Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENGUJIAN PELUMAS SAE 20W – 50

LOGO

KELOMPOK 3 :

DANANG PRASETYO

DELIMA PERMATASARI

SITI HANIFAH

ZAINNI NOVENA SANTI

SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1
LATAR BELAKANG

Sistem pelumasan merupakan salah satu sistem utama pada mesin, yaitu suatu
rangkaian alat – alat mulai dari penyimpanan minyak pelumas, pompa oli, pipa
– pipa saluran minyak, dan pengaturan tekanan minyak pelumas agar sampai
kepada bagian – bagian yang memerlukan pelumasan. Sistem pelumasan ini
memiliki beberapa fungsi dan tujuan, antara lain :
1. Mengurangi gesekan sarta mencegah keausan dan panas, dengan cara
yaitu oli membentuk suatu lapisan tipis (oil film) untuk mencegah
kontak langsung permukaan logam dengan logam.
2. Sebagai media pendingin, yaitu dengan menyerap panas dari bagian –
bagian yang mendapat pelumasan dari kemudian membawa serta
memindahkannya pada sistem pendingin.
3. Sebagai bahan pembersih, yaitu dengan mengeluarkan kotoran pada
bagian – bagian mesin.
4. Mencegah karat pada bagian – bagian mesin
5. Mencegah terjadinya kebocoran gas hasil pembakaran
6. Sebagai perantara oksidasi

Pada Lingkungan masyarakat dijumpai berbagai merk dan tipe minyak


pelumas yang beredar dipasaran. Minyak pelumas selalu mengalami perubahan
dan berkembang menurut kebutuhannya. Banyak factor yang telah mendorong
terjadinya perubahan mutu pelumas antara lain perubahan desain dan konstruksi
mesin serta kemajuan teknologi bahan kimia tambahan (additive) dalam
memenuhi kebutuhan mesin. Dewasa ini adanya keinginan untuk
memperpanjang masa pergantian pelumas motor, kebijaksanaan dalam
penghematan energi dan peraturan-peraturan yang semakin ketat tentang
pencemaran udara akibat gas buane, kendaraan bermotor, juga memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap perubahan mutu dan formulasi
pelumas.
Bertolak dari kenyataan bahwa mutu minyak pelumas tidak dapat dinilai
dengan cara melihat bentuk fisiknya ataupun merasakan dengan panca indera,
maka untuk dapat memahami mutu/unjuk kerja dari minyak pelumas, kita harus
mengetahui bagaimana mutu pelumas ini berdasarkan spesifikasi / parameter
yang telah ditentukan.
Minyak pelumas yang tidak sesuai dengan yang di isyaratkan pada suatu
mesin, ataupun oli atau minyak pelumas bekas yang sering mengandung partikel
kecil asing akan menimbulkan kerusakan atau aus pada bagian mesin yang
bersentuhan.Tentu hal di atas tidak kita kehendaki terjadi pada barang atau
peralatan milik kita.
Banyak cara memastikan atau paling tidak meyakinkan kita akan keaslian oli
atau minyak pelumas. Misalnya dengan menggosok- gosokkan oli atau minyak
pelumas di tangan,yang sering dilakukan oleh para sopir. montir, atau
masyarakat umum lainnya. Mereka akan kenal tingkat kekentalannya walaupun
tanpa melihat kaleng kemasannya. Sebagai masyarakat ilmiah, tingkat
kekentalan oli atau minyak pelumas perlu diuji di laboraturium.
Dari latar belakang ini maka penelitian ini ingin mencoba melakukan
pengujian kualitas pada beberapa sampel minyak pelumas dengan menguji
beberapa parameter yang ada.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pelumas
Pelumas merupakan salah satu kajian dari bidang ilmu tribologi.
Menurut Nusa (2001), tribologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang gesekan (friction) sebagai penyebab masalah, keausan
(wear) sebagai pemasalahannya dan pelumasan sebagai pemecahan dari
permasalahannya. Pelumas dapat diartikan sebagai suatu zat yang diberikan
diantara dua permukaan yang saling kontak dengan tujuan mengurangi gaya
gesek. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan adalah terjadinya keausan
dan kehilangan energi. Selain berfungsi mengurangi gaya gesek, pelumas
juga berfungsi mendinginkan dan mengendalikan panas yang keluar dari
mesin serta mengendalikan contaminants atau kotoran guna memastikan
mesin bekerja dengan baik.
Jenis-jenis minyak pelumas dapat dibedakan penggolongannya
berdasarkan bahan dasar (base oil), bentuk fisik, tujuan penggunaan dan
pengaturan penggunaannya (Anonim, 2009).
1. Dilihat dari bentuk fisiknya, antara lain :
a. Minyak pelumas
b. Gemuk pelumas
c. Cairan pelumas
2. Dilihat dari bahan dasarnya, antara lain :
a. Pelumas Dasar mineral
b. Pelumas Dasar sintesis
c. Pelumas Dasar Bio (Biopelumas)
3. Dilihat dari penggunaanya, antara lain :
a. Pelumas kendaraan
b. Pelumas industri
c. Pelumas perkapalan
d. Pelumas penerbangan
4. Dilihat dari pengaturannya, antara lain :
a. Pelumas kendaraan bermotor
b. Pelumas motor diesel untuk industri
c. Pelumas untuk motor mesin 2 langkah
d. Pelumas khusus

2.1.1. Pelumas Dasar Bio (Biopelumas)


Pelumas dasar bio atau Biopelumas adalah pelumas yang
secara cepat dapat terdegradasi (biodegradable) dan tidak beracun
(nontoxic) bagi manusia dan lingkungan (IENICA, 2004).
Biopelumas dikembangkan dari bahan dasar berupa lemak hewan,
minyak tumbuh-tumbuhan/ minyak nabati, ataupun ester sintesis.
Pelumas berbahan dasar minyak tumbuhan bersifat biodegradable
dan nontoxic, juga bersifat dapat diperbaharui (renewable).
Minyak nabati sebagai bahan dasar pelumas memiliki
keunggulan, antara lain :
1) Memiliki sifat pelumasan yang lebih baik dari pada minyak
mineral karena struktur molekulnya lebih polar sehingga
lebih menempel pada bidang-bidang logam.
2) Melindungi permukaan dengan baik walaupun pada tekanan
tinggi.
3) Memiliki flash point yang tinggi sehingga lebih aman
digunakan.
4) Indeks viskositas yang tinggi : viskositasnya tidak terlalu
berubah banyak seperti pelumas mineral terhadap perubahan
temperatur.
5) Memilki volalitas yang rendah sehingga tidak mudah
menguap.
6) Mudah mengalir dari suhu rendah ke bagian pelat bersuhu
lebih tinggi, karena kekentalan minyak berkurang akibat
kenaikan suhu (Nachtman dan Kalpakjian, 1985 dalam La
Puppung, 1986; Honary, 2006).
Dewasa ini, terjadi peningkatan tuntutan pelumas yang
cocok digunakan sehingga tidak mencemari lingkungan apabila
terjadi kontak dengan air, makanan ataupun manusia. Biopelumas
memenuhi syarat-syarat tersebut karena biopelumas terurai didalam
tanah lebih dari 98% (biodegradable) sehingga tidak menyebabkan
polutan bagi lingkungan, tidak seperti pelumas mineral dan sintesis
terurai hanya 20% sampai 40% yang menyebabkan perlunya
penanganan lebih lanjut, selain itu juga biopelumas tidak beracun
(nontoxic) karena berasal dari minyak tumbuhan (Anonim, 2003).
Biopelumas dapat dihasilkan dari bermacam-macam jenis
tumbuhan, antara lain : minyak jarak, minyak kedelai, minyak biji
bunga matahari, minyak kelapa sawit, dan minyak palem. Raw
material yang digunakan tiap negara tidak selalu sama, pemilihan
tersebut berdasarkan melimpahnya material yang ada di negara
tersebut.

2.1.2. Parameter Produk Pelumas


Sifat fisika dan kimia pelumas perlu diuji agar kualitas dan
homogenitas pelumas yang dihasilkan dapat dikendalikan. Beberapa
parameter produk pelumas yang harus diuji meliputi (Anonim,
2009):
1. Specific Gravity (SG)
SG pelumas digunakan untuk mengetahui kemurnian pelumas,
karena hasil pengujian ini akan lebih konkrit bila dibandingkan
dengan uji kenampakan. Uji SG untuk pelumas dilakukan dengan
metode ASTM D-941 menggunakan hydrometer.
2. Density
Density adalah berat cairan per unit volume, kg/L maupun kg/m3
Kerapatan relatif (relative density) atau berat jenis (specific
gravity) minyak adalah perbandingan antara rapat minyak pada
suhu tertentu dengan rapat air pada suhu tertentu yang diukur
pada tekanan dan temperatur standar (60oF dan 14,7 psia). Suhu
yang digunakan untuk minyak bumi adalah 15oC atau 60oF.
Gravitas American Petroleum Institute (API) yang sangat mirip
dengan gravitas baume adalah suatu besaran yang merupakan
fungsi dari kerapatan relatif yang dapat dinyatakan dengan
persamaan:

3. Titik nyala
Titik nyala adalah suhu terendah pada saat apu dapat
menyebabkan terbakarnya uap pelumas. Nilai ini diperlukan
untuk penangan produk peluma selama pengiriman dan
penimbunan. Karakteristik ini diuji dengan menggunakan metode
ASTMD 92 (Cleveland Open Cup) dan ASTM D 93 (Pensky
Martens Close Cup).

4. Uji korosifitas Terhadap Tembaga


Pengujain ini dilakukan untuk mengetahui apakah pelumas
mengandung komponen yang korosif terhadap logam Cu. Sifat
korosif ini diuji menggunakan metode ASTM D 130 yang
hasilnya diklasifikasikan dalam 4 kelas yaitu agak buram (slight
tarnish), buram (moderate tarnish), buram gelap (dark tarnish),
dan korosi.

5. Conradson Carbon Residue (CCR)


Pengujian terhadap CCR akan menunjukan indikais terbentuknya
deposit carbon di dalam ruang pembakaran. Bila sebagian kecil
dari peluma sterbakar di ruang pembakaran, maka deposit karbon
yang terbentuk akan meninggalkan kerak yang tetap membara
bahkan pada saat mesin telah dimatikan. Kerak yang membara ini
selanjutnya akan mempercepat keausan logam diruang bakar
karena panas maupun karena gesekan. CCR ditentukan dengan
menggunakan metode ASTM D 189 dan harganya dinyatakan
dalam % berat.

6. Fire point
Fire point menunjukan pada titik temperatur dimana pelumas
akan dan terus menyala sekurang-kurangnya selama 5 detik.
BAB III
PROSEDUR PENGUJIAN

3.1. CSC
3.1.1. Tujuan
1. Mengetahui prinsip pengujian korosi bilah tembaga ASTM D 130.
2. Mengetahui tingkat korosifitas pelumas yang di uji.

3.1.2. Dasar Teori


Minyak bumi umumnya mengandung senyawa sulfur, walaupun sebagian
besar dihilangkan selama pemurnian di kilang, namun kemungkinan masih
ada senyawa sulfur yang tersisa dalam produk akhir. Keberadaan asam dan /
atau senyawa yang mengandung sulfur dalam biodiesel dapat menyebabkan
masalah lain, di antaranya korosi bahan nonferrous seperti tembaga, seng,
kuningan dan perunggu dalam mesin. Senyawa sulfur dapat memicu korosi
pada logam dengan efek yang bervariasi sesuai dengan jenis kimia senyawa
sulfur yang terkandung. Pengujian Copper Strip Corrosion sesuai ASTM
D130 dirancang untuk menilai tingkat korosi pada tembaga (corrosiveness to
copper) dari produk minyak bumi. Uji korosi strip tembaga dilakukan dengan
merendam strip yang sudah dipoles dengan serbuh bijih besi lalu dicelupkan
dalam sampel produk minyak bumi yang akan di uji kemudian dipanaskan
sampai suhu 100 derajat celcius selama 2 jam di waterbath. Selama direndam,
copper strip tersebut kemungkinan besar akan berubah warna sesuai dengan
tingkat korosi sample. Setelah itu, copper strip diangkat, kemudian dicuci
dengan xylene. Setelah itu untuk menentukan tingkat relatif dari korosi pada
bagian logam, bandingkan warnanya dengan warna standard untuk
mendapatkan tingkat korosif dari sample yang ditest. Uji korosi strip tembaga
dapat berhubungan dengan jumlah asam (uji metode D664) untuk
menunjukkan tingkat tinggi sulfur dan asam dalam sampel uji.

3.1.3. Alat dan Bahan


Alat :

1. Waterbath
2. Thermometer
3. Tabung Uji
4. Sumbat Karet
5. Gelas Ukur
6. Stopwatch
7. ASTM Copper Strip Corrosion Standard

Bahan :

1. Minyak pelumas SAE 20W-50


2. Lempeng Tembaga
3. Air
4. Xylene

3.1.4. Langkah Kerja


No. Gambar Kerja Langkah Kerja
1. Menyiapkan Alat dan Bahan.
2. Membersihkan tembaga dengan
menggosok lempeng
menggunakan silikon karbit grid
paper, lalu dilap dengan tisu.

3. Memasukkan 10 ml sampel dalam


tabung uji.

4. Memasukkan lempeng dalam


tabung uji.
5. Menutup tabung uji dengan
sumbat.

6. Memasukkan tabung uji ke dalam


waterbath, atur suhu 100 C selama
2 jam.

7. Mengangkat lempeng dan dicuci


dengan xylene, lalu dilap.
8. Mencocokkan dengan cooper strip
color standar.

3.1.5. Hasil Pengamatan


Sampel : Pelumas Mesran SAE 20W-50

Suhu : 100 derajat celcius

Volume : 10 ml

Waktu : 2 jam

Hasil : 1a

3.1.6. Pembahasan
Pada Pengujian Copper Strip Corrosion atau Uji korosi strip tembaga
dilakukan dengan merendam strip yang sudah dipoles dengan serbuh bijih
besi lalu dicelupkan dalam sampel produk minyak bumi yang akan di uji
kemudian dipanaskan sampai suhu 100 derajat celcius selama 2 jam di
waterbath. Selama direndam, copper strip tersebut kemungkinan besar akan
berubah warna sesuai dengan tingkat korosi sample. Setelah itu, copper strip
diangkat, kemudian dicuci dengan xylene. Setelah itu untuk menentukan
tingkat relatif dari korosi pada bagian logam, bandingkan warnanya dengan
warna standard untuk mendapatkan tingkat korosif dari sample yang ditest.

Pada pengujian CSC, untuk sampel pelumas Mesran SAE 20W-50


didapatkan hasil 1a yang artinya memiliki tingkat korosifitas yang sangat
rendah. Apabila dibandingkan dengan standar CSC pelumas yang telah
ditetapkan yaitu maksimal 1b, maka hasil uji sampel memiliki hasil lebih
rendah dari standar. Sehingga sampel yang diuji memiliki tingkat korosifitas
yang sangat rendah, dengan demikian sampel bisa dikatakan baik.

3.1.7. Kesimpulan
1. Pada pengujian sampel oli Mesran SAE 20W-50 didapatkan hasil yaitu
1a yang artinya memiliki tingkat korosifitas yang sangat rendah.
2. Prinsip pengujian Copper Strip Corrosion adalah dengan pemanasan.
3.2. CCR
3.2.1. Tujuan
Untuk mengetahui kecenderungan pembentukan kokas (arang) produk
minyak bumi yang sukar menguap.

3.2.2. Dasar Teori


Karbon residu adalah kecenderungan suatu bahan bakar untuk membentuk
deposit karbon melalui proses kimia di bawah suhu tinggi dan dalam
kondisi inert. Karbon residu dibedakan atas residu karbon dan coke
(arang/kokas). Residu karbon tidak seluruhnya karbon sedangkan coke
berasal dari pengubahan karbon karena proses pirolisis.

Sisa karbon Conradson (Conradson carbon residu-CCR) adalah sisa karbon


yang tertinggal setelah produk minyak bumi dikenakan pirolisis yaitu
pemanasan tanpa berkontak dengan udara. Uji ini umumnya dikenakan
kepada produk minyak bumi yang relatif kurang volatil yang sebagian akan
terurai pada distilasi tekanan atmosferik, seperti bahan bakar solar, minyak
gas, minyak bakar dan minyak pelumas. Sisa karbon sesungguhnya bukan
seluruhnya karbon, tetapi kokas yang masih dapat diubah lebih lanjut
dengan jalan pirolisis.

Sisa karbon Conradson ditentukan dengan jalan memanaskan dengan kuat


contoh minyak yang telah diketahui beratnya dalam krus tanpa berkontak
dengan udara selama waktu tertentu. Pada akhir pemanasan, krus yang
mengandung residu karbon didinginkan dalam desikator dan ditimbang, dan
sisa yang tertinggal dihitung sebagai persentase dari contoh mula-mula, dan
dilaporkan sebagai sisa karbon Conradson.

Sisa karbon Conradson digunakan sebagai petunjuk mengenai


kecenderungan produk minyak bumi untuk memberikan deposit kokas yang
tergantung pada proses kilang yang digunakan dalam pembuatannya. Untuk
bahan bakar Straight run, biasa nilainya 10-12% m/m, sedangkan untuk
bahan bakar dari pengolahan pemurnian sekunder nilainya tergantung pada
beratnya proses yang diterapkan. Adanya Abu-pembentuk dan non-volatile
aditif yang terdapat dalam sampel juga akan menambah nilai residu karbon
dan Juga dalam bahan bakar diesel, penambahan alkil nitrat, seperti amil
nitrat, heksil nitrat, atau oktil nitrat, menyebabkan nilai residu karbon lebih
tinggi

Untuk residu karbon (% massa) tinggi, makin tinggi pula kandungan


aspaltik (% massa), berarti minyak tersebut tidak mudah menguap (non
volatil).

Jumlah karbon residu tinggi dapat merusak lingkungan dan dapat


mengancam kehidupan atau beracun. Sebagai contoh, tingkat karbon
monoksida yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer serta paparan jumlah tinggi karbon monoksida
dapat menyebabkan kerusakan otak dan sel saraf, termasuk kematian karena
sesak napas.

3.2.3. Alat dan Bahan


Alat

1. krus porselen 10 cc
2. Tang krus
3. Cerobong pelat besi
4. Hot plate
5. Desikator
6. Timbangan analatik
7. Pipet tetes

Bahan

1. Oli SAE 20 W 50
3.2.4. Langkah Kerja
NO GAMBAR KERJA LANGKAH KERJA
Menyiapkan alat dan bahan
Mencuci dan mengeringkan
alat

Menimbang krus porselen


kosong

Menambahkan 2gr sampel ke


dalam krus porselen kosong
Meletekan cerobong pelat
besi pada hot plate dan
memasukan krus porselen
berisi sampel ke dalamnya

Memanaskan hot plate


Mengambil krus porselen
dari cerobong pelat besi
ketika asap telah hilang
Memasukan krus porselen
pada desikator
Menimbang sisa karbon yang
tertinggal di krus porselen

Mencatat hasil

3.2.5. Hasil Pengamatan


Berat kurs porselen kosong : 14,43 g

Berat sampel :2g

Berat kurs + sampel : 16,43 g

Berat kurs + karbon : 16,44 g

Berat karbon : 0,01

3.2.6. Perhitungan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = x 100%𝑊𝑡
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,01𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = x 100%𝑊𝑡 = 0,5%𝑊𝑡
2𝑔

3.2.7. Pembahasan
Pengujian karbon residu ini dilakukan dengan membakar sampel
sebanyak 2 gram menggunakan rangkaian alat CCR. Hal pertama yang
harus diperhatikan adalah kebersihan kurs porselen, kotoran yang
tertinggal pada kurs porselen akan mengakibatkan menambahnya nilai
karbon diluar sampel uji. Ketika sampel mulai dipanaskan akan timbul
asap. Pemansan berlangsung sampai hilangnya asap yang menandakan
seluruh sampel sudah menguap. Setelah itu dilakukan penimbangan untuk
mendapatkan berat karbon pada sampel.
Pada pengujian CCR dengan sampel sampel pelumas Mesran SAE
20W-50 ini menghasilkan kadar karbon sebanyak 0,5 %Wt. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kadar karbon tergolong rendah sehingga baik
digunakan.

3.2.8. Kesimpulan
1. Pada pengujian sampel oli Mesran SAE 20W-50 didapatkan hasil yaitu
0,5%Wt yang artinya memiliki kadar karbon yang rendah.
3.3. SG
3.3.1. Tujuan
Menentukan Specific Grafity pada sampel oli SAE 20 W 50

3.3.2. Dasar Teori


Penentuan Specific gravity / berat jenis minyak ( crude oil )
dilakukan dengan alat hydrometer, dimana penunjuk specific gravity dapat
dibaca langsung pada alat. Untuk temperatur yang lebih dari 60 ºF, perlu
dilakukan koreksi dengan menggunakan chart yang ada. Kualitas dari
minyak (minyak berat maupun minyak ringan) ditentukan salah satunya
oleh specific gravity. Temperatur minyak mentah juga dapat mempengaruhi
viskositas atau kekentalan minyak tersebut. Hal ini yang dijadikan dasar
perlunya diadakan koreksi terhadap temperatur standart 60 ºF.

3.3.3. Alat dan Bahan


Alat

1. Hidrometer
2. Statif & klem
3. Termometer
4. Gelas ukur 100 ml

Bahan

Oli SAE 20 W 50

3.3.4. Langkah Kerja


NO GAMBAR KERJA LANGKAH KERJA
Menyiapkan alat dan bahan
Menuangkan sampel ke
dalam gelas ukur melalui
dindingnya

Memasukkan hidrometer ke
dalam gelas ukur, lalu
dilepaskan agar
mengambang dengan
bebas.

Memposisikan hidrometer
agar di tengah, membaca
skala yang ditunjukkan.

Mengulangi langkah 1-4


sebanyak 3 kali.

3.2.5. Hasil Pengamatan


Rata – rata suhu : 29 0C
Rata – rata SG : 0,876

3.2.6. Perhitungan
141,5
𝐴𝑃𝐼 = − 131,5
𝑆𝐺
141,5
𝐴𝑃𝐼 = − 131,5 = 30,03
0,876
3.3.7. Pembahasan
Pada pengujian Specific Gravity ini menggunakan alat hidrometer. Pada
praktikum ini penentuan SG ditentukan oleh keadaan suhu kamar. Sampel
dimasukkan ke dalam gelas ukur melalui dinding agar tidak timbul
gelembung yang akan mengganggu dalam pembacaan skala. Pada
pengujian tersebut dilakukan percobaan atau pengukuran sampai 3 kali
dengan tujuan yang sama yaitu memperoleh data yang repeatability atau
teliti.

Penggolongan oAPI didasarkan pada kemampuan fluida mengalir,


sebab semakin tingi SG (oAPI semakin kecil), maka aliran fluida
tersebut semakin lambat, sehingga hal ini mengganggu proses produksi
, sebab dengan semakin tingginya SG suatu crude oil, maka memiliki
kecendrungan membeku lebih cepat pada suhu normal yang dapat
menyumbat pipa produksi.

Dari hasil percobaan yang dilakukan harga SG yang sebenarnya


diperoleh sebesar 0,875 dan harga oAPI yang sebenarnya diperoleh
sebesar 30,03. dari data tersebut diketahui bahwa sampel oli tergolong
minyak ringan karena memiliki sg < 0.934 dan API >20.

3.2.8. Kesimpulan
1. Pada pengujian sampel oli Mesran SAE 20W-50 didapatkan hasil
yaitu SG sebesar 0,875 dan 0API sebesar 30,03 yang artinya
merupakan tergolong minyak ringan.
3.4 DENSITAS
3.4.1. Tujuan
Menentukan densitas pada sampel oli SAE 20 W 50

3.4.2. Dasar Teori


Densitas minyak adalah massa persatuan volume pada suhu tertentu
atau dikenal juga dengan perbandingan massa minyak dengan volume pada
kondisi tekanan dan tempratur tertentu. Selain densitas, salah satu sifat
minyak bumi yang penting dan mempunyai nilai perdagangan adalah
specific gravity (SG). Densitas = Berat jenis, Berat jenis adalah salah satu
sifat fisika hidrokarbon yang dalam Teknik Perminyakan umumnya
dinyatakan dalam Specific Gravity (SG) atau dengan ºAPI.

Density adalah berat cairan per unit volume, kg/L maupun kg/m3
Kerapatan relatif (relative density) atau berat jenis (specific gravity) minyak
adalah perbandingan antara rapat minyak pada suhu tertentu dengan rapat
air pada suhu tertentu yang diukur pada tekanan dan temperatur standar
(60oF dan 14,7 psia). Suhu yang digunakan untuk minyak bumi adalah 15oC
atau 60oF. Gravitas American Petroleum Institute (API) yang sangat mirip
dengan gravitas baume adalah suatu besaran yang merupakan fungsi dari
kerapatan relatif yang dapat dinyatakan dengan persamaan:

3.4.3. Alat dan Bahan


Alat

1. Piknometer
2. Gelas beker
3. Timbangan analitik

Bahan

Oli SAE 20 W 50
3.4.4. Langkah Kerja
NO GAMBAR KERJA LANGKAH KERJA
Membersihkan dan
menimbang piknometer

Menuangkan sampel ke
dalam piknometer

Menimbang piknometer +
sampel
Mencatat hasil

3.2.5. Hasil Pengamatan


Volume piknometer : 10ml

Volume pikno kosong : 13,17

Volume pikno + sampel : 22,25

3.2.6. Perhitungan
(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) − (𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
22,25 − 13,17
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = = 0,908
10
3.4.7. Pembahasan
Dalam praktikum ini digunakan piknometer untuk mengukur kerapatan oli.
Piknometer yang digunakan harus bersih. Air yang menempel pada dinding
harus dikeringkan agar tidak membiaskan hasil penimbangan. Sampel yang
akan diukur kerapatannya dimasukkan ke dalam piknometer sampai penuh,
kemudian ditentukan bobot zat tersebut dengan cara penimbangan.

Berat jenis sebanding dengan kerapatan, apabila kerapatan zat kecil, maka
berat jenisnya pun kecil. Demikian pula sebaliknya. Pada pengujian SG
sebelumnya menunjukkan sampel oli SAE 20 W memiliki berat jenis yang
sedang, sehingga dari data pengujian densitas yang didapat yaitu sebesar
0,908 menunjukkan sampel oli SAE 20 W memiliki kerapatan massa yang
kecil pula.

3.2.8. Kesimpulan
1. Pada pengujian sampel oli Mesran SAE 20W-50 didapatkan hasil
yaitu densitas sebesar 0,908 yang artinya memiliki kerapatan massa
yang kecil.
3.5 FLASH POINT & FIRE POINT
3.5.1. Tujuan
Menentukan flash point dan fire point pada sampel oli SAE 20 W 50

3.5.2. Dasar teori


Flash point atau titik nyala adalah suhu terendah dimana minyak ( uap
minyak ) dan produknya dalam campuran dengan udara akan menyala apabila
terkena percikan api kemudian mati kembali.
Minyak bumi yang mempunyai flash point terendah akan
membahayakan, karena minyak tersebut mudah terbakar. Apabila minyak
tersebut mempunyai titik nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah
mengalami pembakaran. Tetapi kalau ditinjau dari segi keselamatan maka
minyak yang baik mempunyai flash point yang tinggi karena tidak mudah
terbakar.
Fire point adalah suhu terendah dimana uap minyak bumi dan
produknya akan menyala dan terbakar secara terus- menerus kalau terkena
nyala api pada kondisi tertentu.
Flash point ditentukan dengan jalan memanaskan sample dengan
pemanasan yang tetap, setelah tercapai suhu tertentu nyala penguji (test
flame) diarahkan pada permukaan sample. Test flame ini terus diarahkan pada
permukaan sample dengan berganti-ganti sehingga mencapai atau terjadi
semacam ledakan karena adanya tekanan dan api yang terdapat pada test
flame akan mati. Inilah yang disebut dengan flash point.
Penentuan fire point ini sebagai kelanjutan dari flash point dimana
apabila contoh akan terbakar / menyala kurang lebih lima detik maka lihat
suhunya sebagai fire point. Penentuan titik nyala tidak dapat dilakukan pada
produk-produk yang volatile seperti gasolin dan solven-solven ringan, karena
mempunyai flash point dibawah temperatur normal.
Semula penentuan flash point dan fire point ini dimaksudkan untuk
keamanan dimana orang yang bekerja tanpa kuatir akan terjadinya kebakaran,
tetapi perkembangannya yaitu dapat mengetahui mudah tidaknya minyak
tersebut menguap.

3.5.3. Alat dan Bahan


Alat

1. Cawan terbuka cleveland


2. Hot plate
3. Termometer
4. Statif klem
5. Lidi
6. Pebakar spiritus

Bahan

Oli SAE 20 W 50

3.5.4. Langkah Kerja


NO GAMBAR KERJA LANGKAH KERJA
Siapkan alat dan bahan
Isi cawan dengan sampel
sehingg permukaan sampel
tepat berada pada garis batas
Panaskan sampel dengan
menggunakan hot plate. Atur
suhu pada hot plpate 28oC
dibawah flash point yang
diperkirakan. Naikkan suhu
secara perlahan, setiap
kenaikan suhu kenakan nyala
uji melintas cawan dalam satu
arah

Catat suhu flash point apabila


pada permukaan sampel
terlihat suatu flash (kurang
dari 3 detik)

Untuk menentukan fire point,


teruskan pemanasan dan
naikkan suhu secara perlahan.
Kenakan nyala uji melintasi
cawan dalam satu arah
sampai contoh menyala dan
terbakar sekurang –
kurangnya 5 detik.
Catatlah suhu fire point.
3.2.5. Hasil Pengamatan
Flash point : 218 0C

Fire point : 234 0C

3.5.6. Pembahasan
Untuk pengujian flash point dan fire point, dilakukan pengetesan
tentang titik nyala dan titik bakar pada sampel oli yang telah disediakan.
Dimana sampel oli dimasukkan kedalam test cup kemudian dipanasi
menggunakan hot plate. Kemudian dilakukan uji nyala dan mengamati
kenaikan suhu yang ada.

Flash point dapat kita amati apabila dilakukan penyulutan, sampel


akan menyala beberapa sesaat saja. Sedangkan fire point terjadi bila
nyala yang dihasilkan lebih lama dari flash point (minimal/kira-kira
berlangsung selama 5 detik).

Penentuan titik nyala dan titik bakar tergantung dari komposisi


minyak yang bersangkutan. Semakin berat minyak maka titik didihnya
semakin tinggi demikian juga titik nyala dan titik bakar. Penentuan titik
nyala dan titik bakar dari oli ini sangat penting dalam mengatisipasi
timbulnya kebakaran pada saat penyimpanan. Disamping itu,
penentuan titik nyala dan titik bakar dapat juga dipakai sebagai
petunjuk tingkat penguapan relative dari oli

Dalam praktikum kali ini, pada sampel temperatur flash point (titik
nyala) sebesar 218 oC sedangkan untuk fire point (titik bakar) didapat
sebesar 234oC. Dari standar yang telah ditentukan besar flash pint untuk
oli SAE 20W minimal 240 oC. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sampel oli ini dibawah standar. Akan tetapi hasil yang didapat tersebut
kurang tepat, yang disebabkan karena kesalahan pada saat pengujian,
yaitu pemanasan tidak dilakukan secara bertahap.
3.2.8. Kesimpulan
1. Pada pengujian sampel oli Mesran SAE 20W-50 didapatkan
hasil yaitu flash point 218 0C dan Fire point 234 0C
2. Terjadi kesalahan saat pengujian yaitu tidak melakukan
pengujian secara bertahap.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Tingkat korosi pada Oli Pelumas Mesran SAE 20W-50 adalah pada tingkat
1a. Hal ini berarti oli memiliki tingkat korosi yang rendah, baik untuk
digunakan karena masih memenuhi standar tingkat korosi oli pelumas yaitu
1b.
2. Nilai density pada sampel Oli Pelumas Mesran SAE 20W-50 sebesar 0.908
gram/ml. Dari data tersebut, nilai density dari sampel menunjukkan sampel
oli memiliki kerapatan massa yang kecil.
3. Nilai SG pada sampel Oli Pelumas Mesran SAE 20W-50 sebesar 0.876
pada suhu 29 derajat celcius, dan API sebesar 30.03. Dari data tersebut
sampel oli termasuk kedalam minyak ringan, karena memiliki sg < 0.934
dan API >20.
4. Kandungan Conradson Carbon Residue pada sampel Oli Pelumas Mesran
SAE 20W-50 adalah sebesar 0.5%wt. Maka sampel oli tersebut kandungan
karbon nya masih dibawah standar.
5. Nilai flash point pada pengujian berada pada suhu 218°C, dan nilai fire point
berada pada 234°C. Hal ini berarti bahwa nilai flash point dan fire point
masih berada dibawah standar yaitu 240°C.

Anda mungkin juga menyukai