Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pencemaran Tanah


Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan
merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran
limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida;
masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan subpermukaan; kecelakaan
kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat
penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak
memenuhi syarat (illegal dumping).
Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia
dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang
masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat
beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepadamanusia ketika bersentuhan
atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Apabila tanah telah tercemar oleh suatu polutan, maka polutan tersebut akan mengendap
dalam tanah sebagai zat yang beracun, ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah
cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida; masuknya
air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, kecelakaan kendaraaan
pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah air limbah dari tempat penimbunan sampah
serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat
(illegal dumping).

Gejala pencemaran tanah dapat diketahui dari tanah yang tidak dapat digunakan untuk
keperluan fisik manusia. Tanah yang tidak dapat digunakan, misalnya tidak dapat
ditanami tumbuhan, tandus dan kurang mengandung air tanah.
Faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah antara lain pembuangan
bahan sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, seperti plastik, kaleng,
kaca, sehingga menyebabkan oksigen tidak bisa meresap ke tanah. Faktor lain, yaitu
penggunaan pestisida dan detergen yang merembes ke dalam tanah dapat berpengaruh
terhadap air tanah, flora, dan fauna tanah. Pada saat ini hampir semua pemupukan tanah
menggunakan pupuk buatan atau anorganik. Zat atau unsur hara yang terkandung dalam
pupuk anorganik adalah nitrogen (dalam bentuk nitrat atau urea), fosfor (dalam bentuk
fosfat), dan kalium. Meskipun pupuk anorganik ini sangat menolong untuk
meningkatkan hasil pertanian, tetapi pemakaian dalam jangka panjang tanpa
dikombinasi dengan pupuk organik mengakibatkan dampak yang kurang bagus.
Dampaknya antara lain hilangnya humus dari tanah, tanah menjadi kompak (padat) dan
keras, dan kurang sesuai untuk tumbuhnya tanaman pertanian. Selain itu, pupuk buatan
yang diperjualbelikan umumnya mengandung unsur hara yang tidak lengkapm terutama
unsur-unsur mikro yang sangat dibutuhkan tumbuhan dan juga pupuk organik mudah
larut dan terbawa ke perairan, misalnya danau atau sungai yang menyebabkan terjadinya
eutrofikasi.

2.2 Penanganan tanah tercemar

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan
lebih mudah, terdiri dari pembersihan,venting (injeksi), dan bioremediasi.

Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke
daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Berikut ini dua jenis remediasi yang akan kita bahas yaitu :
1.

Bioremediasi

2.

Fitoremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan


mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air). Pada umumnya digunakan untuk pengolahan tanah yang
tercemar oleh hidrokarbon yang pada pertambangan biasanya tanah yang tercemar oli
dan solar disekitar workshop. Penggunaan mikroorganisme untuk menangani logam
berat yang berdampak negatif terhadap lingkungan sudah ada tetapi masih jarang.

Berikut ini dibahas beberapa contoh teknik bioremediasi :


1.Pengomposan (Composting)
2.Biopile
3.Landfarming

2.3 Landfarming
Landfarming, secara umum adalah salah satu teknik bioremediasi dalam hal ini proses
penguraian

senyawa-senyawa

pencemar

memanfaatkan aktivitas mikroba pendegradasi

(misalnya

minyak

atau

yang

lain)

Salah satu teknik penerapan bioremediasi adalah menggunakan teknik landfarming.


Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau landapplication. Cara ini
merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.
Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ.
Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan, dan banyak
digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya.
Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau landapplication. Cara ini
merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.
Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-situ.
Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan, dan banyak
digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana, pelaksanaan, sasaran dan biaya.
Kondisi lingkungan, kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan
pelaksanaan teknik landfarming. Untuk tanah tercemar, tanah hendaknya memiliki
konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan (loamy
clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay lebih dari 70%
akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras
apabila terkena air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan secara ex-situ maupun in-situ.
Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka air (water table) maka landfarming
dapat dilakukan secara in-situ. pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai
penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan pencemar
yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara
terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%.
Kemungkinan pelaksanaannya apabila tersedia lahan, alat berat untuk menggali dan
meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung. Apabila ini dipenuhi, maka
memungkinkan untuk diterapkan teknik landfarming secara ex-situ. Kondisi
lingkungan; iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat mempengaruhi
proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah cepat mengering, maka

kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman. Sebaliknya pada musim hujan,
tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga menghambat biodegradasi pencemar karena
aerasi terhambat.
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah
tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air,
terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya
pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di
dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat
kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE
(High Density Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca,
air tanah dan sebagainya.
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang
tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah
dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa
serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan
konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah.
Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%.
Secara periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup.
Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga
diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien
dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk
NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan
TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan monitoring
untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu penyelesaian proses
landfarming.
Salah satu pencemaran yang dapat terjadi pada tanah adalah pencemaran minyak bumi.
Minyak yang merembes ke dalam tanah dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen

dan

meracuni

mikroorganisme

tanah

sehingga

mengakibatkan

kematian

mikroorganisme tersebut. Tumpahan minyak di lingkungan dapat mencemari tanah


hingga ke daerah sub-surface dan lapisan aquifer air tanah. Pengolahan limbah minyak
bumi dapat dilakukan menggunakan teknik bioremediasi eks-situ. Pada teknik ini,
lapisan dasar lahan harus disiapkan agar mencegah terjadinya infiltrasi. Penyiapan
lapisan dasar harus menggunakan lapisan tanah liat dan geomembran serta dilengkapi
sistem drainase. Limbah yang keluar dari tempat bioremediasi harus ditampung untuk
kemudian diolah sebagai limbah cair. Tahapan bioremediasi minyak bumi pada tanah
adalah sebagai berikut.
1. Penyiapan lokasi
Lapisan tanah dipadatkan dengan ketebalan minimal 60 cm dan permeabilitas K< 10-7
m/detik atau jenis lapisan sintetis lain yang mempunyai karakteristik sama. Selanjutnya
dilapisi dengan geomembran dengan ketebalan 1,5-2,0 mm, lapisan gravel 30 cm, dan
penutup sementara.
2) Tahap bioremediasi
Limbah minyak bumi yang diolah, maksimal mengandung minyak 20% berat.
Kemudian dicampur dengan tanah bulking agent sampai rata. Perbandingan antara
materi pencampur (tanah dan bulking agent lain) dengan limbah sludge maksimal 3:1.
Agar terjaga kelembabannya maka dicampur dengan air yang sudah diperkaya nutrien
untuk pertumbuhan bakteri. Mikroba atau bakteri perombak minyak bumi dapat
ditambahkan ke dalam air pencampur untuk mempercepat proses dan untuk menjamin
terjadinya penurunan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon). Penggunaan bakteri
perombak minyak bumi sebaiknya menggunakan bakteri lokal yang diisolasi dari lokasi
atau tempat lain di Indonesia. Penggunaan bakteri impor hanya diizinkan apabila bakteri
tersebut termasuk GMO (genetically modified microorganism) dan harus mendapat
persetujuan dari Departemen Pertanian. Melakukan pengamatan terhadap penurunan
kandungan minyak atau dalam bentuk TPH untuk meyakinkan terjadinya proses
biodegradasi dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap pertumbuhan jumlah bakteri
dalam tanah dan transformasi nitrogen. Proses bioremediasi limbah sludge lebih baik
dilakukan pada kondisi aerob, sehingga perlu suplai oksigen. Kelembaban perlu dijaga

agar tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Pengolahan secara bioremediasi
dinyatakan layak apabila berhasil menurunkan kadar minyak sebesar 70% dari total
kandungan minyak sebelum proses dalam waktu 4 bulan dan menurunkan kandungan
petroleum hidrokarbon dengan C< 9 sebesar 80% dari total kandungan C< 9 sebelum
proses dalam waktu 4 bulan. Limbah padat sisa bioremediasi dapat ditimbun ke dalam
landfill dan atau dimanfaatkan. Landfilling harus sesuai tata cara landfill yang diatur
pemerintah.
Kondisi lingkungan, kondisi tanah yang tercemar, pencemar, dan kemungkinan
pelaksanaan teknik landfarming.
1. Tanah

tercemar:

untuk

lokasi

penerapan,

tanah

hendaknya

memiliki

konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan


(loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay
lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang
mudah mengeras apabila terkena air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan
secara ex-situ maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka
air (water table) maka landfarming dapat dilakukan secara in-situ.
2. Pencema: pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan
rendah masih sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan pencemar yang
mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara
terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%.
3. Kemungkinan pelaksanaan: kemudahan kerja diantaranya apabila tersedia lahan,
alat berat untuk menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang
mendukung. Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik
landfarming secara ex-situ.
4. Kondisi lingkungan: iklim di lingkungan tempat kegiatan landfarming sangat
mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat mengakibatkan tanah cepat
mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan penyiraman.
Sebaliknya pada musim hujan, tanah menjadi terlalu jenuh air, sehingga
menghambat biodegradasi pencemar karena aerasi terhambat.

5. Sarana: sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali


limpahan air, pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk
menampung tanah tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan.
Pengendali limpahan air, terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga
kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air tercampur
polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa
lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang
lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density
Polyethylene). Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air
tanah dan sebagainya.
Prinsip kerja bioremediasi adalah membuat kondisi atau lingkungan agar mikroba
pendegradasi tersebut dapat tumbuh dan bekerja optimal. Kondisi tersebut meliputi
antara lain: kecukupan nutrisi (N, P, K, dll), kecukupan air, kecukupan oksigen/udara.
Agar air cukup perlu diberi air (lembab). Namun demikian, pemberian air tidak boleh
terlalu banyak, karena akan menutup pori2 tanah/campuran tanah yang harusnya dipakai
untuk lewat udara. Nutrisi perlu diberikan dengan tepat, Kadar air juga perlu dijaga
optimal.
Pengkondisian sifat tanah/campuran juga perlu. Kalau tanah yang kurang bisa
menyerap/menahan air, maka dia akan cepat kering. Jika kering, maka mikroba tidak
bisa tumbuh/beraktivitas optimal. Tekstur tanah/campuran juga mempengaruhi. Kalau
tidak ada pori-pori atau rongga udara, maka suplai oksigen (udara) akan terhambat.
Untuk itu perlu ditambah beberapa bahan tambahan untuk memperbaiki sifat
campuran/tanah tercemar.
Tahapan/langkah-langkah dr bioremediasi landfarming kurang lebih sbb.:
1. siapkan lahan (dengan liner agar air lindi/limpasan hujan tidak mengalir ke
mana2) dilengkapi dengna bak penampung lindi, sekaligus untuk tempat
penampungan air utk pelembaban.
2. siapkan campuran atau campurkan bahan2 tambahan untuk memeperbaiki sifat
tanah/campuran (lihat ketrangan sebelumnya), tambahkan nutrisi, di mana perlu
tambahkan mikroba pendegradasi yang sudah dibiakkan sebelumnya.
3. sebelumnya (lebih baik) dilakukan analisa kadar bahan pencemar. Ini juga
diperlukan untuk menghitung kebutuhan penambahan nutrisi.

4. Jika campuran sudah diperolah, maka campuran ditempatkan di lahan


landfarming.
5. lakukan monitoring, pengadukan berkala, penambahan air (jika diperlukan).
6. Pengambilan sampel dan analisa sampel utk mengetahui konsentrasi cemaran
sekaligus utk mengetahui tingkat degradasi yang terjadi.
7. Demikian seterusnya sampai target pengurangan konsentrasi pencemar yang
diinginkan tercapai.

2.4 Teknis pelaksanaan landfarming


Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang
tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah
dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa
serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan
konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah.
Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%.
Secara periodik, lapisan tanah dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup.
Penambahan O2 juga disebut bioventing. Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga
diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien
dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya adalah pupuk
NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan
TPH sampai 49%.

Bioremediasi cemaran minyak antara lain dilakukan dengan teknik landfarming. Teknik
yang serumpun adalah teknik biopile dan teknik komposting. Berbeda dengan teknik
biopile, teknik landfarming tidak memerlukan sistem aerasi dengan blower dan sistem
pemipaan.

Pada teknik landfarming kebutuhan oksigen dipenuhi melalui udara yang masuk melalui
pori-pori tanah dan melalui pengadukan atau pembalikan tanah secara berkala.

Pengadukan dan pembalikan berkala ini sebagaimana dilakukan oleh para petani untuk
menggemburkan tanah. Oleh karena itu, teknik yang meniru cara-cara perlakukan tanah
oleh para petani ini disebut dengan teknik landfarming.

Sebagaimana pada teknik biopile, pada teknik landfarming ini juga ditambahkan nutrisinutrisi, dijaga kelembaban, dan dilakukan perlakuan-perlakukan yang lain untuk
meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa pencemar
hidrokarbon dari minyak.

2.5 Keunggulan Teknik Landfarming

Dibanding dengan teknik-teknik bioremediasi yang lain, teknik landfarming


menawarkan beberapa keunggulan atau keuntungan, di antaranya:
1. Tidak memerlukan sistem aerasi secara khusus.
2. Praktis tidak memerlukan energi untuk aerasi.
3. Kemudahan dalam menambahkan nutrisi, mengatur kelembaban, dan di mana perlu
penambahan mikroba secara berkala/bertahap (bersamaan dengan pembalikan).

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun caraex-situ. Teknik
bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang
tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Bioremediasi exsitu merupakan teknik bioremediasi dengan cara lahan atau air yang terkontaminasi
diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses
bioremediasi. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen

pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroba yang dapat terurai secara alami
(Budianto 2008).
Bioremediasi secara ex-situ dapat dilakukan dengan teknik landfarming dan bioslurry.
Landfarming merupakan salah satu kategori jenis bioremediasiex- situ dimana dapat
mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk pembersihan lahan yang terkontaminasi
dibandingkan dengan secara fisika, kimia, dan biologi. Teknik landfarming ini
membutuhkan penggalian dan penempatan pada tumpukan-tumpukan. Tumpukantumpukan itu secara berkala dipindahkan untuk dicampur dan diatur kelembabannya.
Pengaturan pH tanah dan penambahan nutrisi dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas
biologi (Poon 1996). Menurut Garcia et al. (2005), teknik landfarming merupakan
metode yang seringkali dipilih untuk tanah yang terkontaminasi hidrokarbon, karena
relatif lebih murah, dan berpotensi tinggi berhasil.
Bioremediasi dengan teknik landfarming telah dilakukan untuk mengatasi tanah
tercemar limbah minyak berat pada industri minyak PT CPI. Menggunakan mikroba
indigen dibutuhkan waktu 8 bulan untuk menurunkan TPH sampai sekitar 4%, yang
selanjutnya mikroba ini tidak mampu lagi untuk menurunkan TPH sampai 1%, sesuai
Keputusan MenLH no. 128 Tahun 2003. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan
mendapatkan teknik bioremediasi yang efektif dengan modifikasi yang dilakukan untuk
mengatasi limbah minyak berat yang semakin lama semakin menumpuk dengan
menggunakan konsorsium bakteri yang diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran
hewan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang di bahas dalam makalah ini
yaitu:
a. Landfarming sebagai salah satu alternatif penanggulangan pencemaran tanah
b. Penanggulangan pencemaran tanah

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui penanggulangan pencemaran tanah secara in situ khususnya landfarmin.

1.4 Manfaat Penulisan


Mengetahui penanggulangan pencemaran tanah secara ex-situ khususnya landfarming.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Landfarming, secara umum adalah salah satu teknik bioremediasi dalam hal ini
proses penguraian senyawa-senyawa pencemar (misalnya minyak atau yang lain)
memanfaatkan aktivitas mikroba pendegradasi. Dari data serta uraian yang di dapat
maka dapat disimpulkan penanggulangan pencemaran tanah dapat dilakukan dengan
cara landfarming. Landfarming sendiri termasuk dalam Bioremediasi secara ex-situ.
Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari sampah organik pada kondisi

terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di bawah
batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang.

3.2 Saran
Sekiranya pencemaran lingkungan khususnya pencemaran tanah ini adalah masalah kita
bersama, untuk itu selaku insan manusia yang bertangggung jawab dan memegang
teguh konsep keseimbangan alam, maka sudah sepantasnya kita menjaga dan merawat
lingkungan, mulai dari lingkungan tempat tinggal kita sehingga nantinya akan tercipta
lingkungan yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai