Anda di halaman 1dari 16

SANITARY LANDFILL

Semua daerah harus segera bersiap-siap menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah sistem terbuka (open dumping) pada 2013 sesuai amanat undang-undang

persampahan. Tidak ada alternatif lain kecuali meningkatkan pengelolaan sistemnya. Pilihan

terbaik adalah membangun TPA sanitary landfill. Namun jika pemerintah daerah tidak mampu

membangun TPA sanitary landfill, sistem controlled landfill bisa menjadi pilihan. Hanya saja,

sistem ini bersifat sementara sampai sistem sanitary landfill bisa diwujudkan. Pada sistem

terbuka (open dumping), sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan akhir

tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah. Tak heran bila sistem ini dinilai
sangat mengganggu lingkungan. Sistem controlled landfill merupakan peningkatan dari open

dumping. Untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan, sampah ditimbun

dengan lapisan tanah setiap tujuh hari. Dalam operasionalnya, untuk meningkatkan efisiensi

pemanfaatan lahan dan kestabilan permukan TPA, maka dilakukan juga perataan dan

pemadatan sampah.

Di Indonesia, metode controlled landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan

kecil. Untuk bisa melaksanakan metode ini, diperlukan penyediaan beberapa fasilitas, di

antaranya :

 Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan.

 Saluran pengumpul air lindi (leachate) dan instalasi pengolahannya.

 Pos pengendalian operasional.

 Fasilitas pengendalian gas metan

 Alat berat

Sedangkan sistem sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan

yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan

sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah

dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari.

Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional. Untuk

meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari.

Namun, untuk menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup

mahal. Di Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan

metropolitan. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas,

sama seperti fasilitas dalam sistem controlled landfill. Tentu dengan kebutuhan jumlah dan

spesifikasi yang berbeda. Pemanfaatan sanitary landfill sebagai pemecahan permasalahan


sampah di kota-kota besar tetap menemui kendala jika tidak disertai dengan manajemen yang

tepat. Dengan demikian, penanganan sampah tidak hanya soal bagaimana cara

membuangnya, tetapi juga bagaimana cara mengurangi (reduce), menggunakan ulang

(reuse),dan mendaur ulang (recycle). Hal itu dikatakan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Anton Tri Sugiarto. "Pengurangan, penggunaan ulang, dan daur ulang akan

berhasil jika setiap lapisan masyarakat menyadari sampah masih ada nilainya. Sekarang ini

bisnis limbah banyak sekali memberi keuntungan," kata Kepala Laboratorium Lingkungan di

Pusat Penelitian Kalibrasi Instrumentasi dan Metalurgi (KIM) LIPI ini.

Menurut Anton, penanganan sampah dengan menggunakan sanitary landfill tetap memiliki

buangan berupa berbagai macam bentuk gas serta cairan. Apabila buangan gas dan cairan ini

tidak dikelola dengan baik, sampah tetap akan menjadi masalah. Selain itu,

penggunaansanitary landfill juga harus mempertimbangkan berapa lama sebuah tempat

pembuangan akhir (TPA) itu dapat dipergunakan, serta di mana kemungkinan TPA pengganti.

Menurut data JICA, setiap orang memproduksi sampah sebanyak 2,69 liter per hari. Jika

dikalikan dengan jumlah penduduk 12 juta orang, total sampah yang dihasilkan sekitar 8.070

ton per hari. Dengan demikian, dibutuhkan lokasi sekurangnya seluas 25 hektare.

Sanitary Landfill, Analogi yang nyaris sempurna untuk metode ini ialah kue lapis. Sanfil

yang sudah penuh, artinya semua lahannya sudah diisi sampah sampai batas ketinggian yang

direncanakan, serupa dengan kue lapis dalam satu nampan. Fisik sanfil berlapis-lapis. Lapisan

terbawah kue lapis mirip dengan lapisan terbawah atau lapisan pertama sanfil. Begitu pun

lapisan kedua, serupa dengan lapisan kedua kue lapis. Demikian seterusnya sampai lapisan

terakhir (atas). Dalam praktiknya di lapangan, lapisan pertama sanfil tentu tidak selesai dalam

satu dua hari. Untuk menyelesaikan satu lajur (satu lapis terdiri atas banyak lajur, mirip kue

lapis yang diiris melintang dan membujur) dengan tinggi 2 atau 3 m, dan lebar 3 m, bisa berhari-

hari lamanya. Panjang sel sampah ini bergantung pada volume sampah yang ditangani per hari.

Setiap hari, setelah sampah dipadatkan di sel-selnya memakai alat berat (kompaktor), bagian
atasnya ditutupi tanah liat/lempung yang kedap air. Dengan tebal 15 atau 30 cm, tanah penutup

ini mencegah lalat, nyamuk dan tikus mengacak-acak sel sampah. Setiap sel atau lajur dibuat

dengan kemiringan (slope) maksimum 45 derajat agar bisa dilewati bulldozer dan shovel. Air

hujan yang meresap dan bau busuk pun bisa dikurangi.

Fungsi lain tanah penutup ialah melindungi pekerja dari penyakit akibat bakteri patogen.

Mereka wajib mengenakan alat pengaman seperti sarung tangan, sepatu boot dan pakaian

khusus yang harus rutin dicuci. Kemudian, yang terpenting, panas hasil dekomposisi zat

organik bisa ditahan di dalam sampah dan ikut membasmi larva lalat dan bakteri patogen.

Seterusnya, sel per sel, lajur demi lajur, lapis per lapis diselesaikan dari waktu ke waktu selama

bertahun-tahun. Makin luas lahannya, makin lamalah masa-hidup sanfil tersebut. Pada lapis

terakhir, tebal tanah penutup 50 cm agar sedapat mungkin infiltrasi air hujan tak terjadi. Jika

terjadi juga, lindi yang terbentuk potensial mencemari air tanah dan air permukaan. Kadar

polutannya jauh melebihi air limbah rumah tangga. Secara umum, menurut Flintoff dalam

Management of Solid Wastes in Developing Countries, buku yang dipublikasikan atas prakarsa

organisasi kesehatan dunia, WHO, kisaran angka BOD-nya 6.000 - 7.000 mg/l, atau 20 - 30 kali

BOD air limbah domestik. Dalam sejumlah kasus ada yang mencapai 30.000 mg/l Selain zat

organik, lindi juga kaya nitrogen, klorida, sulfat, dan logam-logam berat.

Aspek Sanitary Landfill minimal ada empat aspek penting yang mesti dikaji dalam pembuatan

sanfil.

Pertama, seleksi lokasi. Atau karena jaraknya jauh, topografi dan kondisi tanahnya tak

mendukung, serta alasan lingkungan setempat yang juga tak mendukung.

Kedua, metode sanfil. Ini berkaitan dengan bentuk lahan. Agar efektivitas pemakaian lahannya

tinggi, maka rencana operasi harus dibuat. Ada tiga metode yang bisa digunakan, yaitu area,

trench, dan depression. Metode area diterapkan apabila lahannya agak landai atau datar dan
tidak bisa dibuatkan parit. Setelah sisinya ditanggul dengan tanah, barulah sampah dipadatkan

sampai selesai lajur per lajur. Metode trench (parit) dibuat di lahan yang muka air tanahnya

cukup dalam dan tersedia tanah penutup. Lebih disukai kalau ada bukit yang tanahnya bisa

dipangkas untuk tanah penutup. Parit dibuat dengan menggali sampai tanah kedap air.

Selanjutnya, apabila lokasi sanfil berupa cekungan, legok atau jurang, metode depression atau

lembah baik dipakai. Sampah diratakan, dipadatkan lalu ditutupi tanah liat. Sekian puluh tahun

kemudian, lembah itu berubah menjadi lahan yang bisa dihuni atau untuk fasilitas lainnya

seperti taman dan sabuk hijau.

Ketiga, produksi gas dan lindi. Kecuali gas yang dominan, yaitu 60% metana (CH4) dan 35%

karbondioksida, ada juga gas lain, yaitu H2S yang berbau busuk seperti di kawah

Tangkubanparahu, amoniak (NH3), karbonmonoksida (CO) dll. Gas CO2 bisa melarutkan

formasi batu kapur di tanah; metana, gas yang nyalanya seperti spiritus ini, bisa meledak jika

terkonsentrasi. Adapun lindi berasal dari internal hasil dekomposisi dan eksternal dari hujan, air

tanah, dan limpahan drainase. Inilah masalah ikutan dari penanganan sampah. Sampah

selesai, muncullah air sampah yang tak kalah menimbulkan masalah lingkungan.

Keempat, aliran gas dan lindi. Gas bisa dibiarkan lepas ke udara atau ditampung untuk

dimanfaatkan energinya. Biogas ini, kalau dieksploitasi dengan hati-hati dan tepat teknologinya,

lumayan untuk menerangi kawasan kantor sanfil. Lindi mengalir ke bawah dan terkumpul di

dasar sanfil. Bisa dibiarkan di dalam sanfil atau diolah di instalasi pengolahan air limbah

sebelum dibuang.

Demikianlah, “kue lapis” sanfil bisa lebih bersahabat ketimbang open dump. Empat aspek di

atas, pencarian, pemilahan, pemilihan, penetapan, dan operasi-rawat sanfil bisa meminimalkan

risikonya. Namun, dalam tataran desain, masih ada parameter lain yang mesti dievaluasi agar

diperoleh hasil yang memuaskan dari sisi teknologi dan investasi.

Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru

untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill.


Sebenarnya, sistem ini merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat

Pembuangan Akhir Sampah yaitu Sanitary Landfill. Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl.

–Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah

sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply

Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air

rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah. Sistem ini mampu mengontrol emisi gas

metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL

juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit

penyakit. Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah

tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut ground liner. Usai

tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik

berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah

satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang

berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan

mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya

memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini

dikeringkan. Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini

kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya

gas metan akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen. Geo membran

ini juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya akan dipastikan

dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah. Sementara hasil pembusukan

samapah dalam bentuk kompos bisa dijual. Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan

untuk memanaskan air hujan yang sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut

sampah. Henky yakin jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali habis

mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau.


Sumber lain juga mengatakan bahwa di Sanitary Landfill tersebut juga dipasang pipa

gas untuk mengalirkan gas hasil aktifitas penguraian sampah. Ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam sanitary landfill, yaitu :

Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.

Memerlukan lahan yang luas

Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak lingkungan.

Aspek sosial harus mendapat perhatian.

Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan asap.

Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat beracun)

Memerlukan pemantauan yang terus menerus.

PEMBAHASAN

Dari hasil telaah yang saya temukan tentang sanitary landfill hampir sama dengan

materi kuliah PTPSP-A tentang sanitary landfill yang diberikan di kampus, misalnya tentang

metode sanitary landfill. Metode sanitary landfill yang saya dapatkan yaitu:

1. Metode galian parit (trench method)

Sampah dibuang pada galian parit yang memanjang. Hasil galian digunakan untuk menutup

sampah yang ditimbun dan tanah penutup dipadatkan, kemudian diratakan kembali. Setelah

parit terisi penuh, dibuat parit baru desebelah parit yang terdahulu.

2. Metode area

Sampah dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, lereng bukit kemudian

ditutup dengan tanah yang diperoleh dari tempat tersebut.

3. Metode ramp
Merupakan gabungan dari kedua metode diatas, prinsipnya lapisan tanah dilakukan setiap hari

setebal 15cm diatas tumpukan sampah.

Setelah lokasi sanitary landfill stabil maka tempat ini dapat dimanfaatkan kembali

sebagai sarana jalur hijau (pertamanan), lapangan olah raga, tempat rekreasi, tempat parkir, dll.

Selain itu dijelaskan bahwa harus ada minimal ada empat aspek penting yang mesti dikaji

dalam pembuatan sanitary landfill yaitu seleksi lokasi, metode sanfil, produksi gas dan lindi,

aliran gas dan lindi .

Selain itu Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan

sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary

Landfill. Sistem ini merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat

Pembuangan Akhir Sampah yaitu Sanitary Landfill. Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah

sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode

Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. Caranya pun hampir sama tapi bedanya hanya

Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik

berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah

satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang

berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan

mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya

memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Serta ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam sanitary landfill.

MAKALAH PENGELOLAAN SAMPAH SANITARY LANDFILL DAN PENGELOLAAN B3


DENGAN BIOTEKNOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN
Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan
menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian
menutupnya dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan polusi udara.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di sanalah berbagai jenis
limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari
berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki
kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri
dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas
tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi
kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

BAB II

ISI

1. Sanitary Landfill

a. Definisi Sanitary Landfill

Sistem sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang

disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan pemadatan sampah

pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel sampah dengan

tanah penutup juga dilakukan setiap hari. Metode ini merupakan metode standar yang dipakai

secara internasional. Untuk meminimalkan potensi gangguan timbul, maka penutupan sampah

dilakukan setiap hari. Namun, untuk menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan

sarana yang cukup mahal. Di Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan untuk diterapkan

di kota besar dan metropolitan.

Secara umum Sanitary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut :


1) Lining System

Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam tanah yang

akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat dari compacted clay,

geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite.

2) Leachate Collection System

Dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan memompa ke

luar sebelum leachate menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam

tanah. Leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut Leachate Extraction System.

3) Cover atau cap system

Berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk kedalam landfill. Dengan

berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.

4) Gas ventilation System

Berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam dengan demikian

mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat

menimbulkan peledakan.

5) Monitoring system

Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau

bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar.

Salah satu masalah terbesar dengan sanitary landfill adalah bahaya lingkungan. Sebagai

bahan dalam lapisan sampah dipadatkan memecah, mereka menghasilkan gas, termasuk

metana yang mudah terbakar. Namun gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary

landfill dapat dimanfaatkan untuk sumber listrik yang dapat dialirkan kerumah-rumah penduduk.

Tempat pembuangan sampah juga menghasilkan lindi, lindi adalah cairan yang dihasilkan

sebagai akibat dari perkolasi air atau cairan lain melalui sampah, dan kompresi dari limbah.

Lindi dianggap cairan terkontaminasi, karena banyak mengandung bahan terlarut dan

tersuspensi. Lindi merupakan bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan alam jika mereka
berakhir di meja air. Namun air sampah atau air lindi mempunyai manfaat yaitu dapat diolah

menjadi pupuk cair. Manajemen yang baik teknik yang dapat membatasi dampak negatif dari

lindi pada tanah dan air permukaan termasuk kontrol produksi lindi dan debit dari TPA, dan

koleksi air lindi dengan perlakuan final dan / atau pembuangan.

b. Metode yang digunakan dalam Sanitary Landfill:

1) Metode parit

2) Metode area

3) Metode ramp

c. Keuntungan dan Kerugian Sanitary Landfill

1) Keuntungan

a) Biaya usaha dan investasi usaha rendah.

b) Dapat memasuki operasi dalam waktu singkat.

c) Jika dirancang dan dioperasikan dengan baik dan dapat memperkecil hama, acsthetic,

penyakit, polusi udara, permasalahan polusi air.

d) Gas metan dapat digunakan sebagai bahan bakar.

e) Dapat menerima berbagai macam sampah.

f) Dapat digunakan untuk reklamasi meningkatkan submarginal daratan.

2) Kerugian

a) Dapat merosot menjadi tempat sampah terbuka jika tidak dirancang dan diatur dengan baik.

b) Memerlukan lokasi yang sangat luas.

c) Sulit menentukan lokasi oleh karena penolakan penduduk dan harga tanah yang naik

d) Menyebabkan polusi air, produksi metana dari dekomposisi limbah, dapat menimbulkan

bahaya kebakaran atau resiko ledakan material.

e) Membawa limbah/sampah ke lokasi yang jauh memerlukan biaya mahal.

2. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan

yang mengandung B3. Sedangkan sesuai definisi pada Undang Undang 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan Bahan Berbahaya

dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi

dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan,

merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Yang termasuk limbah B3 antara

lain adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak,

sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan

pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih

karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan

infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk

limbah B3

Identifikasi Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) berdasarkan jenis, sumber dan

karakteristiknya

Jenis limbah B3 menurut jenisnya meliputi :

Limbah B3 Jenis Padatan

Limbah B3 Jenis Cairan

Limbah B3 Jenis Gas

Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :

Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

Limbah B3 dari sumber spesifik;

Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk

yang tidak memenuhi spesifikasi.

Karakteristik limbah B3
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 °C, 760

mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas

dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat

sebagai berikut :

Limbah yang berupa cairan yang mengandung a1kohol kurang dari 24% volume dan/atau pada

titik nyala tidak lebih dari60 °c (140 OF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api,

percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.

Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 C, 760

mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau

perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang

terus menerus.

Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar .

Merupakan limbah pengoksidasi.

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi

manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila

masuk ke dalam tubuh melalui pemafasan, kulit atau mulut. Penentuan sifat racun untuk

identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mu tu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic

Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah. Apabila limbah

mengandung salah satu pencemar yang terdapat, dengan konsentrasi sama atau lebih besar

dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai

ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji

toksikologi.

Limbah yang menyebabkan infeksi. Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan

dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang

terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular .Limbah ini berbahaya karena mengandung
kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan

masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah

Limbah bersifat korosif adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :

Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.

Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih

besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 °C.

Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar

dari 12.5 untuk yang bersifat basa.

Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat

sebagai berikut :

Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa

peledakan.

Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air

Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan

gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan

lingkungan.

Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat

menghasi1kan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan

manusia dan lingkungan.

Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760

mmHg).

Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah

organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

Kegiatan Pengelolaan limbah B3


Kegiatan Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup

reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan pengolahan serta

penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa

pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu :

Reduksi limbah B3 : Suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan

mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan

Penyimpanan limbah B3 : kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil

dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3

dengan maksud menyimpan sementara

Pengumpulan limbah B3 : kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3

dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau

pengolah dan/atau penimbun limbah B3

Pengangkutan limbah B3 : kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari

pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/ atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke

pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3

Pemanfaatan limbah B3 : kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan

kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3

menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan

kesehatan manusia

Pengolahan limbah B3 : proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3

untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau sifat racun

Penimbunan limbah B3 : kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas

penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup

Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas. maka mata rantai siklus

perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh
pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan

limbah B3 dikendalikan dengan system manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan system

manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan

ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan

lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai