Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KELOMPOK 5 KIMIA INDUSTRI

MATERI : ASBES

OLEH :
190403045 Ismi Muhammad Putra
190403049 Miranda Azalia
190403051 Kania Khalisah
190403058 Dedek Ayu Lestari

TEKNIK INDUSTRI B
Universitas Sumatera Utara
2019
Kata Pengantar

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Asbes”.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Medan, 20 November 2019

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………........... i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………
1.3 Tujuan……………………………………………………………………..

BAB II ISI
2.1 Definisi Asbes…………………………………………………………
2.2 Sejarah Asbes……………………………………………………....…
2.3 Sifat Asbes …………………………………………..
2.4 Perkembangan Industri Asbes………………………………………………..
2.5 Bahan Baku Asbes………………………………………………………..
2.6 Proses Pembuatan Asbes……………………………………......…
2.7 Proses Pengolahan Limbah Asbes………………………………………..
2.8 Manfaat dan Kegunaan Asbes………………………………………….
2.9 Kekurangan dan Bahaya Asbes…………………………………………
3.0 Cara Mengurangi Resiko Buruk Asbes………………………………………

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..…
3.2 Saran………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai bukan hanya di
negara berkembang melainkan juga di negara yang sudah maju seperti di Amerika. Di
Amerika, asbes dipakai sebagai bahan penyekat. Terdapat banyak jenis serat asbes tetapi
yang paling umum dipakai adalah krisotil, amosit dan krokidolit, semuanya merupakan
silikat magnesium berantai hidrat kecuali krokidolit yang merupakan silikat natrium dan
besi. Krokidolit dan amosit mempunyai kandungan besi yang besar. Krisotil terdapat
dalam lembaran-lembaran yang menggulung, membentuk serat-serat berongga seperti
tabung dengan diameter sekitar 0,03 milimikron. Serat asbes bersifat tahan panas dan
dapat mencapai 800 C (Abraham, 1994).

Karena sifat inilah maka asbes banyak dipakai


di industri konstruksi dan pabrik (Roggli et al., 1994). Lebih dari 30 juta ton asbes
digunakan di dalam konstruksi dan pabrik di Amerika. Selain itu asbes relatif sukar larut,
daya regang tinggi, dan tahan asam (hanya amfibol) (Abraham, 1994).
Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila keberadaannya digangggu (misal:
perbaikan penyekat pipa) atau oleh karena termakan usia. Akibatnya serat mikroskopis
yang tidak terlihat oleh mata tersebut dapat terpecah dan melayang di udara. Sekali
terdapat di udara, serat asbes akan menetap dalam jangka waktu yang panjang dan kemudian
terhirup oleh manusia yang berada di lingkungan tersebut. Ukuran dan bentuknya
yang kecil menyebabkan serat asbes ini terperangkap di dalam paru-paru (Anonim, 1995).

Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan bahwa antara 8-11 juta orang terpejan
asbes dalam pekerjaannya. Pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko terpejan asbes
tersebut antara lain: penyekat asbes, pekerja-pekerja asbes yang terlibat dalam
pertambangan dan proses bahan mentah asbes, ahli mekanik automobil, pekerja
perebusan, ahli elektronik, pekerja pabrik, ahli mekanik atau masinis, armada niaga,
personil militer, pekerja kilang minyak, tukang cat, pembuat pipa, tukang ledeng/pipa,
pekerja bangunan, pembuat jalan raya, pekerja atap rumah, pekerja lembaran metal,
pekerja galangan kapal, tukang pipa uap, pekerja baja, pekerja di industri tekstil (Ronggli
et al, 1994). Di Slovakia, pejanan lingkungan karena asbes secara praktis tidak terkontrol.
Kontaminasi di dalam rumah / gedung berasal dari penyekat pipa, dinding tahan api,
pintu, cat, beberapa bahan bangunan, bahan penyekat yang digunakan di bangunan kayu,
pipa AC. Sedangkan kontaminasi luar rumah / gedung berasal dari permukaan dinding,
sisa pembuatan aspal, dan transportasi yang memuat sisa asbes (Christiani et al, 1995).
Kongres Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak ada batas minimum yang aman bagi
individu untuk terpejan serat asbes (Anonim, 1995). Asbestosis adalah
penyakit kronis yang bisa mengakibatkan kematian dalam bentuk mati lemas (Thamrin,
2004).
1.2 Perumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan asbes ?

b. Bagaimana sejarah asbes ?

c. Apa dan bagaimana sifat asbes ?

d. Bagaimana perkembangan industry asbes ?

e. Apa saja bahan baku dan komposisi asbes ?

f. Bagaimana proses pembuatan asbes ?

g. Bagaimana proses pengolahan limbah asbes ?

h. Apa manfaat dan kegunaan asbes?

i. Apa kekurangan dan bahaya asbes?

j. Bagaimana cara mengurangi resiko buruk asbes ?

1.3 Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk :

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan asbes

b. Untuk mengetahui bagaimana sejarah asbes

c. Untuk mengetahui apa dan bagaimana sifat asbes

d. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan industry asbes

e. Untuk mengetahui apa saja bahan baku dan komposisi asbes

f. Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan asbes

g. Untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan limbah asbes

h. Untuk mengetahui apa manfaat dan kegunaan asbes

i. Untuk mengetahui apa kekurangan dan bahaya asbes

j. Untuk mengetahui bagaimana cara mengurangi resiko buruk asbes


BAB II
ISI
2.1 Definisi Asbes

Asbes (asbestos) merupakan mineral-mineral berbentuk serat halus yang terjadi secara alamiah.
Sesuai dengan definisi yang diberikan oleh Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), ada enam jenis mineral yang dikatagorikan sebagai bahan asbes, yaitu : chrysotile,
riebeckite, grunerite, actinolite, anthrophyllite, dan thremolite.

Atau asbes adalah bentuk serat mineral silika yang termasuk dalam kelompok serpentine dan
amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk: actinolite, amosite (asbes coklat,
cummingtonite, grunnerite), anthophyllite, chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru),
tremolite, atau campuran yang sekurang-kurangnya mengandung salah satu dari mineral-mineral
tersebut.

Manusia telah mengenal bahan asbes sejak abad ke-2 Sebelum Masehi. Beberapa abad
kemudian, Marco Polo memanfaatkannya sebagai bahan untuk membuat pakaian. Ada empat
jenis asbes yang kini banyak beredar di pasaran, yaitu : chrysotile atau asbes putih, crocidolite
atau asbes biru, amosite atau asbes coklat, dan anthrophyllite atau asbes abuabu. Sebagaimana
bahan tambang pada umumnya, asbes merupakan batuan yang mampat, namun sangat mudah
untuk dipisahpisahkan menjadi banyak sekali serat-serat halus yang umumnya sangat ringan dan
mudah terbang. ( Thamrin, Muhammad Thoyib, dan Mukhlis, Ahadi,2004 ).

2.2 Sejarah Asbes

Lebih dari 4000 tahun yang lalu, tembikar di Afrika dan Finlandia mengandung asbes, dan
rumah Finlandia yang diketahui mengandung batu asbes untuk kemasan retakan pada pondok
kayu. Lampu dari perawan Vestal di Roma kuno memiliki sumbu yang terbuat dari asbes
sehingga lampu akan membakar terus menerus, selama mereka diisi dengan minyak. Berbagai
sejarawan Romawi mencatat budak yang bekerja di tambang asbes yang tidak sehat dibanding
yang lain, dan pemikiran untuk mati muda.

Selikoff dan Lee juga melaporkan bahwa Charlemagne, Kaisar Kekaisaran Romawi Suci, konon
sudah memiliki taplak meja tenun asbes, dan akan mengherankan tamunya dengan
membersihkan taplak meja di perapian. Body baju besi dari
abad 15 tercatat mengandung asbes dan pada tahun 1700-an, Norwegia memproduksi sumbu
asbes dan kertas. Endapan utama dari asbes ditemukan di Pegunungan Ural sekitar 1720 dan
menyebabkan pembentukan industri asbes pada saat itu dengan produksi tekstil, kaus kaki dan
sarung tangan, dan tas. Sementara di Eropa, dicatat memiliki sebuah tas yang terbuat dari asbes.
Ketahanan kain asbes dan kertas mestinya diperhatikan, dan jas seluruhnya terbuat dari asbes
lindung yang masih muda sebagaimana ketika berjalan melintasi gemuruh api pada tahun 1820.
Paus Pius IX dilaporkan memiliki kertas asbes yang dikembangkan untuk menjaga dokumen
penting aman dari kebakaran di Vatikan.
Sejarah modern asbes dapat ditelusuri dengan penemuan, atau penemuan ulang dari asbes pada
Kanada dan Afrika Selatan. Pada tahun 1850, Endapan chrysotile dikenal sekitar Thetford, pada
Kanada, dan deposito ini lagi-lagi diapresiasi menyusul kebakaran hutan saat di croppings dari
pertengahan 1870-an batuan yang tercatat tidak terbakar. Pada tahun 1876, sekitar 50 ton dari
asbes sedang ditambang pada Quebec dan dibawa ke pasar melalui rel kereta api yang dibuat
khusus. Pada sekitar tahun 1950-an, lebih dari 900.000 ton per tahun sedang ditambang dengan
nilai hampir 100 juta dolar.

Pada awal 1800-an, asbes dicatat ada di Afrika Selatan, khususnya di wilayah barat laut Provinsi
Cape, dan nama crocidolite diberikan kepada batu bluecolored atau dikenal sebagaimana “batu
seperti wol.” kepentingan lebih lanjut tidak terjadi sampai tahun 1880 dan catatan pertama
produksi serius tidak terjadi sampai awal abad ke-20. Jumlah asbes yang dihasilkan jauh kurang
dari dari Kanada, sisanya di bawah 10.000 ton per tahun sampai 1940. Dalam Afrika Selatan
bentuk yang berbeda dari asbes ditambang dan disebut dengan amosite, suatu singkatan untuk
Asbes Pertambangan Afrika Selatan. Pada tahun 1970, sekitar 80.000 ton per tahun amosite
sedang diproduksi. Tambang-tambang dimana mayoritas amosite ini berasal dijalankan oleh
sejumlah kecil Eropa dengan 6500 pekerja lokal kulit berwarna.

Lokasi lain dengan produksi yang signifikan dari asbes termasuk Italia, Rusia, Amerika Serikat,
Rhodesia (kini Zimbabwe), dan baru-baru ini, Cina. Italia itu tidak pernah menjadi produsen
utama asbes, karena tidak mampu bersaing dengan jumlah yang lebih besar yang ada di Kanada.
Produksi Rusia sangat besar, menyaingi yang diproduksi pada Kanada. Di Amerika Serikat
Endapan kecil yang ditambang pada Vermont, Arizona, dan California. Endapan lebih kecil dari
anthophyllite yang ditambang di North Carolina dan Georgia. Di Zimbabwe, penambangan
menjadi awal operasi di abad 20 dan mencapai puncak produksi 95.000 ton.

China telah menjadi produsen utama serta saingan Kanada dan Rusia dalam hal produksi asbes.
Pada tahun 2000, Rusia memimpin dunia dengan 700.000 ton, diikuti oleh 450.000 ton dari
China dan 335.000 ton dari Kanada. Pada tahun 2000, Amerika Serikat memproduksi hanya
beberapa 7000 ton dari penambangan di California dan di tempat lain, hal ini dari seluruh dunia
produksinya 2.130.000 tons. Tidak mengherankan, Rusia dan Cina menyumbang untuk konsumsi
sebagian besar asbes diikuti oleh Brazil, India, Thailand, dan Jepang. Amerika Serikat digunakan
sekitar 15.000 ton asbes pada tahun 2000, turun dari puncak 750.000 ton per tahun di awal tahun
1970.

Pada kebutuhan per kapita, penggunaan asbes terbesar di Rusia serta bekas Republik Soviet
negara, serta di Thailand. Di antara negara-negara dengan penggunaan terendah per kapita, selain
di negara-negara yang ada sekarang melarang asbes, adalah Kanada, Amerika Serikat, dan
beberapa orang lain pada sepersepuluh dari satu kilogram per kapita per tahun. Meskipun
berdasarkan per kapita India berada di peringkat rendah, berdiri keempat di penggunaan total
dunia. Cina, sedangkan yang kedua di dunia, memiliki jumlah yang relatif rendah per kapita,
mengingat dasar populasi yang besar. Utama penggunaan di Amerika Serikat adalah untuk
semen asbes serta bahan atap. Dalam banyak seluruh dunia yang mengandung asbes semen,
bahan bangunan, produk gesek serta tekstil yang dibuat, digunakan, serta diekspor.
(Ronald F. Dodson., Samuel P. Hammar., 2006)

2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia

Asbes memiliki beberapa sifat khusus antaranya :

 Sifat Mikroskopi, dibawah mikroskop, serat asbes nampak bergelombang-lurus. Permukaan


seart kasar hingga mudah selip jika dipintal

Sifat Fisika, Kekuatan serat asbes tergantung jenisnya, cara penambangan dan pengolahannya.
Asbes tahan panas dan api. Pada suhu 200-1000 derajat celsius asbes kehilangan berat karena
menguapnya air kristal dan karbon dioksida. Titik leleh asbes sekitar 1180 – 1500 derajat celsius.

Sifat kimia, asbes tersusun dari komposisi kimia antara lain SiO2, MgO, Oksida Fe, Al2O3,
CaO, Na2O dan H2O. ( Learning, Linkedln,4 Juni 2014 )

Asbes merupakan istilah generic untuk kelompok silikat-beridrat alami yang dapat
diproses secara mekanis menjadi serat panjang. Beberapa silikat ini menunjukkan struktur rantai
rangkap tak hingga. Mineral-mineral asbes memiliki struktur lembaran,namun lembaran-
lembaran ini tergulung menjadi tabung panjang. Mineral asbes berwujud serat sebab ikatan-
ikatan di sepanjang tabung yang seperti untai ini lebih kuat daripada ikatan yang memegangi
( menyatukan ) satu tabung dengan tabung lainnya. Asbes merupakan isolator termal yang sangat
baik yang tidak bisa terbakar, tahan asam dan sangat kuat. Selama bertahun-tahun asbes
digunakan dalam semen untuk membuat pipa dan saluran serta palafon rumah.

Asbes dapat didefinisikan sebagai kapas seperti mineral berserat yang memiliki kekuatan
tarik yang tidak biasa,tahan panas,serta panjang dan lebarnya memiliki rasio 3 : 1 bahkan lebih.
Lebih dari 30 silikat mineral dapat mengkristal menjadi bentuk berserat tetapi hanya sedikit yang
dianggap mineral asbes

Semua bentuk asbes berbahaya,dan semua dapat menyebabkan kanker,tetapi bentuk-


bentuk amphibole asbes dianggap agak lebih berbahaya bagi kesehatandaripada chrysotile.

Mineral Serpentine dapat dibagi menjadi mineral besar dan lancip yang belakangan
dikenal sebagai chrysotile. Chrysotile adalah mineral asbes yang paling banyak didistribusikan,
ini memiliki struktur berlapis terdiri dari SiO4 tetrahedral dan lapisan octahedral Mg(OH).
Chrysotile adalah magnesium silikat terhidrasi dengan komposisi kimia. Fibril individu
chrysotile memiliki diameter 20 sampai 40 nm ( 0,02-0,04 mm ) amphiboles adalah silikat rantai,
dimana silica tetrahedral diatur linear dan membungkus saling mengitari seperti helai tali. Asbes
chrysotile mampu mempertahankan serat alaminya hingga 1400 C. Jika pemanasan dilakukan
sampai 500C maka kandungan airnya akan hilang dan asbes menjadi rapuh.
Kekuatan serat asbes bergantung jenisnya, cara penambangan, dan pengolahan. Asbes
tahan panas pada suhu 1000C, titik leleh 1180C-1500C. Asbes akan kehilangan berat bila air
Kristal dan karbondioksida menguap. Sifat kimia asbes terdiri dari susunan serat dipengaruhi
komponen kimia. Secara umum asbes merupakan nama yang umum digunakan untuk berbagai
mineral silikat pembentuk batuan yang berserat-serat, memiliki sifat fisik yang tahan api dan
lamban terhadap berbagai reaksi kimia. ( Fadly, Muhammad, 2 Desember 2013 )

2.4 Perkembangan Industri Asbes

Industri asbes telah dilarang di 52 negara di dunia. Hampir semua negara-negara Barat--dengan
pengecualian Amerika dan Kanada--telah melarang produksi maupun konsumsi asbes. Meski
demikian, bukan berarti industri asbes mati.

Alih-alih mati, korporasi asbes mulai mengalihkan pangsa bisnis mereka ke negara-negara
berkembang. Betapa tidak, dengan jumlah populasi besar, pembangunan ekonomi masif, dan
tingkat kesadaran akan bahaya asbes yang rendah, negara-negara berkembang adalah “surga”--
pasar menjanjikan bagi bisnis asbes.
Asbes memang dikenal sebagai bahan konstruksi yang nyaris sempurna: tahan api dan panas,
kuat dan murah. Selama beberapa dekade, dimulai sejak awal abad ke-20, negara-negara industri
seperti Amerika Serikat sampai Australia bergantung pada bahan ini di industri mereka yang saat
itu berkembang pesat.

Pada masa itu, bahan asbes banyak digunakan untuk membuat produk-produk semacam pipa,
bahan perakitan kapal, kampas rem, atap, dan lantai bangunan.
Setelah mulai digunakan secara masif di berbagai industri di negara Barat, produksi dan
konsumsi asbes terus meningkat, dan mencapai puncaknya pada 1980 dengan nilai agregat
produksi dan konsumsi hingga 4,8 juta ton.

Namun setelah itu, nilai produksi dan konsumsi asbes terus turun, hingga mengalami stagnasi
mulai dekade 2000 dengan nilai agregat produksi dan konsumsi berada pada kisaran angka 2 juta
ton per tahun.

Kemerosotan hingga pelarangan asbes bukan tanpa alasan. Sejak semula, terlepas dari statusnya
sebagai bahan konstruksi yang nyaris sempurna, asbes memang sudah bermasalah. Laporan
International Consortium for Investigative Journalists (ICIJ) berjudul “Dangers in the Dust” yang
dirilis tahun 2010 menceritakan sejarah kemerosotan industri asbes itu dengan cukup apik.

Menurut laporan ini, sejak tahun 1918, perusahaan asuransi Amerika dan Kanada telah menolak
klaim asuransi dari buruh-buruh industri asbes yang mulai terjangkit penyakit paru. Satu dekade
berselang, tepatnya tahun 1930, Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah memberikan
peringatan berbunyi, “Seluruh asbes yang ditambang, tanpa perlu dipertanyakan lagi,
mengandung bahaya racun yang cukup besar.”

Namun perlawanan buruh yang dirugikan oleh industri asbes di negara-negara Barat baru terjadi
1966. Pada tahun itu, untuk pertama kalinya, dilakukan tuntutan hukum oleh Claude Tomplait,
buruh manufaktur asal Texas, terhadap korporasi asbes, Johns Manville Fibreboard dan Owens
Corning Fiberglass.
Sejak itu sampai tahun 1981, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 200 korporasi dan
perusahaan asuransi yang menghadapi tuntutan hukum akibat perkara asbes.
Tuntutan demi tuntutan terus berlangsung selama kurun waktu 1960 sampai 2002. RAND
Corporation, organisasi think tank Amerika, mencatat pada kurun waktu tersebut setidaknya
terdapat 730 ribu warga yang mengajukan tuntutan hukum terhadap korporasi asbes di AS.
Hasilnya, korporasi asbes harus membayar biaya kerusakan dan litigasi sebesar USD 70 juta,
dengan USD 30 juta di antaranya dibayarkan kepada warga yang mengajukan tuntutan.

Seiring ditemukannya bukti-bukti yang mengungkap bahaya asbes bagi kesehatan, pada 1980-an,
negara-negara Skandinavia mulai memberlakukan pelarangan terhadap produk ini.
Namun, pukulan terbesar bagi industri asbes baru terjadi tahun 1999, ketika Uni Eropa
memberlakukan pelarangan asbes putih per Januari 2005. Kebijakan Uni Eropa ini segera diikuti
negara-negara lain seperti Jepang, Australia, Chile, dan Mesir.
Sampai saat ini, sudah 52 negara yang melarang penggunaan asbes.

Menggeliat di Indonesia
Ketika banyak negara di dunia telah melarang penggunaan asbes, tingkat konsumsi asbes di
Indonesia justru masih relatif tinggi. Kombinasi antara kemudahan berinvestasi, regulasi
perlindungan buruh yang lemah, dan permintaan pasar yang tinggi membuat produsen asbes
tidak pikir panjang untuk berbisnis di Indonesia.
Lembaga United States Geological Surveys dalam laporan mereka berjudul 2014 Minerals
Yearbook; Asbestos, melaporkan selama kurun waktu 2011-2013, Indonesia adalah negara
dengan tingkat konsumsi asbestos terbesar nomor lima di dunia, nomor tiga di Asia, dan pertama
di kawasan Asia Tenggara.

Tingkat konsumsi asbes di Indonesia selama kurun waktu tersebut cenderung tinggi, dengan tren
pertumbuhan konsumsi yang fluktuatif. Pada 2011, Indonesia mengonsumsi 124 ribu ton asbes.
Tahun 2012, angkanya meningkat menjadi 162 ribu ton. Sementara di tahun 2013, tingkat
konsumsi asbes menurun sedikit ke angka 156 ribu ton, dan kembali turun ke 109 ribu ton di
2014.

Sementara apabila ditilik sejak 2000, maka akan tersingkap terang bahwa konsumsi asbes di
Indonesia telah melonjak signifikan sejak pertengahan dekade 2000-an.
Tahun 2000, angka konsumsi asbes hanya berkisar 40 ribu ton per tahun. Angka itu sempat
berkurang menjadi 35 ribu ton pada 2006. Namun meningkat lebih dari tiga kali lipat ke angka
105 ribu ton per tahun di 2010. Dua tahun berselang, angka itu terus tumbuh hingga mencapai
147 ribu ton per tahun.
Ironisnya, meski tingkat konsumsi asbes di Indonesia tergolong tinggi, seluruh bahan asbes
merupakan produk impor. Seiring pertumbuhan konsumsi asbes yang cenderung meningkat dari
tahun ke tahun, angka impor asbes berdasarkan data Badan Pusat Statistik juga terus meningkat.

Pada 2007, Indonesia mengimpor 74.460 ton asbes, sedangkan di tahun 2012, total impor asbes
meningkat dua kali lipat lebih menjadi 162,418 ton. Namun sejak 2012, tingkat impor asbes
cenderung terus turun. Pada 2013, total impor asbes menurun ke angka 156.041, dan pada 2014
terus menurun menjadi 109.687 ton. Sementara di tahun 2015, angka impor kembali meningkat
menjadi 120.458.

Berbeda dengan Amerika yang membatasi asbes untuk kepentingan industri, asbes di Indonesia
utamanya digunakan sebagai bahan pembuat atap rumah.

Berdasarkan laporan BPS tentang “Statistik Kesejahteraan Rakyat 2016”, sebanyak 9,25 persen
dari 300 ribu rumah tangga perdesaan dan perkotaan di Indonesia menggunakan asbes sebagai
bahan atap rumah mereka.

Mengingat reputasi Indonesia sebagai kawasan rawan bencana, laporan BPS tersebut sebetulnya
mengkhawatirkan. Di tengah minimnya informasi tentang bahaya asbes, pihak yang paling
diuntungkan oleh kondisi ini tentu saja adalah perusahaan. Berdasarkan data yang dihimpun
aktivis Local Initiative for OSH Network Indonesia, Wiranta Ginting, dalam konferensi 2016
Asbestos Awareness and Management yang diselenggarakan di Adelaide, Australia, diperkirakan
keuntungan bersih yang diperoleh oleh 17 korporasi bisnis atap asbes di Indonesia mencapai
angka USD 88 juta atau setara dengan Rp 1,1 triliun.
( News,Kumparan,11 Januari 2018 ).

2.5 Bahan Baku Pembuatan Asbes


Terdapat banyak jenis serat asbes tetapi yang paling umum dipakai untuk pembuatan asbes
adalah krisotil, amosit dan krokidolit, semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat
kecuali krokidolit yang merupakan silikat natrium dan besi. Krokidolit dan amosite mempunyai
kandungan besi yang besar. Krisotil terdapat dalam lembara-lembaran yang menggulung,
membentuk serat-serat berongga seperti tabung dengan diameter sekitar 0,03 milimikron.

Asbestos adalah bentuk serat mineral silika termasuk dalam kelompok serpentine dan
amphibole dari mineral-mineral pembentuk batuan, termasuk: actinolite, amosite (asbes coklat,
cummingtonite, grunnerite), anthophyllite, chrysotile (asbes putih), crocidolite (asbes biru),
tremolite, atau campuran yang sekurang-kurangnya mengandung salah satu dari mineral-mineral
tersebut. Asbes dapat diperoleh dengan berbagai metode penambangan bawah tanah, namun
yang paling umum adalah melalui penambangan terbuka (open-pit mining). Karena sifatnya yang
tahan panas, kedap suara dan kedap air, asbes sering juga digunakan pada isolating pipa pemanas
dan juga untuk panel akustik. (Utara, 2003)

2.6 Proses Pembuatan Asbes


Flow Chart Sederhana Proses Pembuatan Asbes

Penambangan Pemisahan Bijih


asbes dari batuan

Permintalan Serat
Menjadi Tali

Terbentuknya Tali Dikemas dan siap


Serat dipasarkan ke industry
pembuatan semen,
plastik dll.

Berikut langkah-langkah yang digunakan untuk memproses bijih asbes chrysotile umum
ditemukan di Kanada, yaitu :

Pertambangan:

Deposito asbes Chrysoltile biasanya terletak menggunakan sensor magnetik disebut


magnometer. Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa magnetit mineral magnetik sering
ditemukan di dekat formasi asbes. Pemboran inti yang digunakan untuk menentukan lokasi dari
deposito dan untuk menentukan ukuran dan kemurnian asbes.

Operasi asbes paling chrysotile pertambangan dilakukan secara tambang terbuka.


Serangkaian spiral teras datar, atau bangku, dipotong menjadi sisi interior miring lubang. Ini
digunakan baik sebagai platform kerja dan sebagai jalan untuk mengangkut bijih dan keluar dari
pit. Deposito asbes bijih yang kendur dari batuan sekitarnya dengan pengeboran-hati dan
peledakan bahan peledak. Puing-puing batuan yang dihasilkan dimuat ke besar karet-lelah truk
angkut dan dibawa keluar tambang. Beberapa operasi menggunakan teknik penggalian disebut
caving blok, di mana bagian dari deposit bijih sedang memotong-sampai runtuh karena beratnya
sendiri dan meluncur ke bawah parasut ke dalam truk angkut menunggu.

Proses Pemisahan :

 Bijih mengandung asbes hanya sekitar 10%, yang harus hati-hati dipisahkan dari batu
untuk menghindari patah serat sangat tipis. Metode yang paling umum pemisahan
disebut penggilingan kering. Dalam metode ini, pemisahan utama dilakukan dalam
sebuah kehancuran dan vakum aspirating operasi di mana serat asbes yang secara
harfiah tersedot keluar dari bijih. Ini diikuti dengan serangkaian operasi pemisahan
sekunder untuk menghilangkan debu batu dan puing-puing kecil lainnya.

 Bijih ini dimasukkan ke dalam jaw crusher, yang meremas bijih untuk
memecahkannya menjadi potongan-potongan yang 0,75 in (20,0 mm) dengan
diameter atau kurang. Bijih dihancurkan kemudian dikeringkan untuk menghilangkan
uap air yang mungkin ada.

 Biji itu jatuh pada permukaan layar 30-jala bergetar (vibrating screens), yang
memiliki bukaan yang 0,002 di (0,06 mm) dengan diameter. Sebagai layar bergetar,
serat asbes melonggarkan naik ke atas dari bijih dihancurkan dan disedot pergi.
Karena bijih hancur jauh lebih padat daripada serat, hanya partikel batuan yang
sangat kecil bisa disedot off dengan asbes.

 Lumpur yang sangat halus dan partikel batuan yang jatuh melalui layar bergetar
disebut terusan atau tailing dan dibuang. Potongan-potongan hancur bijih yang tetap
pada layar disebut over dan dipindahkan ke tahap berikutnya pengolahan.

 Bijih hancur dari layar pertama adalah makan melalui crusher detik, yang mengurangi
potongan bijih menjadi sekitar 0,25 di (6,0 mm) diameter atau kurang. Bijih
kemudian jatuh pada layar lain 30-jala bergetar dan mengulangi proses yang
diuraikan dalam langkah 3 dan 4.

 Proses penghancuran dan vakum aspirasi dari serat asbes diulang dua kali lagi. Setiap
kali potongan bijih semakin kecil sampai serat asbes lalu ditangkap dan bijih tersisa
sangat kecil sehingga jatuh melalui layar dan akan dibuang. Proses empat langkah
juga memisahkan serat asbes dengan panjang. Serat terpanjang yang rusak bebas dari
batuan sekitarnya di crusher pertama dan yang disedot dari layar pertama. Serat
panjang pendek yang rusak gratis dan ditangkap pada setiap set berturut-turut
penghancur dan layar, sampai serat terpendek ditangkap pada layar terakhir.

 Serat asbes dan bahan lain yang ditangkap dari setiap layar dilakukan disuspensikan
dalam aliran udara dan dijalankan melalui empat pemisah siklon terpisah. Puing-
puing berat dan partikel debu batu jatuh ke tengah aliran udara berputar dan putus
bagian bawah pemisah.

 Udara kemudian melewati empat set terpisah dari filter, yang menangkap serat asbes
panjang yang berbeda untuk kemasan. Asbes kemudian akan dikemas dan dikirim ke
industry lain yang membutuhkan asbes sebagai bahan bakumya.

Quality Control :

Serat asbes yang dinilai sesuai dengan beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling penting
adalah panjang mereka, karena ini menentukan aplikasi mana mereka dapat digunakan dan,
karena itu, nilai komersial mereka.

Sistem grading yang paling umum untuk serat asbes chrysotile disebut Quebec Standar
metode klasifikasi kering. Standar ini mendefinisikan nilai sembilan dari serat dari Kelas 1, yang
merupakan terpanjang, untuk Kelas 9, yang merupakan terpendek. Pada ujung atas skala, Kelas 1
sampai 3 disebut serat panjang dan berkisar dari 0,74 di (19,0 mm) dengan panjang turun
menjadi 0,25 di (6,0 mm) panjang. Kelas 4 sampai 6 disebut serat menengah, sementara Kelas 7
sampai 9 disebut serat pendek. Kelas 8 dan 9 serat berada di bawah 0,12 in (3,0 mm) panjang
dan diklasifikasikan berdasarkan kepadatan longgar mereka daripada panjang mereka.

Faktor-faktor lain untuk membangun kualitas serat asbes termasuk tes untuk menentukan
tingkat pemisahan serat atau keterbukaan, kapasitas memperkuat serat dalam beton, dan debu
dan isi granula. Aplikasi khusus mungkin memerlukan standar kontrol kualitas lainnya dan tes.

Asbes umumnya banyak digunakan sebagai bahan pembuatan atap rumah, asbes akan
dicampur dengan semen. Pencampuran asbes dan semen akan membuat atap rumah rumah yang
jokoh dan tahan terhadap panas, sehingga tidak mudah rusak. Proses pembuatan atap rumah
tersebut adalah :

1. Asbes yang telah berbentuk tali akan kembali dihancurkan hingga menjadi serat, serat ini
akan dicampurkan dengan semen sehingga terbentuklah campuran semen yang
mengandung serat asbes.

2. Semen ini kemuadian akan dicetak dengan mesin pencetak agar berbentuk seperti atap
rumah pada umumnya, yaitu atap rumah yang bergelombang.

3. Setelah dicetak, asbes akan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-2 hari, setelah
itu asbes akan dicat sesuai dengan warna atap pada umumnya.
Kesehatan dan Efek Lingkungan

Sekarang secara umum diterima bahwa menghirup serat asbes dapat dikaitkan dengan
tiga penyakit serius, dan sering fatal. Dua dari kanker paru-paru, dan asbestosis, mempengaruhi
paru-paru, sedangkan ketiga, mesothelioma, adalah bentuk kanker langka yang mempengaruhi
selaput rongga dada dan perut.

Hal ini juga berlaku umum sekarang bahwa berbagai jenis asbes, khususnya amfibol,
menimbulkan bahaya kesehatan lebih besar dari asbes chrysotile.

Akhirnya, diakui bahwa faktor-faktor lain, seperti panjang serat dan durasi dan tingkat
eksposur, dapat menentukan bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh asbes. Bahkan beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa asbes-induced kanker paru-paru hanya terjadi
ketika paparan di atas tingkat tertentu konsentrasi. Bawah ambang batas, tidak ada peningkatan
statistik dalam kanker paru-paru lebih yang ditemukan di populasi umum.

Meskipun tidak semua orang setuju dengan temuan ini, kekhawatiran yang menyeluruh
tentang kesehatan dampak negatif dari menghirup serat asbes telah menyebabkan peraturan ketat
pada jumlah asbes udara memungkinkan-dapat di tempat kerja. Peraturan ini bervariasi dari satu
negara ke negara lain, tetapi mereka semua mandat tingkat lebih rendah dari sebelumnya
ditemukan. Di Amerika Serikat, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Administrasi (OSHA)
menetapkan paparan maksimum yang diizinkan untuk serat panjang dari 0,005 mm pada 0,2
serat / sentimeter kubik selama hari kerja eighthour atau 40 jam per minggu kerja.

2.7 Proses Pengolahan Limbah Asbes


Dalam industry pembuatan asbes akan selalu menghasilkan limbah berupa limbah
berwujud padat, cair maupun gas. Untuk mengurangi dampakburuk limbah tersebut untuk
lingkungan dan makhluk hidup lainnya perlu adanya pengolahan limbah, dengan berkurangnya
limbah tersebut dapat mengurangi polusi yang ditimbulkannya.

a. Proses Pengolahan Limbah Padat dari Proses Pembuatan Asbes


Limbah asbes tergolong limbah B3 yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Tetapi dengan dimanfaatkan sebagai pengganti pasir pada pembuatan
batako maka limbah asbes ini tidak berbahaya untuk kesehatan manusia karena
tercampur dengan material lainnya seperti air, semen dan pasir.
Mekanisme pembuatan :

Batako dengan material limbah asbes ini yaitu limbah asbes yang sudah hancurkan dan
halus dicampurkan pada campuran material batako lainnya yaitu air dan semen sehingga limbah
asbes yang berbahaya ini terikat dan terbungkus oleh air dan semen sehingga lebih aman dari
kontaminasi dengan udara luar dan cuaca. Untuk pemasangan batako sebagai dinding bangunan
juga perlu diplester. Cara ini dilakukan supaya limbah asbes ini bisa aman digunakan sebagai
material dinding dalam pembangunan gedung dan perumahan sehingga tidak mengganggu
kesehatan manusia. (Cahyono, Sipil, & Madiun, 2013)

Penelitian yang dilakukan adalah dengan membuat sampel benda uji batako dengan
ukuran 40x 20x 10cm3.Selanjutnya dilakukan perencanaan komposisi campuran untuk
mendapatkan komposisi material penyusun Batako. Berat volume batako dengan agregat pasir
100 % sebesar 2212,9 kg/m3, sedangkan pada penggunaan 50% pasir dan 50 % limbah asbes
berat volumenya sebesar 1902,9 kg/m3, dan pada penggunaan 100 % limbah asbes berat
volumenya sebesar 1625,4 kg.m3. Dengan menggunakan limbah asbes sebagai pennganti
pasir didapatkan batako yang lebih ringan, sehingga bila dipasang sebagai dinding bangunan
dapat mengurangi berat bangunan.

Penambahan limbah asbes berpengaruh terhadap kuat tekan batako. Pada penggunaan
limbah asbes 25% kuat tekan turun 5 % (4,6 kg/cm2), penggunaan limbah asbes 50 % kuat tekan
turun 17% (13,3 kg/cm2), penggunaan limbah asbes 75 % kuat tekan turun 35% (24,2kg/cm2),
penggunaan limbah asbes 100 % kuat tekan turun 51% (31,3 kg/cm2). Semakin besar pemakaian
limbah asbes kuat tekan batako semakin turun, namun masih memenuhi syarat mutu IIISNI 3-
0349-1989 (minimal 35 kg/cm2). (Cahyono et al., 2013)

Kuat tekan batako dengan agregat limbah asbes masih memenuhi persyaratan mutu III
SNI 3-0349-1989. Penambahan prosentase limbah asbes dalam campuran batako akan
memperbesar nilai porositas batako. Penggunaan limbah asbes akan menurunkan berat volume
batako sehingga didapatkan batako yang lebih ringan. (Dipohusodo, 1990)

b. Proses Pengolahan Limbah Cair dari Pembuatan Asbes

Industri asbes dalam prosesnya membutuhkan air untuk membentuk slurry dari
pencampuran bahan namun pada proses pressing dan pencetakan bahan air tersebut harus
dikeluarkan dari produk sehingga keluar sebagai air limbah. Sebagai contoh industri asbes di
Malang menghasilkan air limbah mencapai 20 m3 / shift / unit mesin. Pada Industri asbes, air
limbah tersebut akan dibiarkan dalam sebuah kolam sehingga meresap ke dalam tanah. Sesuai
dengan UU no 32 tahun 2009 bahwa semua industri yang mengeluarkan limbah harus mengolah
limbahnya maka seharusnya industri asbes hendaknya demikian. Pengolahan limbah yang
dimaksud bukan hanya membiarkan air limbah meresap ke tanah dikarenakan akan mencemari
tanah disekitarnya lebih lanjut akan mengganggu kualitas air bawah tanah. Air limbah hanya
boleh dibuang ke lingkungan jika telah memenuhi baku mutu air limbah yang telah ditetapkan
sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2012, bagi industri krisotil
standart baku mutunya mengacu pada Baku Mutu Air Limbah Golongan II untuk Kegiatan
Industri Lainnya yang belum ditetapkan.

Limbah cair industri asbes dapat diolah dengan penambahan flokulan dan adsorben. Dari
Flokulan yang digunakan yaitu Al2SO4/tawas, FeSO4, dan PAC yang lebih unggul adalah
tawas. Dari hasil penelitian didapatkan dosis optimum penambahan flokulan tawas sebesar 1000
mg/l dengan waktu pengolahan 30 menit dan waktu pengadukan 30 menit sehingga efisiensi
penurunan COD sebesar 79%, TDS sebesar 58 %, dan TSS 98%. Sedangkan dari adsorben yang
digunakan yaitu karbon aktif dan zeolit, yang lebih unggul adalah karbon aktif. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa dosis optimum tawas adalah 150 g/l dengan waktu pengolahan
selama 1 jam sehingga efisiensi penurunan COD sebesar 80%, TDS sebesar 65 %, dan TSS 99%.
Apabila dibandingkan dari segi biaya pengolahan maka pengolahan limbah menggunakan tawas
lebih unggul. Daripada karbon aktif dengan biaya pengolahan tawas adalah Rp.102,685/ liter
limbah cair industri asbes. (Yuliastuti & Cahyono, 2017)
c. Proses Pengolahan Limbah Gas Pembuatan Asbes

Lembaran asbes yang sudah jadi akan di kirim ke area finishing line untuk di potong dan
dirapikan. Saat proses pemotongan lembaranasbes berlangsung akan menghasilkan banyak debu
yang ditimbulkan dari proses tersebut. Berdasarkan hasil dari survei pendahuluan yang telah
dilakukan, peneliti menemukan bahwa kadar debu pada pabrik asbes di PT. X Jawa Tengah
tinggi di area finishing line. Dari hasil pengukuran menggunakan High Volume Sampler
diketahui bahwa debu asbes pada pabrik asbes PT. X Jawa Tengah adalah 24,2924 Mg/m3.

Limbah gas darip proses pembuatan asbes tidak dapat diolah kembali, tetapi dapat kita
minimalisir dampaknya dengan cara mengolah pembuatan asbes secara aman dengan
memperhatikan beberapa aspek dalam prosedur aman dalam bekerja, yaitu :

- Semua produk yang mengandung asbes harus ditandai dengan simbol peringatan yang
dikenali secara internasional. Simbol peringatan itu merupakan tanda bahwa produk-
produk tersebut mengandung asbes serta memberikan peringatan kepada pemakai bahwa
menghirup debu asbes sangat berbahaya bagi kesehatan. Dan semua tempat kerja yang
ada debu asbesnya dan berpotensi menimbulkan bahaya kesehatan harus dengan jelas
ditandai sebagai daerah paparan debu asbes. Penandaan harus dilakukan dengan
memberikan tanda-tanda yang terpampang dengan jelas.
- Debu-debu yang dihasilkan pada waktu penghancuran dan penyaringan bijih dilakukan
harus dikendalikan melalui ventilasi pembuang udara kotor yang dilengkapi dengan alat
sentrifugal pemisah partikel padat dari gas (cyclone) dan alat atau fasilitas penyaring
partikulat dari gas buangan yang dialirkan lewat kantong kain (bag house). Karena
berpotensi tinggi menghasilkan debu, saringan getar (vibrating screens) harus ditaruh di
tempat tertutup anti bocor, yang dihubungkan ke sorongan pasok (feed chutes) dengan
nilon atau penghubung lain yang sesuai.

- Pembuangan ampas hendaknya dilakukan dengan ban konveyor berukuran lebih lebar
yang dioperasikan dengan kecepatan lebih lambat, jangan dengan kecepatan tinggi.
Konveyor hendaknya dioperasikan di dekat tempat penimbunan ampas untuk
meminimalkan debu yang terbawa angin. Untuk mempermudah hal ini dapat digunakan
konveyor ayun (swing conveyors). Ampas hendaknya dibasahi pada saat atau sebelum
penimbunan. Debu baghouse harus diendapkan sebelum ditimbun bersama dengan ampas

- Serpihan-serpihan lepas dan debu yang terkumpul dari proses produksi atau proses pabrik
harus dibasahi dan dimasukkan ke dalam kantong-kantong impermeabel yang ditutup
rapat atau dibuang dengan cara lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
nasional.

(International Labor Organization, 2002)


DAFTAR PUSTAKA

Utara, U. S. (2003). Universitas Sumatera Utara 4. Penggunaan Gypsum Sebagai Pengganti


Bahan Asbes Yang Berbahaya, 4–16. Retrieved from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28426

Usahamart (2012, 2 Mei). Membuat Asbes . Diakses pada 16 November 2019, dari:
https://usahamart.wordpress.com/2012/03/02/membuat-asbes

Cahyono, S. D., Sipil, J. T., & Madiun, U. M. (2013). Pemanfaatan limbah asbes untuk
pembuatan batako (141m). 7(KoNTekS 7), 24–26.

Dipohusodo, Istimawan.(1990).Struktur Beton Bertulang. Jakarta: PT Gramedia

Yuliastuti, R., & Cahyono, H. B. (2017). Efektifitas Pengolahan Limbah Cair Industri Asbes.
2(2), 77–83. Retrieved from file://https/Users/ekbang/Downloads/3494-10932-1-PB.pdf

International Labor Organization. (2002). Pemakaian Asbes Secara Aman. 1–92. Retrieved from
file://https/wcms_168882.pdf

Thamrin, Muhammad Thoyib, dan Mukhlis, Ahadi. (2004). Buletin Alara: Dampak Radiologis
Pelepasan Serat Asbes. Jurnal Batan, 6(2), 1. Retrieved from
http://jurnal.batan.go.id/index.php/Alara/article/view/1562

Ronald F. Dodson., Samuel P. Hammar., 2006, ASBESTOS Risk Assessment, Epidemiology, and
Health Effects, Published by CRC Press Taylor & Francis Group. Diakses pada 19 November
2019, dari: http://jelajahiptek.blogspot.com/2012/06/pengertian-asbes-dan-sejarahnya.html

Learning, Linkedln. ( 4 Juni 2014 ). Rekayasa Bahan Galian Industri Asbes: Sifat-sifat asbes.
Diakses pada 19 November 2019, dari: https://www.slideshare.net/dienztinginpulank/3-asbes

Fadly, Muhammad. ( 2 Desember 2013 ). Dasar-Dasar Kesehatan Lingkungan: Sifat-Sifat Asbes.


1-3. Diakses pada 19 November 2019, dari: https://www.scribd.com/book/188551864.

News,Kumparan. ( 11 Januari 2018 ). Dalam Cengkraman Industri. Diakses pada 19 November


2019, dari: https://kumparan.com/kumparannews/dalam-cengkeraman-industri-asbes

Anda mungkin juga menyukai