PEMBAHASAN
Gejala pencemaran tanah dapat diketahui dari tanah yang tidak dapat digunakan untuk
keperluan fisik manusia. Tanah yang tidak dapat digunakan, misalnya tidak dapat
ditanami tumbuhan, tandus dan kurang mengandung air tanah.
Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah antara lain pembuangan
bahan sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti plastik, kaleng,
kaca, sehingga menyebabkan oksigen tidak bisa meresap ke tanah. Faktor lain, yaitu
penggunaan pestisida dan detergen yang merembes ke dalam tanah dapat berpengaruh
terhadap air tanah, flora, dan fauna tanah. Pada saat ini hampir semua pemupukan tanah
menggunakan pupuk buatan atau anorganik. Zat atau unsur hara yang terkandung dalam
pupuk anorganik adalah nitrogen (dalam bentuk nitrat atau urea), fosfor (dalam bentuk
fosfat), dan kalium. Meskipun pupuk anorganik ini sangat menolong untuk
meningkatkan hasil pertanian, tetapi pemakaian dalam jangka panjang tanpa
dikombinasi dengan pupuk organik mengakibatkan dampak yang kurang bagus.
Dampaknya antara lain hilangnya humus dari tanah, tanah menjadi kompak (padat) dan
keras, dan kurang sesuai untuk tumbuhnya tanaman pertanian. Selain itu, pupuk buatan
yang diperjualbelikan umumnya mengandung unsur hara yang tidak lengkapm terutama
unsur-unsur mikro yang sangat dibutuhkan tumbuhan dan juga pupuk organik mudah
larut dan terbawa ke perairan, misalnya danau atau sungai yang menyebabkan terjadinya
eutrofikasi.
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan
lebih mudah, terdiri dari pembersihan,venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke
daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Berikut ini dua jenis remediasi yang akan kita bahas yaitu :
1.
Bioremediasi
2.
Fitoremediasi
2.3 Landfarming
Landfarming, secara umum adalah salah satu teknik bioremediasi dalam hal ini proses
penguraian
senyawa-senyawa
pencemar
(misalnya
minyak
atau
yang
lain)
kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan,
tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga menghambat biodegradasi pencemar karena
aerasi terhambat.
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah
tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air,
terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya
pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di
dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat
kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE
(High Density Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca,
air tanah dan sebagainya.
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang
tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah
dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa
serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan
konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah.
Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%.
Secara periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup.
Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga
diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien
dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk
NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan
TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan monitoring
untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu penyelesaian proses
landfarming.
Salah satu pencemaran yang dapat terjadi pada tanah adalah pencemaran minyak bumi.
Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen
dan
meracuni
mikroorganisme
tanah
sehingga
mengakibatkan
kematian
agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Pengolahan secara bioremediasi
dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar minyak sebesar 70% dari total
kandungan minyak sebelum proses dalam waktu 4 bulan dan menurunkan kandungan
petroleum hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum
proses dalam waktu 4 bulan. Limbah padat sisa bioremediasi dapat ditimbun ke dalam
landfill dan atau dimanfaatkan. Landfilling harus sesuai tata cara landfill yang diatur
pemerintah.
Kondisi lingkungan, kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan
pelaksanaan teknik landfarming.
1. Tanah
tercemar:
untuk
lokasi
penerapan,
tanah
hendaknya
memiliki
Bioremediasi cemaran minyak antara lain dilakukan dengan teknik landfarming. Teknik
yang serumpun adalah teknik biopile dan teknik komposting. Berbeda dengan teknik
biopile, teknik landfarming tidak memerlukan sistem aerasi dengan blower dan sistem
pemipaan.
Pada teknik landfarming kebutuhan oksigen dipenuhi melalui udara yang masuk melalui
pori-pori tanah dan melalui pengadukan atau pembalikan tanah secara berkala.
Pengadukan dan pembalikan berkala ini sebagaimana dilakukan oleh para petani untuk
menggemburkan tanah. Oleh karena itu, teknik yang meniru cara-cara perlakukan tanah
oleh para petani ini disebut dengan teknik landfarming.
Sebagaimana pada teknik biopile, pada teknik landfarming ini juga ditambahkan nutrisinutrisi, dijaga kelembaban, dan dilakukan perlakuan-perlakukan yang lain untuk
meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa pencemar
hidrokarbon dari minyak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun caraex-situ. Teknik
bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang
tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Bioremediasi exsitu merupakan teknik bioremediasi dengan cara lahan atau air yang terkontaminasi
diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses
bioremediasi. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen
pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroba yang dapat terurai secara alami
(Budianto 2008).
Bioremediasi secara ex-situ dapat dilakukan dengan teknik landfarming dan bioslurry.
Landfarming merupakan salah satu kategori jenis bioremediasiex- situ dimana dapat
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pembersihan lahan yang terkontaminasi
dibandingkan dengan secara fisika, kimia, dan biologi. Teknik landfarming ini
membutuhkan penggalian dan penempatan pada tumpukan-tumpukan. Tumpukantumpukan itu secara berkala dipindahkan untuk dicampur dan diatur kelembabannya.
Pengaturan pH tanah dan penambahan nutrisi dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas
biologi (Poon 1996). Menurut Garcia et al. (2005), teknik landfarming merupakan
metode yang seringkali dipilih untuk tanah yang terkontaminasi hidrokarbon, karena
relatif lebih murah, dan berpotensi tinggi berhasil.
Bioremediasi dengan teknik landfarming telah dilakukan untuk mengatasi tanah
tercemar limbah minyak berat pada industri minyak PT CPI. Menggunakan mikroba
indigen dibutuhkan waktu 8 bulan untuk menurunkan TPH sampai sekitar 4%, yang
selanjutnya mikroba ini tidak mampu lagi untuk menurunkan TPH sampai 1%, sesuai
Keputusan MenLH no. 128 Tahun 2003. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan
mendapatkan teknik bioremediasi yang efektif dengan modifikasi yang dilakukan untuk
mengatasi limbah minyak berat yang semakin lama semakin menumpuk dengan
menggunakan konsorsium bakteri yang diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran
hewan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Landfarming, secara umum adalah salah satu teknik bioremediasi dalam hal ini
proses penguraian senyawa-senyawa pencemar (misalnya minyak atau yang lain)
memanfaatkan aktivitas mikroba pendegradasi. Dari data serta uraian yang di dapat
maka dapat disimpulkan penanggulangan pencemaran tanah dapat dilakukan dengan
cara landfarming. Landfarming sendiri termasuk dalam Bioremediasi secara ex-situ.
Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari sampah organik pada kondisi
terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di bawah
batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang.
3.2 Saran
Sekiranya pencemaran lingkungan khususnya pencemaran tanah ini adalah masalah kita
bersama, untuk itu selaku insan manusia yang bertangggung jawab dan memegang
teguh konsep keseimbangan alam, maka sudah sepantasnya kita menjaga dan merawat
lingkungan, mulai dari lingkungan tempat tinggal kita sehingga nantinya akan tercipta
lingkungan yang sehat.