki
tingkat kekentalan SAE 10 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu
panas. Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat
mesin start pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal,
idealnya oli akan bekerja pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE
2.3Fungsi Pelumas
Semua jenis oli pada dasarnya sama. Yakni sebagai bahan pelumas agar mesin
berjalan mulus dan bebas gangguan. Sekaligus berfungsi sebagai pendingin dan
penyekat. Oli mengandung lapisan-lapisan halus, berfungsi mencegah terjadinya
benturan antar logam dengan logam komponen mesin seminimal mungkin, mencegah
goresan atau keausan. Untuk beberapa keperluan tertentu, aplikasi khusus pada fungsi
tertentu, oli dituntut memiliki sejumlah fungsi-fungsi tambahan. Mesin diesel misalnya,
secara normal beroperasi pada kecepatan rendah tetapi memiliki temperatur yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Mesin bensin. Mesin diesel juga memiliki kondisi kondusif
yang lebih besar yang dapat menimbulkan oksidasi oli, penumpukan deposit
dan perkaratan logam-logam bearing.
2.4Sifat-sifat Oli Mesin
a. Lubricant oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling
bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk
6
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan atau
kontak secara langsung.
b. Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin menimbulkan
suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat panas. Jika dibiarkan
terus maka komponen mesin akan lebih cepat mengalami keausan. Oli mesin
yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin akan menurunkan suhu logam dan
menyerap panas serta memindahkannya ke tempat lain.
c. Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan
dinding silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat untuk mencegah
kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan dinding
silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.
d. Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam
komponen mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah hambatan
gesekan pada logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas oli mesin adalah
melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih 'menginap'.
e. Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal
setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.
Kekentalan oli mesin Viskositas atau tingkat kekentalan oli mesin menunjukkan
ketebalan atau kemampuan untuk menahan aliran cairan. Sifat oli jika suhunya panas
akan mudah mengalir dengan cepat alias encer. Sebaliknya jika suhu oli dingin maka
akan sulit mengalir atau mudah mengental. Meski demikian setiap merek dan jenis oli
mempunyai tingkat kekentalan yang telah disesuaikan dengan maksud dan tujuan
penggunaannya. Karena itu ada oli yang sengaja dibuat kental atau encer sesuai
kebutuhan pemakai.
Tingkat viskositas oli dinyatakan dalam angka indeks kekentalan. Semakin besar
angkanya maka berarti kian kental olinya. Dan sebaliknya juga kalau angka indeksnya
semakin mengecil tentu olinya bertambah encer.
2.5Jenis Oli
a. Oli Mineral
Oli mineral berbahan bakar oli dasar (base oil) yang diambil dari minyak bumi
yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa pakar mesin memberikan saran
agar jika telah biasa menggunakan oli mineral selama bertahun-tahun maka
jangan langsung menggantinya dengan oli sintetis dikarenakan oli sintetis
7
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

umumnya mengikis deposit (sisa) yang ditinggalkan oli mineral sehingga deposit
tadi terangkat dari tempatnya dan mengalir ke celah-celah mesin sehingga
mengganggu pemakaian mesin.
b. Oli Sintetis
Oli Sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang datang dari bagian
terbersih dari pemilahan dari oli mineral, yakni gas. Senyawa ini kemudian
dicampur dengan oli mineral. Inilah mengapa oli sintetis bisa dicampur dengan
oli mineral dan sebaliknya. Basis yang paling stabil adalah polyol-ester (bukan
bahan baju polyester), yang paling sedikit bereaksi bila dicampur dengan bahan
lain. Oli sintetis cenderung tidak mengandung bahan karbon reaktif, senyawa
yang sangat tidak bagus untuk oli karena cenderung bergabung dengan oksigen
sehingga menghasilkan acid (asam). Pada dasarnya, oli sintetis didesain untuk
menghasilkan kinerja yang lebih efektif dibandingkan dengan oli mineral.

2.6Kekentalan (Viskositas) Oli

Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan oli paling rawan karena
berkaitan dengan ketebalan oli atau seberapa besar resistensinya untuk mengalir.
Kekentalan oli langsung berkaitan dengan sejauh mana oli berfungsi sebagai pelumas
sekaligus pelindung benturan antar permukaan logam.
Oli harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur ambient. Mengalir secara
cukup agar terjamin pasokannya ke komponen-komponen yang bergerak. Semakin
kental oli, maka lapisan yang ditimbulkan menjadi lebih kental. Lapisan halus pada oli
kental memberi kemampuan ekstra menyapu atau membersihkan permukaan logam
8
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

yang terlumasi. Sebaliknya oli yang terlalu tebal akan memberi resitensi berlebih
mengalirkan oli pada temperatur rendah sehingga mengganggu jalannya pelumasan ke
komponen yang dibutuhkan. Untuk itu, oli harus memiliki kekentalan lebih tepat pada
temperatur tertinggi atau temperatur terendah ketika mesin dioperasikan.
Dengan demikian, oli memiliki grade (derajat) tersendiri yang diatur oleh Society
of Automotive Engineers (SAE). Bila pada kemasan oli tersebut tertera angka SAE 5W-
30 berarti 5W (Winter) menunjukkan pada suhu dingin oli bekerja pada kekentalan 5
dan pada suhu terpanas akan bekerja pada kekentalan 30.
Tetapi yang terbaik adalah mengikuti viskositas sesuai permintaan mesin.
Umumnya, mobil sekarang punya kekentalan lebih rendah dari 5W-30 . Karena mesin
belakangan lebih sophisticated sehingga kerapatan antar komponen makin tipis dan
juga banyak celah-celah kecil yang hanya bisa dilalui oleh oli encer. Tak baik
menggunakan oli kental (20W-50) pada mesin seperti ini karena akan mengganggu
debit aliran oli pada mesin dan butuh semprotan lebih tinggi.
Untuk mesin lebih tua, clearance bearing lebih besar sehingga mengizinkan
pemakaian oli kental untuk menjaga tekanan oli normal dan menyediakan lapisan film
cukup untuk bearing.
Sebagai contoh di bawah ini adalah tipe Viskositas dan ambien temperatur
dalam derajat Celcius yang biasa digunakan sebagai standar oli di berbagai
negara/kawasan.
1. 5W-30 untuk cuaca dingin seperti di Swedia
2. 10W-30 untuk iklim sedang seperti di kawasan Inggris
3. 15W-30 untuk Cuaca panas seperti di kawasan Indonesia

2.7Kualitas Oli
Kualitas oli disimbolkan oleh API (American Petroleum Institute). Simbol
terakhir SL mulai diperkenalkan 1 Juli 2001. Walau begitu, simbol makin baru tetap bisa
dipakai untuk katagori sebelumnya. Seperti API SJ baik untuk SH, SG, SF dan seterusnya.
Sebaliknya jika mesin kendaraan menuntut SJ maka tidak bisa menggunakan tipe SH
karena mesin tidak akan mendapatkan proteksi maksimal sebab oli SH didesain untuk
mesin yang lebih lama.
9
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Ada dua tipe API, S (Service) atau bisa juga (S) diartikan Spark-plug ignition
(pakai busi) untuk mobil MPV atau pikap bermesin bensin. C (Commercial)
diaplikasikan pada truk heavy duty dan mesin diesel. Contohnya katagori C adalah CF,
CF-2, CG-4. Bila menggunakan mesin diesel pastikan memakai katagori yang tepat
karena oli mesin diesel berbeda dengan oli mesin bensin karena karakter diesel yang
banyak menghasilkan kontaminasi jelaga sisa pembakaran lebih tinggi. Oli jenis ini
memerlukan tambahan aditif dispersant dan detergent untuk menjaga oli tetap bersih.
Sebagai tambahan, bila oli yang digunakan sudah tipe sintetik maka tidak perlu lagi
diberikan bahan aditif lain karena justru akan mengurangi kireja mesin bahkan
merusaknya.
API Service Rating
Untuk rating API service, dapat pula dirunut dari mesin-mesin keluaran lama. Namun,
pada saat ini bisa juga dirunut dari katagori SF mengingat banyaknya katagori yang
akan keluar.
API mesin bensin
SM (Current)
Diperkenalkan pada 2004. Ditujukan untuk semua jenis mesin bensin yang ada pada
saat ini. Oli ini didesain untuk memberikan resistensi oksidasi yang lebih baik, menjaga
temperatur, perlindungan lebih baik terhadap keausan, dan mengontrol deposit lebih
baik.
SL (Current)
Merupakan katagori terakhir sampai saat ini. Diperkenalkan pada 1 Juni 2001. Oli ini
didesain untuk menjaga temperatur dan mengontrol deposit lebih baik. Juga bisa
mengkonsumsi oli lebih rendah. Beberapa oli ini juga cocok dengan spesifikasi terakhir
ILSAC sebagai Energy Conserving. Untuk mesin generasi 2004 atau sebelumnya
SJ (Current) : Diperkenalkan untuk mesin generasi 2001 atau lebih tua
SH (Obsolete): Untuk mesin generasi 1996 atau sebelumnya
SG (Obselete): Untuk mesin generasi 1993 atau sebelumnya
SF (Obsolete): Untuk mesin generasi 1988 atau sebelumnya
10
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

API mesin diesel

CJ-4
Diperkenalkan pada tahun 2006. Untuk mesin high speed, mesin 4-langkah yang
didesain untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2007. Oli dengan kategori
API CJ-4 memiliki kriteria performa lebih baik daripada yang dimiliki oleh oli-oli dengan
kategori API CI-4 dengan CI-4 PLUS, CI-4, CH-4, CG-4 dan CF-4. Oli dengan kategori API
CJ-4 juga mampu secara efektif melumasi mesin-mesin dengan kategori di bawahnya.
CI-4
Diperkenalkan sejak 5 September 2002. Untuk mesin high speed, four stroke
engines yang didesain untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 2004. Oli CI-4
diformulasikan menjaga durabilitas mesin dimana gas buangnya disirkulasi ulang.
Digunakan untuk mesin yang meminta kandungan belerang/sulfur 0.5%. Bisa dipakai
pada oli CD, CE, CF-4, CG-4 dan CH-4.

CH-4
Diperkenalkan sejak 1998. Untuk mesin high speed, four stroke engines yang
didesain untuk memenuhi memenuhi standar emisi tahun 1998. . Digunakan untuk
11
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

mesin yang meminta kandungan belerang/sulfur lebih besar 0.5%. Bisa dipakai pada oli
CD, CE, CF-4, dan CG-4.
CG-4
Diperkenalkan sejak 1995. Untuk mesin kinerja sedang, high speed, four stroke
engines. Digunakan untuk mesin yang meminta kandungan belerang/sulfur kurang
0.5%. Cocok untuk standar emisi 1994 Bisa dipakai pada oli CD, CE, dan CF-4.
CF-4
Diperkenalkan sejak 1990. Untuk mesin high speed, four stroke engines,
naturally aspirated dan mesin turbocharger. Bisa dipakai pada oli CD, dan CE.
CF-2
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin kinerja sedang, two stroke engines. Bisa
dipakai pada oli CD-II.
CF
Diperkenalkan sejak 1994. Untuk mesin off road, indirect injected dan beberapa
mesin yang memakai bahan bakar dengan kandungan belerang/sulfur di atas 0.5%. Bisa
mengganti pada oli CD.

2.8Kontaminasi Oli
Kontaminasi terjadi dengan adanya benda-benda asing atau partikel pencemar
di dalam oli. Terdapat delapan macam benda pencemar biasa terdapat dalam oli yakni :
1. Keausan elemen. Ini menunjukkan beberapa elemen biasanya terdiri dari
tembaga, besi, chrominium, aluminium, timah, molybdenum, silikon, nikel atau
magnesium.
2. Kotoran atau jelaga. Kotoran dapat masuk kedalam oli melalui embusan udara
lewat sela-sela ring dan melaui sela lapisan oli tipis kemudian merambat
menuruni dinding selinder. Jelaga timbul dari bahan bakar yang tidak habis.
Kepulan asam hitam dan kotornya filter udara menandai terjadinya jelaga.
3. Bahan Bakar
4. Air
5. Ini merupakan produk sampingan pembakaran dan biasanya terjadi melalui
timbunan gas buang. Air dapat memadat di crankcase ketika temperatur
operasional mesin kurang memadai.
6. Ethylene gycol (anti beku)
12
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

7. Produk-produk belerang/asam. Produk-produk oksidasi Mengakibatkan oli


bertambah kental. Daya oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur udara
masuk.

2.9Karakteristik Oli Bekas


Oli bekas seringkali diabaikan penanganannya setelah tidak bisa digunakan
kembali. Padahal, jika asal dibuang dapat menambah pencemaran di bumi kita yang
sudah banyak tercemar. Jumlah oli bekas yang dihasilkan pastinya sangat besar. Bahaya
dari pembuangan oli bekas sembarangan memiliki efek yang lebih buruk daripada efek
tumpahan minyak mentah biasa.
Ditinjau dari komposisi kimianya sendiri, oli adalah campuran dari hidrokarbon
kental ditambah berbagai bahan kimia aditif. Oli bekas lebih dari itu, dalam oli bekas
terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit,
dan logam berat yang bersifat karsinogenik.
Berdasarkan data yang diperoleh, kapasitas oli yang diproduksi oleh Pertamina
adalah sekitar 450.000 kiloliter per tahun, belum lagi tambahan kapasitas dari ratusan
merek oli yang membanjiri pasar pelumas tanah air, untuk konsumsi kendaraan
bermotor, industri dan perkapalan.
Sampai saat ini usaha yang di lakukan untuk memanfaatkan oli bekas ini antara lain :
 Dimurnikan kembali (proses refinery) menjadi refined lubricant. Orang tidak
banyak yang tertarik untuk berbisnis di bidang ini karena cost yang tinggi relatif
terhadap lube oil blending plant (LOBP) dengan bahan baku fresh, sehingga
harga jual ekonomis-nya tidak akan mampu bersaing di pasaran.
 Digunakan sebagai Fuel Oil / minyak bakar. Yang masih menjadi kendala adalah
tingkat emisi bahan bakar ini masih tinggi.
Perlu dipertimbangkan beberapa hal mengenai pentingnya pemanfaatan kembali oli
bekas :
 Dari tahun ke tahun, regulasi yang pro terhadap teknologi ramah lingkungan
akan semakin strick. Mungkin saja suatu saat nanti, produsen oli juga harus
bertanggung jawab atas oli bekas yang dihasilkan, sehingga akan muncul
berbagai teknologi pemanfaatan oli bekas.
13
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

 Kedepan, cadangan minyak mentah akan semakin terbatas, berarti harga minyak
mentah akan semakin melambung. Used-Oil refinery akan semakin kompetitif
dengan LOBP konvensional.
2.10 Oli bekas termasuk limbah B3
Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup, oli bekas termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih bisa dimanfaatkan,
bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.  Sejalan dengan
perkembangan kota dan daerah volume oli bekas terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor. Didaerah
pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang salah satu
limbahnya adalah oli  bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli  bekas sudah sangat luas
dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-
Undang no 32 tahun 2004.  Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah no 38 tahun 2007. (perlu 3 tahun lebih untuk menjabarkan UU
menjadi PP).  Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam
Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan
pengendalian lingkungan hidup.
Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007 khususnya
dalam hal pengelolaan limbah B3, terutama untuk oli bekas. Sebelum PP 38/2007 terbit,
praktis segala sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3
berada pada Pemerintah Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup
(KNLH). Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk pengumpulan,
penyimpanan sementara, pengangkutan dan pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007,
kewenangan untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3
diberikan kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota
atau Kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan
pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya kewenangan pengumpulan itu
mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah B3 oli bekas. 
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli
bekas mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan
sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada
14
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

bengkel sepeda motor di kota-kots besar, maka si pengusaha bengkel harus


mengajukan permohonan ijin penyimpanan oli bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha
kecil seperti bengkel sepeda motor, kalau diminta mengurus ijin ke jakarta, maka ia
akan memilih tidak mempunyai ijin. Ketentuan ini jelas tidak rasional, kegiatan yang
justru sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan pengaturannya di Pemerintah
Pusat.
Akibat dari ketentuan PP38/2007 untuk oli bekas yang demikian, sudah dapat
diduga, semakin banyak kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan
pengolahan oli bekas yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal kalau KNLH
mampu melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap oli bekas di seluruh
Indonesia. KNLH tidak mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan
pengawasan sampai keseluruh daerah.
Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti oli bekas, maka
kewenangan pengawasannya diberikan kepada pemerintah daerah. Terlepas dari segala
kekurangan pemerintah daerah dalam melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional,
pengawasan oli bekas tidak mungkin dilakukan oleh KNLH dari Jakarta. Adalah sangat
tidak masuk akal, kalau kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KNLH.
2.11 Akibat Pembuangan Oli Bekas
Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan
dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila dibuang
sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung sejumlah
zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja mengandung
logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa merusak
jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Limbah khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996
tentang syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas.
Ia menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang
secara sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan.
Oli bekas juga dapat menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan
sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain
itu sifatnya mudah terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).
15
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli.
Plastik yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan
memakan ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung
residu oli, juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan
memulihkan kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli
bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah
menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal
yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan
untuk bahan bakar. Saringan oli bekas jugatidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-
cabik, kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum,
kawat dan produk-produk lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang
menjadi wadah baru, pot bunga, pipa dan bernagai keperluan lainnya.

2.12 Pemanfaatan Oli Bekas Sebagai Bahan Bakar Mesin Diesel


Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli murni atau vaseline
berada di antara C16 sampai ke C20. Di indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada
tahun 2003 sekitar 465 juta liter pertahun ( www. wikipedia.com ), dan untuk di daerah
Riau limbah ini mencapai 54 juta liter pertahun ( sumber Riau Pos ) . Sumber dari
limbah ini berasal dari berbagai aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang
dilakukan melalui tahapan absorpsi dan distilasi ( untuk mengolah oli bekas menjadi
sampel bahan bakar). Tahapan berikutnya dilakukan uji karakteristik syarat bahan
bakar berupa : uji bilangan oktan untuk melihat kandungan unsur-unsur kimia, titik
nyala, bilangan karbon dan residu bahan bakar serta menentukan beberapa parameter
fisisnya antara lain: viskositas, konduktivitas dan indeks bias.
Hasil karakteristiknya akan dibandingkan dengan karakteristik solar atau
mendekati. Sampel akhir yang diinginkan dari riset ini, bila diuji pada setiap mesin
diesel tidak ada modifikasi pada mesin, artinya sampel ini tidak akan memberi efek atau
cocok dengan jenis mesin diesel apapun. Limbah oli bekas yang setiap bulan banyak
dihasilkan di Riau akan dimanfaatkan melalui pengolahan khusus. Bila keberadaanya
16
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

diolah dengan proses dan teknik yang tepat sebenarnya menghasilkan prospek ekonomi
cukup menjanjikan di masa depan. Selanjutnya untuk proses mengolah, direncanakan
akan didisain atau dirancang sistem dengan membuat prototipe mesin pengolahnya
dengan serangkaian proses absorpsi dan distilasi satu tabung melalui beberapa uji
karakteristik kimia dan fisika untuk syarat-syarat bahan oli bekas.
2.13 Proses Pengolahan Oli Bekas
Tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli bekas, proses ini
menghasilkan limbah air yang berasal dari campuran oli bekas.
Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditif nya (penambahan bahan kimia). Tahap
ketiga dilakukan untuk perbaikan warna, mengasilkan bahan dasar pelumas (bdp) dan
limbah lempung. Yang terakhir mengolah bahan dasar menjadi pelumas atau disebut
juga dengan blending.
Tiga Tahapan Daur Ulang oli Bekas
Cara pertama, daur ulang oli bekas menggunakan asam kuat untuk memisahkan
kotoran dan aditif dalam oli bekas. kemudian dilakukan pemucatan dengan lempung.
Produk yang dihasilkan bersifat asam dan tidak memenuhi syarat.
Cara kedua, campuran pelarut alkohol dan keton digunakan untuk memisahkan
kotoran dan aditif dalam oli bekas. Campuran pelarut dan pelumas bekas yang telah
dipisahkan di fraksionasi untuk memisahkan kembali pelarut dari oli bekas. Kemudian
dilakukan proses pemucatan dan proses blending serta reformulasi untuk
menghaasilkan pelumas siap pakai.
Cara ketiga. pada tahap awal digunakan senyawa fosfat dan selanjutnya
dilakukan proses perkolasi dan dengan lempung serta dikuti proses hidrogenasi.
Selain daripada itu, jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak
hanya berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli.
Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas
mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu
mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu
liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli.
Plastik yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan
memakan ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung
residu oli, juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
17
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal
yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang
bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan
memulihkan kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli
bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah
menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal
yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan
untuk bahan bakar. Saringan oli bekas juga tidak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-
cabik, kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum,
kawat dan produk-produk lainnya.
Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi wadah baru, pot bunga, pipa
dan bernagai keperluan lainnya.
18
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

BAB III
METODOLOGI CRADLE TO GRAVE OLI BEKAS

3.1Produksi Oli Bekas


Oli bekas yang merupakan salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
banyak dihasilkan dari bengkel mobil atau motor. Oli banyak digunakan sebagai
pelumas mesin mobil dan kebanyakan penghasilnya banyak yang masih sembarangan
menampung oli bekas. Oleh karena itu, karena disinyalir mengandung limbah B3,maka
dikeluarkan surat BLH No. 458.41/PPL-B3/2009 tentang imbauan pengelolaan oli
bekas agar semua pemilik atau pengusaha bengkel kendaraan bermotor bisa mengelola
limbah dengan baik.
PURWAKARTA, (PRLM).- Para pemilik bengkel mobil maupun motor yang ada di
Purwakarta sekarang ini tidak boleh sembarangan dalam menampung oli bekas.
Pasalnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta telah mengeluarkan
imbauan tentang pengelolaan oli bekas karena disinyalir mengandung limbah
berbahaya dan beracun (B3). Kepala BLH Purwakarta, Dwi Sutrisno yang didampingi
Kasubid Pengendalian Pencemaran Limbah Padat dan B3, Uu Nurjaman mengatakan,
untuk mensosialisasikan adanya surat BLH nomor 458.41/PPL-B3/2009 tentang
imbauan pengelolaan oli bekas dalam waktu dekat ini semua pemilik/pengusaha
bengkel kendaraan bermotor akan dikumpulkan di BLH Purwakarta untuk
mendapatkan penjelasan mengenai keharusan limbah oli bekas dikelola dengan baik.
Dalam surat itu disebutkan sehubungan dengan aktivitas kegiatan
usaha/bengkel yang menghasilkan oli bekas yang termasuk ke dalam salah satu jenis
limbah B3 terdapat bebeberapa ketentuan yang harus diatur yaitu pemilik/pengusaha
bengkel harus membangun tempat penampungan sementara (TPS) limbah B3 yang
berdasarkan kepada peraturan Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Menurut
Nurjaman, setelah membangun TPS limbah B3 sebagai tempat penampungan oli bekas
yang harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
juga setiap tiga bulan sekali harus memberikan laporan dari kegiatan pengolahan
limbah oli bekas itu kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Purwakarta.
Berdasarkan pengamatan "PRLM", sekarang ini jumlah bengkel atau usaha
perbengkelan di Purwakarta terutama yang menyediakan jasa ganti oli semakin
bertebaran di berbagai tempat. Oli bekas yang ada sementara ini ditampung dalam
19
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

suatu tempat seperti drum atau sejenisnya. Padahal dalam aturan tempat penampungan
sementara itu harus mendapat rekomendasi dari Kemeneg Lingkungan Hidup. Jika kita
bicara material oli pelumas bekas, maka itu tidak hanya berurusan dengan olinya
sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli. Ketiganya, bila dibuang sembarangan
akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas mengandung sejumlah zat yang bisa
mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan
klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air
segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli.
Plastik yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan
memakan ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung
residu oli, juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis.
Karena itulah limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik.
Bukanlah hal yang sulit untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi
produk yang bermanfaat dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan. Oli bekas
memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan memulihkan
kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli bekas
hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah menjadi
pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal yang akan
dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan untuk bahan
bakar.
Saringan oli bekas jugat idak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-cabik,
kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum, kawat
dan produk-produk lainnya. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang menjadi
wadah baru, pot bunga, pipa dan bernagai keperluan lainnya.
3.2 Penyimpanan Oli Bekas
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat
diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah
terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan
lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum
dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat
keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata
cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.
20
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume minyak pelumas bekas
terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-
mesin bermotor. Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel
kecil, yang salah satu limbahnya adalah oli  bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli 
bekas sudah sangat luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh
Indonesia.
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas pasal 1(1), oli
bekas atau minyak pelumas bekas (selanjutnya disebut minyak pelumas bekas) adalah
sisa pada suatu kegiatan dan/atau proses produksi. Berdasarkan kriteria limbah yang
dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, minyak pelumas bekas termasuk
kategori limbah B3. Meski minyak pelumas bekas masih bisa dimanfaatkan, bila tidak
dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.
Minyak pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara,
tanah, dan air. Minyak pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan
klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter minyak pelumas bekas bisa merusak
jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah. Apabila limbah minyak pelumas
tumpah di tanah akan mempengaruhi air tanah dan akan berbahaya bagi lingkungan.
Hal ini dikarenakan minyak pelumas bekas dapat menyebabkan tanah kurus dan
kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam air juga dapat
membahayakan habitat air, selain itu sifatnya mudah terbakar  yang merupakan
karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Menurut Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, ukuran tempat penyimpanan minyak pelumas bekas berukuran 2m x 2m.
Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang
dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Kemasan
(drum, tong, atau bak kontainer)yang digunakan harus:
a) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat, atau rusak;
b) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang akan
disimpan;
21
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

c) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya;


d) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
pemindahan atau pengangkutan.

Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan tentang tata
cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3. Untuk mencegah resiko timbulnya
bahaya selama penyimpanan, maka jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah,
pembentukan gas, atau terjadinya kenaikan tekanan. Terhadap drum/tong atau bak
kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus
dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu minggu satu kali.
Pemeriksaan tersebut meliputi:
a) apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor),
maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong
yang baru, sesuai dengan ketentuan,
b) apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan limbah
tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam
kemasan limbah B3 terpisah.

Untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan, tangki wajib dilengkapi


dengan penampungan sekunder. Penampungan sekunder dapat berupa satu atau
22
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

lebih dari ketentuan berikut : pelapisan (di bagian luar tangki); tanggul (vault;berm)
dan atau tangki berdinding ganda, dengan ketentuan bahwa penampungan sekunder
tersebut harus:
a) dibuat atau dilapisi dengan bahan yang saling cocok dengan limbah B3 yang
disimpan serta memiliki ketebalan dan kekuatan memadai untuk mencegah
kerusakan akibat pengaruh tekanan;
b) ditempatkan pada pondasi atau dasar yang dapat mendukung ketahanan tangki
terhadap tekanan dari atas dan bawah dan mampu mencegah kerusakan yang
diakibatkan karena pengisian, tekanan, atau uplift;
c) dilengkapi dengan sistem deteksi kebocoran yang dirancang dan dioperasikan
24 jam sehingga mampu mendeteksi kerusakan pada struktur tangki primer dan
sekunder, atau lepasnya limbah B3 dari sistem penampungan sekunder;
d) penampungan sekunder dirancang untuk dapat menampung dan mengangkat
cairan-cairan yang berasal dari kebocoran,ceceran, atau presipitasi.

Limbah yang disimpan tidak melebihi waktu 90 hari dan wajib diupayakan
langsung diangkut/dibawa oleh perusahaan pengumpul dan atau ke fasilitas
pengolahan, diupayakan 3R, dimanfaatkan oleh pihak lain yang telah mempunyai izin
pemanfaatan dari KLH-RI.
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas, tatacara
penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan :
a) karakteristik pelumas bekas yang disimpan;
b) kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum
atau tangki;
c) pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani;
d) lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift);
e) penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.
Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan
23
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau
kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak;
f) lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul di sekelilingnya dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan meriuju bak penampungan yang kedap air.
Bak penampungan dibuat mampu menampung 110 % dari kapasitas volume drum
atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur
sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain;
g) mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang
kedap air.
Adapun persyaratan untuk bangunan pengumpulan antara lain:
a) lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak bergelombang,
kuat, dan tidak retak;
b) konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1 %;
c) bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas
bekas;
d) rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang dapat
mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan atau
pengumpulan;
e) bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan diberi
dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah didobrak.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian
minyak pelumas bekas, mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan
pengolahan, sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Ketentuan ini jelas tidak rasional, kegiatan yang justru sudah sangat banyak di daerah,
tetapi kewenangan pengaturannya di Pemerintah Pusat. Akibat dari ketentuan PP
38/2007 untuk minyak pelumas bekas tersebut, sudah dapat diduga semakin banyak
kegiatan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan minyak pelumas
bekas yang tidak bisa dikontrol. Adalah tidak masuk akal jika KLH mampu melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap minyak pelumas bekas di seluruh Indonesia.
KLH tidak mempunyai perangkat dan instrumen untuk melakukan pengawasan sampai
keseluruh daerah. Seharusnya kegiatan yang sudah sangat tinggi volumenya seperti
minyak pelumas bekas, maka kewenangan pengawasannya diberikan kepada
24
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

pemerintah daerah. Terlepas dari segala kekurangan pemerintah daerah dalam


melakukan tugas tersebut, tetapi secara rasional, pengawasan minyak pelumas bekas
tidak mungkin dilakukan oleh KLH dari Jakarta. Adalah sangat tidak masuk akal, kalau
kebijakan seperti ini terus dipertahankan oleh KLH. Pemerintah pusat dalam hal ini KLH
secara bertahap harus meningkatkan kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
hal pembinaan dan pengawasan limbah minyak pelumas bekas, seperti pendanaan,
peralatan, peningkatan SDM, sarana dan prasarana lainnya sehingga daerah benar-
benar siap untuk melaksanakannya.
3.3Pengangkutan Oli Bekas
3.3.1 Definisi:
Pengangkut oli bekas adalah orang yang
- Mengangkut oli bekas
- Mengumpulkan oli bekas lebih dari satu penghasil oli bekas dan mengangkut oli
bekas tersebut
- Mengoperasikan atau memiliki fasilitas transfer oli bekas
Pengecualian dari definisi di atas terjadi apabila:
- Seseorang/suatu perusahaan mengangkut oli bekas tersebut dalam sistem
jaringan on-site
- Seseorang/suatu perusahaan adalah penghasil oli bekas dan mengangkut oli
bekas tersebut dalam jumlah kurang dari 55 galon per hari
3.3.2 Sistem pengangkutan
Sistem pengangkutan yang akan dijelaskan adalah sistem yang mengacu pada
sistem pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Sebagai pengangkut dari oli
bekas, yang harus dilakukan pertama-tama adalah mendaftarkan diri kepada
Kementrian Lingkungan Hidup (Department of Environmental Protection) untuk
mendapatkan nomor identifikasi EPA (Environmental Protection Agency). Setelah itu,
calon pengangkut harus menentukan apakah oli bekas yang akan diangkut mengandung
100 ppm total halogen atau tidak (hasil penelitian oli bekas ini harus berlaku selama 3
tahun). Uji protokol yang dapat dilakukan adalah metode uji SW-846 9075, 9076, dan
9077.

Tujuan pengangkutan oli bekas juga hanya bisa kepada pengangkut oli bekas
yang lain, prosesor oli bekas, dan perusahaan pembakaran oli bekas.
25
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Setelah itu, semua dokumen pengangkutan dan pengiriman harus valid selama kurang
lebih 3 tahun. Informasi yang ada mencakup:
- Nama dan alamat dari penerima oli bekas
- Nomor identifikasi U.S EPA
- Tanggal pengiriman
- Tanda tangan dari penerima atau penyedia oli bekas

Apabila selama pengangkutan terjadi kebocoran oli bekas, maka hal-hal yang
harus dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan segera melakukan pencegahan
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, misalnya dengan cara mengumpulkan
kebocorannya atau dengan mengontak pihak berwajib.
Untuk perusahaan pengangkutan yang menyimpan oli bekasnya dalam jangka
waktu tertentu, diperlukan pengaturan-pengaturan khusus untuk mencegah pengaruh
kimiawi oli bekas terhadap kesehatan dan lingkungan, yaitu:
- Oli bekas hanya boleh disimpan di dalam tangki atau kontainer yang berada dalam
kondisi bagus dan tidak bocor
- Area penyimpanan kontainer oli bekas harus dilengkapai dengan sistem
penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke dalam
tanah, air tanah maupun air permukaan
- Tangki penyimpanan yang berada di atas permukaan tanah harus dilengkapi dengan
sistem penyimpanan sekunder sedemikian rupa guna mencegah oli bekas terserap ke
dalam tanah, air tanah, maupun air permukaan (apabila tangki penyimpanan dipasang
setelah tanggal 20 Oktober 1998 maka lantainya harus menutupi tanah yang berada di
bawah tangki. Apabila pemasangan dilakukan sebelum tanggal 20 Oktober 1998, maka
lantainya hanya harus diperbesar sampai titik di mana tangkinya bertemu dengan
tanah).
- Semua tangki oli bekas harus diberi label, termasuk pipa input oli bekas, dan
kontainer harus diberi label juga.
Apabila terjadi tumpahan ke lingkungan, maka yang harus dilakukan adalah:
- Menghentikan tumpahan
- Mengumpulkan oli bekas yang tumpah di dalam suatu wadah
- Membersihkan dan mengatasi oli bekas yang tumpah
26
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

- Membenarkan atau mengganti kontainer atau tangki yang rusak sehingga dapat
digunakan kembali
Apabila oli bekas disimpan dalam waktu lebih dari 35 hari, maka perusahan
pengangkut akan dikenai tuntutan sebagai prosesor oli bekas. Tuntutan-tuntutan ini
lebih mengikat daripada standar fasilitas pengangkutan. Perusahaan pengangkut harus
mengikuti serangkaian rencana pencegahan, termasuk rencana pengembangan dan
rencana perawatan serta distribusi rencana sampingan untuk fasilitas perusahaan
pengangkut. Selain itu, perusahaan pengangkut juga akan dikenai tuntutan untuk
menutup area penyimpanan oli bekasnya.
3.3.3 Sistem pengangkutan di Indonesia
Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dalam PP 38/2007, oli bekas termasuk kategori limbah B3. Meski oli bekas masih
bisa dimanfaatkan, bila tidak dikelola dengan baik, ia bisa membahayakan lingkungan.
Sejalan dengan perkembangan kota dan daerah, volume oli bekas terus meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan mesin-mesin bermotor.
Di daerah pedesaan sekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkel kecil, yang salah
satu limbahnya adalah oli bekas. Dengan kata lain, penyebaran oli bekas sudah sangat
luas dari kota besar sampai ke wilayah pedesaan di seluruh Indonesia.
Sementara khusus untuk oli bekas lebih lanjut diatur dengan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) No. KEP-225/BAPEDAL/08/1996
tentang syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah oli dan minyak pelumas.
Ia menuturkan limbah berupa oli bekas jika tidak dikelola dengan baik dan dibuang
secara sembarangan sangat berbahaya bagi lingkungan. Pasalnya, oli bekas dapat
menyebabkan tanah kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak
dapat larut dalam air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya mudah
terbakar yang merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-
Undang No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam
Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan
pembangunan dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut termasuk
kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup.
27
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

Keadaan eksisting pengangkutan limbah oli bekas di Indonesia mempunyai


sesuatu hal yang kurang rasional, yaitu dalam PP 38/2007. Sebelum PP 38/2007 terbit,
segala sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada
Pemerintah Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH).
Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan
sementara, pengangkutan dan pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan
untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan
kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau
Kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur dan memberikan ijin bagi kegiatan
pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya kewenangan pengumpulan itu
mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan limbah B3 oli bekas. Berdasarkan
PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian oli bekas mulai dari
pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan sepenuhnya berada pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Berikut adalah contoh sistem pengangkutan dan pengiriman yang dilakukan oleh
salah satu perusahan pengangkutan limbah B3 di Indonesia:

Gambar 1. Sistem Pengangkutan Oli Bekas


1) Melakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sample limbah yang
dihasilkan oleh industri untuk di uji kesesuaian (laboratorium)
2) Memberikan penawaran harga sesuai klasifikasi dan karakteristik limbah dan
biaya pengangkutan dan pembersihan.
3) Mempersiapkan jadwal pengangkutan setelah menerima order dari
perusahaan.
28
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

4) Melakukan penempatan yang sesuai jenis limbah yang diterima dari


penghasil limbah.
5) Membuat perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak secara tertulis.
6) Didalam perjanjian kerjasama khususnya pengangkutan limbah yang berasal
dari perairan laut / kapal, perusahaan pengangkut akan memberikan
tanggung jawab sepenuhnya terhadap resiko apapun setelah limbah diterima
dari kapal laut sampai dengan tujuan perusahaan pengangkut.

Gambar 2. Gudang Penyimpanan Oli Bekas

3.4Pembuangan dan Penimbunan Oli Bekas


Pembuangan oli bekas secara sembarangan akan merusak lingkungan,
khususnya akan mencemari tanah. Jika kita bicara material oli pelumas bekas, maka itu
tidak hanya berurusan dengan olinya sendiri, melainkan juga wadah dan saringan oli.
Ketiganya, bila dibuang sembarangan akan menimbulkan masalah lingkungan. Oli bekas
mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara, tanah dan air. Oli bekas itu
mungkin saja mengandung logam, larutan klorin, dan zat-zat pencemar lainnya. Satu
liter oli bekas bisa merusak jutaan liter air segar dari sumber air dalam tanah.
Demikian pula dengan wadah plastik yang biasa digunakan untuk wadah oli. Plastik
yang tak dapat terurai secara biologis itu jelas akan mencemari tanah dan memakan
ruang di tempat sampah. Sedangkan saringan oli selain masih mengandung residu oli,
juga terbuat dari bahan metal yang tidak mudah terurai secara biologis. Karena itulah
limbah dari ketiga komponen itu mesti dikelola dengan baik. Bukanlah hal yang sulit
29
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

untuk mendaurulang ketiga komponen itu, sehingga menjadi produk yang bermanfaat
dan tidak lagi menjadi ancaman lingkungan.
Oli bekas memiliki pasar yang bagus. Pengolahan oli bekas secara benar akan
memulihkan kembali sifat pelumasannya. Energi yang diperlukan untuk pengolahan oli
bekas hanyalah sepertiga dari yang dibutuhkan untuk mengolah minyak mentah
menjadi pelumas yang baik. Oli daur ulang juga bisa digunakan dalam campuran aspal
yang akan dipakai untuk membangun jalan raya. Oli daur uang pun bisa digunakan
untuk bahan bakar. Saringan oli bekas jugat idak sulit memprosesnya. Pertama dicabik-
cabik, kemudian dilebur dan dijadikan bahan baku produk-produk logam seperti jarum,
kawat dan produk-produk lainnya.. Sedangkan wadah plastiknya bisa didaur ulang
menjadi wadah baru, pot bunga, pipa dan berbagai keperluan lainnya.
Oleh sebab itu, oli bekas serta wadahnya sebaiknya diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke lingkungan agar tidak berbahaya dan mencemari lingkungan.
Berdasarkan PP no.18 1999 tentang Pengelolaan limbah B3, maka dalam melakukan
penimbunan sebaiknya :
1. Penimbunan limbah B3 wajib menggunakan sistem pelapis yang dilengkapi
dengan saluran untuk pengaturan aliran air permukaan, pengumpulan air lindi
dan pengolahannya, sumur pantau dan lapisan penutup akhir yang telah
disetujui oleh instansi yang bertanggung jawab.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penimbunan limbah
B3 ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
Lokasi penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari banjir;
b. Permeabilitas tanah maksimum 10 pangkat negatif 7 centimeter per detik;
c. Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai lokasi penimbunan limbah B3
berdasarkan rencana tata ruang;
d. Merupakan daerah yang secara geologis dinyatakan aman, stabil tidak rawan
bencana dan di luar kawasan lindung;
e. Tidak merupakan daerah resapan air tanah, khususnya yang digunakan untuk air
minum.
Terhadap lokasi penimbunan limbah B3 yang telah dihentikan kegiatannya wajib
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
30
Makalah Teknologi Pengolahan Limbah

a. Menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah setebal


minimum 0,60 meter;
b. Melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan limbah
B3;
c. Melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi dampak
negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke lingkungan, selama
minimum 30 tahun terhitung sejak ditutupnya seluruh fasilitas penimbunan
limbah B3;
d. Peruntukan lokasi penimbun yang telah dihentikan kegiatannya tidak
dapat dijadikan pemukiman atau fasilitas umum lainnya.

Anda mungkin juga menyukai