Anda di halaman 1dari 27

6

Strategi Pengendalian dan Sistem Monitoring Terpadu


Pencemaran Udara di Perkotaan
*) Arpan Tombili
Strategi pemantauan dan pengendalian pencemaran udara di perkotaan
sangat ditentukan oleh karakteristik sumber dan pencemar di udara (lihat Bab. 2
dan 3), kondisi kualitas udara perkotaan, dan regulasi dan program terkait
pencemaran udara perkotaan (lihat Bab. 7). Dalam Bab ini akan dibahas mengenai
gambaran kualitas udara perkotaan, sistem pemantauan kualitas udara perkotaan,
dan strategi pengendalian pencemaran udara perkotaan. Pencemaran udara udara
di suatu wilayah erat kaitannya dengan aktifitas manusia di wilayah tersebut
maupun wilayah sekitarnya. Manusia melakukan berbagai kegiatan untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan primer, sekunder
hingga tersier. Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan akan makanan,
mereka mengembangkan pertanian, membuat pabrik pengolah hasil pertanian,
memasarkan hasil pertanian, dan lain-lain. Setiap aktivitas manusia pada dasarnya
adalah sebuah proses pengubahan zat atau energi dari satu bentuk ke bentuk
lainnya. Setiap proses tersebut tidak dapat sepenuhnya mampu diubah, melainkan
selalu ada sisa yang kemudian menjadi sampah atau limbah yang masuk atau
dimasukkan ke lingkungan sehingga dapat menurunkan kualitas tatanan
lingkungan. T. J. McLoughin mendefinisikan pencemaran lingkungan adalah
suatu pemaparan bahan buangan atau energi yang berlebihan ke lingkungan oleh
manusia, baik langsung maupun tidak langsung, mengakibatkan kerugian bagi
manusia dan lingkungannya sendiri, rumah tangganya, semua yang bekerja
dengannya, dan terhadap siapa ia menjalin hubungan langsungnya (Suyono, 2013
: 5).

Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan


troposfer yang berada di dalam

wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang

dibutuhkan dan mempengaruhinya kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur


lingkungan hidup lainnya (PP No. 41 Tahun 1999). Udara terdiri atas beberapa
unsur dengan susunan atau komposisi tertentu. Unsur-unsur tersebut diantaranya
adalah nitrogen (N), oksigen, hidrogen, karbon dioksida, dan lain-lain. Jika ke
dalam udara tersebut masuk atau dimasukkan zat asing yang berbeda dengan
penyusun udara baik jenis maupun komposisinya, maka dikatakan bahwa udara
tersebut telah tercemar. Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya
bahan-bahan atau zat-zat asing ke udara yang menyebabkan perubahan susunan
(komposisi) udara dari keadaan normalnya. Zat-zat asing tersebut mengubah
komposisi udara dari keadaan normalnya dan jika berlangsung lama akan
mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya yang membutuhkan
dan menggunakan udara dalam aktifitas kehidupannya. Terdapat banyak bahanbahan atau zat-zat yang mencemari udara, namun yang paling banyak
berpengaruh dalam pencemaran udara adalah karbon monoksida, nitrogen oksida,
sulfur oksida, hidro karbon, partikel dan lain-lain, yang secara bersamaan maupun
sendiri-sendiri memiliki potensi bahaya bagi lingkungan dan kesehatan
masyarakat. Bahan-bahan atau zat-zat asing tersebut bersumber dari aktifitas
alamiah maupun dari aktifitas manusia itu sendiri, seperti letusan gunung berapi,
pembakaran bahan bakar fosil, aktifitas transportasi dan industri, dan lain-lain.
Pencemaran

udara

khususnya

di

perkotaan

saat

ini

semakin

memprihatinkan, seiring dengan bencana alam yang semakin sering terjadi serta
meningkatnya aktifitas manusia dari sektor transportasi, industri, perkantoran, dan
perumahan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pencemaran udara.
Udara yang tercemar dapat menyebabkan gangguan kesehatan, terutama gangguan
pada organ paru-paru, pembuluh darah, dan iritasi mata dan kulit. Hampir tidak
ada kota di dunia ini yang dapat menghindar dari pencemaran udara. Bahkan kotakota yang dulu terkenal dengan udaranya yang bersih misalnya Buenos Aires,
Denver, dan Madrid saat ini telah mengalami pencemaran. Mengingat besarnya
dampak pencemaran udara ini terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, maka

masalah penanggulangan terjadinya pencemaran udara harus menjadi perhatian


yang serius, khususnya untuk kota-kota besar yang menjadi pusat kegiatan
transportasi, industri dan perdagangan.

6.1 Kualitas Udara Perkotaan


Populasi penduduk di perkotaan dari hari ke hari semakin
bertambah, selain karena faktor kelahiran dan kematian, peningkatan ini juga
disebabkan adanya migrasi penduduk karena perkotaan merupakan pusat dari
segala aktifitas sosial, budaya, perindustrian, perdagangan, dan lain-lain.
Tingginya aktifitas di perkotaan menyebabkan wilayah perkotaan rentan bagi
kerusakan lingkungan akibat pencemaran yang bersumber dari aktifitas
manusia. Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan
sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan, disamping sektor
industri dan pemukiman. Konsekuensi dari pertambahan penduduk sudah
tentu akan berpengaruh pemenuhan kebutuhan hidup seperti pangan, sandang
dan papan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga internasional
lainnya telah lama mengidentifikasi pencemaran udara perkotaan sebagai
masalah kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang penting.
Banyak negara berkembang di dunia misalnya China, Indonesia, dan
Meksiko, menempatkan pencemaran udara ke dalam daftar isu prioritas yang
harus ditangani.
Dampak dari pencemaran udara tidak hanya dalam hal penyakit
dan kematian, tetapi juga dalam hal produktivitas yang hilang dan kehilangan
kesempatan dalam pembangunan sumber daya manusia. Pencemaran udara
dapat mempercepat kerusakan bangunan dan infrastruktur lainnya. Selain
berdampak lokal, pencemaran udara perkotaan juga memiliki dampak
regional dan global. Emisi perkotaan merupakan kontributor utama terhadap
masalah penipisan lapisan ozon, pemanasan global dan perubahan iklim
(melalui emisi gas rumah kaca). Data WHO (2014) tentang tingkat
pencemaran kota-kota besar di dunia dengan menggunakan data PM10,
kawasan Asia Tenggara merupakan penyumbang buruknya udara perkotaan

di dunia. Buruknya udara perkotaan sudah barang tentu akan berakibat pada
menurunnya kualitas hidup bagi penduduk. WHO memperkirakan bahwa
sekitar 80% kematian penyakit jantung iskemik dan stroke, 14% kematian
penyakit paru obstruktif kronik atau infeksi saluran pernapasan bawah akut,
dan 6% dari kematian kanker paru-paru terkait dengan pencemaran udara
ambien.
Paparan Partikulat (PM10) Tahun 2008-2013

Sumber : WHO, 2014

Kematian Akibat Pencemaran Udara Ambien Tahun 2012


Berdasarkan Jenis penyakit

Sumber : WHO, 2014


*) ALRI: infeksi saluran pernapasan bawah akut; PPOK: Penyakit paru obstruktif
kronis; IHD: penyakit jantung iskemik.

Kondisi kualitas udara ambien di area perkotaan di berbagai negara


berbeda untuk tiap kota, tergantung pada aktifitas yang dominan di wilayah
perkotaan tersebut yang menjadi sumber pencemaran. Sulfur oksida (SO2)
dan partikulat (PM) yang bersumber dari pemanasan ruangan dan incenerator
menjadi masalah di New York, AS (Harris, D. N., Huffman, J. R., Weiland, J.
H., 2012), NO2 yang umumnya bersumber dari kendaraan bermotor menjadi
masalah di Montreal, Quebec, Kanada (Levy, I., et.al., 2014), sedangkan di
kota Ulsan, Korea, sulfur oksida (SO2) dan partikulat (PM10) yang bersumber
aktifitas masih menjadi masalah (Lee, H. D., et.al., 2014). Rilis terbaru terkait
peringkat pencemaran udara ambien perkotaan dengan menggunakan
parameter PM10 g/m3 masih didominasi oleh kota-kota di negara asia dan
afrika. Kondisi pencemaran udara perkotaan ini berbanding lurus dengan
posisi negara asia dan afrika sebagai negara padat penduduk yang sedang
membangun.
6.1.1 Kualitas Udara Perkotaan di Kawasan Asia
Kota-kota di Asia mengalami pertumbuhan kota yang pesat,
sementara pertumbuhan penduduk perkotaan diperkirakan akan terus
berlanjut dengan meningkatnya konsentrasi penduduk di daerah
perkotaan seiring dengan tingginya laju urbanisasi. Di Asia, tingkat
urbanisasi diperkirakan akan meningkat dari 45% pada 2011 menjadi
64,4% pada tahun 2050, dimana sekitar 1,4 miliar orang akan tinggal di
wilayah perkotaan. Kota-kota di Asia semakin giat mendorong
pertumbuhan ekonominya. Tingkat pertumbuhan ekonomi di sebagian
besar negara-negara Asia selama dua dekade terakhir rata-rata jauh
lebih tinggi daripada rata-rata dunia. Pertumbuhan ekonomi tersebut
diantaranya dialami oleh China dan India serta beberapa negara atau di
Asia Tenggara, Asia Timur dan Asia Selatan. Tren pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan laju urbanisasi ini memiliki tantangan dan
peluang. Masalah lingkungan seperti pengelolaan sumber daya alam,

pembuangan limbah dan pencemaran udara harus ditangani dengan


tepat.
Trend Laju Urbanisasi menurut Wilayah Regional

Sumber : OECD, 2014

PDB Per Kapita Beberapa Negara di Dunia (1993-2012)

Sumber : World Bank, 2014 dalam OECD, 2014

Polutan di udara perkotaan dapat dibagi menjadi dua kelompok,


yakni polutan udara umum/biasa (Major Air Pollutant / MAP) seperti
NO2, SO2, CO, PM, O3 dan timah, dan polutan berbahaya (Hazardous
Air Pollutant / HAP) seperti gas hidrokarbon (misalnya benzena,
6

toluena dan xilena,) dan polutan organik beracun lainnya seperti


Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), dan Polychlorinated
Biphenyl (PCB). Pembakaran bahan bakar merupakan sumber utama
pencemaran udara kota-kota di Asia yang cenderung meningkat dengan
ukuran populasi dan kegiatan ekonomi. Jenis bahan bakar umumnya
batubara dan biomassa sebagai bahan bakar padat, bensin/solar dan
minyak tanah sebagai bahan bakar cair, bahan bakar gas cair (LPG) dan
gas alam. Pembakaran bahan bakar berkualitas rendah dalam perangkat
pembakaran yang tidak efisien dengan pengendalian gas buang terbatas
merupakan penyebab utama pencemaran udara di banyak kota di Asia.
Penggunaan pada bahan bakar murah untuk memenuhi pesatnya
pertumbuhan permintaan energi, mengakibatkan peningkatan yang
signifikan dalam emisi pencemaran udara seperti sulfur oksida (SOx),
partikulat (PM) dan nitrogen oksida (NOx). Sumber utama pencemaran
udara ini dari sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik.
Sumber lain yang juga penting adalah pemanasan perumahan dan
kegiatan memasak yang menghasilkan emisi karbon monoksida (CO),
hidrokarbon (HCS), dan sulfur oksida (SOx).
Keberadaan asap dari kebakaran hutan di Indonesia tersebar
melawan di seluruh wilayah menyebabkan visibilitas rendah di Kuala
Lumpur, Singapura, dan kota-kota lain di Asia Tenggara, juga menjadi
isu lintas batas Negara yang terkait dengan pencemaran udara yang
banyak mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Kualitas udara
ambien beberapa di Asia cukup bervariasi. Konsentrasi rata-rata PM10
di beberapa kota di Asia masih jauh melebihi standar WHO (20 g/m3).
Selain itu, pertambahan jumalah kendaraan bermotor sebagai akibat
dari tingginya mobilitas penduduk perkotaan, yang tidak sebanding
dengan peningkatan infrastruktur transportasi (seperti lebar dan panjang
jalan, jalur bebas hambatan, dan lain-lain), berimplikasi pada
kemacetan di beberapa titik sehingga menambah banyak polutan di
udara ambien.
7

Rata-rata Tahunan Kualitas Udara Ambien (1993-2008)


Beberapa Negara Kawasan Asia

Sumber : CAI-Asia, 2010

Clean Air Scorecard (Penilaian Kualitas Udara)


di 7 Kota Kawasan Asia

Sumber : CAI-Asia, 2010

6.1.2 Kualitas Udara Perkotaan di Indonesia


Memahami permasalahan pencemaran udara suatu Negara perlu
mengetahui kondisi geografi, iklim, aktifitas masyarakat (urbanisasi,
industri dan ekonomi, energi, dan transportasi), sumber, status, dan

dampak pencemaran udara. Peningkatan aktifitas pembangunan kotakota di Indonesia berimplikasi pada peningkatan penggunaan kendaraan
bermotor dan konsumsi energi perkotaan, jika tidak dikendalikan, akan
memperparah pencemaran udara, kemacetan, dan dampak perubahan
iklim yang menimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan
ekonomi bagi negara. Indonesia juga memegang peranan penting dalam
upaya menekan laju emisi gas rumah kaca, dengan potensi hutan tropis
yang dimilikinya, yang semakin hari malah semakin tergerus dengan
tingginya laju deforestrasi. Laporan Statistik Kehutanan (2012)
menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan hutan seluas 0.48 juta hektar
pertahun pada periode 2009-2010. Angka ini lebih kecil dibandingkan
dengan laju deforestasi pada periode 2000-2006 yang mencapai 1.17
juta hektar pertahun. Hal ini yang menjadikan Indonesia dikenal sebagai
salah satu pengemisi terbesar dari sektor kehutanan dan lahan gambut
(UNDP Indonesia, 2013).
Dalam hal penggunaan energi, Indonesia menempati peringkat
kesebelas di antara Negara-negara penghasil gas alam utama di dunia
pada tahun 2006 dan peringkat ke dua puluh satu diantara Negaranegara penghasil minyak mentah pada tahun 2007. Sektor industri
merupakan pengguna energi terbesar (44,8%) diikuti oleh sektor
transportasi (31,1%), rumah tangga (15,2%), komersial (4,6%), dan
sektor lainnya (4,3%) pada tahun 2007. Potensi sumber pencemaran
udara berbeda untuk masing-masing provinsi atau kota. Hampir tidak
ada kota di Indonesia telah melakukan inventarisasi emisi sumber
pencemaran udara. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, diperoleh
beberapa kesimpulan terkait kualitas udara perkotaan di Indonesia : (a)
transportasi merupakan sumber utama hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), dan oksida nitrogen (NO), (b) industri merupakan
sumber utama sulfur dioksida (SO2), dan (c) transportasi, pembakaran
sampah memberikan kontribusi yang cukup besar untuk partikulat (PM)
(CAI-Asia, 2010)

Kendaraan bermotor adalah sumber utama pencemar utama CO,


sedangkan sumber utama pencemar NO2 dapat berasal dari kendaraan
bermotor maupun industri. Dengan mengunakan kedua parameter
tersut, maka berdasarkan hasil evaluasi kualitas udara perkotaan di
Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI (2012) dengan
menggunakan parameter CO dan NO2 berdasarkan Baku Mutu Udara
Ambien Nasional dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara, menunjukkan bahwa di umumnya kualitas udara
perkotaan masih baik, namun beberapa kota telah terjadi pencemaran
udara ambien, seperti di Samarinda, Gorontalo dan Banda Aceh. Dari
hasil uji emisi kendaraan yang dilakukan di beberapa kota besar di
Indonesia, menunjukkan bahwa persentase kelulusan uji emisi
kendaraan bermotor pada kisaran 54% hingga 79%. Mengingat semakin
tingginya laju pertumbuhan transportasi dan industri di perkotaan,
sehingga masalah pencemaran udara perlu mendapat perhatian serius.
Konsentrasi Rata-rata CO
Beberapa Kota di Indonesia (g/m3)

Sumber : Kementerian LH RI, 2013

10

Konsentrasi Rata-rata NO2


Beberapa Kota di Indonesia (g/m3)

Sumber : Kementerian LH RI, 2013

Tingkat Kelulusan Uji Emisi Kendaraan Bermotor


Beberapa Kota Besar di Indonesia (g/m3)

Sumber : Kementerian LH RI, 2013

6.2 Sistem Monitoring Pencemaran Udara Perkotaan


Sebelum melakukan tindakan pengendalian pencemaran udara
khususnya di wilayah perkotaan, maka perlu menyediakan data yang akurat
mengenai kondisi udara ambien, konsentrasi polutan di udara atau yang lebih
dikenal kualitas udara ambien. Hal ini dilakukan dengan memperkirakan
jumlah dan jenis polutan di udara ambien, dan mengukur polutan pada
sumber tertentu, atau yang disebut monitoring (pemantauan) kualitas udara
ambien. Kualitas udara adalah fenomena lingkungan yang dinamis dan

11

kompleks, yang menunjukkan variasi temporal dan spasial. Variasi temporal


dan spasial polusi udara merupakan esensi dari kualitas udara, meliputi (a)
perubahan pada sumber pencemar (b) tingkat emisi, dan (c) perubahan
meteorologi dan topografi. Pemantauan kualitas udara ambien adalah
serangkaian kegiatan penilaian jangka panjang yang sistematis terkait tingkat
polutan dengan mengukur jumlah dan jenis polutan tertentu di udara luar
ruangan. Sedangkan Pengukuran Emisi adalah proses pemantauan partikulat
dan emisi gas dari sumber tertentu.
Monitoring (pemantauan) kualitas udara dilakukan untuk menilai
sejauh mana kondisi kualitas udara telah sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan, mengevaluasi pilihan pengendalian, dan menyediakan data untuk
pemodelan kualitas udara. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk
mengukur keberadaan polutan tertentu. Dalam melakukan pemantauan
kualitas udara, pilihan strategi monitoring harus diperhitungkan dengan
menentukan metodologi yang paling tepat, mempertimbangkan biaya
operasional, keandalan sistem, dan kemudahan pengoperasian. Selain itu,
penentuan lokasi untuk stasiun pemantauan tergantung pada tujuan
pemantauan. Sebagian besar jaringan pemantauan kualitas udara dirancang
dengan untuk kesehatan manusia, dan oleh karena itu stasiun pemantauan
didirikan di pusat-pusat populasi. Pemerintah (lokal, regional atau nasional)
memberikan pedoman khusus untuk memantau kualitas udara di wilayahnya.
Umumnya lokasi yang menjadi stasiun pemantauan adalah di samping jalan
yang sibuk (titik kemacetan), di pusat kota, ataupun di tempat-tempat umum
(misalnya, sekolah, rumah sakit, tempat rekreasi, dan lain-lain).
Selain untuk menentukan kesesuaian antara kualitas udara dengan
stangar dalam regulasi, pemantauan kualitas udara juga dapat digunakan
untuk melihat beberapa hal diantaranya : (1) sebagai dokumen kepatuhan
suatu fasilitas/sumber terhadap regulasi, (2) menetapkan kadar polutan
sebagai dasar pengendalian, (3) pengembangan kebijakan pengendalian, (4)
menyediakan data jangka pendek untuk rencana pengendalian sesaat, (5)
memberikan data untuk studi epidemiologi yang melihat hubungan antara

12

kadar polutan dengan efek kesehatan dan kesejahteraan populasi terpapar, (6)
menentukan Indeks Kualitas Udara, (7) mengkonfirmasi validasi pemodelan
polusi udara, dan (8) menilai tren polutan di udara.
Pengukuran pencemaran udara ambien dan pengukuran emisi
merupakan bagian penting dalam memperoleh data yang dibutuhkan untuk
melaksanakan program pengendalian pencemaran udara. Proses pemantauan
partikulat dan emisi gas dari sumber stasioner sering disebut sebagai sumber
sampling atau sumber pengujian. Setelah data dikumpulkan dari hasil
monitoring, kemudian disimpan dalam sistem manajemen data sebagai
database. Selanjutnya, data harus dianalisis untuk melihat apakah kondisi
kadar polutan udara telah sesuai dengan standar dalam regulasi yang telah
ditetapkan. Perlu pula melihat akurasi model pemantauan yang digunakan dan
dampak terhadap kesehatan. Di AS data ini dikumpulkan dan disimpan
sebagai database Air Quality Subsystem (AQS). AQS berisi data pencemaran
udara ambien yang dikumpulkan oleh EPA, pemerintah negara bagian,
pemerintah lokal, dan lembaga pengendalian pencemaran udara dari ribuan
stasiun pemantauan. AQS juga berisi data meteorologi, informasi deskriptif
tentang masing-masing stasiun pemantauan (termasuk lokasi geografis dan
operatornya), serta data dan informasi terkait quality assurance / quality
control (US EPA, 2014).
Di Indonesia, pemantauan kualita udara perkotaan dilakukan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup RI melalui Asisten Deputi Urusan
Pengendalian Pencemaran Udara (ASDEP PPU) Sumber Bergerak, Deputi
Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan
melaksanakan kegiatan Evaluasi Udara Perkotaan (EKUP). Beberapa kota di
Indonesia telah dilakukan pemantauan kualitas udara ambien dengan
menggunakan sistem jaringan (AQMS). Stasiun pemantauan kualitas udara
tersebar di beberapa kota besar di Indonesia, diantaranya berlokasi di Jakarta
(5), Medan (4), Bandung (5), Surabaya (5), Semarang (3), Pekanbaru (3),
Palangkaraya (3), Denpasar (3), Jambi (1) dan Pontianak (1). Parameter yang
dinilai adalah CO, SO2, NOx, O3, dan PM10. Hasil pemantauan kualitas udara

13

dari masing-masing stasiun dikirim secara elektronik ke Pusat Pemantauan


Kualitas Udara Regional untuk dilakukan verifikasi data, back up data, dan
pelaporan data. Dari Pusat Pemantauan Regional, data dikirim melalui ke
Pusat Pemantauan Utama di Kementerian Lingkungan Hidup. Pada awalnya
(2001-2003), semua stasiun masih beroperasi dengan baik, tapi setelah
beberapa tahun, beberapa stasiun mengalami gangguan karena masalah
pemeliharaan dan/atau melebihi masa pakainya. Data pemantauan kualitas
udara yang dikumpulkan dan dianalisis oleh Kementerian Lingkungan Hidup
RI (KLH RI) untuk melihat tren pencemaran udara di suatu wilayah
perkotaan.
Lokasi Stasiun Pemantauan Kualitas Udara
Beberapa Kota di Indonesia

Sumber : Kementerian LH RI, 2009 dalam CAI-Asia. 2010

6.2.1 Standar Kualitas Udara Ambien


Pemantauan dan penilaian kualitas udara ambien dilakukan
dengan mengukur kualitas udara di suatu wilayah dan membandingkan
hasil pengukuran tersebut dengan standar (baku mutu) yang ada.
14

Sebagian besar Negara-negara Asia mengadopsi stanandar darui WHO,


US EPA dan EU NAAQS dalam membuat regulasi tentang standar
kualitas udara ambien. Penentuan parameter standar disesuaikan dengan
karakteristik pencemaran di masing-masing Negara. Di Indonesia,
standar kualitas udara ambien telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang
memuat Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Selengkapnya
tentang regulasi/peraturan terkait pencemaran udara ambien, dapat
dilihat pada Bab. 7.
Rangkuman Standar Kualitas Udara Ambien
di Beberapa Negara Asia (g/m3)

Sumber : CAI-Asia, 2010


*) Ozon (O3), konversi ppb ke g/m3: 1.962
Sulfur dioksida (SO2), konversi ppb ke g/m3: 2.616
Karbon monoksida (CO), konversi ppb ke g/m3: 1.145
Nitrogen dioksida (NO2), konversi ppb ke g/m3: 1.880

15

Di Indonesia, berbagai peraturan yang mengatur tentang standar


pencemaran udara telah dibuat, baik dalam bentuk Peraturan
Pemerintah, Keputusan/Peraturan Menteri, hingga Peraturan Daerah,
selengkapnya tentang berbagai peraturan tersebut dapat dilihat di Bab.
7. Informasi yang dipakai untuk mengindikasikan kondisi kualitas udara
ambien salah satunya adalah Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
ISPU

adalah

angka

yang

tidak

mempunyai

satuan

yang

menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu


tertentu yang didasarkan kapada dampak terhadap kesehatan manusia,
nilai estetika dan mahluk hidup lainnya. Parameter yang dipakai untuk
menghitung ISPU adalah seperti yang termuat didalam: Kep45/MENLH/10/1997

dan

Kep-107/KABAPEDAL/11/1997

yaitu:

Partikulat Matter ukuran 10 mikron (PM10), Karbon Monoksida (CO),


Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon (O3).
Selain 5 (lima) parameter kunci kunci tersebut, ISPU juga biasanya
mampu mengukur 11 (sebelas) parameter pendukung dan meteorologi,
antara lain : NO, NOx, kecepatan angin (FF), kecepatan hembusan
angin (FF Boe), arah angin (DD), arah hembusan angin (DD Boe),
kelembaban udara ambien, kelembaban udara container, suhu udara
ambien, suhu container dan global radiasi.

6.2.2 Pemodelan Kualitas Udara Ambien


Pemodelan Kualitas Udara adalah prediksi matematika terkait
konsentrasi ambien dari pencemaran udara, berdasarkan sampel udara
yang diukur. Pemodelan kualitas udara diperlukan untuk pemantauan
kualitas udara di beberapa area yang tidak mungkin dilakukan
pemantauan. Palaksana pemantau kualitas udara dapat menggunakan
model untuk memprediksi dampak dari sumber emisi potensial. Pada
akhirnya, model dapat digunakan untuk menentukan kontribusi relatif
dari sumber yang berbeda, melihat tren, dan pemantauan terhadap

16

kebijakan yang ada. Pemodelan untuk tujuan manajemen kualitas udara


biasanya dibagi dalam dua kategori, yakni pemodelan dispersi
(berdasarkan penyebaran polutan di udara) dan pemodelan berbasis
reseptor (berdasarkan pembagian sumber polutan). Secara singkat,
model dispersi digunakan untuk memprediksi konsentrasi polutan di
udara ambien dan pemodelan reseptor menggunakan data polutan di
udara ambien untuk menentukan sumber pencemaran (US EPA, 2014).
Pemodelan Polusi udara digunakan untuk menggambarkan
hubungan sebab akibat antara tingkat emisi, meteorologi, konsentrasi
emisi di udara, deposisi, dan faktor lainnya. Pemodelan polusi udara
dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang determinan
masalah kualitas udara, termasuk analisis faktor dan penyebab (sumber
emisi, proses meteorologi, dan perubahan fisik dan kimia), dan
beberapa petunjuk tentang pelaksanaan langkah-langkah mitigasi.
Pemodelan kualitas udara sangat penting karena membantu untuk
memprediksi dampak dari setiap proyek pembangunan yang berdampak
pada lingkungan. Sebagian besar dari pemodelan difokuskan pada
industri skala besar sebagai sumber polusi.
Upaya-upaya terkini yang berkaitan dengan pemodelan emisi
kendaraan untuk strategi pengendalian lalu lintas dengan menggunakan
simulasi lalu lintas. Pemodelan telah banyak digunakan di Indonesia
untuk memodelkan nilai gas buang kendendaraan dari kegiatan
transportasi terutama nilai gas pencemar seperti CO, NOx, SOx, dan
PM ataupun dari sumber emisi industri. Untuk memodelkan nilai emisi
karbon dioksida dari sektor transportasi masih jarang dilakukan.
Pemodelan kualitas udara untuk suatu wilayah di Indonesia sering kali
dipersulit oleh ketersediaan data meteorologi. Data meteorologi untuk
daerah-daerah seringkali kurang merepresentasikan kondisi meteorologi
di wilayah tersebut karena tidak adanya stasiun cuaca yang dekat
dengan wilayah tersebut.

17

a. Pemodelan Titik Sumber


Salah satu tantangan dalam pemodelan polusi udara adalah
pemahaman tentang sifat polutan yang menyebar di udara dari titik
sumber tertentu. Untuk tujuan ini, kita bisa menggunakan Gaussian
Plume Model. Model ini diterapkan dengan tujuan utama untuk
memperkirakan pengaruh dari permukaan tanah dan jarak
maksimuk penyebaran polutan di udara dari titik sumber. Model ini
diformulasikan dengan menentukan penyebaran horizontal dan
vertikal dari polutan di udara, diukur dengan standar deviasi
distribusi spasial konsentrasi bahan polutan. Sejak tahun 1960, studi
tentang penyebaran polutan dari titik sumber terus dikembangkan.
Penggunaan dan penerapan model Gaussian tersebar di seluruh
dunia, dan menjadi teknik standar di setiap negara industri untuk
menghitung tinggi cerobong asap yang akan digunakan dalam
industri (Daly, A., P. Zannetti, 2007).
b. Pemodelan Polusi Udara Perkotaan
Polusi udara tidak hanya fenomena lokal, mengingat jarak
penyebaran polutan yang dari titik sumber sumber. Pada kondisi
seperti ini kita dapat menggunakan Lagrangian Model dan Eulerian
Model. Dalam Model Lagrangian, sekumpulan polutan udara
(seperti asap dari cerobong industri) diikuti perjalanannya di udara,
dan dilihat jalurnya. Dalam Model Eulerian, area bawah dibagi
menjadi sel-sel grid secara vertikal dan horisontal. Kedua model ini
biasanya diarahkan melihat penyebaran sulfur di udara perkotaan
dari suatu titik sumber. Model ini sering digunakan dalam waktu
yang cukup lama, bahkan bertahun-tahun. Secara umum, pemodelan
Lagrangian sebagian besar dilakukan di Eropa, terutama untuk
polutan SO2. Pemodelan Eulerian itu banyak diterapkan di daerah
perkotaan AS, fokus utama pada polutan O3. (Daly, A., P. Zannetti,
2007).

18

6.2.3 Inventarisasi Emisi


Mengevaluasi penyebab tingginya konsentrasi polusi udara
ambien adalah salah satu tugas yang paling kompleks dalam
pengendalian pencemaran udara. Langkah awal untuk pengendalian
polusi dengan mengukur emisi yang dilepaskan ke udara. Oleh karena
itu, inventarisasi emisi sangat penting untuk memberikan informasi
emisi polusi udara yang terkini, akurat, dan komprehensif dalam
wilayah tertentu selama periode waktu tertentu. Jumlah dan jenis emisi
dapat berubah tahunan tergantung pada perubahan dalam perekonomian
bangsa/perkotaan, kegiatan industri, perbaikan teknologi, lalu lintas,
dan berbagai faktor lainnya. Inventarisasi emisi adalah database yang
berisi daftar polutan/emisi, menurut sumber dan jumlah pencemaran
udara dibuang ke atmosfer selama jangka waktu tertentu.
Pengembangan inventarisasi emisi merupakan langkah penting
dalam proses manajemen kualitas udara. Daftar inventaris emisi
digunakan untuk membantu menentukan sumber pencemaran udara
signifikan, membuat tren emisi dari waktu ke waktu, menentukan
sasaran

tindakan

pengendalian

dan

regulasi

regulasi,

serta

memperkirakan kualitas udara melalui model penyebaran. Inventarisasi


emisi meliputi perkiraan emisi dari berbagai sumber pencemaran di
wilayah geografis tertentu. Terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menghitung emisi yang, dimana pemilihan metode
tergantung pada ketersediaan data, waktu, sumber daya dan pendanaan.
Dalam kebanyakan kasus, faktor-faktor ini hanya rata-rata dari semua
data yang tersedia, dan umumnya dianggap mewakili rata-rata untuk
semua sumber. Perlu juga mempertimbangkan perbedaan kondisi pada
sumber pencemaran, seperti bahan baku yang digunakan, suhu dalam
pembakaran, dan pengendalian emisi, yang secara signifikan dapat
mempengaruhi keberadaan emisi masing-masing sumber. Langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam inventarisasi emisi adalah sebagai
berikut :

19

1) Membuat rencana inventarisasi,


2) Mengidentifikasi tujuan inventarisasi,
3) Menentukan wilayah/area pelaksanaan inventarisasi,
4) Analisis kebutuhan,
5) Pengumpulan data,
6) Menyusun laporan hasil inventarisasi emisi, dan
7) Jaminan dan Kontrol Kualitas (QA/QC).
Metode pengukuran terpadu beserta teknik analisis dalam pencemaran
udara telah dijelaskan dalam Bab. 4.
Alur Kegiatan
Penyusunan Daftar Inventarisasi Emisi

Sumber : US EPA, 2003

20

6.3 Strategi Pengendalian Pencemaran Udara Perkotaan


Tujuan utama dari program pengendalian pencemaran udara adalah
untuk melindungi masyarakat dan lingkungannya dari paparan polutan yang
berlebihan di udara. Banyak hal yang mendasari pentingnya pengembangan
strategi pengendalian pencemaran udara khususnya di wilayah perkotaan. Di
Amerika Serikat, setidaknya ada l5 (lima) yang mendasari pengembangan
strategi pengendalian pencemaran udara, yakni (1) adanya peristiwa
pencemaran udara itu sendiri, (2) perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, (3) keberadaan aktivis/pemerhati lingkungan, (4) perubahan
tatanan sosial dan ekonomi dalam masyarakat, dan (5) peningkatan kesadaran
masyarakat. Dalam upaya mengendalikan pencemaran udara secara
terkoordinasi dibutuhkan manajemen pencemaran udara. Manajemen
pencemaran udara adalah kumpulan strategi yang digunakan untuk
mengurangi polusi udara dan melindungi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat dan. Strategi pengendalian pencemaran udara adalah serangkaian
proses identifikasi dan pelaksanaan untuk mengurangi keberadaan polutan di
udara. Proses ini bervariasi berdasarkan sumber pencemaran (sumber tetap
atau sumber bergerak), serta berdasarkan jenis polutan yang menjadi sasaran
pengendalian. Tujuan dari kegiatan pengendalian adalah untuk mencapai
standar kualitas udara yang baik. Pengembangan strategi pengendalian
merupakan proses menilai langkah-langkah pengurangan pencemaran udara,
manajemen pelaksanaan, dan teknologi pengendalian yang tepat untuk
menentukan pendekatan yag terbaik sehingga pengurangan emisi sesuai
standar kualitas udara dapat tercapai.
Terdapat 3 (tiga) hal utama yang harus dipertimbangkan dalam
merancang strategi pengendalian yang efektif, antara lain :
1) Lingkungan : faktor-faktor seperti lokasi penempatan peralatan
pengendalian, standar kualitas udara ambien yang digunakan, kegunaan
peralatan, aturan hukum terkait, tingkat kebisingan, dan manfaat
pengendalian;

21

2) Teknik : faktor-faktor seperti karakteristik polutan (abrasivitas, toksisitas,


dll),

karakteristik

aliran

gas,

dan

karakteristik

kinerja

sistem

pengendalian; dan
3) Ekonomi : faktor-faktor seperti biaya modal, biaya operasi, pemeliharaan
peralatan, dan masa pakai peralatan. Pihak terkait juga harus
mempertimbangkan

pencegahan

pencemaran

udara

dengan

menghilangkan sebanyak emisi pencemaran mungkin pada sumbernya,


mengganti bahan baku (dan kurang toksik), mempertimbangkant proses
pengolahan alternatif, dan meningkatkan langkah-langkah pengendalian
dalam proses.
Pengendalian pada sumber tetap (tidak bergerak), sumber bergerak,
dan wilaya tercemar merupakan bagian dari strategi pengendalian yang baik.
Pengendalian ini harus menggunakan teknologi yang tersedia dengan cukup.
Contohnya, pengendalian pada senyawa organik yang mudah menguap dari
penggunaan pelarut dan cat serta pengendalian emisi nitrogen oksida dari unit
pembakaran. Untuk sumber mobile, contoh termasuk pengendalian emisi
yang lebih ketat untuk kendaraan dan standar bahan bakar rendah sulfur.
Untuk sumber stasioner/tetap yang besar (seperti industri), hal ini bermanfaat
dalam pemberian izin (izin baru maupun perpanjangan izin) termasuk
pembatasan emisi untuk setiap sumber. Dalam proses manajemen kualitas
udara harus fokus pada sumber-sumber yang jelas, sarana dan prasarana
penunjang, serta strategi yang komprehensif dapat dikembangkan dari waktu
ke waktu. Selain itu keterkaitan upaya pengendalian dari semua sektor sangat
diperlukan

untuk

suksesnya

strategi

pengendalian.

Sebuah

strategi

pengendalian yang baik haruslah diterapkan ke dalam regulasi, dilaksanakan


dan melalui mekanisme penegakan hukum. Secara umum, tujuannya
pengendalian pencemaran udara udara di suatu wilayah adalah untuk
mencapai pengurangan emisi yang nyata dan terukur (US EPA, 2014).
Terdapat 4 (empat) langkah utama dalam mengembangkan strategi
pengendalian pencemaran udara :

22

1) Menentukan polutan prioritas ; fokus terhadap polutan tertentu


berdasarkan untuk karakteristik lokasi, efek terhadap kesehatan, dan
tingkat keparahan pencemaran udara.
2) Mengidentifikasi langkah-langkah pengendalian ; memilih strategi
pengendalian yang sesuai dengan prioritas polutan yang teridentifikasi.
3) Membuat rencana tindakan

pengendalian

berdasakan hasil

identifikasi langkah-langkah pengendalian, kemudian membuat rencana


tertulis dengan tanggal pelaksanaan untuk merumuskan strategi. Penting
untuk

membuat

regulasi

dan

memasukkannya

dalam

rencana

pengendalian yang akan dilaksanakan.


4) Partisipasi masyarakat ; masyarakat dan pihak yang terkena dampak
pencemaran udara merupakan bagian dari proses pengembangan strategi.
Melibatkan partisipasi masyarakat dalam strategi pengendalian akan
bermanfaat dalam pelaksanaan strategi di lapangan.
6.3.1 Pengendalian pada Sektor Industri
Proses dan kegiatan industri secara umum dapat meninimbulkan
pengaruh (pencemaran) pada lingkungan kerja maupun lingkungan luar
industri. Emisi pencemaran udara oleh industri sangat tergantung dari
jenis industri dan prosesnya, peralatan industri dan utilitasnya. Berbagai
industri dan pusat pembangkit tenaga listrik menggunakan tenaga dan
panas yang berasal dari pembakaran arang dan bensin. Fokus utama
dalam pengendalian pencemaran udara akibat industri adalah pada kotakota di Negara berkembang. Beberapa strategi untuk mengelola polutan
dari aktivitas industri dibagi menjadi tiga kategori, yakni : a)
perencanaan pembangunan dan tata ruang / zonasi, b) promosi upaya
pengendalian pencemaran, dan c) menggalakkan produksi bersih.
a) Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang
1. Membatasi lokasi industri baru di sekitar untuk area pemukiman
atau area sensitif lainnya,
2. Relokasi industri yang ada jauh dari zona perumahan,
23

3. Mengendalikan emisi di area-area sensitif, misalnya dengan


menerapkan area kontrol khusus atau zona bebas asap rokok,
dan
4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan akibat aktivitas
industri.
b) Promosi Upaya Pengendalian Pencemaran
1. Menetapkan prioritas dengan fokus pada perangkat/peralatan
pengendalian polusi pada proses/sumber yang berpotensi
menimbulkan pencemaran,
2. Menggunakan teknik yang terbaik dalam proses industri,
3. Menetapkan standar emisi yang diperbolehkan, dan
4. Menetapkan sanksi yang ketat bagi industri melebihi batas emisi
c) Menggalakkan Produksi Bersih / Clean Production
6.3.2 Pengendalian pada Sektor Transportasi
Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat
berperan dalam pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, namun juga
merupakan penyumbang utama tingginya konsentrasi polutan di udara.
Di beberapa kota, polusi udara dari sektor transportasi kadang
dikombinasikan dengan polusi udara industri dan sumber lainnya..
fokus pada upaya pengendalian ini terkait strategis dan teknik untuk
meningkatkan kualitas udara perkotaan akibat kegiatan transportasi,
termasuk strategi untuk mengurangi polusi kendaraan, mengelola lalu
lintas, dan meningkatkan ketersediaan sarana transportasi massal.
Masalah transportasi lain seperti kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan
ketidakadilan sosial juga patut diperhitungkan dalam menyusun sebuah
strategi pengendalian. Beberapa strategi untuk mengelola polutan dari
aktivitas transportasi dapat dikategorikan sebagai berikut :

24

a) Mengurangi Polusi Kendaraan


Langkah-langkah teknis saja tidak cukup untuk memastikan
pengurangan polusi udara perkotaan sesuai yang diinginkan.
Penggunaan bahan bakar dan jenis kendaraan memiliki pengaruh
yang besar pada situasi kualitas udara. Hal ini terutama terjadi di
banyak

Negara

berkembang

dimana

tingkat

pertumbuhan

kepemilikan kendaraan pribadi lebih tinggi daripada di Negaranegara maju. Penduduk perkotaan di Negara-negara berkembang
juga sebagian besar memiliki kendaraan yang lebih tua. Strategi
untuk mengurangi polusi kendaraan mencakup :
1. Pengujian emisi dan pemeliharaan kendaraan bermotor,
2. Perbaikan kualitas bahan bakar, dan
3. Memperkenalkan teknolologi kendaraan baru, yang ramah
lingkungan.
b) Mengelola Lalu Lintas dan Prasarana Transportasi
Dalam mengembangkan sistem Pemerintah kota tidak bisa
terus mengembangkan sistem transportasi perkotaan. Perencanaan
pola transportasi yang tidak memadai , baik dalam hal sistem lalu
lintas maupun sarana dan prasarana pendukung, menentukan
intensitas pencemaran udara yang terjadi. Faktor-faktor dominan
yang berpengaruh dalam hal ini antara lain : 1) tidak seimbangnya
jumlah kendaraan dengan prasarana yang tersedia, 2) pola lalu
lintas perkotaan yang berorientasi terpusat, 3) semakin jauhnya
area pemukiman penduduk dengan pusat kota, 4) kesamaan waktu
aliran lalu lintas, dan lain-lain. Strategi terkait hal ini mencakup :
1. Penyesuaian sistem transportasi perkotaan dengan sistem tata
ruang wilayah,
2. Peningkatan dan pemeliharaan prasarana transportasi, dan
3. Rekayasa lalu lintas, utamanya pada waktu dan lokasi tertentu.

25

6.3.3 Pengendalian Pada Sumber Domestik


Di banyak kota, permasalahan dalam sistem penanganan sampah
domestik masih kurang memadai. Proses pembakaran sampah rumah
tangga walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam menambah
jumlah zat pencemar diudara terutama debu dan hidrokarbon. Hal
penting yang perlu diperhitungkan dalam emisi pencemaran udara oleh
sampah adalah emisi partikulat akibat pembakaran, sedangkan emisi
dari proses dekomposisi yang perlu diperhatikan adalah emisi HC
dalam bentuk gas metana. Untuk mengatasi masalah ini, perlu
mengidentifikasi area dimana pembakaran sampah terjadi, berapa
banyak warga yang melakukan pembakaran sampah, dan menilai
kebutuhan fasilitas dan kapasitas pengelolaan sampah domestik di
wilayah perkotaan. Beberapa strategi dalam pengendalian polutan dari
sumber domestik khusus terkait penanganan sampah antara lain :
1. Mobilisasi sumber daya yang efisien dalam penanganan sampah
perkotaan,
2. Memperkuat

penegakan

peraturan

untuk

mengendalikan

pembakaran sampah domestik, dan


3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah
mulai dari sumbernya (rumah tangga).

26

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
Suyono. 2013. Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
World Health Organization (WHO). 2014. Global Health Observatory (GHO).
http://www.who.int/, diakses tanggal 17 Desember 2014
Harris, D. N., Huffman, J. R., Weiland, J. H. 2012. Another Look at New York
Citys Air Pollution Problem. Journal of the Air Pollution Control
Association, Vol. 18 No. 6: 406-410
Levy, I., et.al. 2014. Evaluating Multipollutant Exposure and Urban Air Quality:
Pollutant Interrelationships, Neighborhood Variability, and Nitrogen
Dioxide as a Proxy Pollutant. Environmental Health Perspectives,
Vol. 122 No. 1: 65-72
Lee, H. D., et.al. 2014. Evaluation of Concentrations and Source Contribution of
PM10 and SO2 Emitted from Industrial Complexes in Ulsan, Korea:
Interfacing
of
the
WRFCALPUFF
Modeling
Tools.
Atmospheric Pollution Research, Vol. 5 : 664676
OECD. 2014. Urban Green Growth in Dynamic Asia: A Conceptual Framework

CAI-Asia. 2010. Air Quality in Asia: Status and Trends. Published By Clean Air
Initiative for Asian Cities (CAI-Asia) Center
UNDP Indonesia. 2013. Indeks Tata Kelola Hutan, Lahan, dan REDD+ 2012 di
Indonesia. Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup RI. 2013. Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan
2012. Jakarta
CAI-Asia. 2010. Clean Air Management Profile (CAMP) Indonesia: 2010
Edition. Published By Clean Air Initiative for Asian Cities (CAI-Asia)
Center
US EPA. 2003. Principles and Practices of Air Pollution Control. Published By
Environmental Research Center, MD E142-01 Research Triangle
Park, NC
US EPA. 2014. Air Quality Management. http://www.epa.gov/, diakses tanggal 19
Desember 2014
Daly, A., P. Zannetti. 2007. Air Pollution Modeling An Overview. Chapter 2 of
AMBIENT AIR POLLUTION. Published by The Arab School for
Science and Technology (ASST) (http://www.arabschool.org.sy) and
The EnviroComp Institute (http://www.envirocomp.org/).

27

Anda mungkin juga menyukai