Anda di halaman 1dari 50

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung di Kota

Denpasar

Tim Penyusun:
Berliana Khansa Salsabila (03211840000007)
I Gusti Agung Indira Pradnyaswari (03211840000015)
Mega Sally Maharani W.H.L (03211840000019)
Zannuba Qotrunnadha (03211840000031)

Departemen Teknik Lingkungan


Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2021

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 1


PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan
karuniaNya-lah kami dapat menyelesaikan dokumen Audit Lingkungan Kegiatan di Tempat
Pemrosesan Akhir Suwung, Kota Denpasar. Dokumen ini dibuat berdasarkan hasil observasi
yang telah kami lakukan. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengajar yang telah memberikan ilmu kepada kami sehingga dapat menyelesaikan dokumen
ini.
Adapun, maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan penilaian serta
verifikasi kepada tempat terpilih (TPA Suwung) dengan konteks dan parameter sesuai ISO
14001 Tahun 2015. Penugasan pembuatan dokumen audit sangat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan kami tentang sistem manajemen dan audit lingkungan.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat bermanfaat
untuk pembuatan dokumen selanjutnya. Semoga manfaat dari dokumen ini dapat dirasakan
oleh semua pihak yang membacanya.

Surabaya, 1 Mei 2021


Penyusun

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 2


RINGKASAN

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung yang berada di Desa Suwung Kauh,
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali yang berjarak 500 meter sebelah
selatan pusat kota merupakan salah satu penampungan sampah terbesar yang ada di Bali dan
menampung berbagai jenis sampah dari berbagai sumber baik itu sampah rumah tangga,
pasar maupun industri. Keberadaan TPA Suwung sebagai tempat pembuangan sampah
menimbun kurang lebih 2.700 liter sampah per harinya yang berasal dari Kota Denpasar
sehingga terjadi penumpukan sampah yang sangat banyak.

Untuk memverifikasi informasi mengenai keterkaitan antar kegiatan di TPA Suwung


serta dampaknya terhadap lingkungan, maka dilakukan kegiatan audit lingkungan. Proses
audit meliputi temuan-temuan yang akan diverifikasi sesuai peraturan yang berlaku untuk
meningkatkan kesadaran pengelolaan lingkungan dari operasional hingga maintenance TPA
Kegiatan audit memiliki beberapa kriteria berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Penyusunan dokumen audit dilakukan dengan studi literatur dan
observasi kegiatan pengelolaan yang diadakan di TPA Suwung. Aspek-aspek audit meliputi
kualitas lingkungan sekitar, kualitas TPA Suwung, serta sistem pengelolaan yang sedang
dilakukan saat ini.

Adapun, kegiatan audit dilakukan berdasarkan regulasi dan kerangka institusional


seperti ISO 14001:2015. Aspek-aspek audit meliputi informasi umum TPA Suwung, temuan
audit berupa sistem operasional yang sedang berlangsung di TPA Suwung, produk yang
dihasilkan pada saat proses pembuangan, fasilitas terkait, keselamatan dan kesehatan kerja,
sosial dan ekonomi masyarakat, serta manajemen kualitas udara. Hasil temuan audit dan
rekomendasi yang dianjurkan juga termasuk kedalam dokumen audit lingkungan kegiatan
TPA Suwung.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 3


DAFTAR ISI
PRAKATA 2

RINGKASAN 3

DAFTAR ISI 4

BAB 1 7

PENDAHULUAN 7
1.1 Latar Belakang 7
1.2 Tujuan 7
1.3 Ruang Lingkup 8
1.4 Kriteria Audit 8
1.5 Ringkasan Proses Audit 10

BAB II 11

REGULASI DAN KERANGKA INSTITUSIONAL 11


2.1 Overview 11
2.2 Perlindungan Internasional 11
2.2.1 ISO 14001:2015 11
2.2.2 ISO 14004:2016 11
2.2.3 ISO 14006:2011 12
2.2.4 ISO 14015:2001 12
2.2.5 ISO 14031:2016 12
2.2.6 ISO 14046:2014 13
2.3 Standar Nasional 13
2.3.1 SNI 19-14001-2005 13
2.3.2 SNI-19-14004-2005 13
2.3.3 SNI 19-19011-2005 14

BAB III 15

INFORMASI UMUM 15
3.1 Lokasi Audit 15
3.2 Kondisi Fisik Lingkungan 15
3.2.1 Iklim dan Cuaca 15
3.2.2 Topografi dan Drainase 16
3.2.3 Geologi 16
3.3 Demografi 17

BAB IV 18

TEMUAN-TEMUAN AUDIT 18
4.1 Kegunaan Saat Ini 18
4.1.1 Pengangkutan Sampah 19
4.1.2 Penerimaan Sampah 22
4.1.3 Penyimpanan Sampah 23
4.1.4 Pemrosesan Sampah 23

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 4


4.1.4.1 Pemilahan Sampah 24
4.1.4.2 Gasification-Pyrolysis 24
4.1.4.3 Sistem Landfill Gas 25
4.1.4.4 Pengolahan Anaerobik 25
4.1.4.5 Hasil Pengelolaan dan Produk IPST 25
4.1.4.6 Kualitas Emisi Gas Buang 26
4.2 Sampah 26
4.2.1 Timbulan Sampah 26
4.2.2 Sumber Sampah 28
4.3 Air Bersih 28
4.4 Air Limbah 28
4.4.1 Pengolahan Lindi 28
4.4.2 Air limbah di Saluran Air Permukaan 30
4.4.3 Air Limbah di Air Tanah 30
4.4.3.1 Parameter Fisika Suhu Air Tanah 31
4.4.3.2 Parameter Fisika TDS (Total Dissolved Solid) Air Tanah 31
4.4.3.3 Parameter Kimia pH Air Tanah 31
4.4.3.3 Parameter Kimia Kadar Kesadahan Air Tanah 32
4.4.3.4 Parameter Kimia Alkalinitas Air Tanah 32
4.5 Fasilitas Sarana dan Prasarana 33
4.5.2 Fasilitas Penyimpanan Sampah 34
4.5.3 Fasilitas Pemrosesan Sampah 35
4.5.3.1 Fasilitas Pengomposan Sampah 35
4.5.3.2 Fasilitas Pemilahan Sampah 35
4.5.3.3 Fasilitas Proses Thermal Converter 36
4.5.4 Fasilitas Ruang Terbuka Hijau 37
4.5.5 Fasilitas Saluran Drainase 38
4.6 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 38
4.7 Sosial dan Ekonomi Masyarakat 38
4.7.1 Kenyamanan Masyarakat 38
4.7.2 Kesehatan Masyarakat 39
4.7.3 Ekonomi Masyarakat 40
4.8 Manajemen Kualitas Udara 41
4.8.1 Fasilitas Pemeliharaan Kualitas Udara 41
4.8.2 Gas Buangan 41
4.8.2.1 CO, SOx, NOx, CH4 42
4.8.2.2 Fasilitas Pengaliran Gas Buangan 42
4.9 Konservasi Lingkungan 42
4.9.1 Varietas Vegetasi dan Fauna 42

BAB V 42

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 44


5.1 Kesimpulan 44
5.2 Rekomendasi 44

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 5


DAFTAR PUSTAKA 48

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 6


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatnya populasi manusia, terbukti selaras dengan produksi sampah juga terus
meningkat sehingga manusia dari tahun ke tahun membuat inovasi dalam pengelolaan dan
pengolahan sampah mulai dari tempat untuk pembuangan hingga tempat pembuangan
sekaligus pengelolaannya. Tempat tersebut lebih dikenal dengan sebutan TPA (Tempat
Pemrosesan Akhir) di Indonesia. Dampak sampah bagi manusia dan lingkungan sangat besar.
Seharusnya kita menyadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun
rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sampai saat ini pengelolaan persampahan menghadapi banyak tekanan terutama
akibat semakin besarnya timbulan sampah yang dihasilkan masyarakat baik produsen
maupun konsumen. Hal ini menjadi semakin berat dengan masih dimilikinya paradigma lama
pengelolaan yang mengandalkan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan
yang semuanya membutuhkan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu, dimana
bila tidak tersedia akan menimbulkan banyak masalah operasional seperti sampah yang tidak
terangkut, fasilitas yang tidak memenuhi syarat, cara pengoperasian fasilitas yang tidak
mengikuti ketentuan teknis.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung yang berada di Desa Suwung Kauh,
Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali yang berjarak 500 meter sebelah
selatan pusat kota merupakan salah satu penampungan sampah terbesar yang ada di Bali dan
menampung berbagai jenis sampah dari berbagai sumber baik itu sampah rumah tangga,
pasar maupun industri. Keberadaan TPA Suwung sebagai tempat pembuangan sampah
menimbun kurang lebih 2.700 liter sampah per harinya yang berasal dari Kota Denpasar
sehingga terjadi penumpukan sampah yang sangat banyak (Suyasa dan Parwata, 2017).

1.2 Tujuan
Audit lingkungan ini bertujuan memverifikasi informasi mengenai keterkaitan antara
kegiatan di TPA Suwung dengan dampaknya terhadap lingkungan sekitar secara teknis.
Proses verifikasi ini menggunakan temuan-temuan dari audit lingkungan untuk meningkatkan
pengelolaan lingkungan dari operasional yang dilaksanakan di lokasi. Adapun tujuan secara
khususnya adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi dan memverifikasi hasil identifikasi kegiatan di TPA Suwung terkait
dengan timbulan risiko dari kegiatan terhadap lingkungan;
2. Mengevaluasi dan memverifikasi cara dan hasil penetapan kinerja di TPA Suwung;
3. Mengevaluasi dan memverifikasi efektivitas pengelolaan limbah baik limbah padat
dan limbah cair di TPA Suwung berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan risiko
lingkungan;
4. Mengevaluasi dan memverifikasi fasilitas yang ada di TPA Suwung;
5. Merekomendasikan tindakan pengelolaan kegiatan, kinerja, dan kualitas buangan di
TPA Suwung yang bertujuan meminimalkan risiko terhadap lingkungan.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 7


1.3 Ruang Lingkup
Lingkup audit lingkungan yang akan dilakukan pada TPA Suwung Denpasar Bali
adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemeriksaan atau penelitian pada temuan-temuan audit berupa
pengamatan.
2. Melakukan penilaian kualitas lingkungan temuan-temuan audit berdasarkan data
pengamatan.
3. Melakukan evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan pada temuan-temuan audit.
4. Memberikan kesimpulan dan rekomendasi audit.
5. Melaporkan hasil audit dalam bentuk laporan akhir.

1.4 Kriteria Audit


Audit lingkungan adalah sarana untuk memverifikasi secara obyektif upaya
manajemen lingkungan dan membantu menemukan solusi dari kendala yang terjadi untuk
meningkatkan kinerja lingkungan sesuai kriteria yang tersedia. Dalam pelaksanaannya,
sistem audit memiliki beberapa kriteria yang harus terpenuhi. Hal-hal yang mendukung
aktivitas audit diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No
KEP-42/MENLH/11/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan.
Berdasarkan permen LH No.3 tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup, pada Bab
III bagian kedua mengenai Dokumen Audit Lingkungan Hidup Pasal 21 No.3 dijelaskan
bahwa Laporan hasil Audit Lingkungan Hidup paling sedikit berisi:
1. informasi yang meliputi tujuan, lingkup, kriteria, dan proses pelaksanaan audit;
2. temuan audit;
3. kesimpulan audit;
4. rekomendasi audit dan tindak lanjut; dan
5. data dan informasi pendukung yang relevan.
Berdasarkan identifikasi limbah yang telah diketahui dari beberapa proses kegiatan
produksi, maka terdapat jenis limbah yang dihasilkan yakni limbah berupa limbah padat,
limbah cair, dan gas.
● Limbah Padat
1. Undang-Undang Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 1 Ayat 2 bahwa “Sampah sejenis
rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas
lainnya.
2. Undang-Undang Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 10 Ayat (1) bahwa
Penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi:
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
3. Undang-Undang Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 11 Ayat (1) bahwa Pengurangan
sampah meliputi:
a. pembatasan timbunan sampah

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 8


b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
● Limbah Cair
1. Peraturan MENLH RI Nomor 16 Tahun 2019 mengenai baku mutu air limbah yang
tercantum dalam Lampiran I dan II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. Lampiran I mengenai baku mutu limbah tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 1.1. Baku Mutu Air Limbah


Parameter Kadar Paling Tinggi Beban Pencemaran
(mg/L) Paling Tinggi (kg/ton)

BOD5 60 6

COD 150 15

TTS 50 5

Fenol Total 0,5 0,05

Krom Total (Cr) 1 0,1

Amonia Total (NH3-N) 8 0,8

Amonia Total (NH3-N) 0,3 0,03

Minyak dan Lemak 3 0,3

pH 6-9

Debit Limbah Paling 100 m3/ton


Tinggi
Sumber: Peraturan MENLH RI Nomor 16 Tahun 2019

● Limbah Gas
1. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 1 tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Udara Di Daerah Pasal 1 Ayat 4 bahwa “Udara ambien adalah udara
bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah
yurisdiksi RI yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk,
hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya”.
2. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 1 tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Udara Di Daerah Pasal 1 Ayat 7 bahwa “Baku mutu udara ambien adalah
keadaan ukuran batas atau kadar zat energy, dan/ atau komponen yang ada atau yang
seharusnya ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
udara ambien.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 9


3. Peraturan MENLH Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 1 tentang Pelaksanaan Pengendalian
Pencemaran Udara Di Daerah Pasal 1 Ayat 8 bahwa “Emisi adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau
dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai
potensi sebagai unsur pencemar”.

1.5 Ringkasan Proses Audit


Proses audit diawali dengan melakukan studi literatur dan observasi mengenai
kegiatan dan proses pengelolaan yang terjadi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung
serta keterkaitannya dengan aspek lingkungan. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap
fasilitas pelengkap dan manajemen pengelolaan sampah ditinjau dari regulasi yang berlaku.
Data dan informasi selanjutnya dianalisis hingga diperoleh hasil dalam bentuk pelaporan.
Pembahasan dilakukan untuk memverifikasi serta mendapatkan tindak lanjut dari audit
lingkungan ini.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 10


BAB II
REGULASI DAN KERANGKA INSTITUSIONAL

2.1 Overview
Penyusun audit meninjau semua kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan
lingkungan dan fasilitas penunjang manajemen lingkungan. Penekanan diberikan pada hukum
perlindungan lingkungan baik luar maupun dalam negeri.

2.2 Perlindungan Internasional


2.2.1 ISO 14001:2015
ISO 14001 adalah standar internasional yang menentukan persyaratan untuk
pendekatan manajemen yang terstruktur untuk perlindungan lingkungan. Standar ini telah
disepakati secara internasional dalam menerapkan persyaratan untuk sistem manajemen
lingkungan (SML). ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) merupakan sistem
manajemen perusahaan yang berfungsi untuk memastikan bahwa proses yang digunakan dan
produk yang dihasilkan telah memenuhi komitmen terhadap lingkungan, terutama dalam
upaya pemenuhan terhadap peraturan di bidang lingkungan, pencegahan pencemaran dan
komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan.
Tujuan ISO 14001 adalah untuk memungkinkan organisasi dari semua jenis atau
ukuran untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang berkomitmen untuk
bertanggung jawab pada lingkungan; seperti keberlanjutan sumber daya, pencegahan polusi,
mitigasi perubahan iklim dan minimalisasi dampak lingkungan.
2.2.2 ISO 14004:2016
ISO 14004 tahun 2016 memberikan panduan bagi organisasi tentang pembentukan,
penerapan, pemeliharaan, dan peningkatan sistem manajemen lingkungan yang kuat,
kredibel, dan andal. Panduan yang diberikan ditujukan bagi organisasi yang ingin mengelola
tanggung jawab lingkungannya secara sistematis yang berkontribusi pada pilar keberlanjutan
lingkungan. Standar Internasional ini membantu organisasi mencapai hasil yang diinginkan
dari sistem manajemen lingkungannya, yang memberikan nilai bagi lingkungan, organisasi
itu sendiri, dan pihak yang berkepentingan. Konsisten dengan kebijakan lingkungan
organisasi, hasil yang diharapkan dari sistem manajemen lingkungan meliputi:
● peningkatan kinerja lingkungan;
● pemenuhan kewajiban kepatuhan;
● pencapaian tujuan lingkungan.
Pedoman dalam Standar Internasional ini dapat membantu organisasi untuk meningkatkan
kinerja lingkungannya, dan memungkinkan elemen sistem manajemen lingkungan
diintegrasikan ke dalam proses bisnis intinya.
ISO 14004 tahun 2016 berlaku untuk organisasi apa pun, terlepas dari ukuran, jenis
dan sifatnya, dan berlaku untuk aspek lingkungan dari aktivitas, produk, dan layanannya yang
menurut organisasi dapat dikontrol atau dipengaruhi, dengan mempertimbangkan perspektif
siklus hidup. Pedoman dalam Standar Internasional ini dapat digunakan secara keseluruhan
atau sebagian untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan secara sistematis. Ini berfungsi
untuk memberikan penjelasan tambahan tentang konsep dan persyaratan. Meskipun pedoman
dalam Standar Internasional ini konsisten dengan model sistem manajemen lingkungan ISO

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 11


14001, pedoman ini tidak dimaksudkan untuk memberikan interpretasi atas persyaratan ISO
14001.
2.2.3 ISO 14006:2011
ISO 14006 tahun 2011 memberikan pedoman untuk membantu organisasi dalam
menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memelihara, dan terus meningkatkan
pengelolaan ecodesign mereka sebagai bagian dari sistem pengelolaan lingkungan (EMS).
ISO 14006 tahun 2011 dimaksudkan untuk digunakan oleh organisasi yang telah menerapkan
EMS sesuai dengan ISO 14001, tetapi dapat membantu dalam mengintegrasikan eco design
dalam sistem manajemen lain. Panduan ini berlaku untuk organisasi apa pun terlepas dari
ukuran atau aktivitasnya. ISO 14006 tahun 2011 berlaku untuk aspek lingkungan terkait
produk yang dapat dikontrol oleh organisasi dan yang dapat dipengaruhi. ISO 14006 tahun
2011 tidak dengan sendirinya menetapkan kriteria kinerja lingkungan tertentu, dan tidak
dimaksudkan untuk tujuan sertifikasi.
2.2.4 ISO 14015:2001
Standar Internasional ini memberikan panduan tentang bagaimana melakukan EASO
atau Penilaian Lingkungan Situs dan Organisasi. Ini memberikan dasar untuk harmonisasi
terminologi yang digunakan dan untuk pendekatan yang terstruktur, konsisten, transparan dan
objektif untuk melakukan penilaian lingkungan tersebut. Ini dapat digunakan oleh semua
organisasi, termasuk perusahaan kecil dan menengah, yang beroperasi di mana pun di dunia.
Standar Internasional ini fleksibel dalam penerapannya dan dapat digunakan untuk penilaian
sendiri maupun penilaian eksternal, dengan atau tanpa perlu mempekerjakan pihak ketiga.
Pengguna Standar Internasional ini diharapkan menjadi pengguna situs tertentu di masa lalu,
sekarang, dan di masa mendatang, dan organisasi dengan kepentingan finansial dalam
industri atau situs tersebut (misalnya, bank, perusahaan asuransi, investor, dan pemilik situs).
Standar Internasional ini kemungkinan besar akan digunakan sehubungan dengan pengalihan
tanggung jawab dan kewajiban.
Informasi yang digunakan selama melakukan Penilaian Lingkungan Situs dan
Organisasi dapat berasal dari sumber yang mencakup audit sistem manajemen lingkungan,
audit kepatuhan peraturan, penilaian dampak lingkungan, evaluasi kinerja lingkungan atau
investigasi lokasi. Beberapa dari penilaian atau investigasi ini mungkin telah dilakukan
dengan menggunakan standar ISO relevan lainnya (misalnya ISO 14001, ISO 14011 atau ISO
14031). Melalui proses evaluasi informasi yang ada dan yang baru diperoleh, Penilaian
Lingkungan Situs dan Organisasi berupaya menarik kesimpulan yang berkaitan dengan
konsekuensi bisnis yang terkait dengan aspek dan masalah lingkungan.
Kesimpulan dalam Penilaian Lingkungan Situs dan Organisasi harus didasarkan pada
informasi yang objektif. Jika tidak ada informasi yang divalidasi, penilai mungkin diminta
untuk melakukan penilaian profesional dalam mengevaluasi informasi lingkungan yang
tersedia dan menarik kesimpulan. Standar Internasional ini tidak memberikan panduan
tentang investigasi intrusif atau perbaikan situs. Namun, jika diminta oleh klien, ini dapat
dilakukan sesuai dengan standar atau prosedur lain.
2.2.5 ISO 14031:2016
Standar ini menetapkan suatu proses yang disebut evaluasi kinerja lingkungan (EPE) ,
yang memungkinkan organisasi untuk mengukur, mengevaluasi dan melakukan komunikasi
kinerja lingkungan mereka dengan menggunakan indikator kinerja utama (KPI), berdasarkan

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 12


informasi yang dapat diandalkan dan dapat diverifikasi. EPE diberlakukan sama untuk usaha
kecil dan besar, dan dapat digunakan untuk mendukung sistem manajemen lingkungan
(SML) yang terdapat di ISO 14001:2015, atau digunakan secara terpisah. Suatu organisasi
yang telah menerapkan SML dapat menilai kinerja lingkungannya terhadap kebijakan
lingkungan, tujuan, target dan tujuan kinerja lingkungan lainnya.
2.2.6 ISO 14046:2014
ISO 14046 tahun 2014 menetapkan prinsip, persyaratan, dan pedoman yang terkait
dengan penilaian jejak air dari produk, proses, dan organisasi berdasarkan penilaian siklus
hidup (LCA). ISO 14046 tahun 2014 memberikan prinsip, persyaratan, dan pedoman untuk
melakukan dan melaporkan penilaian jejak air sebagai penilaian yang berdiri sendiri, atau
sebagai bagian dari penilaian lingkungan yang lebih komprehensif. Hanya emisi udara dan
tanah yang berdampak pada kualitas air yang dimasukkan dalam penilaian, dan tidak semua
emisi udara dan tanah disertakan. Hasil penilaian water footprint berupa nilai tunggal atau
profil hasil indikator dampak. Sedangkan pelaporan dalam lingkup ISO 14046 tahun 2014,
komunikasi hasil water footprint, misalnya dalam bentuk label atau deklarasi, berada di luar
cakupan ISO 14046: 2014.

2.3 Standar Nasional


2.3.1 SNI 19-14001-2005
Standar Nasional yang mencakup manajemen lingkungan dimaksudkan untuk
menyediakan unsur-unsur suatu sistem manajemen lingkungan yang efektif yang dapat
diintegrasikan dengan persyaratan manajemen lainnya dan membantu organisasi mencapai
tujuan lingkungan dan ekonominya. Standar ini tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai
hambatan non-tarif dalam perdagangan atau untuk menambah atau mengubah kewajiban
hukum organisasi.
Standar Nasional ini menetapkan persyaratan suatu sistem manajemen lingkungan
yang memungkinkan suatu organisasi untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
dan tujuan yang memperhatikan persyaratan hukum dan informasi tentang aspek lingkungan
yang penting. Standar ini telah disusun agar dapat diterapkan pada semua jenis dan ukuran
organisasi dan juga dengan kondisi geografis, budaya, dan sosial yang beragam. Maksud
utama standar ini adalah untuk mendukung perlindungan lingkungan dan pencegahan
pencemaran yang seimbang dengan keperluan sosial-ekonomi.
2.3.2 SNI-19-14004-2005
Tujuan umum Standar Nasional ini adalah untuk membantu organisasi-organisasi
dalam menerapkan atau menyempurnakan sistem manajemen lingkungan dan kinerja
lingkungannya. Standar ini konsisten dengan konsep pembangunan berkelanjutan dan sesuai
dengan berbagai kerangka budaya, sosial dan organisasi serta sistem manajemen. Standar
Nasional ini dapat digunakan oleh semua jenis, ukuran dan tingkat kedewasaan suatu
organisasi, dan dalam semua sektor dan lokasi geografis. Kebutuhan khusus usaha kecil dan
menengah (small medium enterprises) digabungkan dan standar ini mengakomodir kebutuhan
mereka dan mendorong mereka untuk meningkatkan penggunaan sistem manajemen
lingkungan. Standar ini berisi Panduan umum tentang prinsip, sistem dan teknik pendukung
sistem manajemen lingkungan.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 13


2.3.3 SNI 19-19011-2005
Standar SNI ini menekankan pentingnya audit sebagai perangkat manajemen untuk
memantau dan melakukan verifikasi efektivitas penerapan kebijakan organisasi terhadap
mutu dan/atau lingkungan. Audit juga merupakan bagian penting dari kegiatan penilaian
kesesuaian seperti sertifikasi/registrasi eksternal dan evaluasi rantai pasokan (supply chain)
serta pengawasan. Standar ini memberikan panduan untuk pengelolaan program audit,
pelaksanaan audit internal atau eksternal terhadap sistem manajemen mutu dan/atau
lingkungan, serta kompetensi dan evaluasi auditor. Panduan ini dimaksudkan dapat berlaku
untuk calon pengguna yang beragam, termasuk auditor, organisasi yang menerapkan sistem
manajemen mutu dan/atau lingkungan karena persyaratan kontrak, dan organisasi yang
bergerak dalam bidang sertifikasi atau pelatihan auditor, dalam sertifikasi/registrasi sistem
manajemen, dalam akreditasi atau dalam standarisasi di bidang penilaian kesesuaian.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 14


BAB III
INFORMASI UMUM

3.1 Lokasi Audit


Tempat Pembuangan Akhir sampah Suwung Denpasar merupakan TPA Sampah yang
terbesar di Bali dengan luas lahan keseluruhan 32,48 hektar yang terletak di Jalan By Pass
Ngurah Rai, Desa Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. TPA sampah Suwung berdiri
pada tahun 1986 yang pada saat ini dikelola oleh (DLHK) Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan Kota Denpasar bersama DLHK Kabupaten Badung dan UPT. Persampahan
Provinsi Bali. Lokasi TPA Sampah Suwung dengan sumber sampah berada dalam jangkauan
jarak 9 km dengan batas-batas TPA yaitu sebagai berikut:
Sebelah Utara : Jl. By Pass I Gusti Ngurah Rai, persawahan, dan permukiman
Sebelah Timur : Jalan ke Pulau Serangan
Sebelah Selatan : Hutan bakau
Sebelah Barat : Lokasi penggaraman, persawahan, dan permukiman
TPA Suwung yang berada di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yang berjarak sekitar 10
kilometer dari Kota Denpasar, tepatnya di Desa Suwung dengan luas mencapai 32,48 hektar.
TPA ini melayani pembuangan sampah dari wilayah SARBAGITA (Denpasar, Badung,
Gianyar dan Tabanan).

3.2 Kondisi Fisik Lingkungan


3.2.1 Iklim dan Cuaca
Kota Denpasar memiliki tingkat curah hujan rata-rata sebesar 244 mm per bulan,
dengan curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember. Suhu maksimum 34,0 °C
terjadi pada bulan April, suhu minimum 24,1 °C terjadi pada bulan Agustus. Kelembaban
udara maksimum 78 persen pada bulan Desember, minimum 72 persen pada bulan April.
Curah hujan maksimum 388,5 mm terjadi pada bulan Februari sedangkan curah hujan
minimum 1,5 mm pada bulan Agustus.

Tabel 3.2. Suhu Kota Denpasar 2020


Bulan Suhu/ Temperatur °C

Minimum Rata-rata Maksimum

Januari 25,4 27,8 33,9

Februari 24,9 27,9 33,8

Maret 25,2 28,0 33,9

April 25,3 28,2 34,0

Mei 25,4 27,8 33,1

Juni 24,6 27,1 32,4

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 15


Juli 24,2 26,4 31,2

Agustus 24,1 26,3 31,5

September 24,8 26,8 32,3

Oktober 25,1 27,9 32,4

November 25,5 28,3 33,4

Desember 25,1 28,0 32,2


Sumber: Kota Denpasar dalam Angka 2021

3.2.2 Topografi dan Drainase


Kota Denpasar berada pada ketinggian 0-75 meter dari permukaan laut, terletak pada
posisi 8°35’31” sampai 8°44’49” Lintang Selatan dan 115°00’23” sampai 115°16’27” Bujur
Timur. Topografi Kota Denpasar sebagian besar (82,2%) berupa dataran dengan kemiringan
lereng secara umum berkisar 0 – 2 % ke arah selatan, sebagian lagi kemiringan lerengnya
antara 2 – 8 %. Kemiringan lereng di beberapa tempat terutama di tebing sungai dapat
mencapai 2 – 15 %. Dari penggunaan tanahnya, 2.768 Ha merupakan tanah sawah, 10.001 Ha
merupakan tanah kering dan sisanya seluas 9 Ha adalah tanah lainnya.
Di wilayah Kota Denpasar, terdapat potensi sumber daya air meliputi: air hujan, air
permukaan (air sungai, air danau/waduk), air tanah/mata air maupun air laut. Air sungai di
Kota Denpasar mengalir memanjang dari Utara ke Selatan (paralel) dengan sungai-sungai
utama yaitu : Tukad Ayung, Tukad Mati, Tukad Badung, Tukad Buaji dan Tukad Ngenjung.
Sungai Badung merupakan salah satu sungai yang membelah Kota Denpasar, sungai ini
bermuara di Teluk Benoa. Air Danau/waduk Kota Denpasar bersumber dari Waduk Muara
Nusa Dua yang secara administratif berada pada batas wilayah Kota Denpasar dengan
Kabupaten Badung. Keterdapatan mata air di Kota Denpasar ditemukan di daerah aliran
sungai pada bagian hulu dan \tengah Tukad Badung, bagian hulu Tukad Mati, serta bagian
hilir Tukad Ayung dengan debit yang relatif kecil namun mempunyai kontribusi yang nyata
terhadap kontinuitas aliran sungai yang mewadahi. Air laut berada di zona pantai atau pesisir,
Kota Denpasar memiliki garis pantai di bagian Selatan dan Timur mulai dari Serangan hingga
Padanggalak sepanjang 36,6 km.
3.2.3 Geologi
Geologi Kota Denpasar terdiri dari beberapa batuan. Berdasarkan Peta Geologi
Lembar Bali skala 1 : 25.000 (Direktorat Geologi, 1971), susunan formasi batuannya adalah
Batuan vulkanik kuarter menutupi sekitar 70 % wilayah Kota Denpasar, yaitu batuan gunung
api hasil dari gunung api Buyan – Bratan dan gunung api Batur. Diantara kelompok batuan
ini, batuan vulkanik Buyan – Bratan merupakan yang tertua dengan materi penyusunnya
terdiri dari tufa dan lahar. Batuan lainnya adalah lava, breksi, kerikil, pasir dan debu
vulkanik. Ketebalannya bervariasi yaitu bagian utara agak tebal (>200 m) dan menipis ke
arah selatan.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 16


3.3 Demografi
Tahun 2021, jumlah penduduk di Kota Denpasar mencapai 725.314 jiwa (BPS Kota
Denpasar, 2021). Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Denpasar Selatan
sebanyak 217.100 jiwa diikuti Denpasar Barat sebanyak 206.958 jiwa dan Denpasar Utara
sebanyak 172.980 jiwa. Sementara penduduk dengan jumlah terkecil berada di Kecamatan
Denpasar Timur yaitu berjumlah 128.276 jiwa. Kepadatan penduduk di Kota Denpasar tahun
2021 telah mencapai 5.676 jiwa/km2. Angka ini merupakan angka tertinggi di Provinsi Bali.
Dari empat kecamatan di Kota Denpasar, kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan
Denpasar Barat (8.501 jiwa/km2) kemudian Kecamatan Denpasar Timur (5.749 jiwa/km2),
Kecamatan Denpasar Utara (5.505 jiwa/km2), dan Kecamatan Denpasar Selatan (4.342
jiwa/km2). Selengkapnya disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Denpasar


Kecamatan Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2)

Denpasar Selatan 217.100 4.342

Denpasar Timur 128.276 5.749

Denpasar Barat 206.958 8.501

Denpasar Utara 172.980 5.505


Sumber: Kota Denpasar dalam Angka, 2021

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 17


BAB IV
TEMUAN-TEMUAN AUDIT

4.1 Kegunaan Saat Ini


Keberadaan TPA Suwung sebagai tempat pembuangan sampah menampung kurang
lebih 2.700 liter sampah per harinya. Di sekitar TPA Suwung masih terdapat pemukiman
penduduk Banjar Pesanggaran, Kelurahan Pedungan, dan mereka memanfaatkan air tanah
sebagai sumber mata air. Selain itu daerah pesisir pantai Desa Suwung Kauh merupakan
kawasan hutan mangrove.
Berdasarkan hasil survey volume dan jenis sampah yang dilakukan UPT Pengelolaan
Sampah Provinsi Bali tahun 2017, volume sampah yang masuk ke TPA sampah Suwung
setiap hari rata-rata 3.250 m3 s/d 3.500 m3 atau setara 900 ton/hari setiap harinya. Sedangkan
Persentase sampah dari Kota Denpasar sebanyak 60% atau sekitar 2.100 m3 dan Kabupaten
Badung sebanyak 40% kurang lebih 1.400 m3. TPA ini melayani pembuangan sampah dari
wilayah SARBAGITA (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Jenis sampah yang
diperbolehkan dibuang di TPA ini antara lainnya sampah organik (sisa makanan dan
tumbuhan), sampah plastik, sampah kain sampah logam, sampah kertas serta sampah yang
bersifat tidak berbahaya atau infeksius bagi manusia.

Gambar 4.1. Open Dumping di TPA Sampah Suwung Denpasar

Secara umum sistem pengolahan pada TPA Suwung menggunakan sistem open
dumping. TPA Suwung dibagi menjadi 8 blok pembuangan dengan sistem pengolahan open
dumping terkendali. Sampah yang masuk ke TPA ditumpuk secara terbuka (diletakkan begitu
saja di tempat terbuka) yang nantinya bisa terurai dengan sendirinya. Dengan sistem open
dumping ini mengakibatkan resiko pencemaran terhadap daerah sekitar menjadi meningkat
(Hidayat, 2008).

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 18


Gambar 4.2. Pemulung dan Alat Berat di TPA Sampah Suwung Denpasar

Berdasarkan data pemulung di TPA sampah Suwung Denpasar, Pemulung di TPA


sampah Suwung tercatat sebanyak 219 orang. TPA ini juga dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yaitu kantor TPA, pos penjagaan, timbangan (dalam keadaan rusak), kolam
leachate, tungku insinerator (dalam keadaan rusak), ruang composting, dan alat berat.
4.1.1 Pengangkutan Sampah
Metode yang digunakan DKP Kota Denpasar dalam mengangkut sampah di kontainer
adalah dengan metode HCS (Hauled Container System) yaitu dengan model conventional
mode dimana wadah sampah atau kontainer yang telah terisi penuh akan diangkut ke tempat
pembongkaran, kemudian setelah dikosongkan wadah sampah tersebut dikembalikan ke
tempatnya semula. Model ini memilih kekurangan, dimana model ini tidak efisien dalam
waktu dan jarak angkut sebab truk akan kembali lagi ke lokasi peletakan kontainer,
disamping itu saat kontainer dibawa menuju TPA masyarakat yang akan membuang sampah
akan meletakkan sampahnya di lokasi peletakan kontainer sehingga sampah tersebut akan
menimbulkan kesan kotor karena tidak ada tempat penampungan.
Dalam waktu 32,75 jam truk arm roll DKP Denpasar menempuh perjalanan sejauh
719,4 km dengan kecepatan rata-rata 35 km/jam. Apabila semua armada arm roll yang
berjumlah 12 buah beroperasi, maka rata-rata arm roll tersebut menempuh jalur sejauh 59,95
km dalam 2 jam 43 menit. Untuk mengetahui waktu tempuh yang sesuai adalah dengan
membandingkan jarak dan kecepatan. Jarak total sejauh 719,4 Km dan kecepatan rata-rata 35
Km/Jam diperoleh waktu angkut seharusnya adalah 20,55 jam dengan waktu
loading/unloading kontainer selama 4,25 jam jadi diperoleh hasil waktu hambatan adalah
7,95 jam. Waktu hambatan ini terjadi karena melewati jalur yang padat lalu lintas, kondisi
jalan di TPA yang tidak rata dan juga karena adanya antrian truk sampah yang masuk ke TPA
Sarana kontainer yang harus disediakan adalah sebanyak 354 buah. Kontainer sebanyak itu
akan sangat sulit untuk dipenuhi oleh DKP Kota Denpasar. Selain karena keterbatasan dana,
keterbatasan lahan untuk penempatan kontainer juga menjadi kendala penting, untuk itu
direkomendasikan setidaknya tersedia 1-2 buah kontainer untuk masing-masing
Desa/Kelurahan.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 19


Gambar 4.3. Truk Pengangkut Sampah Menuju TPA Sampah Suwung

Sistem pengangkutan kontainer sampah sebaiknya menggunakan metode IICS


(Hauled Container System) dengan sistem exchange container mode yaitu kontainer yang
telah berisi sampah akan digantikan dengan kontainer kosong sehingga setelah dilakukan
pembuangan di TPA kontainer terscbul tidak perlu dikembalikan ke lokasi peletakkan dan
truk dapat langsung kembali ke garasi.
Saat ini hanya sekitar 25-30 unit dump truck yang masih beroperasi dengan baik, unit
angkutan yang yang lain mengalami kerusakan karena faktor usia dan pengoperasian.
Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut, dengan
keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan, rotasi truk pengangkut
menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengangkut akan
meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.

Gambar 4.4. Truk Sampah Tidak Terpakai di Jalur Badung

Kegiatan pengangkutan sampah ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) didukung


oleh 707 tenaga kerja yang bertugas menaikkan dan mengangkut sampah rumah tangga di

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 20


sepanjang jalan yang dilayani serta langsung membuang ke TPA. Ada pula yang bertugas
menaikkan sampah ke atas truk di masing-masing TPS atau transfer depo dan langsung
membuang ke TPA. Proses pengangkutan sampah pada daerah pelayanan terbagi menjadi 2
shift yaitu shift I untuk angkutan pagi dan shift II untuk angkutan malam dan jumlah jalur
pengangkutan saat ini adalah sebanyak 52 jalur. Proses pengangkutan cukup memakan waktu
apabila tumpukan sampah terbilang cukup banyak, disamping itu proses menaikkan sampah
ke bak truk juga memakan waktu sebab tidak terpusatnya titik pengumpulan sampah. Dari
hasil survei, perkiraan jarak antar titik pengumpulan di jalur yang padat hunian adalah sejauh
10 - 15 m dan rata-rata titik pengumpulan sampah sebanyak 30 titik.
Apabila melihat total volume sampah yang dihasilkan sepanjang jalan yang dilayani
oleh DKP Denpasar yaitu sebesar 2.700 liter/hari, jumlah truk angkut yang dibutuhkan
sampai tahun 2021 adalah sebanyak 295 buah. Apabila melayani 2 shift maka jumlah yang
diperlukan adalah sebanyak 148 buah dump truck dengan kapasitas truk 6 m3 dengan rincian
8 unit untuk pengangkutan pagi (shift I) dan 7 unit untuk pengangkutan malam (shift II).
Pada jalur akses banyak ditemukan kerusakan seperti aspal yang pecah, tanpa
perkerasan di persimpangan menuju lokasi pembuangan, hamburan sampah yang merusak
habitat mangrove, dan permukaan jalan yang tidak rata. Dari pengamatan saat survei,
rata-rata kecepatan truk saat melintasi jalan TPA Suwung menuju TPA itu sendiri adalah 15
Km/Jam, truk membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mencapai lokasi pembuangan.
Apabila dilakukan perkerasan jalan dan jalan menjadi landai untuk dilalui, diperkirakan truk
dapat melaju dengan kecepatan rata-rata 35 Km/Jam, yang berarti waktu tempuh menuju
lokasi pembuangan akan semakin singkat dan mengurangi ceceran sampah di sepanjang jalur
akses TPA Sampah Suwung.

Gambar 4.5. Hutan Mangrove di Sekitar TPA Sampah Suwung Denpasar

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 21


Gambar 4.6. Kondisi Jalan Menuju TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.2 Penerimaan Sampah


TPA Sampah Suwung Denpasar menerima sampah dari wilayah SARBAGITA
(Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Sebanyak 50 persen sampah di Bali berasal dari
tiga daerah di Bali yaitu Denpasar, Badung, dan Gianyar. Dari sampah yang dibuang ke
tempat sampah, 70 persen di antaranya berakhir di TPA Suwung. Jenis sampah yang
diperbolehkan dibuang di TPA ini antara lainnya sampah organik (sisa makanan dan
tumbuhan), sampah plastik, sampah kain sampah logam, sampah kertas serta sampah yang
bersifat tidak berbahaya atau infeksius bagi manusia.

Gambar 4.7. Kondisi Penerimaan Sampah di TPA Sampah Suwung Denpasar

Pembuangan Sampah ke TPA didukung oleh 31 tenaga kerja. Volume sampah yang
dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (Suwung) setiap harinya rata-rata sebanyak 2700

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 22


m3/hari yang berasal dari Kota Denpasar sebanyak 1890 m3/hari. Kemudian sampah yang
berasal dari Kabupaten Badung sebanyak 324 m3. Sampah yang berasal dari Pasar di seluruh
Kota Denpasar sebanyak 324 m3/hari dan sampah yang berasal dari Desa/Kelurahan yang
melaksanakan Swakelola kebersihan sebanyak 162 m3/hari. Di TPA Suwung sendiri terdapat
aktivitas pengomposan secara reguler dengan produktivitas sebagai berikut yaitu jumlah
sampah yang diolah 5 ton/hari dengan kompos yang dihasilkan 1-2 ton/hari.
4.1.3 Penyimpanan Sampah
Tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung menggunakan sistem open dumping yaitu
sistem pembuangan sampah dengan cara dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapang
sehingga dinilai dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas. Proses penimbunan
sampah di daerah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dengan sistem open dumping
pada umumnya menghasilkan pencemar berupa air lindi (Sumantri, 2013). Proses
penumpukan atau penyimpanan sampah secara terbuka atau open dumping ini bisa
mengakibatkan menurunnya kualitas udara dan air tanah di daerah sekitar. Hal ini dipicu oleh
bau yang tidak sedap dan gas-gas hasil pembusukan yang dikeluarkan sampah yang
menumpuk dan air lindi atau leachate yang terbentuk dari massa sampah yang menggunung
dikarenakan pada TPA Suwung melayani pengelolaan sampah dari Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung.

Gambar 4.8. Kondisi Penyimpanan Sampah di TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.4 Pemrosesan Sampah


Pengolahan sampah di TPA Suwung pada Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu
(IPST) wilayah SARBAGITA akan menggunakan teknologi GALFAD (Gasification, Landfill
Gas, dan Anaerobic Digestion) (BPKS, 2008) yang terdiri dari 6 tahapan.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 23


4.1.4.1 Pemilahan Sampah
Awalnya, sampah dipilah menjadi sampah basah dan sampah kering berdasarkan
ukurannya. Materi kecil yang mengandung banyak bahan organik digolongkan sebagai
sampah basah. Sedangkan sampah berukuran besar yang tidak organik adalah sampah kering,
yakni kertas, kayu, dan lain-lain. Pemilahan ini dilakukan dengan mesin maupun secara
manual oleh petugas. Akan lebih baik apabila disediakan area khusus untuk pemilahan
sampah dan sejumlah karyawan yang bertugas dalam pemilahan sampah tersebut.

Gambar 4.9. Kondisi Pemilahan Sampah di TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.4.2 Gasification-Pyrolysis
Sesudah dipilah, sampah-sampah itu masuk tahap gasification pyrolysis, yakni tahap
kombinasi antara teknologi gasifikasi dan pirolisis. Awalnya, sampah-sampah kering diolah
menjadi gas-gas hidrokarbon yang memiliki berat molekul rendah atau pyrogas. Inilah yang
disebut proses pyrolysis. Selanjutnya, sisa atau residu proses pyrolysis diolah lagi pada unit
gasifikasi, yang kemudian menghasilkan gas metana, karbon monoksida, dan hidrogen.
Energi yang dihasilkan dari proses pyrolysis dan gasilikasi kemudian disalurkan pada unit
pembakaran isotermal. Untuk mencapai tingkat pembakaran yang sempurna agar tidak
memproduksi banyak gas polutan setiap komponen gas diatur sedemikian rupa supaya tetap
pada temperatur konstan, 1.250 derajat celcius, setidaknya dalam dua detik. Panas yang
dihasilkan pada tahap ini kemudian disalurkan pada ruang yang dinamakan boiler, yang
menghasilkan uap untuk memutar turbin listrik.

Gambar 4.10. Proses Thermal di TPA Sampah Suwung Denpasar

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 24


4.1.4.3 Sistem Landfill Gas
Sistem ini mengandalkan sumur pipa yang ditanamkan pada timbunan sampah untuk
mendapatkan gas metana. Timbunan sampah tersebut dipilih dan diolah terlebih dulu dan
diletakkan di tempat khusus (structured landfill cells). Kemudian gas sampah disalurkan ke
unit pengolah gas untuk memutar turbin listrik.

Gambar 4.11. Sistem Landfill Gas di TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.4.4 Pengolahan Anaerobik


Sampah diletakkan pada tempat khusus agar mengalami pembusukan oleh bakteri
pengurai. Proses alami ini menghasilkan gas metana, karbon dioksida, dan sejumlah gas
lainnya. Dari tahap inilah gas-gas itu diolah dalam bioreaktor, yang selanjutnya menghasilkan
bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik.

Gambar 4.12. Pengolahan Anaerobik di TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.4.5 Hasil Pengelolaan dan Produk IPST


Dengan seluruh proses di atas maka volume sampah dapat berkurang sampai 80 %.
Gas yang dihasilkan (biogas gas, methan gas dan sintetik gas) selanjutnya akan diproses pada
fasilitas gas treatment untuk dapat menjadi bahan bakar (gas engine) mesin pembangkit
listrik.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 25


Gambar 4.13. IPST di TPA Sampah Suwung Denpasar

4.1.4.6 Kualitas Emisi Gas Buang


Buangan gas dengan teknologi ini memiliki emisi yang sangat rendah dan ramah
lingkungan.

4.2 Sampah
Sampah adalah hasil sisa dari suatu produk atau sesuatu yang dihasilkan dari sisa-sisa
penggunaan yang dapat dimanfaatkan lebih kecil lagi dari pada produk yang digunakan,
sehingga hasil dari sisa ini dibuang atau tidak digunakan kembali. Jenis solid Waste atau
sampah padat terbagi menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah
organik adalah sampah yang dapat diurai, seperti sisa-sisa makanan, daun, dan lainnya.
Sedangkan anorganik adalah sampah yang tidak dapat diurai namun dapat didaur ulang
kembali seperti plastik, kaca, dan lainnya. Sampah ini akan menjadi bencana bagi kehidupan
manusia dan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Volume sampah yang dibuang ke
Tempat Pembuangan Akhir (Suwung) setiap harinya rata-rata sebanyak 2700 m3/hari yang
berasal dari Kota Denpasar sebanyak 1890 m3/hari. Kemudian sampah yang berasal dari
Kabupaten Badung sebanyak 324 m3. Sampah yang berasal dari Pasar di seluruh Kota
Denpasar sebanyak 324 m3/hari dan sampah yang berasal dari Desa/Kelurahan yang
melaksanakan Swakelola kebersihan sebanyak 162 m3/hari. Pada TPA Suwung ini,
komposisi sampah didominasi oleh sampah organik sebesar 70% dan sampah anorganik
sebesar 30%.
4.2.1 Timbulan Sampah
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang saat ini memiliki timbunan
sampah yang lumayan tinggi di TPA. Berdasarkan data dokumen Prastudi Kelayakan Awal,
total timbunan sampah TPA Sarbagita Suwung telah mencapai 1.400 ton per hari dengan
persentase penyumbang sampah terbesar adalah Kota Denpasar 50 persen atau setara dengan
740 ton per hari. Berikut data yang menunjukkan Kota Denpasar memiliki jumlah volume
sampah yang tidak tertangani.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 26


Tabel 4.4. Data Timbulan Sampah

Data Timbulan Sampah Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2018

Kabupaten/Kota Jumlah Volume Volume Sampah yang Tertangani Volume


Penduduk Timbulan (m3/hari) Sampah
Sampah Tidak
(m3/hari) Tertangani
(m3/hari)
Timbulan Masuk Diolah di Bank
Sampah ke TPST 3R Sampah
TPA menjadi (Anorganik)
(m3) kompos
(organik)

Denpasar 2.285,75 3276,5 1,700 kg 11,700 kg 3,222,9

Badung 420,000 1.050,00 609,25 199 m3 8 m3 0

Jembrana 658,11 168 0 136,49 m3 353,62

Tabanan 1.125,00 227 56 m3 113 m3 729

Klungkung 592,00 296 6 m3 6 m3 0

Buleleng 811,896 2.029,74 612,42 154,15 53,62 m3 1,177,30


m3

Bangli 565,55 217,46 65 kg 1,500 kg 341,78

Gianyar 539,564 1.511,00 669 128 m3 300 m3 414

Karangasem 1.032,00 181,06 181,06 4 m3 796,94


m3

Total 10,849,10
Sumber: DLH Provinsi Bali

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 27


4.2.2 Sumber Sampah
Pada TPA Suwung ini, komposisi sampah didominasi oleh sampah organik sebesar
70% dan sampah anorganik sebesar 30%. Secara keseluruhan peningkatan volume sampah di
Denpasar semakin hari semakin meningkat. Berdasarkan BPS Kota Denpasar, pada tahun
2017 sampah mencapai 900 ton perhari dengan didominasi jenis sampah yang bersumber dari
sampah rumah tangga sebesar 70%. Berikut adalah data jenis-jenis sumber sampah.

Tabel 4.5. Data Sumber Sampah

Nama Periode % % % Sampah % Sampah % %


Kota Sampah Sampah Pasar Pusat Sampah Sampah
Rumah Kantor Tradisional Perniagaan Fasilitas Kawasan
Tangga Publik

Denpasar 2017-2 70.00 % 2.00 % 5.00 % 3.00 % 10.00 % 10.00 %


018

Total 100.00 %
Sumber: http://sipsn.menlhk.go.id/

4.3 Air Bersih


Fasilitas air bersih untuk keperluan domestik seperti kamar mandi di TPA Suwung
dilayani oleh PDAM Badung. yang bersumber dari Waduk (Kementerian PPN/ Bappenas).
Sedangkan keperluan air bersih untuk pemrosesan serta pengelolaan sampah menjadi energi
listrik disediakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menyatakan kesiapannya
dalam menyediakan lahan seluas 4,1 hektar untuk jalur distribusi listrik dan air bersih. Lahan
ini merupakan lahan pendukung dari lahan untuk fasilitas utama pembangkit energi listrik
yang telah tersedia saat ini di TPA Suwung.

4.4 Air Limbah


Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan sampah atau
limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air tanah oleh lindi
yaitu limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah,
terutama di daerah yang curah hujan dan muka air tanahnya tinggi. Timbulan lindi serta
karakteristik lindi yang keluar dari timbunan sampah sangat berfluktuasi, bergantung pada
curah hujan serta karakteristik sampah yang ditimbun.
4.4.1 Pengolahan Lindi
TPA Suwung sudah dilengkapi dengan instalasi pengolahan lindi dengan konfigurasi
unit pengolahan yang terdiri dari kolam anaerobik, kolam fakultatif, kolam aerob, constructed
wetland, dan kolam penampung. Unit pengolahan lindi TPA Suwung masing-masing terdiri
dari dua unit yang terletak paralel satu sama lain dengan debit total lindi sebesar 3,4 L/detik.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 28


Karakteristik lindi akan tergantung dari beberapa hal, seperti variasi dan proporsi
komponen sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional,
serta waktu dilakukannya sampling (Damanhuri, 2008).Pengolahan lindi TPA Suwung
ditempatkan di titik terendah dari lokasi TPA dengan demikian pengalirannya dapat
dilakukan secara gravitasi. Sistem pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar BOD
dari lindi sebelum dibuang ke badan air penerima. Berikut tabel karakteristik lindi TPA
Suwung 2011.

Tabel 4.6. Karakteristik Lindi TPA Suwung

Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan

Fisika

Temperatur °C 30,8

TDS mg/l 13,161,78

TSS mg/l 533,33

Daya Hantar Listrik mS/cm 22,81

Kimia

pH mg/l 8,07

Amonium mg/l 360,91

Amonia mg/l 53,15

Nitrat mg/l 20,26

Nitrit mg/l 1,77

Nitrogen Organik mg/l 431,17

Nitrogen Total Kjeldahl mg/l 484,33

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 29


Total Fosfat mg/l 1,41

Ortofosfat mg/l 0,81

DO mg/l 1,75

BOD5 mg/l 3.667,67

COD mg/l 8.341,33

Sulfat mg/l 1.061,96

Klorida mg/l 1.405,8

Besi mg/l 36,9


Sumber: Murniwati, 2012

4.4.2 Air limbah di Saluran Air Permukaan


TPA Sampah Suwung beroperasi dengan sistem open dumping sehingga dapat
mencemari air tanah dangkal di sekitarnya. Pencemaran air lindi sampah akibat air hujan
mencuci sampah yang sudah busuk serta segala kotoran yang terjerap di dalamnya. Air lindi
tersebut ada yang mengalir di permukaan tanah yang dampaknya pada air permukaan dan
menimbulkan bau dan penyakit, sedangkan air lindi yang merembes ke dalam air tanah akan
menimbulkan pencemaran air tanah dangkal di sekitarnya.
Secara umum para peneliti berkesimpulan bahwa kualitas air sumur gali dan sumur
bor di sekitar TPA Suwung tidak memenuhi baku mutu air kelas satu sesuai dengan
peraturan Gubernur Bali Nomor 8 tahun 2007. Direkomendasikan kepada masyarakat umum
dan khususnya yang bermukim di sekitar areal TPA Sampah Suwung agar tidak
menggunakan sumber air tanah dangkal di sekitar TPA sebagai konsumsi air baku air
minum sehari-hari.

4.4.3 Air Limbah di Air Tanah


Analisis kualitas air tanah di wilayah Banjar Batan Kendal, Desa Suwung Kangin,
Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, yakni wilayah yang paling dekat dengan TPA
Suwung. Analisis ini meliputi pemeriksaan parameter fisika dan kimia. Hasil analisis
dibandingkan dengan baku mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.16
Tahun 2016. Hasil analisis disajikan pada Tabel. Sifat fisika yang diamati berupa suhu dan
TDS (Total Dissolved Solid). Sedangkan sifat kimia yang diamati berupa pH, kesadahan, dan
alkalinitas.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 30


4.4.3.1 Parameter Fisika Suhu Air Tanah
Hasil analisis kualitas air tanah di Banjar Batan Kendal, Desa Suwung Kangin,
Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali memenuhi kriteria baku mutu kelas I sesuai
dengan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016. Berdasarkan hasil pengujian parameter
fisika, suhu secara keseluruhan sampel air tanah di wilayah Banjar Batan Kendal, Desa
Suwung Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali menunjukkan hasil yang
sama, yaitu memiliki suhu 30 derajat C.
Kenaikan temperatur dapat disebabkan karena berkurangnya jumlah oksigen terlarut.
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam
menguraikan zat-zat organik dalam perairan. Namun, secara keseluruhan temperatur air saat
pengukuran di laboratorium adalah sama.
4.4.3.2 Parameter Fisika TDS (Total Dissolved Solid) Air Tanah
Parameter fisika lain yang diuji berupa residu terlarut (TDS). TDS adalah jumlah ion
Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) di dalam air yang menyebabkan sifat kesadahan terhadap
air tersebut. Air yang mempunyai tingkat kesadahan tinggi, pada alat-alat yang terbuat dari
besi akan timbul kerak-kerak. Berdasarkan hasil analisis kadar TDS air tanah di Banjar Batan
Kendal, Desa Suwung Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali menunjukkan
hasil yang beragam namun masih berada di bawah baku mutu sesuai peruntukan untuk baku
mutu kelas I, yaitu air yang diperuntukkan untuk baku air minum. Ambang batas yang
diijinkan untuk kadar TDS pada baku mutu air kelas I adalah 1000 mg/ L.
Kadar TDS tertinggi adalah 630 mg/L pada air tanah sampel SI (air tanah rumah
penduduk), untuk SII (air tanah usaha cuci motor) memiliki kadar TDS 550 mg/L, dan SIII
(air tanah homestay) memiliki TDS 510 mg/L. Kadar TDS yang lebih tinggi di lokasi
sampling tersebut didukung dengan kondisi air tanah yang agak licin-licin bila dibilas
ditangan. Kondisi air yang licin disebabkan oleh tingginya pH air, serta kandungan alkalinitas
yang tinggi. Hal ini juga didukung dari parameter kimia berupa hasil pH 8,25. pH yang aman
sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 adalah 6-9, namun PERMENKES
RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum memberikan
persyaratan yang lebih rendah untuk batas maksimum pH yaitu 6,5-8,5. Semakin tinggi
pHnya semakin licin air di wilayah tersebut.
Jika ditinjau berdasarkan PERMENKES RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, untuk batas maksimum TDS adalah 500 mg/L. Berdasarkan
acuan tersebut, secara keseluruhan sampel air tanah di Banjar Batan Kendal, Desa Suwung
Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali telah melebihi ambang batas baku
mutu kualitas air minum. Sehingga bisa dikatakan bahwa air tanah yang diambil di wilayah
Batan Kendal tidak dapat dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, namun dapat
diperuntukkan sebagai pembudidayaan air tawar, sarana rekreasi, peternakan, air untuk
mengairi pertamanan, dan persyaratan lain sesuai dengan kegunaannya tersebut.
4.4.3.3 Parameter Kimia pH Air Tanah
Parameter kimia yang diuji pada penelitian kualitas air tanah di wilayah Banjar Batan
Kendal, Desa Suwung Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali adalah pH,
kesadahan, dan alkalinitas. Berdasarkan ambang batas sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali
No. 16 Tahun 2016, secara keseluruhan hasil analisis parameter kimia masih normal.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 31


Untuk hasil analisis pH, sampel air tanah berada dalam ambang batas normal kelas I
yang digunakan untuk bahan baku air minum dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama, yaitu pH 6-9. Namun, untuk sampel air SI dan SIII
sudah mulai hati-hati dalam penggunaannya. Karena berdasarkan analisis sudah berada dalam
rentang pH mendekati batas maksimum peruntukan air kelas I, yaitu 8,25 untuk pH SI (air
tanah perumahan) dan 8,68 untuk pH SIII (air tanah homestay).
Untuk pH yang tinggi berpengaruh pada sifat fisika dari air yaitu, menyebabkan
kondisi air menjadi licin bila digunakan dalam hal membilas dan menimbulkan warna kuning
bila digunakan untuk mencuci pakaian. Namun, bila ditinjau dari PERMENKES RI No.
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, rentang pH yang
diizinkan adalah 6,5-8,5. Bila ditinjau dari peraturan tersebut, untuk sampel air SI dan SII
masih berada dalam rentang batas normal pH yang diizinkan untuk Persyaratan Kualitas Air
Minum, namun untuk sampel SIII (air tanah homestay) telah melewati batas maksimum
untuk persyaratan kualitas air minum.
Hasil pH yang diatas batas normal diduga karena adanya kandungan ion Ca2+ dan
Mg2+ yang berlebih. Hasil ini perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan kandungan logam
pada air tanah secara spektrofotometri serapan.
4.4.3.3 Parameter Kimia Kadar Kesadahan Air Tanah
Berdasarkan PERMENKES RI No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum, untuk batas maksimum maksimum air yang layak minum adalah 500
mg per liter. Hasil analisis secara keseluruhan sampel air untuk parameter kesadahan di
wilayah Banjar Batan Kendal, Desa Suwung Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar
adalah normal.
Kesadahan tertinggi adalah sampel air SI dengan nilai 17,615 mg/L, disusul SII
dengan 13,409 mg/L, dan kesadahan terendah adalah sampel air SIII 8,807 mg/L. Bila
dikaitkan dengan kandungan logam Ca dan Mg, jumlahnya diperkirakan masih rendahnya
jumlah ion Ca2+ dan Mg2+ yang terpapar dalam sampel air di wilayah tersebut.
Berdasarkan letak geografis keberadaan sumur-sumur tersebut, jauh dari batuan kapur.
Selain itu, lokasi pengambilan sampel air tanah jauh dari pantai. Semakin dekat dengan bukit
kapur maka kadar CaCO3 semakin besar karena kandungan utama dari kapur adalah ion
Ca2+ dan Mg2+.
4.4.3.4 Parameter Kimia Alkalinitas Air Tanah
Dari hasil analisis terhadap total alkalinitas air tanah Banjar Batan Kendal, Desa
Suwung Kangin, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar berkisar antara 12-40 mg/L. Kadar
alkalinitas total yang diijinkan tidak boleh melebihi 1000 mg/L. Apabila kadar total
alkalinitasnya melampaui batas yang ditetapkan maka akan terbentuk kerak atau endapan.
Kadar alkalinitas tertinggi adalah 40 mg/L pada sampel air SIII (air tanah homestay). Hasil
analisis total alkalinitas berbanding terbalik dengan kesadahan.
Semakin tinggi total kesadahan semakin kecil jumlah air yang diperlukan untuk
menetralkan asam-asam lemah yang terdapat pada sampel air. Hasil tersebut sesuai dengan
hasil analisis laboratorium pengujian sampel air. Sampel air SIII memiliki total kesadahan
rendah, sehingga alkalinitas yang dihasilkan pun semakin besar dibandingkan dengan SI dan
SII.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 32


4.5 Fasilitas Sarana dan Prasarana
Pengelolaan sampah untuk mencapai kegiatan yang optimal harus mendapat
dukungan dalam pemenuhan sarana dan prasarana yang akan digunakan. Pengoprasiaan TPA
tentunya memiliki banyak faslitas pendukung. Seperti pada TPA Suwung yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana sebagai berikut:
1. Kantor TPA
2. Pos Penjagaan
3. Timbangan (dalam keadaan rusak)
4. Kolam Leachate
5. Tungku insinerator (dalam keadaan rusak)
6. Ruang Composting
7. Truk Pengangkut Sampah
8. Alat berat, terdiri dari :
● Excavator (2 unit)
● Bulldozer (1 unit)
● Wheel Loader (1 unit)
4.5.1 Fasilitas Pengangkutan Sampah
Fasilitas pengangkutan sampah pada daerah layanan TPA Suwung dilakukan
menggunakan truk pengangkut sampah sejumlah 25-30 unit dump truck. Angka ini
merupakan jumlah dump truck yang masih beroperasi dengan baik dikarenakan unit angkutan
yang yang lain mengalami kerusakan karena faktor usia dan pengoperasian. Jenis truk
pengangkut sampah yang beroperasi di TPA Suwung ini berupa dump truck dan arm roll
truck. Masing-masing truk pengangkut yang tersedia memiliki kapasitas 14m3, 12m3 dan
10m3.

Gambar 4.14. Truk Sampah Tidak Terpakai di Jalur Badung

Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut,
dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan, rotasi truk pengangkut
menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengangkut akan
meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek. Perlu adanya

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 33


pengurangan di sumber dalam pengolahan sampah serta penambahan jumlah truk pengangkut
sampah.
4.5.2 Fasilitas Penyimpanan Sampah
Penyimpanan sampah di TPA Suwung menggunakan sistem open dumping. Pada
sistem terbuka (open dumping) sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat
pembuangan akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah dan perlakuan
lainnya. Dalam pengoprasian di lapangan, alat yang membantu memindahkan sampah adalah
buldozer dan excavator. Sistem ini dinilai sangat mengganggu lingkungan seperti,
menghasilkan bau, merembesnya air lindi, tempat pertumbuhan vektor dan bahkan yang baru
saja terjadi adalah kejadian kebakaran akibat gas metana yang berada di dalam tumpukan
sampah. Selain itu, akibat yang ditimbulkan adalah sampah yang overload pada TPA Suwung
ini berceceran keluar dari TPA sehingga menyebabkan berkurangnya akses jalan yang ada.

Gambar 4.16. Fasilitas di Penyimpanan TPA Suwung


Sumber : balipost.com

Gambar 4.17. Akses Jalan di TPA Suwung


Sumber : kabarkomik.com

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 34


Sampah yang masuk ke TPA Regional Sarbagita rata-rata sebesar 1.423 ton per
hari dimana untuk lahan seluas 32,4 hektar yang ada saat ini daya tampungnya sudah
maksimal. Untuk itu diperlukan revitalisasi sebagai peningkatan kapasitas tampung dan
perbaikan infrastruktur pengolahan sampah agar kualitas lingkungan menjadi lebih baik.
Sistem penyimpanan yang tersedia ini perlu dilakukan perubahan menjadi sistem sanitary
landfill dengan berbagai fasilitas seperti penutupan tanah, membran penahan lindi, dan
lainnya.
4.5.3 Fasilitas Pemrosesan Sampah
Pengolahan sampah di TPA perlu dilakukan pemrosesan lebih lanjut untuk
mengurangi volume sampah yang akan menjadi residu. TPA Suwung sudah memiliki
berbagai jenis pemrosesan yang dilakukan. Pemrosesan ini didukung dengan fasilitas-fasilitas
yang sudah tersedia di TPA Suwung.

4.5.3.1 Fasilitas Pengomposan Sampah


Composting merupakan salah satu cara untuk mengurangi volume sampah yang
bertumpuk di TPA. Selain itu, composting juga bertujuan untuk menambah nilai ekonomis
sampah. Kemampuan produksi dari proses komposting yaitu :
1. Jumlah sampah yang diolah 12 m3 /hari
2. Kompos yang dihasilkan 3 ton/hari.
Fasilitas Proses Composting
1. 1 unit mesin pencacah sampah
2. 1 unit bangunan pengolahan sampah
3. tenaga kerja 14 orang

Gambar 4.18. Proses Pengomposan TPA Suwung


Sumber : Mongabay.com

4.5.3.2 Fasilitas Pemilahan Sampah


Proses pemilahan sampah ini dibantu menggunakan tenaga kerja manusia. Hal ini
sangat memakan waktu kerja karena sampah yang masuk ke TPA Suwung dalam keadaan
tidak terpilah bahkan hingga saat ini dikatakan kapasitas sampah yang masuk mencapai kata

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 35


overload. Perlu adanya bantuan alat dalam pemilahan sampah untuk meringankan pekerja
dan menghemat waktu.

Gambar 4.19. Proses Pemilahan Sampah di TPA Suwung


Sumber : Mongabay.com

4.5.3.3 Fasilitas Proses Thermal Converter


Komposisi peralatan untuk pengolahan sampah dengan teknologi Thermal Converter
secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut:
1. Compacting Truck, yang akan dipakai sebagai alat angkut sampah dari sumber
sampah ke lokasi pengolahan sampah.
2. Overhead Crane, yang akan digunakan untuk mengangkat sampah dari tempat
penampungan sementara di dalam pabrik ke tempat penyortiran untuk memisahkan
sampah yang bisa didaur ulang seperti logam dan gelas di ban berjalan.
3. Mesin penghancur dan penyayat sampah sebelum sampah dimasukkan ke ruang
pembakaran.
4. Thermal Converter sebagai jantung dari teknologi pemusnah sampah. Panas tinggi
yang dihasilkan dari pembakaran ini kemudian didinginkan dengan menyemprotkan
air secara kontinu, sehingga menghasilkan superheated steam.
5. Boiler adalah peralatan yang akan menampung uap panas lanjut (superheated) yang
dihasilkan dari proses pendinginan panas yang tinggi dengan cara disemprotkan
dengan air secara kontinu.
6. Turbin adalah peralatan penggerak generator yang digerakan oleh tenaga uap yang
ditampung dalam boiler.
7. Generator adalah peralatan yang akan menghasilkan daya listrik yang digerakkan oleh
turbin.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 36


Gambar 4.20. Fasilitas Teknologi Thermal Converter TPA Suwung

Fasilitas yang ada di TPA Suwung ini mengalami kegagalan dalam pengolahannya
namun, saat ini masih dilakukan pengembangan penggunaan alat ini untuk mengolah sampah
yang masuk.
4.5.4 Fasilitas Ruang Terbuka Hijau
Permasalahan di TPA Suwung sedang mengalami revitalisasi wilayah dengan tujuan
penambahan infrastruktur yang akan meningkatkan proses yang optimal. Salah satu yang
dilakukan adalah pengadaan ruang terbuka hijau di TPA Suwung. Sebagian lahan TPA yang
sudah habis masa layanannya kini sudah ditimbun tanah dan mulai ditata lansekapnya
menjadi ruang terbuka hijau

Gambar 4.21. Gambar Ruang Terbuka Hijau TPA Suwung


Sumber : eppid.pu.go.id

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 37


Ruang terbuka hijau yang sedang disiapkan ini memiliki rencana seluas kurang lebih
7 Ha yang direncanakan bersama penutupan dan penataan area TPA yang telah penuh sampah
dengan dibuat terasering, ditangkap gas metan yang ada, dialirkan lindinya dan dilakukan
penghijauan menjadi ruang terbuka hijau.
4.5.5 Fasilitas Saluran Drainase
Drainase area TPA Suwung yang ada saat ini tidak dapat menampung limpasan/debit
air hujan, disamping itu juga mengandung lindi, sehingga otomatis mencemari perairan
mangrove dimana beban COD/BOD sudah di atas ambang baku mutu.

4.6 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di TPA Suwung ini masih sangat
minim. Hal ini dapat dilihat dari petugas yang bekerja disana yang tidak menggunakan
standar alat pelindung diri (APD) saat melakukan pekerjaannya. Selain itu, penggunaan alat
yang ada di TPA Suwung juga masih perlu diperbaiki lagi karena tidak terdapat tata cara
penggunaan hingga kurang terawatnya peralatan dan unit yang dapat membahayakan
keselamatan pekerja.

4.7 Sosial dan Ekonomi Masyarakat


Proses pengoprasian pengelolaan sampah masyarakat di TPA Suwung juga harus
mencakup tentang sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar. Hal ini merupakan salah satu
faktor penting dalam melakukan audit lingkungan karena ketika TPA beroperasi maka
masyarakat sekitarlah yang akan menjadi sasaran utama dampak kegiatan yang berlangsung.
4.7.1 Kenyamanan Masyarakat
Kurang optimalnya sistem pengolahan sampah di TPA Suwung saat ini menimbulkan
permasalahan antara lain bau tidak sedap di sekitar lokasi dan kuantitas timbunan sampah
yang semakin meningkat. Kegiatan operasi TPA Suwung mendapat banyak protes hingga
tuntutan untuk menutup kegiatannya yang disuarakan oleh masyarakat sekitar wilayah TPA
Suwung. Masyarakat sekitar selalu merasa tidak nyaman setiap harinya akibat bau yang
dihasilkan dari tumpukan sampah di lokasi TPA. Akibat dari penumpukan sampah di TPS
Suwung ini juga menyebabkan wilayah sekitar dikelilingi ribuan lalat yang mengganggu
aktivitas sehari-hari. Bahkan hal ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat sekitar. Selain
masalah bau dan lalat, lokasi TPA Suwung yang dianggap tidak tepat juga menjadi salah satu
faktor ketidaknyamanan masyarakat. Lokasi TPA Suwung berada di posisi vital, dekat tol
Bali Mandara, Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, hingga Pertamina yang akan sangat
mengganggu "muka" Bali dalam pandangan wisatawan yang seharusnya membutuhkan
keamanan, kenyamanan, dan keindahan. Hal ini juga didukung dengan kejadian kebakaran
selama empat hari di TPA Suwung yang menimbulkan ledakan dan juga asap yang
mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 38


Gambar 4.22. Proses Penanganan Kebakaran TPA Suwung
Sumber : tribunbali.com

Revitalisasi TPA Suwung merupakan langkah utama dalam memecahkan


permasalahan jumlah sampah yang terus meningkat di Bali . Revitalisasi yang dirancang
adalah suatu area fasilitas pengolahan sampah yang berintegrasi dengan sarana rekreasi
edukatif. Selain mengatasi permasalahan pengolahan sampah, TPA Suwung juga diharapkan
dapat berperan sebagai pusat pendidikan lingkungan. Konsep utama revitalisasi TPA Suwung
adalah Ecowaste Exhibition Park . Ecowaste Exhibition Park dapat didefinisikan sebagai area
fasilitas pengolahan sampah yang berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Transformasi desain mencoba bersimbiosis dengan lingkungan melalui penanganan residu
hasil pengolahan sampah dan pengoptimalan potensi yang ada. Konsep ini diharapkan
mampu mengurangi dampak-dampak negatif serta meningkatkan kondisi sosial ekonomi
setempat.
4.7.2 Kesehatan Masyarakat
TPA Suwung memiliki berbagai macam dampak negatif yang menyebabkan
ketidaknyamanan masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Namun, hingga saat
ini belum ada kasus mengenai gangguan kesehatan masyarakat yang terjadi. Pencemaran
udara akibat bau, asap dan ribuan lalat ini tentunya akan menyebabkan permasalahan
pernapasan hingga kematian jika tidak ditanggulangi. Sedangkan, dampak lingkungan
lainnya seperti air lindi yang berceceran serta sampah yang sudah memenuhi wilayah sekitar
juga bisa menyebabkan diare dan penyakit kulit.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 39


Gambar 4.23. Daerah Pemukiman Sekitar TPA Suwung
Sumber : tribunbali.com

Mengingat dampak negatif yang sudah ada, perlu dilakukan penanggulangan serta
pencegahan yang lebih optimal agar dampak negatif ini tidak mengganggu kesehatan
masyarakat.
4.7.3 Ekonomi Masyarakat
Masyarakat sekitar wilayah TPA Suwung sebagian besar bermata pencaharian sebagai
pemulung. Bagi sebagian besar pemulung di TPA sampah Suwung mencari hanya mengambil
sampah non organik yang masih bisa di daur ulang ataupun digunakan untuk dijual, seperti
sampah kertas, plastik, botol, kresek dan kardus yang mereka kumpulkan dan mereka jual ke
pengepul sampah. Sedangkan untuk sampah non organik seperti sisa-sisa makanan dari
restoran yang dibuang di areal TPA sampah Suwung dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat
untuk dijadikan pakan ternak mereka seperti pakan ternak babi dan sapi yang mereka pelihara
di areal TPA sampah Suwung.

Gambar 4.24 Pemulung dan Hewan Ternak di TPA Suwung


Sumber : tribunbali.com
Masyarakat sekitar TPA Suwung merasa kesulitan untuk membuka usaha rumahan
karena kawasan mereka sudah dikenal dengan bau tidak sedap dan ini menyebabkan

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 40


masyarakat susah untuk membuka usaha. Hal ini dapat diatasi dengan kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat sekitar dengan mengadakan proses pengelolaan sampah yang
optimal dan dapat membuka peluang kerja dan ekonomi.

4.8 Manajemen Kualitas Udara


Berdasarkan Undang Undang No 18 Tahun 2008, Peraturan Menteri PU Nomor 3
Tahun 2013, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 21 Tahun 2006, diterangkan bahwa TPA di kota besar dan metropolitan harus
direncanakan sesuai metode lahan urug saniter atau sanitary landfill. Tetapi, masih banyak
TPA yang menggunakan sistem open dumping dalam proses pengelolaan sampah. Open
dumping adalah sistem pembuangan sampah yang dilakukan di tempat terbuka. Sistem open
dumping biasanya menghasilkan pencemar berupa air lindi. Tidak hanya itu, penumpukan
sampah secara terbuka bisa menurunkan kualitas udara dan air tanah di sekitarnya. Polusi
udara ditandai dengan adanya bau tidak sedap dan gas-gas hasil pembusukan yang
dikeluarkan sampah yang menumpuk. Keadaan semakin memburuk ketika musim penghujan
tiba. Bau yang dihasilkan oleh sampah basah tercium hingga ke tempat suci yang berada
dekat dengan TPA. Oleh karena itu, fasilitas khususnya di lahan TPA harus memiliki daya
dukung tinggi sehingga dampak negatif pencemaran bisa berkurang.
Upaya pemerintah daerah untuk mengatasi pencemaran udara adalah dengan
menerapkan konsep green belt di TPA Suwung. Green belt adalah upaya pembatasan lahan
suatu wilayah dengan wilayah lain agar tidak saling mengganggu aktivitas yang sedang
berlangsung. Dalam hal ini, pemerintah daerah sedang melakukan penataan dan penghijauan
kawasan TPA Regional Sarbagita atau TPA Suwung menjadi ecopark atau green belt dengan
bantuan Kementerian PUPR. Rencananya, upaya yang dilakukan berupa merubah gunungan
sampah dan bau menyengat menjadi kawasan hijau dengan udara segar. Luas lahan yang akan
digunakan untuk membangun green belt adalah 22,46 hektar.
4.8.1 Fasilitas Pemeliharaan Kualitas Udara
Upaya pemerintah dalam mengimplementasikan green belt diawali dengan proses
penanaman pohon di sekitar TPA Suwung. Nantinya, pohon-pohon tersebut berfungsi untuk
menyerap dan menetralisir sejumlah pencemaran udara seperti asap karena pembakaran, asap
rokok, asap kendaraan bermotor, dan bau dari tumpukan sampah. Sistem penataan tata guna
lahan akan dimulai di kawasan yang dekat dengan pesisir, agar sampah tidak terlihat dari
jalan tol Bali Mandara. Tumpukan sampah akan ditutup geomembran yang kedap air.
Kemudian, gas metan yang timbul akan dikeluarkan melalui cerobong untuk mencegah
dampak lain seperti ledakan. Penimbunan sampah di TPA juga menimbulkan produksi gas
yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan bencana.
4.8.2 Gas Buangan
Bahaya yang ditimbulkan oleh penumpukan sampah dengan metode open dumping
tidak hanya berupa bau busuk, namun juga berupa produksi gas buangan. Beberapa tahun
silam, musim kemarau berkepanjangan di Kota Denpasar memicu kasus kebakaran di TPA
Suwung. Kebakaran yang terjadi mengakibatkan sedikitnya 2 hektar lahan hangus terbakar
dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Kebakaran yang terjadi juga mengakibatkan
hilangnya sifat kohesifitas sampah. Gas-gas buangan biasanya berasal dari proses yang terjadi
di TPA seperti gasifikasi dan komposting.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 41


4.8.2.1 CO, SOx, NOx, CH4
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa karbon dioksida dan metana dengan
komposisi yang hampir sama selain gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas
tersebut memiliki potensi besar dalam pemanasan global, terutama gas metana. Pemasangan
pipa-pipa ventilasi sangat dibutuhkan untuk mengeluarkan gas dari timbunan sampah. Selain
itu, kualitas dan kondisi tanah penutup juga perlu diperhatikan. Tanah yang memiliki banyak
rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Salah satu upaya
mengolah gas metan adalah dengan cara pembakaran sederhana.
Selain itu, produk hasil gasifikasi seperti gas-gas CO, H2, dan hidrokarbon juga biasa
ditemukan di TPA. Penguraian secara anaerob menghasilkan produk berupa gas metana,
CO2, dan gas-gas lain. Pengukuran gas-gas polutan dan debu dilakukan untuk mengetahui
kondisi kualitas udara di sekitar lokasi TPA.
4.8.2.2 Fasilitas Pengaliran Gas Buangan
Sarana umum yang digunakan untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang
terbentuk akibat penguraian sampah oleh mikroorganisme adalah pipa gas. Kurangnya
fasilitas yang memadai akan menyebabkan akumulasi gas di timbunan sampah yang menjadi
pemicu kebakaran. Pemanfaatan gas yang mengalir dan keluar pipa bisa digunakan sebagai
biogas. Tetapi, apabila belum terdapat fasilitas pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar
dari pipa vent harus dibakar untuk menghindari dampak negatif pencemaran udara berupa
efek rumah kaca. TPA Suwung belum memiliki fasilitas pengaliran gas buangan yang baik.
Hal ini menyebabkan terjadinya kebakaran TPA akibat akumulasi gas metana pada timbunan
sampah saat musim kemarau.
Selain pipa gas, green barrier dapat digunakan untuk mengantisipasi penyebaran bau
dan populasi lalat. Green barrier adalah area pepohonan di sekeliling TPA yang mencapai
tebal 5 meter. Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk dijadikan green barrier adalah
jenis pohon angsana. Langkah pembangunan green barrier telah dilakukan oleh pemerintah
daerah setempat untuk mengurangi bau dan menata ulang TPA Suwung.

4.9 Konservasi Lingkungan


Konservasi lingkungan sangat penting untuk mewujudkan keseimbangan antara
aktivitas manusia dan lingkungan. TPA Suwung menerapkan strategi pendekatan arsitektur
ekologis untuk Pusat Pengelolaan Sampah. Hal tersebut dimaksudkan untuk menanggulangi
permasalahan sampah sehingga mampu memberikan kesehatan, mengurangi pencemaran, dan
menciptakan keselarasan manusia dan lingkungan. Konsep yang diusung dari arsitektur
ekologis adalah pembangunan berwawasan lingkungan yang menghargai pentingnya
keberlangsungan ekosistem alam. Pendekatan melalui konsep ini diharapkan mampu
melindungi, menghargai pentingnya ekosistem di alam dari kerusakan yang lebih parah dan
menciptakan kenyamanan bagi penghuninya.
4.9.1 Varietas Vegetasi dan Fauna
Setiap tempat memiliki ragam vegetasi dan fauna yang berbeda-beda. Kondisi TPA
Suwung yang terletak di dekat pesisir pantai membuat mayoritas vegetasi yang terdapat
adalah pohon bakau yang terletak di area sekitar TPA Suwung. Selain itu, terdapat banyak
semak belukar serta pohon tinggi yang mengelilingi TPA Suwung. Tidak hanya vegetasi,
beberapa fauna seperti burung, kucing, dan anjing juga berkeliaran di sekitar area TPA.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 42


Kebanyakan hewan mencari makan dari tumpukan sampah yang tertimbun di TPA Suwung.
Serangga seperti lalat dan belatung juga ditemukan di tumpukan sampah. Mayoritas hewan
yang dapat ditemukan di TPA Suwung adalah burung kuntul dan sapi. Hewan-hewan tersebut
beraktivitas di atas tumpukan sampah yang ada di TPA Suwung. Belum ada tindak lanjut
lebih dalam terkait keberadaan hewan pada tempat pemrosesan akhir.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 43


BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan
Pada TPA Suwung Denpasar Bali dilakukan pemeriksaan manajemen pengelolaan
lingkungan dan fasilitas pendukungnya menggunakan observasi sehingga diketahui kualitas
serta kesesuaiannya terhadap regulasi dan SNI yang berlaku. Beberapa fasilitas masih belum
beroperasi dengan baik. Dalam hal ini, pihak pemerintah daerah dan masyarakat sekitar harus
bekerjasama mewujudkan lingkungan TPA Suwung yang aman, nyaman, dan bersih.
Keadaan lingkungan di sekeliling TPA Suwung terpantau bersih dan sampah tidak berserakan
di sekitarnya. Beberapa fasilitas seperti sarana pengendalian udara harus ditambah untuk
mengurangi pencemaran udara (bau tidak sedap) yang muncul akibat timbunan sampah
masyarakat. Selain itu, sarana pengendalian gas seperti pipa gas harus dipelihara dengan baik
untuk menghindari terjadinya ledakan akibat akumulasi gas metana. Lingkungan sekitar TPA
Suwung wajib dilakukan pengecekan dalam kurun waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk
melakukan evaluasi lingkungan serta penilaian terhadap kondisi eksisting TPA Suwung.

5.2 Rekomendasi
Adapun rekomendasi dan saran yang tim penyusun audit ini berikan adalah sebagai
berikut:
1. Laporan audit TPA Suwung Denpasar Bali ini merupakan acuan untuk perbaikan
mutu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) ke depan.
2. Laporan ini bukan sebagai penilaian yang menentukan TPA mana yang lebih baik,
namun dapat dijadikan referensi bagi TPA lainnya dalam memperbaiki mutu kedepan
3. Kepada pemerintah dan komisi perlindungan lingkungan agar selalu dan terus
memberikan dukungannya kepada seluruh TPA dan unit terkait lainnya untuk tetap
melaksanakan proses penjaminan mutu terhadap lingkungan.
4. Kepada petugas yang ada di TPA Suwung agar tetap melakukan pengecekan rutin
terhadap kelayakan fasilitas dan alat yang digunakan di TPA demi menjamin kualitas
pengolahan dan pengelolaan sampah di TPA.
5. Kepada pekerja yang ada di TPA Suwung Denpasar Bali agar tetap mendampingi dan
menjaga kondisi serta manajemen pemeliharaan TPA supaya tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
6. Kepada seluruh masyarakat agar terus menjaga kualitas TPA supaya tetap bersih dan
sehat.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 44


LAMPIRAN

Dokumentasi observasi di TPA Suwung, Kota Denpasar

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 45


Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 46
Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 47
DAFTAR PUSTAKA

Arbain, Mardana, N.K., Sudana, I.B. 2020. Pengaruh Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Suwung terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal di Sekitarnya di Kelurahan Pedungan
Kota Denpasar. Ecotrophic, Vol 3(2): 55-60.

Dokumen Cipta Karya Profil Kota Denpasar 2017.

ISO 14001 Environmental management systems - Requirements with guidance for use.

ISO 14004 Environmental management systems - General guidelines on implementation.

ISO 14005 Environmental management systems - Guidelines for a flexible approach to


phased implementation.

ISO 14006 Environmental management systems - Guidelines for incorporating ecodesign.

ISO 14015 Environmental management - Environmental assessment of sites and


organizations (EASO).

ISO 14020 - 14025 Environmental labels and declarations.

ISO/NP 14030 Green bonds -- Environmental performance of nominated projects and assets;
discusses post-production environmental assessment.

ISO 14031 Environmental management - Environmental performance evaluation -


Guidelines.

ISO 14040 - 14049 Environmental management - Life cycle assessment; discusses


pre-production planning and environment goal setting.

ISO 14050 Environmental management - Vocabulary; terms and definitions.

ISO/TR 14062 Environmental management - Integrating environmental aspects into product


design and development.

ISO 14063 Environmental management - Environmental communication - Guidelines and


examples.

ISO 14064 Greenhouse gases; measuring, quantifying, and reducing greenhouse gas
emissions.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 48


Kecamatan Denpasar Selatan dalam Angka 2020.

Kota Denpasar dalam Angka 2021.

Kota Denpasar dalam Infografis 2019.

Muksin, I.K., Parwata, I.G.N.. 2016. Penanganan Sampah di TPA Suwung. Fakultas MIPA
dan Ilmu Pengetahuan Alam: Universitas Udayana.

Partha, C,G,I. 2010. Penggunaan Sampah Organik Sebagai Pembangkit Listrik di TPA
Suwung Denpasar. Teknologi Elektro, Vol. 9(2): 152-58.

Risky, D.P., Artini, N.P.R., Aryasa, I.W.T. 2017. Penelitian Pendahuluan Kualitas Air Tanah
di Banjar Suwung Batan Kendal, Kelurahan Sesetan, Kota Denpasar. Jurnal Ilmiah
Medicamento. Vol.3 No.1. ISSN-e: 2356-4814.

Suyasa, I.P.O.. 2018. Tinjauan Yuridis Pemanfaatan Lahan Desa Suwung Kauh sebagai
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung.

Suriyani, L. 2019. Darurat Pengelolaan Sampah Di Bali, Rentan Sebabkan Konflik Sosial dan
Ekonomi Masyarakat. Diakses tanggal 01 Mei 2021.
https://www.mongabay.co.id/2019/11/12/darurat-pengelolaan-sampah-di-bali-rentan-sebabka
n-konflik-sosial-dan-ekonomi-seperti-apa/.

Tribun Bali. 2016. Potret Bocah-Bocah Bali Hidup Dalam Kepungan Sampah. Diakses
tanggal 01 Mei 2021.
https://www.google.co.id/amp/s/bali.tribunnews.com/amp/2016/05/27/potret-bocah-bocah-su
wung-hidup-dalam-kepungan-sampah.

Wiraatmaja, I.P.P., Suarna, I.W., Sudana, I.B.. 2015. Kajian Operasi Pengangkutan Sampah di
Kecamatan Denpasar Timur. EcoTrophic, Vol 7(1): 79-85.

Audit Lingkungan Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung 49

Anda mungkin juga menyukai