Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dapat kita ketahui bersama bahwa polusi adalah masalah serius yang dapat
memengaruhi kesehatan manusia. Sebagai salah satu solusi teknologi,
bioremediasi merupakan pendekatan penting untuk pembersihan lingkungan.
Bioremediasi sendiri merupakan porses pembersihan lingkungan yang telah
terkontaminasi oleh polutan kimia dengan menggunakan organisme hidup untuk
mendegradasi materi yang berbahaya untuk mengurangi kadar toksiknya.
Remediasi adalah tindakan untuk memulihkan kembali suatu keadaan
lingkungan yang telah tercemar. Bila di dalam remediasi digunakan organisme
hidup, maka teknik itu disebut bioremediasi.
Salah satu teknik penerapan bioremediasi adalah menggunakan teknik
landfarming. Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau
landapplication. Cara ini merupakan salah satu teknik bioremediasi yang
dilakukan di permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat
dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Landfarming merupakan teknik
bioremediasi yang telah lama digunakan, dan banyak digunakan karena tekniknya
sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik ini,
yaitu kondisi lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan landfarming ?
2. Apa saja faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik
landfarming?
3. Bagaimana pengoperasian teknik landfarming?
4. Bagaimana teknik pelaksanaan landfarming?
5. Apakah kelebihan dan kelemahan teknik landfarming
6. Bagaimana studi kasus penerapan teknik landfarming?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian Landfarming.
2. Untuk mengetahui teknik pembuatan Landfarming.

1
1.4 Manfaat Penulisan
1. Meningkatkan pengetahuan tentang teknik pembuatan Landfarming.
2. Dapat memahami tata cara pembuatan Landfarming yang baik dan benar.
3. Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
Landfarming.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Landfarming


Landfarming adalah aplikasi atau pencampuran kontaminan atau limbah ke
dalam permukiman tanah yang tidak terkontaminasi. Secara khusus, hal ini
dilakukan pada petak lahan yang bagian bawahnya diberi lapisan liat untuk
mencegah pencucian kontaminan ke air tanah. Jika konsentrasi kontaminan terlalu
tinggi untuk didegradasi, pengolahan tanah juga membantu menurunkan
konsentrasi kontaminan. Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah
lama digunakan, dan banyak digunakan karena tekniknya sederhana
Salah satu pencemaran yang dapat terjadi pada tanah adalah pencemaran
minyak bumi. Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat menyebabkan
tertutupnya suplai oksigen dan meracuni mikroorganisme tanah sehingga
mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut. Tumpahan minyak di
lingkungan dapat mencemari tanah hingga ke daerah sub-surface dan lapisan
aquifer air tanah. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan harus disiapkan agar
mencegah terjadinya infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar harus menggunakan
lapisan tanah liat dan geomembran serta dilengkapi sistem drainase. Limbah yang
keluar dari tempat bioremediasi harus ditampung untuk kemudian diolah sebagai
limbah cair.

2.2 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Teknik


Landfarming
1. Tanah tercemar
Untuk lokasi penerapan, tanah hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik
sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan (loamy clay). Apabila
diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay lebih dari 70% akan
sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras
apabila terkena air.
2. Pencemar
Pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan rendah
masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan pencemar yang

3
mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan
secara terbuka.
3. Kemungkinan pelaksanaan
Kemudahan kerja diantaranya apabila tersedia lahan, alat berat untuk
menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung.
Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik
landfarming secara ex-situ.
4. Kondisi Iklim
Sisitem lanfarming bersifat terbuka, sehingga kinerjanya dipengaruhi
juga oleh faktor iklim meliputi curah hujan, suhu, dan angin. Air hujan yang
jatuh secara langsung maupun run-off di lahan landfarm selain
meningkatkan kelembaban tanah juga menyebabkan erosi. Kadar
kelembaban tanah mempengaruhi efektivitas kerja bakteri.
Jika lokasi landfarm memiliki curah hujan tinggi (> 30 inches), maka
dibutuhkan pelindung hujan seperti terpal, plastik, atau struktur greenhouse.
Dalam hal ini, run-off maupun run-on dari air hujan harus dikontrol dengan
menggunakan tanggul yang dibuat di sekeliling landfarm.
Sistem pengumpulan leachate di dasar landfarm dan sistem
pengolahan leachate juga diperlukan untuk mencegah terjadinya
pencemaran air tanah. Erosi landfarm juga dapat terjadi selama musim
angin. Erosi akibat angin berupa terseretnya tanah digundukan (rows) dan
berkurangnya kelembaban tanah.

2.3 Reaktor Ex-Situ


Reaktor ex-situ landarming terdiri dari:
1. Lahan paparan tanah (LPT) atua land treatment units (LTUs); yaitu tempat
tanah tercemar digelar, dengan ketinggian tiap lapisan antara 15 cm sampai
50 cm.
2. Sarana pengendali run-off; untuk mencegah masuknya air limpasan (surface
run-off) masuk ke dalam lahan serta mencegah mengalirnya air tercemar ke
luar lahan. Umumnya berupa tanggul tanah yang rapat mengelilingi LPT.
3. Sarana pengendalian leachate; untuk mengumpulkan air lindi (leachate) dari
dasar lahan dan mengembalikannya ke lokasi LPT. Dasar lahan ex-situ

4
lanfarming harus memiliki laposan kedap yang mencegah masuknya
leaxhate ke dalam lapisan tanah di bawahnya atau masuknya air tanah ke
dalam paparan tanah tercemar. Lapisan kedap sebaiknya terbuat dari bahan
geomembran High Density Poly-Etylene (HDPE) dengan ketebalan minimal
0,75 mm atau menggunakan tanah lempung (tanah dengan kandungan clay
> 70%) setebal 50 cm yang dipadatkan.

2.4 Operasi Landfarming


Dalam penerapannya, operasi bioremediasi landfarming terdiri dari:
1. Operasi Tanah
Setelah diambil dari tempat aslinya, tanah digelar di lokasi landfarm.
Penggelaran tanah dilakukan secara berlapis dengan ketinggian 30 cm
sampai 50 cm untuk lapisan pertama. Penyesuaian diri mikroba terhadap
makanannya terjadi pada lapisan pertama dan lapisan selanjutnya
memanfaatkan konsorium mikroba dari lapisan pertama. Lapian kedua dan
berikutnya digelar dengan ketebalan gembur antara 15 cm sampai 30 cm
dan diatur membentuk gundukan memanjang yang paralel (windrows) untuk
mengurangi pengaruh erosi angin. Penggelaran dihentikan saat timbunan
tanah mencapai ketebalan maksimum 80 cm.
2. Aerasi
Aerasi dimaksudkan untuk mencapai suplai udara yang cukup serta
homogenitas semua elemen reaksi yang ada. Aerasi dilakukan dengan
metode pembajakan (tilling) dengan peralatan seperti traktor pembajak atau
alat pembajak lain yang biasa digunakan di lahan pertanian. Pembajakan
dilakukan secara periodik minimal 14 hari sekali, namun harus dihentikan
saat hujan datang minimal 2 ´ 24 jam guna menghindari jenuhnya pori tanah
oleh air.
3. Penambahan Air
Air dapat disemprotkan langsung ke permukaan tanah tercemar.
Kelembaban tanah harus dijaga antara 12% sampai 30% berat tanah atau
30% sampai 80% kapasitas ladang.

5
4. Penambahan Nutrien
Penambahan nutrien dapat menggunakan urea, NPK, dan lainnya hingga
jumlah N dan P mampu menunjang reaksi biodegradasi pencemar minyak.
Dalam proses bioremediasi tanah tercemar hidrokarbon, kompos berperan
sebagai media pengaya tanah yang akan merangsang pertumbuhan
mikroorganisme tanah. Kompos memiliki kandungan Nitrogen (N) dan
Fospor (P) dalam jumlah besar yang sangat diperlukan oleh mikroorganisme
tanah bagi pertumbuhan dan proses metabolismenya. (Indarto, 1999)
5. Penciptaan Kondisi Ideal
Kondisi pH, hydroulic conductivity lapisan tanah dan suhu yang ideal juga
perlu dijaga. Penambahan asam ataupun basa perlu dilakukan bila pH tanah
jauh dari kondisi netral (5 > pH > 8). Media penyangga perlu ditambahkan
(maksimal 30% volume tanah) bila lapisan tanah terlalu banyak
mengandung clay sehingga hydroulic conductivity dan porositas tanah dapat
meningkat.
6. Bulking Agent
Penambahan bulking agent atau agen penyangga dapat mencegah
pemadatan tanah dan meningkatkan porositas tanah serta suplai oksigen.
Peningkatan porositas seringkali diikuti dengan menurunnya kadar
kelembaban tanah sehingga diperlukan agen penyangga untuk
mempertahankannya selama proses biodegradasi berlangsung (Savage et
all., 1985 dalam Eweis, 1998). Jenis agen penyangga yang dapat digunakan
antara lain rumput kering, Woodchips dan jerami.

2.5 Teknik Pelaksanaan Landfarming


Tahapan atau langkah-langkah dari bioremediasi landfarming kurang lebih
sebagai berikut:
1. Siapkan lahan (dengan liner/ lempeng kepadatan tinggi agar air
lindi/limpasan hujan tidak mengalir ke mana-mana ) dilengkapi dengan bak
penampung lindi, sekaligus untuk tempat penampungan air untuk
pelembaban.

6
2. Siapkan campuran lalu campurkan bahan-bahan tambahan untuk
memeperbaiki sifat tanah/campuran, tambahkan nutrisi (Fosfor biasanya
ditambahkan sebagai garam asam fosfat dan nitrogen sebagai garam
amonium, garam nitrat, atau urea.), juga penambahkan mikroba
pendegradasi yang sudah dibiakkan sebelumnya. Pada jenis tanah tertentu,
perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk gergaji, kompos, atau
bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas
hidrolik.
3. Sebelumnya (lebih baik) dilakukan analisa kadar bahan pencemar. Ini juga
diperlukan untuk menghitung kebutuhan penambahan nutrisi.
4. Jika campuran sudah diperolah, maka campuran ditempatkan di lahan
landfarming.
5. Lakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas
mikroba, dan pengaruhnya terhadap lingkungan, adanya pengadukan
berkala, penambahan air (jika diperlukan). kecukupan oksigen/udara juga
perlu diperhatikan, kalau tidak ada pori-pori atau rongga udara, maka suplai
oksigen (udara) akan terhambat. Untuk itu perlu ditambah beberapa bahan
tambahan untuk memperbaiki sifat campuran/tanah tercemar. Salah satu
caranya yaitu melalui aerasi paksa, tanah ditempatkan di atas pipa PVC
berlubang dari manifold ke blower. Hamparan tanah selalu dijaga
kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%.
6. Pengambilan sampel dan analisa sampel utk mengetahui konsentrasi
cemaran sekaligus utk mengetahui tingkat degradasi yang terjadi.
7. Demikian seterusnya sampai target pengurangan konsentrasi pencemar yang
diinginkan tercapai dan sesuai baku mutu.

7
Gambar 2.1 Skema perlakuan landfarming pada prepared bed reactor

8
Gambar 2.1 Alur Kegiatan Proses Landfarming

2.6 Keunggulan Teknik Landfarming


Dibanding dengan teknik-teknik bioremediasi yang lain, teknik landfarming
menawarkan beberapa keunggulan atau keuntungan, di antaranya:
1. Metode yang relatif sederhana.
2. Mudah dalam desain dan pengoperasiannya.
3. Senyawa yang mudah terdegradasi secara aerobik.
4. Tingkat reduksi TPH mampu mencapai 90%. Dari suatu penelitian
dilaporkan bahwa dalam waktu 77 hari, 42 mg/kg dari 2,4
dichlorophenoxyacetic acid berhasil direduksi hingga menjadi 4 mg/kg
(Fiorenza et al., 1991 dalam Cookson, 1995).
5. Waktu pengolahan yang dibutuhkan cukup singkat (biasanya 3 bulan sampai
2 tahun dalam kondisi optimal).
6. Biaya operasi tidak terlalu tinggi karena tidak mengkonsumsi listrik.
7. Kemudahan dalam menambahkan nutrisi, mengatur kelembaban, dan di
mana perlu penambahan mikroba secara berkala/bertahap (bersamaan
dengan pembalikan).

2.7 Kelemahan Teknik Landfarming


Sedangkan kerugian dari sistem landfarming antara lain:
1. Tidak efektif untuk mengolah lahan tercemar dengan konsentrasi TPH di
atas 50.000 mg/kg

9
2. Konsentrasi senyawa kimia di bawah 0,1 mg/kg sangat sulit dicapai
3. Kurang tepat bagi pencemar yang mudah menguap seperti bensin.
4. Membutuhkan lahan yang luas dan biaya investasi yang besar.
5. Bangkitan debu dan uap selama proses aerasi terhadap kualitas udara
penting untuk diperhatikan.
6. Dipengaruhi oleh cuaca. Hujan dapat menjadi faktor penghambat

10
BAB III
STUDI KASUS UJI COBA KINERJA BAKTERI KARBONOKLASTIK
PADA TANAH TERCEMAR MINYAK BUMI DENGAN TEKNIK
LANDFARMING
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam berpotensi
menyebabkan peningkatan resiko pencemaran dan perusakan lingkungan.
Kontaminasi tanah oleh minyak bumi seringkali terjadi pada aktivitas industri
sektor Minyak dan Gas, berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan
baik secara biologi, geologi, fisik, kimia dan sosekbud. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mengatasi pencemaran minyak bumi di tanah dapat dilakukan
dengan teknik bioremediasi. Proses degradasi limbah ini dilakukan dengan
memanfaatkan bakteri yang memanfaatkan limbah ini sebagai sumber karbon atau
sumber nutrisi. Proses bioremediasi akan berjalan cepat apabila limbah organik
merupakan senyawa yang mampu didegradasi oleh mikroorganisma dan produk
degradasinya merupakan senyawa sederhana yang aman bahkan diperlukan bagi
lingkungan. Akan tetapi bila limbah yang didegradasinya merupakan senyawa
rekalsitran,maka laju degradasi akan berjalan lambat. Lambatnya laju degradasi
limbah organik di lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroorganisma tidak mampu
mengkatalis reaksi degradasi limbah yang tidak alami, kelarutan polutan dalam air
sangat rendah, dan limbah organik bersifat toksik bagi mikroorganisma tersebut.
Selain itu, pengaruh lingkungan seperti pH, temperatur, dan kelembaban tanah
juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi.
Seleksi dan optimasi bakteri pada bioremediasi lahan tercemar minyak bumi
sangat diperlukan agar bakteri yang bekerja pada proses bioremediasi mampu
beradaptasi dan mendegradasi secara optimal. Oleh karena itu bakteri yang terlibat
dalam proses bioremediasi bukanlah bakteri tunggal melainkan konsorsium
bakteri yang mampu memanfaatkan hidrokarbon sebagai substrat, bakteri yang
mampu mendegradasi hidrokarbon juga bakteri yang mampu menghasilkan
biosurfaktan. Dengan dihasilkannya biosurfaktan tersebut dapat menurunkan
tegangan antar muka, sehingga bakteri pendegradasi dapat bekerja secara optimal.

11
Pada penelitian ini digunakan teknik landfarming, yaitu salah satu teknik
bioremediasi yang dikenal relatif lebih murah dan mudah dikerjakan. Untuk
mempercepat proses bioremediasinya selain digunakan bakteri karbonoklastik
yang telah diseleksi terlebih dahulu juga dilakukan penambahan nutrisi yang
dibutuhkan bakteri dalam proses bioremediasi.
Untuk menetapkan media tumbuh yang akan digunakan dalam perbanyakan
bakteri, dilakukan uji tumbuh bakteri pada dua media molase dengan komposisi
yang berbeda (MM1 dan MM2). Uji ini dilakukan untuk mendapatkan media
tumbuh bakteri yang akan digunakan dalam proses perbanyakan
bakteri.Kecepatan tumbuh bakteri diamati dengan mengukur grafik pertumbuhan
bakteri pada kedua media dengan mengukur tingkat kekeruhan menggunakan
spektrofotometer.
Untuk mendapatkan tanah yang digunakan sebagai media pencampur dalam
membuat komposisi campuran. Dalam tahap preparasi media tanah ini terlebih
dahulu tanah dibersihkan dari alang-alang dan semak belukar. Tanah digali
dengan menggunakan cangkul selanjutnya dilakukan proses penyaringan untuk
mendapatkan ukuran yang sama yaitu sekitar 1 – 2 cm.
Percobaan pembuatan komposisi campuran yang terdiri dari minyak, tanah
dan bulking agent dilakukan dengan mencampurkan tanah yang telah dipreparasi,
dengan bulking agent dan minyak. Untuk mendapatkan campuran yang homogen,
campuran dimasukan kedalam wadah dan diaduk. Pada percobaan ini bulking
agent yang digunakan berupa kompos yang diproduksi di Kawasan Puspiptek
Serpong. Kompos ini dibuat dari dedaunan dan ranting yang banyak terdapat di
areal Kawasan Puspiptek.
Start up percobaan landfaming dimulai dengan melakukan pengujian
terhadap ketiga bakteri pendegradasi hidrokarbon (R122-2.3; R122-5; R-122-
BN5) ke dalam masing-masing reaktor dengan masing-masing ulangan sebanyak
tiga kali. Selanjutnya kesembilan reaktor tersebut ditambahkan nutrisi.
Penambahan bakteri dilakukan dengan menggunakan penyiram tanaman atau
gembor lalu dilakukan pengadukan agar menghasilkan sebaran bakteri dan nutrisi
yang merata di seluruh permukaan landfarming.

12
Dari hasil uji optimasi media tumbuh ditetapkan media pertumbuhan yang
paling baik adalah media pertumbuhan MM2 dengan rasio C:N:P sebesar 100:5:1.
Grafik-grafik yang menunjukkan pertumbuhan mikroba ditunjukkan pada Gambar
3.1; 3.2 dan 3.3.

Gambar 3.1 Kurva pertumbuhan bakteri 122-5 pada Media MM1 dan MM2

Gambar 3.2. Kurva pertumbuhan bakteri RISTEK 122-2.3 pada Media MM1 dan
MM2

Gambar 3.3. Kurva pertumbuhan bakteri RISTEK 122-BN5 pada Media MM1
dan MM2

13
Komposisi tanah dengan jumlah bahan organik yang besar akan mampu
membuat ruang berpori. Ruang berpori dibentuk oleh adanya perbedaan agregat
penyusun pada matrik tanah, kemudian ruang berpori ini di isi oleh air dan udara
sehingga kadar air akan besar. Dari gambar 3.4 terlihat, bahwa kandungan
kompos sangat berpengaruh dalam besaran kadar air campuran. Sampel A dengan
perbandingan berat minyak : tanah : kompos (6 : 94 : 0) memiliki kadar air 9.53 %
dan sampel E dengan perbandingan berat minyak : tanah : kompos (6 : 75 : 19)
memiliki kadar air sebesar 11.68 %.
Dari hasil pengujian kadar air pada berbagai komposisi tanah, minyak dan
bulking agent (kompos) menunjukan, bahwa kadar air pada sampel dengan kode F
(minyak: tanah : Kompos = 6 : 66 : 28) memiliki nilai kadar air yang paling besar
dibandingkan dengan sampel lainnya, besarnya kadar air ini disebabkan karena
kandungan kompos yang terdapat pada sampel F lebih tinggi dibandingkan
dengan kandungan kompos dalam sampel lainnya. Besarnya bahan organik yang
terkandung dalam komposisi tersebut mengakibatkan meningkatnya kemampuan
dalam menyerap air.

Gambar 3.4 Hasil pengukuran kadar air pada berbagai komposisi

Penambahan kompos dalam campuran menyebabkan campuran menjadi


lebih gembur dan menambah porositas. Sampel A dengan tanpa penambahan
kompos memiliki porositas 38 % dan D dengan penambahan kompos sebesar 14
% memiliki porositas sebanyak 45 %. Dalam percobaan ini nilai porositas terbesar
di jumpai pada sampel F dengan perbandingan berat minyak : tanah : kompos = 6
: 66 : 28 sebesar 50%. sehingga rongga makro akan terisi oleh udara dan rongga
mikro akan terisi oleh air.

14
Tabel 3.1 Hasil pengujian kadar air, density, porositas dan water holding capacity
(WHC)

Kode Oil Tanah Kompos Kadar Air BD Porositas WHC


No sampel (%) (%) (%) (%) (gr/ml) (%) (%)

1 A 6 94 0 9.53 1.15 38 41

2 B 6 90 5 9.48 1.15 40 40

3 C 6 85 9 9.45 1.04 44 38

4 D 6 80 14 10.21 1.04 45 45

5 E 6 75 19 11.68 1.02 47 43

6 F 6 66 28 12.09 0.91 50 45

7 Kompos - - - 9.73 0.36 - -

Porositas yang tinggi akan menyebabkan udara akan dengan mudah masuk
kedalam matrik tanah dengancara melewatirongga antar agregat. Banyaknya
rongga-rongga antar agregat mengakibatkan air akan dengan mudah masuk
kedalam komposisi campuran, Komposisi campuran atau matrik tanah dikatakan
optimal jika suatu campuran memiliki nilai porositas yang besar dan kemampuan
dalam menyerap dan menahan air lebih besar (WHC), serta memiliki kandungan
bahan pencemar yang besar dalam campuran. Berdasarkan penelitian, sampel D
memiliki nilai spesifik porositas dan spesifik water holding capacity yang besar
serta mengandung nilai bulk density 1.04 gram/ml, sehingga sampel D merupakan
sampel komposisi campuran yang optimal yang selanjutnya akan digunakan
dalam proses landfarming skala laboratorium kapasitas 40 kg.
Pengaruh aktivitas bakteri pada proses bioremediasi minyak bumi akan
menyebabkan naiknya karbondioksida. Hal ini disebabkan karena adanya respirasi
bakteri dan terdegradasinya senyawa hidrokarbon menjadi senyawa
karbondioksida. Adapun pengukuran konsentrasi CO2 pada minggu pertama
berkisar antara 0.6 % hingga 2.7 %. Sedangkan reaktor dengan penambahan

15
bakteri karbonoklastik R122-2.3 memiliki nilai konsentrasi yang tertinggi yaitu
2.7 %. Tingginya konsentrasi CO2 menunjukan tingginya aktivitas bakteri
pendegradasi. Semakin tinggi konsentrasi CO2, berarti semakin tinggi tingkat
respirasi bakteri, yang juga menunjukkan tingginya aktivitas bakteri.
Pengukuran konsentrasi CO2 pada minggu-minggu berikutnya, nilai CO2
mengalami kecendrungan mengalami penurunan. Hal ini menunjukan
menurunnya aktivitas bakteri.
Pengukuran Oksigen pada masing-masing reactor landfarming, menunjukkan
bahwa pada minggu pertama proses pengukuran nilai konsentrasi O2 masih cukup
rendah yaitu berkisar antara 17.4 % hingga 20.6 %. Pada minggu-minggu
berikutnya nilai konsentrasi O2 mengalami kenaikan hingga 19.6 %. Pada
pengukuran minggu pertama nilai terendah terjadi pada sampel R122-2.3 yaitu
17.4%, rendahnya nilai kosentrasi O2 menunjukan adanya aktivitas bakteri
pendegradasi. Penurunan konsentrasi O2 ini sejalan dengan meningkatnya suhu
dan konsentrasi CO2. Dan sebaliknya, ketika konsentrasi O2 cenderung
meningkat, maka suhu dan konsentrasi CO2 cenderung menurun.
Dari hasil optimasi kinerja bakteri karbonoklastik R122-2.3, R122-5 dan
R122-BN5 diperoleh media tumbuh yang digunakan dalam perbanyakan ketiga
bakteri karbonoklastik tersebut adalah media MM2; sedangkan komposisi
campuran yang digunakan dalam teknik landfarming mempunyai rasio 6 : 80 :
14(minyak : tanah : kompos) dengan nilai porositas dan water holding capacity
sebesar 45% dan nilai bulk density 1.04 gram/mL. Uji kinerja bakteri
karbonoklastik R122-BN5 dengan teknik landfarming mampu menurunkan nilai
TPH fraksi heksan-aseton dari 6,8% menjadi lebih kecil dari 1% (0,82%) selama
32 hari.

16
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan,
dan banyak digunakan karena tekniknya sederhana. Landfarming adalah aplikasi
atau pencampuran kontaminan atau limbah ke dalam permukiman tanah yang
tidak terkontaminasi. Secara khusus, hal ini dilakukan pada petak lahan yang
bagian bawahnya diberi lapisan liat untuk mencegah pencucian kontaminan ke air
tanah. Jika konsentrasi kontaminan terlalu tinggi untuk didegradasi, pengolahan
tanah juga membantu menurunkan konsentrasi kontaminan.
Tumpahan minyak di lingkungan dapat mencemari tanah hingga ke daerah
sub-surface dan lapisan aquifer air tanah. Pada teknik ini, lapisan dasar lahan
harus disiapkan agar mencegah terjadinya infiltrasi. Penyiapan lapisan dasar harus
menggunakan lapisan tanah liat dan geomembran serta dilengkapi sistem drainase.
Limbah yang keluar dari tempat bioremediasi harus ditampung untuk kemudian
diolah sebagai limbah cair.

3.2 Saran
1. Bagi mahasiswa, dapat menambah informasi tentang bioremediasi dengan
teknik landfarming terutama mengenai pembuatannya yang baik dan benar
dan mempunyai semangat yang lebih untuk mempelajari dan
mengembangkan ilmu bioremediasi.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan

17
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, A.N, (1993), Biodegradasi Minyak Pada Air Buangan Kilang Minyak
Dengan Lumpur Aktif, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP,
ITS, Surabaya.

Indiarto, F (1999), Uji Kemampuan Biodegredasi Senyawa Hidrokarbon Dari


Minyak Bumi Dengan Media Tanah di PT. Caltex Pasifik Indonesia.
Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS Surabaya.

Noervitroninggar, Muntisari (2002), Tugas Akhir : Studi Pendahuluan


Bioremidiasi Acid Sludge di Area Flame Pertamina Unit Pengolahan V
Balikpapan, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS Surabaya.

Resenberg E. Dan Ron, Eliora Z (1996), Bioremidiation Of Petroleum


Contamination Dalam ; Ronal L, Crawford dan Donl Crawford.
Biomediation; Principle and Application. Cambrige University Press,
Cambrige.

Rosenberg, E., Legman, R., Kushmaro, A., Taube., R Adler, E., dan Ron, E.Z
(1992), Petroleum Bioremediation–a multiphase Problem, Biodegradation
3 pp 337 – 350. Kluwer academic Publisher Netherland

18
MAKALAH BIOREMEDIASI

“LANDFARMING”

DISUSUN OLEH:

1. DESY CHRISTINA TAMPUBOLON 1507115783


2. MESY SUSRI DASRI 1507120817
3. RIKHATUL A’INI 1507121045
4. SITI AISYAH SUKMA 1507121160
5. SYARAH ADRIANA 1507112604

DOSEN PENGAMPU:
ARYO SASMITA, ST., MT

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018

19
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Landfarming”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Aryo Sasmita, ST.,
MT selaku dosen Bioremediasi yang telah memberikan topik makalah dan
bersedia meluangkan waktu serta sabar dalam memberikan pengarahan, pemikiran
selama penulisan makalah.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Pekanbaru, 1 April 2018

Tim Penulis

20
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Landfarming .................................................................... 3
2.2 Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Teknik
Landfarming ..................................................................................... 3
2.3 Reaktor Ex-Situ ................................................................................. 4
2.4 Operasi Landfarming ........................................................................ 5
2.5 Teknik Pelaksanaan Landfarming ..................................................... 6
2.6 Keunggulan Teknik Landfarming ..................................................... 9
2.7 Kelemahan Teknik Landfarming ...................................................... 9

BAB III STUDI KASUS ..................................................................................... 11

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 17
4.2 Saran .................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18

ii21

Anda mungkin juga menyukai